Anda di halaman 1dari 18

MAKALAH ASWAJA

“PENERAPAN PRINSIP TAWAZUN DALAM KONTEKS


KEFARMASIAN”
Disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah aswaja

Dosen pengampu : Nur Cholid, M.Ag, M.Pd

Disusun oleh :

Dempo Awang 18405021084


Firman Sidiq P. 18405021096
Erna Kustiyaningsih 18405021109
Gina Erin V. 18405021121
Alfian Mashudi 18405021133
Neneng Nur A. 18405021145
Mawarda Allistinafia N. 18405021157

FAKULTAS FARMASI

PROGRAM STUDI PROFESI APOTEKER

UNIVERSITAS WAHID HASYIM

SEMARANG

2019

i
DAFTAR ISI

1. Judul ............................................................................................... i

2. Daftar Isi ........................................................................................ ii

3. Bab I. Pendahuluan ...................................................................... 1

A. Latar Belakang ......................................................................... 1

B. Rumusan Masalah .................................................................... 4

c. Tujuan ....................................................................................... 4

4. Bab II. Pembahasan ...................................................................... 5

1. Pengertian Ahlussunnah Waljama’ah .................................... 5

2. Karakteristik Ahlussunnah Wal Jamaah Dalam Mensikapi


6
Perkembangan Zaman..................................................................

3. Pengertian Tawazun dan Hakekat ........................................ 6

4. Aplikasi Tawazun dalam Pelayanan Farmasi ........................ 12

5. Bab III. Penutup ......................................................................... 15

6. Daftar Pustaka ............................................................................ 16


BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Islam adalah agama Allah yang diwahyukan kepada para Rasul sebagai

hidayah dan rahmat Allah bagi umat manusia sepanjang masa, yang menjamin

kesejahteraan hidup material dan spiritual, dunia, dan akhirat. Agama Islam yaitu

agama yang dibawa oleh Nabi Muhammad SAW sebagai Nabi akhir zaman.

Ajaran yang diturunkan Allah tercantum dalam Al-Quran dan Sunnah Nabi yang

Shahih (Maqbul) berupa perintah, larangan dan petunjuk untuk kebaikan hidup

manusia di dunia dan akhirat. Ajaran Islam bersifat menyeluruh yang meliputi

bidang aqidah, akhlaq, ibadah, dan muamalah duniawiyah (Abdurrahman, 2000:

9). Dalam kehidupan asli semua hal yang dilakukan harus seimbang, Allah SWT

menurunkan ajaran Islam bertujuan untuk membentuk masyarakat yang

menyelamatkan dan membawa rahmat pada seluruh alam (rahmatan lil alamin)

(Qs. Al- Anbiya’/21: 107). Untuk itu, Islam meletakkan ajaran seimbang sebagai

salah satu di antara nilai-nilai kemasyarakatan dijadikan sebagai pondasi

bermasyarakat. Keseimbangan tersebut diperlukan untuk tercapainya suatu tujuan

yang telah ditetapkan. Ayat yang menginformasikan tentang kejadian yang

seimbang dan telah ditetapkan Allah SWT pada diri kita adalah sebagai berikut:

ُ‫اك فَ َعدَلَ َك‬ َ َ‫ك ف‬


َُ ‫س َّو‬ ُِ ‫ك إال َك ِر‬
َُ َ‫ الَّذِي َخلَق‬# ‫يم‬ َُ ‫ك ِب َر ِب‬ ِ ‫َيا أَيُّ َها إ‬
َ ‫اْل إن‬
َُ ‫سانُ َما غ ََّر‬

1
Artinya: “Hai manusia, Apakah yang telah memperdayakan kamu (berbuat

durhaka) terhadap Tuhanmu yang Maha Pemurah. yang telah menciptakan kamu

lalu menyempurnakan kejadianmu dan menjadikan (susunan tubuh)mu

seimbang.” (QS. Al Infithar [82]: 6-7)

Dalam ayat tersebut diinformasikan kepada manusia bahwa salah satu sifat

kemuliaan Alllah Swt. adalah telah menciptakan (tubuh) manusia yang secara ke

seluruhan mengikuti prinsip-prinsip keseimbangan. Dengan prinsip-prinsip

tersebut manusia mencapai susunan yang sempurna. Pengertian ini juga terdapat

dalam ayat berikut:

