Anda di halaman 1dari 21

Materi 1

Kajian Ayat :
KEWAJIBAN BERDAKWAH

A. QS. An Nahl (16) : 125


1. Redaksi Ayat
   
 
  
    
    
    
 
2. Terjemah
“ serulah (manusia) kepada jalan Tuhan-mu dengan hikmah dan pelajaran yang baik dan bantahlah
mereka dengan cara yang baik. Sesungguhnya Tuhanmu Dialah yang lebih mengetahui tentang siapa
yang tersesat dari jalan-Nya dan Dialah yang lebih mengetahui orang-orang yang mendapat petunjuk.”
3. Makna Mufrodat
Kata ( ‫ )حكمة‬hikmah antara lain berarti yang paling utama dari segala sesuatu, baik pengetahuan
maupun perbuatan. Ia adalah pengetahuan atau tindakan yang bebas dari kesalahan atau
kekeliruan. Hikmah juga diartikan sebagai sesuatu yang bila digunakan/diperhatikan akan
mendatangkan kemaslahatan dan kemudahan yang besar atau lebih besar, serta menghalangi
terjadinya mudharat atau kesulitan yang besar atau lebih besar.
Sebagian mufasir seperti As Suyuthi, Al Fairuzabadi, dan Al Baghawi mengartikan
hikmah sebagai Al Quran. Ibnu Katsir menafsirkan hikmah sebagai apa saja yang
diturunkan Allah berupa al-Kitab dan As-Sunnah
Kata ( ‫ )الموعظ ة‬al-mau'izhah terambil dari kata ( ‫ )وع ة‬wa'azha yang berarti nasihat.
Mau'izhah adalah uraian yang menyentuh hati yang mengantar kepada kebaikan. Demikian
dikemukakan oleh banyak ulama.
Kata ( ‫ )جةدللم‬jadilhum terambil dari kata ( ‫ )جةاا‬jidal yang bermakna diskusi atau bukti-bukti
yang mematahkan alasan atau dalil mitra diskudi dan menjadikannya tidak dapat bertahan, baik
yang dipaparkan itu diterima oleh semua orang maupun hanya oleh mitra bicara.
Ditemukan di atas, bahwa mau'izhah hendaknya disampaikan dengan ( ‫)حسةةة‬
hasanah/baik, sedang perintah berjidal disifati dengan kata ( ‫ )أحسة‬ahsana/yang terbaik,
bukan sekedar yang baik. Keduanya berbeda dengan hikmah yang tidak disifati oleh satu

1
sifat pun. Ini berarti bahwa mau'izhah ada yang baik dan ada yang tidak baik, sedang jidal
ada tiga macam, yang baik, yang terbaik, dan yang buruk.
4. Asbabun Nuzul
Para mufasir berbeda pendapat berkaitan asbabun nuzul ayat ini. Al-Wahidi
menerangkan bahwa ayat ini diturunkan setelah Rasulullah SAW menyaksikan jenazah
70 sahabat yang syahid dalam Perang Uhud, termasuk Hamzah, paman Rasulullah . Al-
Qurthubi menyatakan bahwa ayat ini diturunkan di Makkah ketika adanya perintah
kepada Rasulullah SAW untuk melakukan gencatan senjata dengan pihak Quraisy.
5. Analisa Kandungan Ayat
Ayat ini menyatakan : Wahai Nabi Muhammad saw., serulah yakni lanjutkan usahamu
untuk menyeru semua yang engkau sanggup seru kepada jalan yang ditunjukkan Tuhanmu,
yakni ajaran Islam dengan hikmah dan pengajaran yang baik dan bantahlah mereka, yakni siapa
pun yang menolak atau meragukan ajaran Islam dengan cara yang terbaik. Itulah tiga cara
berdakwah yang hendaknya engkau tempuh menghadapi manusia yang beraneka ragam
peringkat dan kecenderungannya; jangan hiraukan cemoohan, atau tuduhan-tuduhan
tidak berdasar kaum musyrikin dan serahkan urusanmu dan urusan mereka pada Allah,
karena sesungguhnya Tuhanmu yang selalu membimbing dan berbuat baik kepadamu Dialah
sendiri yang lebih mengetahui dari siapa pun yang menduga tahu tentang siapa yang bejat
jiwanya sehingga tersesat dari jalan-Nya dan Dialah saja juga yang lebih mengetahui orang-orang
yang sehat jiwanya sehingga mendapat petunjuk.
a. Pengertian Dakwah
Dalam pengertian etimologi kata dakwah merupakan masdar (kata benda) dari kata
kerja da'a, yad'u yang berarti mendorong (to urge), panggilan, seruan (to propo),
mengajak (to summer), mengundang (to in vite), memohon (to pray)
Dari pengertian kebahasaan tersebut para ahli mendefinisikan sebagai berikut :
1) Menurut Syekh Ali Makhfudh dalam kitabnya Hidayatul Muersyidin, mengatkan
dawah adalah mendorong manusia untuk berbuat kebajikan dan mengikuti
petunjuk (agama), menyeru mereka kepada kebaikan dan mencegah mereka dari
perbuatan munkar agar memperolah kebahagiaan dunia dan akhirat
2) Menurut Quraish Shihab, dakwah adalah seruan atau ajakan kepada kainsyafan,
atau usaha mengubah sesuatu yang tidak baik kepada sesuatu yang lebih baik
terhadap pribadi maupun masyarakat.

2
3) Menurut Toha Yahya Oemar, dakwah adalah mengajak manusia kdengan cara
bijaksana kepada kjalan yang benar sesuai dengan perintah Tuhan untuk
kemaslahatan dan kebahagiaan mereka didunia dan akhirat.
Dengan demikian dakwah adalah mengajak kepada agama Allah, yaitu Islam.
Istilah dakwah digunakan dalam Al Qur’an baik dalam bentuk fi’il maupun dalam
bentuk mashdar berjumlah lebih dari seratus kali. Dalam Al Qur’an, dakwah dalam
arti mengajak titemukan sebanyak 46 kali, 39 kali dalam arti mengajak kepada Islam
dan kebaikan, 7 kali kepada neraka dan kejahatan. Beberapa dari ayat tersebut adalah :
1) Mengajak manusia kepada kebaikan dan mencegah kemungkaran (QS. Ali Imran
(3) :104)
2) Mengajak manusia kepada jalan Allah (QS. An Nahl (16) :125)
3) Mengajak manusia kepada agama Islam (QS. As Shaf (61) :7)
4) Mengajak manusia kepada jalan yang lurus (QS. Al Mukminun (23) :73)
5) Memutuskan perkara dalam kehidupan umat manusia, kittabullah dan
sunnaturrasul (QS. An Nur (24) :48 dan 51, serta QS. Ali Imran (3) :23)
6) Menggajak kesurga (QS. Al Baqarah (3) :122)
Tujuan utama dakwah ialah mewujudkan kebahagiaan dan kesejahteraan hidup di
dunia dan di akhirat yang diridai oleh Allah. Nabi Muhammad SAW mencontohkan
dakwah kepada umatnya dengan berbagai cara melalui lisan, tulisan dan perbuatan.
Dimulai dari istrinya, keluarganya, dan teman-teman karibnya hingga raja-raja yang
berkuasa pada saat itu.
b. Metode Dakwah
Dalam ilmu komunikasi metode dakwah disebut dengan “ The Methode in Message”.
Sehingga kejelian dan kebijaksanaan juru dakwah dalam memilih dan memakai
metode dakwah sangat mempengaruhi kelancaran dan keberhasilan dalam
menerapkan ajaran Islam dalam masyarakat.
Menurut Ayat 125 QS. An Nahl, dipahami oleh sementara ulama sebagai menjelaskan
prinsip umum metode dakwah islamiah yakni terdiri dari tiga macam yang harus
disesuaikan dengan sasaran dakwah. Ketiga metode itu disesuaikan dengan
kemampuan intelektual masyarakat yang dihadapi, akan tetapi secara prinsip semua
metode dapat digunakan kepada semua masyarakat
1) Metode Hikmah
Menurut Syeh Mustafa Al Maroghi dalam tafsir Al Maraghi mengatakan bahwa
hikmah yaitu; Perkataan yang jelas dan tegas disertai dengan dalil yang dapat

3
mempertegas kebenaran, dan dapat menghilangkan keragu-raguan. Cara ini tertuju
kepada mereka yang ingin mengetahui hakikat kebenaran yang sesungguhnya,
yakni mereka yang memiliki kemampuan berpikir yang tinggi atau sempurna;
seperti para ulama, pemikir, dan cendekiawan.
Bahwa hikmah adalah nama himpunan segala ucapan atau pengetahuan yang
mengarah kepada perbaikan keadaan dan kepercayaan manusia secara
bersinambung. Oleh karenanya, yang memiliki hikmah, harus yakin sepenuhnya
tentang pengetahuan dan tindakan yang diambilnya, sehingga dia tampil dengan
penuh percaya diri, tidak berbicara dengan ragu, atau kira-kira dan tidak pula
melakukan sesuatu dengan coba-coba.
Metode hikmah dapat digunakan untuk memanggil/ menyeru para intelektual,
berilmu pengetahuan atau pendidikan tinggi. Dalam hal ini juru dakwah haruslah
menyampaikan materi dakwah dengan berdialog dengan kata-kata bijak sesuai
dengan tingkat kepandaian mereka. Keterangan dan alasan disampaikan dengan
cara bijaksana tanpa kesan menggurui, sehingga dakwah tersebut dapat diterima
dan diamalkan dalam kehidupan sehari-hari.
2) Metode Mau'izhah Hasanah
Metode mau'izhah hasanah adalah cara yang ditempuh oleh pendakwah untuk
mengajak kepada ketauhidan murni kepada Allah dengan berpegang teguh dengan
Sunnah dan mengajak hati mereka menuju cara pemahaman Islam yang benar
(manhaj shahih).
Adapun mau'izhah, maka ia baru dapat mengena hati sasaran bila ucapan yang
disampaikan itu disertai dengan pengamalan dan keteladanan dari yang
menyampaikannya. Nah, inilah yang bersifat hasanah. Kalau tidak, ia adalah yang
buruk, yang seharusnya dihindari. Di sisi lain, karena mau'izhah biasanya bertujuan
mencegah sasaran dari sesuatu yang buruk yang dapat mengundang emosi baik
dari yang menyampaikan, lebih-lebih yang menerimanya, maka mau'izhah adalah
sangat perlu untuk mengingatkan kebaikannya itu.
   
   
   
  


4
“ dan (ingatlah) ketika Luqman berkata kepada anaknya, di waktu ia memberi pelajaran
kepadanya: "Hai anakku, janganlah kamu mempersekutukan Allah, Sesungguhnya
mempersekutukan (Allah) adalah benar-benar kezaliman yang besar".
Beberapa ciri mau'izhah hasanah adalah seperti nasihat yang menjurus kepada
keredhaan Allah s.w.t.; nasihat dan pengajaran yang dapat melembutkan hati serta
meninggalkan kesan yang mendalam, ia juga perlu mengandungi unsur at-targhib
dan at-tarhib iaitu galakan dan pencegahan; merujukkan contoh tauladan yang
terbaik dan akhlak yang terpuji sebagai model untuk diikuti; serta mendedahkan
kebaikan dan kebajikan Islam bagi menarik minat dan keinginan kepada Islam
3) Metode Mujadalah (Debat)
Menurut Imam Ghazali dalam Ihya Ulumuddin menegaskan agar orang-orang yang
melakukan tukar fikiran (mujadalah, debat) hendaknya tidak beranggapan bahwa
yang satu sebagai lawan bagi yang lainnya, tetapi mereka harus menganggap bahwa
para peserta mujadalah atau diskusi itu sebagai kawan yang saling tolong-
menolong dalam mencapai kebenaran
Jidal terdiri dari tiga macam, yang buruk adalah yang disampaikan dengan kasar,
yang mengundang kemarahan lawan serta yang menggunakan dalih-dalih yang
tidak benar. Yang baik adalah yang disampaikan dengan sopan, serta menggunakan
dalil-dalil atau dalih walau hanya yang diakui oleh lawan, tetapi yang terbaik adalah
yang disampaikan dengan baik, dan dengan menggunakan argumen yang benar,
lagi membungkam lawan.
c. Sasaran Dakwah
Mohammad Natsir, menyebutkan tiga golongan yang dihadapi dengan tiga metode
yang dapat digunakan oleh juru dakwah, yaitu sebagai berikut :
1) Golongan cerdik cendikiawan yang cinta kebenaran dan dapat berfikir kritis, cepat
dapat menangkap arti persoalan. Mereka harus dipanggil dengan hikmah, yakni
hujjah (argumentasi) yang dapat diterima dengan kekuatan akal mereka.
2) Golongan awam, orang kebanyakan yang belum dapat berfikir secara kritis, dan
mendalam, belum dapat menangkap pengertian-pengertian yang tinggi. Mereka ini
dipanggil dengan mau’izah hasanah, yakni keteladanan yang baik dari juru
dakwahnya.
3) Golongan yang tingkat kecerdasannya diantara kedua golongan tersebut, belum
dapat dicapai dengan hikmah akan tetapi tidak sesuai pula bila dilayani seperti
golongan awam. Golongan ini dihadapi dengan anjuran dan didikan yang baik