ً ‫سنُ ت َأ إ ِو‬
ُ‫يل‬ َ ‫ك َخيإرُ َوأَحإ‬ ُِ ‫اس إالم إست َ ِق‬
َُ ‫يم ذَ ِل‬ َ ‫ل إِذَا ِك إلت إُم َو ِزنوا بِ إال ِق إس‬
ُِ ‫ط‬ َُ ‫َوأ َ إوفوا إال َك إي‬

Artinya: “Dan sempurnakanlah takaran apabila kamu menakar, dan timbanglah

dengan timbangan yang benar. Itulah yang lebih utama bagimu dan lebih bagi

akibatnya.” (QS. Al Isra’ [17]: 35)

Kata al-qisthas yang dalam ayat tersebut dirangkai dengan kata al

mustaqim, ada yang memahaminya dalam arti neraca timbangan sebagaimana

dalam terjemahan di atas. Namun, ada juga yang mengartikan adil. Kata ini

menurut Ibn Mujahid merupakan kata serapan dari bahasa Romawi yang masuk

beralkulturasi dalam perbendaharaan bahasa Arab yang digunakan Al Qur’an.

Sebenarnya kedua makna yang dikemukakan di atas dapat dipertemukan dengan

pertimbangan bahwa untuk mewujudkan keadiilan maka diperlukan tolak ukur

2
yang pasti yaitu timbangan, dan sebaliknya apabila penggunaan timbangan itu

dilakukan secara baik dan benar pasti akan melahirkan keadilan. Keseimbangan

dalam konteks ini jelas berbeda dengan kesamaan, sehingga tidak dibutuhkan

sama sekali kesamaan untuk dapat mencapai keseimbangan.catatan ini perlu

diberikan mengingat banyak petunjuk Al Qur’an yang terkesan membedakan satu

dengan yang lain,

ُ‫ش إيءُ َخلَ إقنَاهُ ِبقَدَر‬ َُّ ‫ِإنَّا ك‬


َ ‫ل‬

Artinya: “Sesungguhnya Kami menciptakan segala sesuatu menurut

ukurannya.” (QS. Al Qamar [54]: 49)

Manusia merupakan makhluk ciptaan Tuhan yang paling sempurna.

Manusia dikaruniai akal sehingga mampu memahami, mengerti, dan memecahkan

persoalan-persoalan yang ada di sekitarnya dan manusia adalah makhluk yang

tidak dapat hidup dengan sendiri. Manusia diciptakan oleh Allah SWT sebagai

makhluk sosial yang saling membutuhkan satu sama lain. Dalam kehidupannya

manusia memiliki keinginan untuk bersosialisasi dengan sesamanya. Hal ini

merupakan salah satu kodrat manusia yang selalu ingin berhubungan dengan

manusia lain.

Adapun hubungannya dengan manusia sebagai mahluk sosial adalah bahwa

dalam mengembangkan potensi-potesinya ini tidak akan terjadi secara alamiah

dengan sendirinya, tetapi membutuhkan bantuan dan bimbingan manusia lain.

Selain itu, dalam kenyataannya, tidak ada manusia yang mampu hidup tanpa

3
adanya bantuan orang lain. Hal ini menunjukan bahwa manusia hidup saling

ketergantungan dan saling membutuhkan antara yang satu dengan lainnya seperti

halnya di dalam dunia kefarmasian yang mebutuhkan sifat seimbang karena untuk

mencapai

Farmasis/Apoteker adalah sarjana farmasi yang telah lulus pendidikan

profesi dan telah mengucapkan sumpah berdasarkan peraturan perundang-

undangan yang berlaku dan berhak melakukan pekerjaan kefarmasian di Indonesia

sebagai apoteker (Kepmenkes, 2004) dan apoteker seseorang yang ahli didalam

obat-obatan dan umumnya adalah pakar kesehatan yang mengoptimalkan

penggunaan obat kepada pasien untuk kesehatan yang lebih baik dengan

melakukan pelayanan kefarmasian.

Pelayanan Kefarmasian adalah suatu pelayanan langsung dan bertanggung

jawab kepada pasien yang berkaitan dengan sediaan farmasi dengan maksud

mencapai hasil yang pasti untuk meningkatkan mutu kehidupan pasien.

B. RUMUSAN MASALAH

Adapun masalah-masalah yang akan dibhas dalam makalah ini adalah :

1. Apa pengertian dari Tawazun?

2. Bagaimana aplikasi Tawazun dalam pelayanan kefarmasian.

C. TUJUAN

1. Apoteker dapat memahami pengertian Tawazun dengan baik.

2. Apoteker dapat mengaplikasikan Tawazun dalam pelayanan kefarmasian.

4
BAB II

PEMBAHASAN

1. Pengertian Ahlussunnah Waljama’ah

Ahlussunah Waljama’ahAswaja versi bahasa terdiri dari tiga kata, Ahlu, Al-

Sunnah, dan Al-Jama’ah. Kata Ahlu diartikan sebagai keluarga, komunitas, atau

pengikut. Kata Al-Sunnah diartikan sebagai jalan atau karakter. Sedangkan kata

Al-Jamaah diartikan sebagai perkumpulan. Arti Sunnah secara istilah adalah

segala sesuatu yang diajarkan Rasulullah SAW, baik berupa ucapan, tindakan,

maupun ketetapan. Sedangkan Al-Jamaah bermakna sesuatu yang telah disepakati

komunitas sahabat Nabi pada masa Rasulullah SAW dan pada era pemerintahan

Khulafah Al-Rasyidin (Abu Bakar, Umar, Utsman, dan Ali). Dengan demikian

Ahlussunnah Wal Jamaah adalah komunitas orang-orang yang selalu berpedoman

kepada sunnah Nabi Muhammad SAW dan jalan para sahabat beliau, baik dilihat

dari aspek akidah, agama, amal-amal lahiriyah, atau akhlak hati.

Definisi di atas meneguhkan kekayaan intelektual dan peradaban yang

dimiliki Ahlussunnah Wal Jamaah, karena tidak hanya bergantung kepada al-

Qur’an dan hadits, tapi juga mengapresiasi dan mengakomodasi warisan

pemikiran dan peradaban dari para sahabat dan orang-orang salih yang sesuai

dengan ajaran-ajaran Nabi. Terpaku dengan Al-Qur’an dan hadis dengan

membiarkan sejarah para sahabat dan orang-orang saleh adalah bentuk

kesombongan, karena merekalah generasi yang paling otentik dan orisinal yang

lebih mengetahui bagaimana cara memahami, mengamalkan dan menerjemahkan

5
ajaran Rasul dalam perilaku setiap hari, baik secara individu, sosial, maupun

kenegaraan. Berpegang kepada al-Qur’an dan hadis ansich, bisa mengakibatkan

hilangnya esensi (ruh) agama, karena akan terjebak pada aliran dhahiriyah

(tekstualisme) yang mudah menuduh bid’ah kepada komunitas yang dijamin

masuk surga, seperti khalifah empat.

2. Karakteristik Ahlussunnah Wal Jamaah Dalam Mensikapi

Perkembangan Zaman

Ada lima istilah utama yang diambil dari Al Qur’an dan Hadits dalam

menggambarkan karakteristik Ahlus sunnah wal jama’ah sebagai landasan dalam

bermasyarakat atau sering disebut dengan konsep Mabadiu Khaira Ummat yakni

sebuah gerakan untuk mengembangkan identitas dan karakteristik anggota

Nahdlatul ‘Ulama dengan pengaturan nilai-nilai mulia dari konsep keagamaan

Nahdlatul ‘Ulama, yaitu At-Tawassuth,Al I’tidal, At-Tasamuh, At-Tawazun, Amar

Ma’ruf Nahi Munkar.

Dari ke lima karakteristik tersebut akan dibahas lebih lanjut mengenai

Tawazun.

3. Pengertian Tawazun Dan Hakekatnya

Attawazun menurut bahasa adalah keseimbangan atau seimbang, sedangkan

menurut istilah tawazun merupakan sikap seseorang untuk memilih titik yang

seimbang atau adil dalam menghadapi suatu persoalan. Sebagaimana Allah telah

menjadikan alam beserta isinya berada dalam sebuah keseimbangan (67: 3).