5
yaitu dengan ajaran-ajaran yang mereka suka membahasnya. Tetapi hanya di dalam
batas tertentu mereka tidak sanggup mengkaji lebih mendalam. Golongan manusia
seperti ini dipanggil dengan bertukar tukar fikiran guna mendorongnya supaya
berfikir secara sehat dengan cara yang lebih baik.
d. Prinsip-prinsip Komunikasi Dakwah dalam Al Qur’an
1) Qaulan Ma’rufah
Secara leksikal kata ma’ruf bermakna baik dan diterima oleh nilai-nilai yang berlaku
dalam masyarakat. Ucapan yang baik adalah ucapan yang diterima sebagai sesuatu
yang baik dalam pandangan masyarakat lingkungan penutur. Qaulan Ma’rufa
sebagai perkataan yang baik dan pantas.
Baik artinya sesuai dengan norma dan nilai, sedangkan pantas sesuai dengan latar
belakang dan status orang yang mengucapkannya. Karena itu, qaulan ma’rufa
mengandung arti ucapan yang halus sebagaimana ucapan yang disukai perempuan
dan anak-anak; pantas untuk diucapkan oleh pembicara maupun untuk orang yang
diajak bicara.
Dengan memperhatikan pendapat para mufassir di atas dapat ditarik kesimpulan
bahwa qaulan ma’rufa mengandung arti perkataan yang baik, yaitu perkataan yang
sopan, halus, indah, benar, penuh penghargaan, dan menyenangkan, serta sesuai
dengan hukum dan logika. Dalam pengertian di atas tampak bahwa perkataan
yang baik adalah perkataan yang bahasanya dapat difahami oleh orang yang
diajak bicara dan diucapkan dengan pengungkapan yang sesuai dengan norma dan
diarahkan kepada objek yang tepat. Diantara ungkapan qaulan ma’rufa didapati
dalam QS. Al Baqarah (2) : 263.
   
  
    

“Perkataan yang baik dan pemberian maaf lebih baik dari sedekah yang diiringi dengan
sesuatu yang menyakitkan (perasaan si penerima). Allah Maha Kaya lagi Maha Penyantun.”
2) Qaulan Karima
Ibnu Katsir menjelaskan makna qaulan karima dengan arti lembut, baik, dan sopan
disertai tata krama, penghormatan dan pengagungan. Dengan memperhatikan
penjelasan para mufassir di atas, dapat disimpulkan bahwa ungkapan qaulan
karima memiliki pengertian mulia, penghormatan, pengagungan, dan
penghargaan.

6
Ucapan yang bermakna qaulan karima berarti ucapan yang lembut berisi
pemuliaan, penghargaan, pengagungan, dan penghormatan kepada orang yang
diajak bicara. Sebaliknya ucapan yang menghinakan dan merendahkan orang lain
merupakan ucapan yang tidak santun. Dalam al-Quran ungkapan qaulan karima
disebut sebanyak satu kali yaitu pada surat Al Isra (17) :23.
  
  

   
 
  
    
  
 
“ dan Tuhanmu telah memerintahkan supaya kamu jangan menyembah selain Dia dan
hendaklah kamu berbuat baik pada ibu bapakmu dengan sebaik-baiknya. jika salah seorang
di antara keduanya atau Kedua-duanya sampai berumur lanjut dalam pemeliharaanmu, Maka
sekali-kali janganlah kamu mengatakan kepada keduanya Perkataan "ah" dan janganlah
kamu membentak mereka dan ucapkanlah kepada mereka Perkataan yang mulia.”
3) Qaulan Layyina
Ungkapan qaulan layyina bermakna perkataan lemah lembut. Perkataan yang
lemah lembut yang di dalamnya terdapat harapan agar orang yang diajak bicara
menjadi teringat pada kewajibannya atau takut meninggalkan kewajibannya.
Ucapan baik yang dilakukan dengan lemah lembut sehingga dapat menyentuh hati
orang yang diajak bicara. Ucapan yang lemah lembut dimulai dari dorongan dan
suasana hati orang yang berbicara. Apabila ia berbicara dengan hati yang tulus dan
memandang orang yang diajak bicara sebagai saudara yang ia cintai, maka akan
lahir ucapan yang bernada lemah lembut. Dampak kelemahlembutan itu akan
membawa isi pembicaraan kepada hati orang yang diajak bicara.
Komunikasi yang terjadi adalah hubungan dua hati yang akan berdampak pada
tercerapnya isi ucapan oleh orang yang diajak bicara. Akibatnya ucapan itu akan
memiliki pengaruh yang dalam, bukan hanya sekedar sampainya informasi, tetapi
juga berubahnya pandangan, sikap, dan perilaku orang yang diajak bicara. Kata
qaulan Layyinan disebutkan dalam QS Thahaa (20) : 44,

7
   
  
 
“ Maka berbicaralah kamu berdua kepadanya dengan kata-kata yang lemah lembut, Mudah-
mudahan ia ingat atau takut".

4) Qaulan Baliighah
Ungkapan qaulan baligha bermakna ucapan yang sampai pada lubuk hati orang
yang diajak bicara, yaitu kata-kata yang fashahat dan balaghah (fasih dan tepat);
kata-kata yang membekas pada hati sanubari. Kata-kata seperti ini tentunya keluar
dari lubuk hati sanubari orang yang mengucapkannya.
Musthafa Al Maraghi mengaitkan qaulan baligha dengan arti tabligh sebagai salah
satu sifat Rasul (Tabligh dan baligh berasal dari akar kata yang sama yaitu
balagha), yaitu nabi Muhammad diberi tugas untuk menyampaikan peringatan
kepada umatnya dengan perkataan yang menyentuh hati mereka. Senada dengan
itu, Ibnu Katsir menyatakan makna kalimat ini, yaitu menasihati dengan ungkapan
yang menyentuh sehingga mereka berhenti dari perbuatan salah yang selama ini
mereka lakukan.
Jadi ungkapan qaulan baligha sebagai ucapan yang fasih, jelas maknanya, tenang,
tepat mengungkapkan apa yang dikehendaki, karena itu qaulan baligha
diterjemahkan sebagai komunikasi yang efektif. Efektivitas komunikasi terjadi
apabila komunikator menyesuaikan pembicaraannya dengan sifat-sifat khalayak
yang dihadapinya. Ungkapan qaulan baligha dalam al-Quran disebut sebanyak satu
kali yaitu pada QS. An Nisa (4) : 63.
  
   
  
   
  
“ mereka itu adalah orang-orang yang Allah mengetahui apa yang di dalam hati mereka.
karena itu berpalinglah kamu dari mereka, dan berilah mereka pelajaran, dan Katakanlah
kepada mereka Perkataan yang berbekas pada jiwa mereka.”
5) Qaulan Sadiida
Makna qaulan sadida dalam arti pembicaraan yang benar, jujur, lurus, tidak
sombong, tidak berbelit-belit. Senada dengan itu, at-Tabari menafsirkan kata
qaulan sadida dengan makna adil. Al Buruswi menyebutkan qaulan sadida dalam
8
konteks tutur kata kepada anak-anak yatim yang harus dilakukan dengan cara yang
lebih baik dan penuh kasih sayang, seperti kasih sayang kepada anak sendiri.
Memahami pandangan para ahli tafsir di atas dapat diungkapkan bahwa qaulan
sadida dari segi konteks ayat mengandung makna kekuatiran dan kecemasan
seorang pemberi wasiat terhadap anak-anaknya yang digambarkan dalam bentuk
ucapan-ucapan yang lemah lembut, jelas, jujur, tepat, baik dan adil.
Ungkapan qaulan sadida dalam al-Quran terdapat pada dua tempat, yaitu pada QS.
An Nisa(4) : 9 dan Al Ahzab (33) : 70.
  