Manusia dan agama lslam kedua-duanya merupakan ciptaan Allah yang

sesuai dengan fitrah Allah. Mustahil Allah menciptakan agama lslam untuk

6
manusia yang tidak sesuai Allah (Ar-Rum : 30). Ayat ini menjelaskan pada kita

bahwa manusia itu diciptakan sesuai dengan fitrah Allah yaitu memiliki naluri

beragama (agama tauhid: Al-Islam) dan Allah menghendaki manusia untuk tetap

dalam fitrah itu. Kalau ada manusia yang tidak beragama tauhid, itu hanyalah

karena pengaruh lingkungan (Hadits: Setiap bayi terlahir daIam keadaan fitrah

(Islam) orang tuanyalah yang menjadikan ia sebagai Yahudi, Nasrani atau

Majusi).

Tawazun atau keseimbangan menyiratkan sikap dan gerakan moderasi.

Sikap tengah ini mempunyai komitmen kepada masalah keadilan, kemanusiaan

dan persamaan dan bukan berarti tidak mempunyai pendapat. Artinya sikap NU

tegas, tetapi tidak keras sebab senantiasa berpihak kepada keadilan, hanya saja

berpihaknya diatur agar tidak merugikan yang lain. Tawazun merupakan suatu

bentuk pandangan yang melakukan sesuatu secukupnya, tidak berlebihan dan juga

tidak kurang, tidak ekstrim dan tidak liberal.

Konsep tawazun (seimbang) menjadi konsep yang penting yang perlu

dimiliki oleh setiap muslim. Salah satunya adalah seorang Apoteker, yang perlu

memperhatikan setiap aspek kehidupannya secara menyeluruh. Ini berarti baik

jasmani dan rohani, keluarga, pekerjaan, masyarakat, diri sendiri, maupun orang

lain perlu diperhatikan, dan diperlakukan secara seimbang dan proporsional.

Selain itu yang tidak kalah penting adalah seimbang antara dunia dan akhirat.

Al-Qur’an menganjurkan untuk hidup seimbang (Tawazun). Hal ini

ditegaskan dalam QS. Al-qashah ayat 77

7
ُُۖ َ‫ُٱَّللُ ِإلَيإك‬
َّ َ‫سن‬َ ‫ُۖوأَحإُسِنُ َك َمآُأَحإ‬
َ ُ‫ُمنَ ُٱلدُّ إنيَا‬
ِ َ‫َصيبَك‬ َ ‫ُۖو ََلُت‬
ِ ‫َنسُن‬ َ َُ‫اخ َرة‬ ‫َّار إ‬
ِ ‫ُٱل َء‬ َّ َ‫َوٱ إبت َغُِفِي َمآُ َءات َٰىك‬
َ ‫ُٱَّللُٱلد‬
‫ُٱَّللَ ََُلُي ِحبُّ إ‬
)77ُ(َُُ‫ُٱلم إف ِسدِين‬ ِ ‫ىُٱْل َ إر‬
َّ ‫ضُُۖ ِإ َّن‬ ‫سادَُفِ إ‬ ‫َو ََلُتَبإغ إ‬
َ َ‫ُٱلف‬
ُ
ِ
Artinya : “Dan carilah pada apa yang telah dianugerahkan Allah kepadamu

(kebahagiaan) negeri akhirat, dan janganlah kamu melupakan

bahagianmu dari (kenikmatan) duniawi dan berbuat baiklah (kepada

orang lain) sebagaimana Allah telah berbuat baik, kepadamu, dan

janganlah kamu berbuat kerusakan di (muka) bumi. Sesungguhnya

Allah tidak menyukai orang-orang yang berbuat kerusakan.”

Dalam ayat yang lain, Allah memerintahkan agar seseorang

menyeimbangkan antara kepentingan ruhiyyah (spiritual) dengan kepentingan

jasmaniyah, sebagaimana dinyatakan oleh Allah di dalam al-Qur’an sebagai

berikut“Apabila telah ditunaikan shalat, Maka bertebaranlah kamu di muka

bumi; dan carilah karunia Allah dan ingatlah Allah banyak-banyak supaya kamu

beruntung.” (Qs. Al-Jumuah: 10).