  
  
  
  

“ dan hendaklah takut kepada Allah orang-orang yang seandainya meninggalkan dibelakang
mereka anak-anak yang lemah, yang mereka khawatir terhadap (kesejahteraan) mereka. oleh
sebab itu hendaklah mereka bertakwa kepada Allah dan hendaklah mereka mengucapkan
Perkataan yang benar.” (QS. An Nisa(4) : 9)
  
   
 
“ Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kamu kepada Allah dan Katakanlah
Perkataan yang benar.” (QS. Al Ahzab (33) : 70)
6) Qaulan Maysura
Secara etimologis, kata maysuran berasal dari kata yasara yang artinya mudah atau
gampang. Ketika kata maysuran digabungkan dengan kata qaulan menjadi qaulan
maysuran yang artinya berkata dengan mudah atau gampang. Berkata dengan
mudah maksudnya adalah kata-kata yang digunakan mudah dicerna, dimengerti,,
dan dipahami oleh komunikan.
Salah satu prinsip komunikasi dalam Islam adalah setiap berkomunikasi harus
bertujuan mendekatkan manusia dengan Tuhannya dan hamba-hambanya yang
lain. Islam mengharamkan setiap komunikasi yang membuat manusia terpisah dari
Tuhannya dan hamba-hambanya.
Seorang komunikator yang baik adalah komunikator yang mampu menampilkan
dirinya sehingga disukai dan disenangi orang lain. Untuk bisa disenangi orang lain,

9
ia harus memiliki sikap simpati dan empati. Simapti dapat diartikan dengan
menempatkan diri kita secara imajinatif dalam posisi orang lain.
Namun dalam komunikasi, tidak hanya sikap simpati dan empati yang dianggap
penting karena sikap tersebut relatif abstrak dan tersembunyi, tetapi juga harus
dibarengi dengan pesan-pesan komunikasi yang disampaikan secara bijaksana dan
menyenangkan.
Kata qaulan maysuran hanya satu kali disebutkan dalam Al-Quran, QS. Al Israa (17)
: 28. Berdasarkan sebab-sebab turunnya (asbab al-nuzul) ayat tersebut, Allah
memberikan pendidikan kepada nabi Muhammad saw untuk menunjukkan sikap
yang arif dan bijaksana dalam menghadapi keluarga dekat, orang miskin dan
musafir.
  
  
   
  
“ dan jika kamu berpaling dari mereka untuk memperoleh rahmat dari Tuhanmu yang kamu
harapkan, Maka Katakanlah kepada mereka Ucapan yang pantas.”
6. Hikmah Kandungan Ayat
a. Dakwah adalah kewajiban setiap muslimin, dengan mempertimbangkan siapa, apa
dan di mana dilaksanakan.
b. Dakwah dilakukan dengan tiga metode, yaitu dengan hikmah (mengambil pelajaran
dari kejadian yang ada), menggunakan ungkapan yang dapat menyentuh rasa dan
perasaan sehingga dapat diterima oleh kebanyakan masyarakat dan mengadakan
perdebatan menyangkut permasalahan dengan penuh antusias, sopan dan rasional
dengan mengedepankan prinsip kebaikan, fungsional dan kemaslahatan.
c. Terhadap mereka yang menghalangi atau bahkan mengolok-olok dan melecehkan
ajaran Ilahi, hendak dilakukan dengan sabar dan bersinambung serta memperlakukan
yang telah mengolok-olok itu dengan penuh kesopanan dan dibalas dengan yang
lebih baik.
d. Pendakwah harus dibekali dengan pengetahuan dan wawasan yang luas dan
memahami lingkungan, sosial dan kebudayaan masyarakat.

B. QS. Asy Syu’araa (26) : 214-216


1. Redaksi Ayat

10
 
  
  
   
   
  
2. Terjemah
214. dan berilah peringatan kepada kerabat-kerabatmu yang terdekat, 215. dan rendahkanlah
dirimu terhadap orang-orang yang mengikutimu, Yaitu orang-orang yang beriman. 216. jika mereka
mendurhakaimu Maka Katakanlah: "Sesungguhnya aku tidak bertanggung jawab terhadap apa yang
kamu kerjakan";
3. Makna Mufrodat
Kata ( ‫' )عشةرة‬asyirah berarti anggota suku yang terdekat. Ia terambil dari kata (‫' ) عدشةة‬asyara
yang berarti saliing bergaul, karena anggota suku yang terdekat atau keluarga adalah
orang-orang yang sehari-hari saling bergaul.
Kata ( ‫ )األقةةير‬al-aqrabin yang menyifati kata 'asyirah, merupakan penekanan sekaligus
guna mengambil hati mereka sebagai orang-orang dekat dari mereka yang terdekat.
Kata ( ‫ )ج ةد‬janah, pada mulanya berarti sayap. Penggalan ayat ini mengilustrasikan sikap
dan perilaku seseorang seperti halnya seekor burung yang merendahkan sayapnya pada
saat ia hendak mendekat dan bercumbu kepada betinanya, atau melindungi anak-
anaknya. Sayapnya terus dikembangkan dengan merendah dan merangkul, serta tidak
beranjak meninggalkan tempat dalam keadaan demikian sampai berlalunya bahaya. Dari
sini ungkapan itu dipahami dalam arti kerendahan hati, hubungan harmonis dan
perlindungan serta ketabahan dan kesabaran kaum beriman, khususnya pada saat-saat
sulit dan krisis.
Kata ( ‫ )إتبعة‬ittaba'aka/ mengikutimu yakni dalam melaksanakan tuntunan agama. Sedang
penyebutan ( ‫ )المةةني ر‬al-mu'miniin adalah untuk menjelaskan mengapa Nabi SAW.
diperintahkan untuk berendah hati kepada mereka, seakan-akan ayat ini berkata :
"Hadapilah mereka dengan kerendahan hati karena keimanan mereka."
4. Asbabun Nuzul
Dalam suatu riwayat dikemukakan bahwa ketika turun ayat wa andzir 'asyiratakal aqrabina
(ayat 214) Rasulullah SAW memulai dakwahnya kepada keluarga serumahnya, kemudian
keluarga yang terdekat. Hal ini menyinggung perasaan Kaum Muslimin (merasa
terabaikan) sehingga Allah menurukan ayat selanjutnya (ayat 215) sebagai perintah untuk
juga memperhatikan Kaum mu'minin lainnya.

11
5. Analisa Kandungan Ayat
Ayat di atas berpesan lagi kepada beliau bahwa : Hindarilah segala hal yang dapat
mengundang murka Allah SWT, dan berilah peringatan kepada kerabat-kerabatmu yang
terdekat tanpa pilih kasih, dan rendahkanlah dirimu yakni berlaku lemah dan rendah hatilah
terhadap orang-orang yang bersungguh-sungguh mengikutimu, yaitu orang-orang mukmin baik
kerabatmu maupun bukan.
Demikian ayat ini mengajarkan kepada Rasul SAW. dan umatnya agar tidak mengenal
pilih kasih, atau memberi kemudahan kepada keluarga dalam hal pemberian peringatan.
Ini berarti Nabi SAW. dan keluarga beliau tidak kebal hukum, tidak juga terbebaskan
dari kewajiban. Mereka tidak memiliki hak berlebih atas dasar kekerabatan kepada Rasul
SAW., karena semua adalah hamba Allah SWT, tidak ada perbedaan antara keluarga atau
orang lain. Bila ada kelebihan yang berhak mereka peroleh, maka itu disebabkan karena
keberhasilan mereka mendekat kepada Allah SWT dan menghiasi diri dengan ilmu serta
akhlak yang mulia.
Nabi SAW bersabda : "Wahai suku Quraisy, tebuslah diri kamu. Aku tidak dapat membantu
kamu sedikit pun dihadapan Allah, Wahai Shafiah (saudara perempuan ayat Rasulullah), aku
tidak dapat membantumu sedikit pun dihadapan Allah; Wahai 'Abbas putra Abdul Muththalib,
aku tidak dapat membantumu sedikit pun di hadapan Allah; Wahai Fatimah putri Muhammad,
mintalah apa yang engkau kehendaki dari hartaku, aku tidak dapat membantumu sedikit pun di
hadapan Allah." (H.R. Muslim an-Nasa'I dan lain-lain melalui Abu Hurairah).
Keluarga dekat dari yang terdekat sekalipun, tidak boleh mengakibatkan seorang yang
beriman mengorbankan keimanannya demi keluarga. Memang akan ada di antara mereka
yang tidak setuju dengan ajakanmu wahai Nabi Muhammad saw., tetapi hendaklah
engkau tegar menghadapi mereka dan berpegang teguh pada petunjuk Allah SWT,
karena itu jika mereka mendurhakaimu yakni enggan mempercayai dan mengikuti tuntunan
Allah yang engkau sampaikan, maka ubahlah sikapmu terhadap mereka yang selama ini
belum tegas dan katakanlah : "Sesungguhnya aku berlepas diri dan tidak akan merestui
apalagi mengikuti dan bertanggung jawab menyangkut yang apa, yakni kedurhakaan yang
terus meneruts kamu kerjakan.” Dan bertawakkallah yakni berserah dirilah setelah upaya
maksimal kepada Allah Yang Maha Perkasa, Yang Kuasa mengalahkan siapa yang
bermaksud buruk terhadapmu lagi Maha Penyayang kepadamu dan semua pengikutmu.
Jangan harap ketika Anda berdakwah kepada keluarga dekat lantas dengan serta merta
keluarga dekat Anda atau bahkan istri Anda menerima dengan antusias. Paling tidak
Anda adalah sudah terlepas dari tanggung jawab sebagai wujud taat pada perintah

12
agama, karena pada dasarnya adalah pemberi peringatan. Memberi peringatan adalah
baik karena pasti ada manfaatnya. Paling tidak untuk pribadi Anda. Contoh kasus yang
paling fenomenal dalam tradisi sejarah Al Qur’an. Diantaranya, Nabi SAW. tidak dapat
memaksa walau telah dimohonkan kepada Allah SWT agar pamanya, Abdul Mutholib,
dapat menetapi iman. Begitu juga Azar, keluarga yang paling dekat dari Ibrahim AS. Dan
informasi menyangkut istri para Nabi yang diterangkan oleh Al Qur'an, walau dengan
redaksi perumpamaan. Firman-Nya dalam Q.S. At Tahrim (66) : 10,
   
  
   
   
  
   
  
  

“ Allah membuat isteri Nuh dan isteri Luth sebagai perumpamaan bagi orang-orang kafir. keduanya
berada di bawah pengawasan dua orang hamba yang saleh di antara hamba-hamba kami; lalu kedua
isteri itu berkhianat kepada suaminya (masing-masing), Maka suaminya itu tiada dapat membantu
mereka sedikitpun dari (siksa) Allah; dan dikatakan (kepada keduanya): "Masuklah ke dalam
Jahannam bersama orang-orang yang masuk (jahannam)".
Selama tiga tahun pertama, Muhammad hanya menyebarkan agama terbatas kepada
kerabat dan teman-teman dekatnya. Kebanyakan dari mereka yang percaya dan meyakini
ajaran Muhammad adalah para anggota keluarganya serta golongan masyarakat awam.
Muhammad menjadi nabi dan berdakwah pada kisaran tahun 610 - 614 Masehi. Setelah
adanya wahyu, surat Al-Muddatsir: 1-7, yang artinya “ Hai orang yang berkemul (berselimut),
bangunlah, lalu berilah peringatan! dan Rabbmu agungkanlah, dan pakaianmu bersihkanlah, dan
perbuatan dosa (menyembah berhala) tinggalkanlah, dan janganlah kamu memberi (dengan maksud)
memperoleh (balasan) yang lebih banyak. Dan untuk (memenuhi perintah) Rabbmu, bersabarlah.
(Al-Mudatsir 74: 1-7)
Dengan turunnya surat Al-Muddatsir ini, mulailah Rasulullah berdakwah. Mula-mula ia
melakukannya secara sembunyi-sembunyi di lingkungan keluarga, sahabat, pengasuh dan
budaknya. Selama tiga tahun berdakwah, hanya empat orang/ pengikut yang masuk
Islam dan menjadi pengikut Rasulullah. Diantaranya adalah Istri nabi Muhammad
Khadijah, dari keluarganya adalah Ali bin Abi Thalib, sedangkan dari kalangan budak
adalah Zaid bin Harisah, dan dari kalangan kerabat dekatnya Abu Bakar.

13
Dakwah pertama setelah diangkatnya Muhammad SAW, sebagai Nabi dan Rasul
dipusatkan pada lingkungan keluarga. Islam memandang bahwa keluarga mempunyai
peran sentral membina generasi. Bila keluarga itu baik, maka generasi yang dihasilkan
juga akan ikut baik begitu pula sebaliknya. Keluarga-keluarga ini akan memperbanyak
kuantitas dan kualitas generasi shalih.
Ibnu Ishaq berkata, Setelah itu banyak orang yang masuk Islam, baik laki-laki maupun
wanita, sehingga nama Islam menyebar di seluruh Makkah dan banyak
membicarakannya. Mereka masuk Islam secara sembunyi-sembunyi. Rasulullah SAW.,
menemui mereka dan mengajarkan agama secara rahasia kepada masing-masing pribadi.
6. Hikmah Kandungan Ayat
a. Dakwah adalah kewajiban seluruh manusia mukallaf (yang dibebani hukum),
hendaknya dimulai pada diri dan keluarga terdekat.
b. Kewajiban dakwah pada keluarga terdekat harus dilakukan dengan sebijaksana
mungkin, tanpa harus dipaksa dan diintimidasi, karena hidayah iman adalah urusan
Allah SWT.
c. Bersikap santun adalah utama, bila berdakwah terutama terhadap orang beriman yang
lain.