Sesuai dengan fitrah Allah, manusia memiliki 3 potensi, yaitu, Al-Aql

(akal), Al-Jasad (Jasmani) dan Ar-Ruh (rohani). Islam menghendaki ketiga

dimensi tersebut berada dalam keadaan tawazun (seimbang). Perintah untuk

menegakkan neraca keseimbangan ini dapat dilihat pada QS. 55: 7-9. Ketiga

potensi ini membutuhkan porsinya masing–masing.

a. Akal (Al-aql)

Akal dalam kamus bahasa arab, “aql” berasal dari kata kerja aqala-

ya’qilu-aqlan. Dr. Jamil berpendapat bahwa akal secara harfiah dengan

pengertian al-imsak (menahan), al-ribath (ikatan), alhijr (menahan), al-nahy

8
(melarang) dan al-man’u (mencegah). Orang yang memiliki akal adalah

orang yang mengekang dirinya dan menahan keinginan hawa nafsunya.

Menurut Prof. Izutzu kata aql, pada zaman jahiliah dipakai dalam arti

kecerdasan praktis (practical intelligene) yang dalam istilah psikologi

modern di sebut kecakapan memecahkan masalah (problem solving

capacity). Orang yang berakal menurutnya adalah orang yang mempunyai

kecakapan untuk menyelasaikan problem yang dihadapinya. Akal dalam

pandangan Ibnu Sina terbagi menjadi dua bagian:

1- Akal praktis (amilah), yaitu akal yang berhubungan dengan hal-hal

konkrit.

2- Akal teoritis (alimah), yaitu akal yang berhubungan dengan hal-hal

yang bersifat abstrak.

Menurut al-Ghazali akal memiliki banyak makna. Secara filosofis, akal

adalah daya intelek dengan sifat alami untuk mengetahui segala sesuatu. Al-

Ghazali berpendapat bahwa akal memiliki banyak aktivitas.

b. Jasmani (Al-jasad)

Jasmani menurut Siedentop (1991), seorang pakar pendidikan jasmani

dari Amerika Serikat, mengatakan bahwa dewasa ini pendidikan jasmani

dapat diterima secara luas sebagai model “pendidikan melalui aktivitas

jasmani”, yang berkembang sebagai akibat dari merebaknya telaahan

pendidikan gerak pada akhir abad ke-20 ini dan menekankan pada

kebugaran jasmani, penguasaan keterampilan, pengetahuan, dan

9
perkembangan sosial. Secara ringkas dapat dikatakan bahwa: "pendidikan

jasmani adalah pendidikan dari, tentang, dan melalui aktivitas jasmani".

Menurut Jesse Feiring Williams (1999; dalam Freeman, 2001), jasmani

dalam islam adalah substansi manusia yang terdiri atas stuktur organism

fisik. Organisme fisik manusia lebih sempurna dibanding dengan organisme

fisik makhluk-makhluk lain. Setiap makhluk biotik-lahiriah memiliki unsur

material yang sama, yakni terbuat dari unsur tanah, api, udara dan air.

Keempat unsur tersebut di atas merupakan materi yang abiotik (mati). Ia

akan hidup jika diberi energi kehidupan yang bersifat fisik (thaqah al-

jismiyah). Energi kehidupan ini lazimnya disebut dengan nyawa, karena

nyawa hidup. Ibnu Maskawaih dan Abu al-Hasan al-Asy’ary menyebut

energi tersebut dengan alhayah (daya hidup), sedang al-Ghazaliy

menyebutnya dengan al-ruh jasmaniyah (ruh material). Dengan daya ini,

jasad manusia dapat bernafas, merasakan sakit, panas-dingin, pahit-manis,

haus-lapar, seks dan sebagainya. Al-hayat berbeda dengan al-ruh, sebab ia

ada sejak adanya sel kelamin, sedang al-ruh menyatu dalam tubuh manusia

setelah embrio berusia empat bulan dalam kandungan. Ruh bersifat

substansi (jauhar) yang dimiliki manusia, sedang nyawa merupakan sesuatu

yang baru (aradb) yang juga dimiliki oleh hewan Jisim manusia memiliki

natur tersendiri. Al-Farabi menyatakan bahwa komponen ini dari alam

ciptaan yang memiliki bentuk, rupa, berkualitas, berkadar, bergerak, dan

diam, serta berjasad yang terdiri dari beberapa organ. Begitu juga al-Ghazali

memberikan sifat komponen ini dapat bergerak, memiliki rasa, berwatak

10
gelap dan kasar, dan tidak berbeda dengan benda-benda lain. Sementara

Ibnu Rusyd berpendapat bahwa komponen jasad merupakan komponen

materi.