C. QS. Al Hijr (15) : 94-99


1. Redaksi Ayat
  
  
  
 
   
   
   
   
   
  
  
  
 
2. Terjemah
94. Maka sampaikanlah olehmu secara terang-terangan segala apa yang diperintahkan (kepadamu)
dan berpalinglah dari orang-orang yang musyrik. 95. Sesungguhnya Kami memelihara kamu daripada
(kejahatan) orang-orang yang memperolok-olokkan (kamu), 96. (yaitu) orang-orang yang menganggap

14
adanya Tuhan yang lain di samping Allah; Maka mereka kelak akan mengetahui (akibat-
akibatnya). 97. dan Kami sungguh-sungguh mengetahui, bahwa dadamu menjadi sempit disebabkan
apa yang mereka ucapkan, 98. Maka bertasbihlah dengan memuji Tuhanmu dan jadilah kamu di
antara orang-orang yang bersujud (shalat), 99. dan sembahlah Tuhanmu sampai datang kepadamu
yang diyakini (ajal).

3. Makna Mufrodat
Kata (‫ )فدصاع‬fashda' terambil dari kata (‫ )صاع‬shada'a yang berarti membelah. Kemudian,
karena pembelahan biasanya menampakkan sesuatu yang terdapat pada belahan, maka
kata tersebut berkembang maknanya menjadi menampakkan atau terang-terangan. Makna
inilah yang dimaksud di sini. Di sisi lain pembelahan mengesankan kekuatan dan
kesungguhan. Dari sini, perintah tersebut menuntut kesungguhan, upaya sekuat tenaga
serta semangat yang menggebu.
Kata () musyrikin berasal dari kata syarikah yakni
persekutuan. Musyrik adalah orang yang melakukan mempersekutukan atau membuat
tandingan hukum atau ajaran lain selain dari ajaran/hukum Allah. Kemusyrikan secara
personal dilaksanakan dengan mengikuti ajaran selain ajaran Allah secara sadar dan
sukarela. Kata musyrikin pada ayat diatas menunjuk pada kemantapan orang Quraisy
Makkah zaman Rasulullah dalam menolak ajaran Ilahi, memusuhi siapa saja yang
mengikuti ajaran tersebut dan menganggap apa yang dikatakan Rasulullah SAW., adalah
dongeng belaka. Mereka lebih mempercayai dan mengikuti apa yang dikatakan oleh
moyang mereka menyangkut keyakinan adanya tuhan.

Kata (‫ )هللا‬Allah adalah nama bagi suatu Wujud Mutlak, Yang berhak disembah,
Pencipta, Pemelihara dan Pengatur seluruh jagat raga. Dialah Tuhan Yang Maha Esa,
yang disembah dan diikuti segala perintah-Nya. Para pakar bahasa berbeda pendapat
tentang kata ini. Ada yang menyatakan bahwa ia adalah nama yang tidak terambil dari

satu akar kata tertentu, dan ada juga yang menyatakan bahwa ia terambil dari kata (‫)اله‬
aliha yang berarti mengherankan, menakjubkan karena setiap perbuatan-Nya menakjubkan,
sedang Dzat-Nya sendiri, bila akan dibahas hakikat-Nya akan mengherankan
pembahasnya. Ada juga yang berpendapat bahwa kata ilâh yang terambil dari akar kata
yang berarti ditaati karena Ilâh atau Tuhan selalu ditaati.

15
Apapun asal katanya yang jelas Allah menunjuk kepada Tuhan yang Wajib Wujud-Nya

itu, berbeda dengan kata (‫ )إاله‬ilâh yang menunjuk kepada siapa saja yang dipertuhan,
baik itu Allah maupun selain-Nya, seperti matahari yang disembah oleh umat tertentu,
atau hawa nafsu yang diikuti dan diperturutkan kehendaknya oleh para pendurhaka itu
(Baca QS. Al-Furqân [25]: 43).
Kata ( ‫ )السدجاي‬as-sajidin pada ayat ini dipahami dalam arti orang-orang yang tekun lagi
khusyuk dalam shalat karena penggalan kata sesudahnya adalah perintah untuk melakukan
aneka ibadah. Secara bahasa kata sujûd (‫س ُج ْود‬
ُ ) berarti “meletakkan kening ke atas permukaan
bumi, merendahkan diri, dengan maksud menghormat”. Arti lain dari kata ini ialah “merendahkan
diri” atau “menghinakan diri”. Arti hakikat dari sujûd adalah “suatu bentuk perbuatan tertinggi
yang dilakukan oleh orang atau sesuatu dengan cara merendahkan diri di hadapan yang
dihormatinya”. Pengertian ini sifatnya umum, baik bagi makhluk yang berakal maupun
yang tidak berakal. Secara terminologis kata ini berarti “pernyataan ketaatan seorang hamba
kepada Allah. dengan cara meletakkan kedua kaki, kedua lutut, kedua tangan, dan muka di atas
lantai (tanah) sambil menghadap ke arah kiblat”.
Kata tasbih (‫ )تَ ْس ِبيْح‬adalah bentuk masdar dari sabbaha–yusabbihu–tasbihan ( -‫س ِب ُح‬
َ ُ‫ ي‬-‫س َّب َح‬
َ
‫)تَ ْسبِ ْي ًحا‬, yang berasal dari kata sabh (‫سبْح‬
َ ). Menurut Ibnu Faris, asal makna kata sabh ada
dua. Pertama, sejenis ibadah. Kedua, sejenis perjalanan cepat. Pengertian kata tasbih (‫)ت َ ْس ِبيْح‬
berasal dari pengertian pertama, yaitu menyucikan Allah dari setiap yang jelek. Jadi,
Allah jauh dari setiap yang jelek. Sementara itu, kata subbuhun (‫سب ُّْوح‬
ُ ) adalah suatu sifat
bagi Allah, yang berarti Allah Maha Suci dari segala sesuatu yang tidak pantas bagi-Nya.
Ar-Ragib Al-Asfahani mengartikan kata as-sabh (‫س ْب ُح‬
َّ ‫ )ال‬sebagai “berlari cepat di dalam air
(berenang) atau di udara (terbang)”. Kata itu dapat dipergunakan untuk perjalanan bin-
tang di langit, atau lari kuda yang cepat, atau kecepatan beramal. Dinamakan tasbih
karena segera pergi untuk beramal dalam rangka menyembah Allah. Kata ini berlaku
untuk melakukan kebaikan atau menjauhi kejahatan. Lebih lanjut Al-Asfahani
menambahkan, tasbih bisa dalam wujud perkataan, perbuatan ataupun niat.
Kata ( ‫ )الرقر‬al-yaqin dipahami oleh beberapa ulama dalam arti kemenangan, tetapi banyak
ulama yang memahaminya dalam arti kematian.
4. Asbabun Nuzul
Dalam suatu riwayat dikemukakan bahwa ketika Nabi SAW lewat di hadapan orang-
orang kafir Mekkah, mereka saling mengedipkan matanya tanpa setahu Nabi dengan
mengejeknya sambil berkata kepada sesamanya: "Inilah orangnya yang menganggap dirinya

16
Nabi." Pada waktu itu kebetulan Jibril menyertai Nabi SAW.; lalu Jibril menusuk
punggung mereka dengan jarinya sehingga berbekas di badan mereka sebesar kuku dan
menjadi radang dan luka-luka yang busuk baunya, tiada seorang pun sanggup dekat
kepada mereka. (Diriwayatkan oleh Al-Bazaar dan Ath-Thabarani yang bersumber dari Anas bin
Malik).
Ayat ini turun berkenaan dengan peristiwa tersebut di atas yang menegaskan bahwa
Nabi Muhammad SAW. selalu dilindungi oleh Allah SWT dari gangguan mereka.
5. Analisa Kandungan Ayat
Maka sampaikanlah secara terang-terangan dan dengan penuh semangat serta kekuatan segala
apa yang diperintahkan oleh Allah SWT kepadamu untuk disampaikan, yakni dakwah
Islamiyah, dan berpalinglah dari orang-orang musyrik, yakni jangan hiraukan gangguan
mereka, teruslah berdakwah menyampaikan kepada mereka ajaran Ilahi, sambil
memanfaatkan gangguan mereka terhadap diri pribadimu.
Karena dakwah yang dilakukan Nabi SAW. selama ini telah mengundang aneka
gangguan, dan tentu akan lebih menjadi-jadi setelah datangnya perintah ayat yang lalu,
maka hati dan pikiran beliau ditenangkan dengan firman-Nya yang menggunakan redaksi
pengukuhan "Sesungguhnya" yaitu : Sesungguhnya Kami, yakni Allah SWT. bersama
makhluk-makhluk lain yang Allah SWT tugaskan memeliharamu wahai Muhammad dari
kejahatan para pengolok-olok yang merupakan tokoh-tokoh kaum musyrikin dan yang
selama ini tidak takut atau segan merendahkan ayat-ayat Allah SWT. serta memperolok-
olokkanmu secara pribadi, yaitu orang-orang yang menganggap ada Tuhan yang lain di samping
Allah, maka kelak mereka akan mengetahui akibat-akibat kedurhakaan dan olok-olokkan
mereka.
Perintah ini bukan berarti bersikap keras dan kasar yang mengundang simpati. Ia hanya
menuntut kesungguhan untuk menjelaskan hakikat ajaran Islam dengan menyentuh hati,
mencerahkan pikiran serta dengan kejelasan dan ketepatan argumentasi. Namun
demikian, ia bukan berarti tidak menyampaikan pandangan agama jika dinilai
bertentangan dengan pandangan orang lain, atau menyembunyikan hakikat-hakikatnya
karena khawatir merugikan pihak lain bila memaparkannya.
Dengan turunnya ayat ini, Rasul SAW., tidak lagi berdakwah secara sembunyi-sembunyi.
Lebih-lebih dengan adanya jaminan bahwa beliau tidak akan disentuh oleh kejahatan
para pengolok-olok. Beberapa ulama berpendapat bahwa perintah ini datang setelah
berlalu tiga tahun atau lebih sejak pengangkatan Muhammad SAW., sebagai rasul.

17
Jaminan yang disampaikan adalah menyangkut kejahatan para pengolok-olok, bukannya
jaminan hilangnya olok-olok atau ucapan-ucapan buruk. Dengan kata lain, bukan
terhentinya apa yang diistilahkan oleh Q.S. Ali Imran (3) : 111 dengan (‫ )أذى‬adza, yakni
gangguan.
     
 
   

“ mereka sekali-kali tidak akan dapat membuat mudharat kepada kamu, selain dari gangguan-
gangguan celaan saja, dan jika mereka berperang dengan kamu, pastilah mereka berbalik melarikan
diri ke belakang (kalah). kemudian mereka tidak mendapat pertolongan.”
Karena itu, ayat-ayat di atas menuntun Nabi SAW. dengan menyatakan bahwa : dan
Kami Allah bersumpah demi kebesaran dan kekuasaan Kami, Kami sungguh mengetahui
bahwa engkau memiliki budi pekerti yang luhur, sangat pemaaf dan penuh toleransi
menyangkut gangguan yang ditujukan kepada pribadimu, dan Kamu juga mengetahui
bahwa sesungguhnya engkau merasa sempit dadamu disebabkan apa yang mereka selalu ucapkan
berupa kebohongan, olok-olokan yang ditujukan kepada Allah SWT dan risalahmu,
maka janganlah hiraukan ucapan-ucapan itu tetapi bertasbihlah menyucikan Allah SWT
dari segala kekurangan disertai dengan memuji Tuhan yang selama ini selalu membimbing
dan memeliharamu dan jadilah engkau salah seorang di antara orang-orang yang tekun dan
khusyuk sujud, yakni shalat, dan di samping itu sembahlah Tuhanmu dengan berbagai cara
yang disyariatkan-Nya sampai datang kepadamu keyakinan, yakni kematian. Dengan
demikian, jiwamu akan selalu tenang, pikiranmu terus menerus cerah dan apa pun yang
menimpamu akan ringan engkau pikul dan engkau akan terus dibimbing oleh Allah
SWT.
Salah satu cara yang ditempuh Allah SWT guna menghalangi kejahatan para pengolok-
olok adalah bertambahnya pemeluk Islam. Dengan keislaman Sayyidina Hamzah r.a.
paman Nabi SAW., dan Sayyidina Umar r.a., lahir keberanian yang lebih besar di
kalangan kaum muslimin dan menciut jiwa kaum musyrikin, karena kedua tokoh
tersebut dikenal luas sebagai para pemberani yang tidak rela dilecehkan atau dihina
keyakinan mereka.
Perintah menjadi salah seorang dari kelompok as-sajidin lebih sulit daripada dinyatakan
jadilah seorang bersujud karena yang masuk dalam kelompok tertentu harus mencapai suatu
tingkat tinggi agar dapat diterima dalam kelompok itu. Sekian banyak syarat yang harus

18
dipenuhi, baru dia dapat diterima dalam kelompok tersebut. Kelompok as-sajidin adalah
pelaku shalat dengan mantap dan berkesinambungan.
Di antara wahyu yang pertama-tama turun adalah perintah shalat. Muqatil bin Sulaiman
berkata, Allah mewajibkan shalat dua rakaat pada pagi hari dan dua rakaat pada petang hari pada
masa awal Islam, yang didasarkan pada firman Allah QS. Al Mukmin (40) :55,
    
 
  
 