Ciri-ciri jasmani yaitu:

1. Bersifat materi yang tercipta karena adanya proses (tahap)

2. Adanya bentuk berupa kadar dan bisa disifati

3. Ekstetensinnya menjadi wadah roh

4. Terikat oleh ruang dan waktu

5. Hanya mampu menangkap yang kongkret bukan yang abstrak

6. Substansinya temporer dan hancur setelah mati

c. Rohani (Ar-ruh)

Kebutuhannya adalah dzikrullah [13:28, 62:9-10]. Pemenuhan

kebutuhan rohani sangat penting, agar roh/jiwa tetap memiliki semangat

hidup, tanpa pemenuhan kebutuhan tersebut jiwa akan mati dan tidak

sanggup mengemban amanah besar yang dilimpahkan kepadanya.

Dengan keseimbangan manusia dapat meraih kebahagian hakiki yang

merupakan nikmat Allah. Karena pelaksanaan syariah sesuai dengan

fitrahnya. Untuk skala umat, ke-tawazunan akan menempatkan umat lslam

menjadi umat pertengahan/ ummatan wasathon [2:143]. Kebahagiaan itu

dapatberupa:

– Kebahagiaan bathin/jiwa, dalam Bentuk ketenangan jiwa [13:28]

11
– Kebahagian zhahir/gerak, dalam Bentuk kestabilan, ketenangan beribadah,

bekerja dan aktivitas lainnya.

Dengan menyeimbangkan dirinya maka manusia tersebut tergolong

sebagai hamba yang pandai mensyukuri nikmat Allah. Dialah yang disebut

manusia seutuhnya.

Contoh tidak bertawazun :

 Manusia Atheis: tidak mengakui Allah, hanya bersandar pada akal (rasio

sebagai dasar) .

 Manusia Materialis: mementingkan masalah jasmani / materi saja.

 Manusia Pantheis (Kebatinan): bersandar pada hati/ batinnya saja.

4. Aplikasi Tawazun dalam Pelayanan Kefarmasian

Pelayanan kefarmasian mulai berubah orientasinya dari drug oriented

menjadi patient oriented. Perubahan paradigma ini dikenal dengan nama

Pharmaceutical care atau asuhan pelayanan kefarmasian (Kemenkes RI, 2011).

Pharmaceutical care atau asuhan kefarmasian merupakan pola pelayanan

kefarmasian yang berorientasi pada pasien. Pola pelayanan ini bertujuan

mengoptimalkan penggunaan obat secara rasional yaitu efektif, aman, bermutu

dan terjangkau bagi pasien (Depkes RI, 2008). Hal ini meningkatkan tuntutan

terhadap pelayanan farmasi yang lebih baik demi kepentingan dan kesejahteraan

pasien. Asuhan kefarmasian, merupakan komponen dari praktek kefarmasian yang

memerlukan interaksi langsung apoteker dengan pasien untuk menyelesaikan

12
masalah terapi pasien, terkait dengan obat yang bertujuan untuk meningkatkan

kualitas hidup pasien (Kemenkes RI, 2011).

Akibat dari perubahan paradigma pelayanan kefarmasian, apoteker

diharapkan dapat melakukan peningkatan keterampilan, pengetahuan, serta sikap

sehingga diharapkan dapat lebih berinteraksi langsung terhadap pasien. Adapun

pelayanan kefarmasian tersebut meliputi pelayanan swamedikasi terhadap pasien,

melakukan pelayanan obat, melaksanakan pelayanan resep, maupun pelayanan

terhadap perbekalan farmasi dan kesehatan, serta dilengkapi dengan pelayanan

konsultasi, informasi dan edukasi (KIE) terhadap pasien serta melakukan

monitoring terkait terapi pengobatan pasien sehingga diharapkan tercapainya

tujuan pengobatan dan memiliki dokumentasi yang baik (Depkes RI, 2008).

Apoteker harus menyadari serta memahami jika kemungkinan untuk terjadinya

kesalahan pengobatan (Medication Error) dalam proses pelayanan kefarmasian

dapat terjadi sehingga diharapkan apoteker dapat menggunakan keilmuannya

dengan baik agar berupaya dalam melakukan pencegahan dan meminimalkan

masalah tentang obat (Drug Related Problems) dengan membuat keputusan yang

tepat dan profesional agar pengobatan rasional (Depkes RI, 2008).

Salah satu contoh penerapan sikap tawazun dalam kefarmasian adalah Allah

memerintahkan kepada umat manusia untuk berlaku seimbang (tawazun). Konsep

tawazun dapat diterapkan dalam profesi apoteker. Apoteker dapat menerapkan

prinsip tawazun dalam berbagai kegiatan, salah satunya yaitu dalam sistem BPJS

ada perkelompokkan kelas tergantung angsuran biaya yang disetorkan, semakin

banyak uang yang disetorkan berarti semakin bagus pula fasilitasnya. Dalam

13
memberikan pelayanan kefarmasian hendaknya seorang apoteker tidak membeda-

bedakan antar kelas 1, kelas 2, maupun kelas 3 dalam KIE.

Seorang apoteker harus memberikan pelayanan yang sama terhadap pasien

yang akan membeli obat di apoteknya, baik pasien yang membeli obat dengan

harga mahal ataupun murah.

14
BAB III

KESIMPULAN

Dari penjabaran makalah diatas maka, penulis dapat menyimpulkan bahwa

Islam mengajarkan pada manusia untuk bersikap seimbang terhadap sesama

manusia, tidak membedakan antara satu sama lain bahkan tidak membedakan atas

dasar kesenjangan sosial. Tawazun merupakan salah satu sikap yang perlu

dimiliki oleh seorang Apoteker dalam menjalankan praktik kefarmasian di

lapangan kerja. Sikap tawazun perlu diaplikasikan oleh seorang apoteker terutama

dalam menjalankan keprofesiannya agar tercapai sikap profesional yang adil dan

sesuai prioritas dalam menjalankan keprofesiannya. Penerapan tawazun pada

farmasis (apoteker) yaitu menjamin keselamatan pasien dengan memberikan

informasi penggunaan obat secara rasional.

15
DAFTAR PUSTAKA

Alarna, Badrun, (2000), cet. 1, NU, Kritisisme dan Pergeseran Makna Aswaja,
Yogyakarta : Tiara Wacana
Al-Asy’ari, Abi al-Hasan Ali ibn Ismail, (t.th). al-Ibanah An Ushul al-Diyanah,
Beirut : Dar al-Kutub al-Ilmiyyah

Asmani, Jamal Makmur, (2014), Manhaj Pemikiran Aswaja,dalam

Depkes RI. 2008. Petunjuk Teknis Pelaksanaan Standar Pelayanan Kefarmasian


di Apotek. Direktorat Bina Farmasi Komunitas dan Klinik Ditjen Bina
Kefarmasian dan Alat Kesehatan Departemen Kesehatan RI.

Hasyim, Yusuf, (2014), Aswaja Annahdliyah; Dari Madzhabi


Menuju Manhajidalam,_http://aswajacenterpati.wordpress.com/2012/04/0
2/aswaja-annahdliyah-dari-madzhabi-menuju-
manhaji/http://aswajacenterpati.wordpress.com/2012/04/02/manhaj-
pemikiran-aswaja/
ISFI. 2000 Standar Pelayanan Pengabdian Profesi Apoteker di Apotek, Kongres
Nasional Ikatan Sarjana Farmasi Indonesia ISFI XVI, BPP ISFI, Jakarta.
Islamiharjo, Cukup. 2009. Pendidikan Islam Berwawasan ke Indonesia. Skripsi.
Unversitas Sunan Kalijaga Yogyakarta. Yogyakarta.
Kemenkes RI. 2011. Profil Kefarmasian dan Alat Kesehatan Tahun 2010.
Direktorat Jendral Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan RI, Kementrian
Kesehatan RI.
Kemenkes RI. 2014. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 58
Tahun 2014 Tentang Standar Pelayanan Kefarmasian Di Apotek. Menteri
Kesehatan Republik Indonesia.
LIM, FKI (2010), cet. 2, Gerbang Pesantren,Pengantar Memahami Ajaran
Ahlussunnah wal Jama’ah, Kediri: Litbang Lembaga Ittihadul Muballigin
PP. Lirboyo

Madjid, Nurcholis, (2000), cet. 4, Islam Doktrin Dan Peradaban, Jakarta:


Paramadina, , hlm. 282-84 .

Misrawi, Zuhairi, (2010), cet. 1, Hadratussyaikh Hasyim Asy’ari, Moderasi,


Keumatan, Dan Kebangsaan, Jakarta : Kompas

16

Anda mungkin juga menyukai