“ Maka bersabarlah kamu, karena Sesungguhnya janji Allah itu benar, dan mohonlah ampunan
untuk dosamu dan bertasbihlah seraya memuji Tuhanmu pada waktu petang dan pagi.”
Ibnu Hajar menuturkan, sebelum Isra’ Nabi Muhammad SAW., sudah pernah shalat,
begitu pula para shahabat. Tapi terdapat perbedaan pendapat, adakah shalat yang
diwajibkan sebelum ada kewajiban shalat lima waktu ataukah tidak? Ada yang
berpendapat, yang diwajibkan pada masa itu adalah shalat sebelum terbit matahari dan
sebelum terbenamnya matahari.
Al-Harits bin Usamah meriwayatkan dari Jalan ibnu Luhai dari Zaid bin Haritsah, bahwa
pada awal-awal turunnya, Jibril mendatangi Rasulullah SAW., untuk mengajarkan
wudhu kepada beliau. Seusai wudhu beliau mengambil seciduk air lalu memercikkan ke
kemaluan. Dengan demikian shalat merupakan kewajiban yang pertama diturunkan.
Ibnu Hisyam menyebutkan, jika tiba waktu shalat, Rasulullah SAW., dan para shahabat
pergi ke tempat yang terpencil lalu secara sembunyi-sembunyi mengerjakan shalat, agar
tidak dilihat kaumnya. Suatu kali Abu Thalib melihat mengerjakan shalat bersama Ali.
Maka Abu Thalib menanyakan shalat itu. Setelah mendapat penjelasan yang cukup
memuaskan, Abu Thalib menyuruh beliau dan Ali agar menguatkan hati
Penyebutan shalat secara khusus menunjukkan betapa pentingnya ibadah itu dibanding
dengan ibadah-ibadah yang lain. Ini sejalan dengan sabda Nabi SAW. yang
menjadikannya pemisah antara orang kafir dan mukmin, dan bahwa siapa yang
menegakkannya maka dia telah menegakkan agama dan siapa yang melalaikan maka ia sebagai
peroboh agama. Hal tersebut demikian, karena dengan shalat sebagaimana yang diajarkan
agama, seseorang dapat terhindar dari aneka dosa dan kejahatan.
Perintah ayat ini dilaksanakan dengan penuh ketekunan oleh Rasul saw. Karena itu, "Bila
beliau menghadapi kesulitan, beliau melaksanakan shalat." (HR. Ahmad melalui Hudzaifah

19
r.a.), dan karena itu pula Nabi SAW. bersabda, "Sedekat-dekat seorang hamba kepada
Tuhannya adalah pada saat dia sujud." (HR. Ahmad dan Muslim melalui Abu Hurairah).
Perintah berdakwah dengan terang-terangan ini, seperti diinformasikan oleh ayat 90-92
Surat Al Hijr, yaitu adanya puncak pelecehan terhadap wahyu Allah SWT. Orang kafir
dan musyrikin Mekkah sebagai kebohongan yang oleh Al-Qur'an diistilahkan dengan "al-
muqtasimin". adalah sekelompok dari kaum musyrikin Makkah yang memberi penilaian
buruk terhadap Al Qur'an. Dalam suatu riwayat disebutkan bahwa tokoh kaum
musyrikin yaitu Walid Ibn al Mughirah menugaskan sekian orang di gerbang masuk kota
Mekah untuk membagi diri dang menyampaikan kepada siapa pun yang akan
melaksanakan ibadah haji bahwa Al-Qur'an bukan firman Allah SWT. tetapi ia adalah
sihir, atau syair, atau ocehan tukang tenung, QS. al Hijr (15): 90-92
  
 
 
  
 
 
90. sebagaimana (kami telah memberi peringatan), Kami telah menurunkan (azab) kepada orang-
orang yang membagi-bagi (kitab Allah). 91. (yaitu) orang-orang yang telah menjadikan Al Quran itu
terbagi-bagi. 92. Maka demi Tuhanmu, Kami pasti akan menanyai mereka semua,
Kewajiban agama harus dilaksanakan hingga akhir hayat karena kewajiban keagamaan
bertujuan mengatur lalu lintas kehidupan manusia yang merupakan makhluk sosial.
Manusia sering kali bersifat egois, ingin menang sendiri, padahal demi kemaslahatan
bersama, ketenangan dan keadilan harus ditegakkan, dan benturan kepentingan sedapat
mungkin dihindari.
Dari sini, Allah SWT, menetapkan syariat dan menjelaskan sanksi dan ganjaran, agar
dengan demikian setiap orang sadar dan takut kepada-Nya. Dalam rangka mengingatkan
manusia tentang kehadiran Allah serta sanksi dan ganjaran-Nya, serta mengingatkan pula
mereka akan perjalanan hidupnya hingga menemui Allah SWT kelak – dalam rangka
itulah, antara lain - Allah SWT mensyariatkan ibadah. Tanpa mengingat Allah SWT. dan
mengingat sanksi dan ganjaran-Nya, serta tanpa takwa, yakni upaya menghindari siksa-
Nya, hidup manusia sebagai individu dan anggota masyarakat akan sangat terganggu dan
diliputi oleh rasa tidak aman.
Dakwah Nabi Muhammad SAW., secara terang terangan ini mengalami gangguan serius
bukan saja dari orang lain, tetapi juga dilakukan oleh paman Nabi Muhammad SAW.,

20
sendiri, dimana pada awalnya merupakan penyokong utama misi suci tersebut. Adalah
Abu Lahab dan isterinya yang turut menyokong kegiatan buruk itu dengan melancarkan
fitnah tentang Rasulullah. Kemarahan Abu Lahab dan sikap permusuhan kalangan
Quraisy yang lain tidak dapat merintangi tersebarnya dakwah Islam di kalangan
penduduk Mekah itu. Kedaan itulah yang menyebabkan Abu Lahab dan isterinya
diabadikan dalam QS. Al Lahab (111) : 1-5.
    
    
    
   
   
    
1. binasalah kedua tangan Abu Lahab dan Sesungguhnya Dia akan binasa 2. tidaklah berfaedah
kepadanya harta bendanya dan apa yang ia usahakan 3. kelak Dia akan masuk ke dalam api yang
bergejolak 4. dan (begitu pula) istrinya, pembawa kayu bakar 5. yang di lehernya ada tali dari sabut.
6. Hikmah Kandungan Ayat
a. Sebagai anggota kelompok masyarakat maka kegiatan dakwah harus
mempertimbangkan kondisi sosial, budaya dan lingkungan di mana dakwah
dilaksanakan.
b. Fokus dakwah yang paling utama adalah pencegahan terhadap usaha-usaha
mensekutukan Allah SWT karena perbuatan itu adalah sumber petaka yang pernah
terjadi pada peradaban umat di masa lalu.
c. Misi dakwah harus terus dilaksanakan dengan kesinambungan generasi (kaderisasi)
untuk menjamin terlaksananya ajaran-ajaran Allah SWT di muka bumi.
d. Sikap jiwa dalam melaksanakan dakwah hendaknya memohon bimbingan dan
petunjuk kepada Allah SWT untuk menghindari sikap angkuh dan merasa paling
benar bila dakwah yang dilaksanakan tersebut berhasil dengan baik.

21

Anda mungkin juga menyukai