Anda di halaman 1dari 14

MAKALAH

PENDIDIKAN ASWAJA
“Penerapan Prinsip At-Tasamuh (Toleransi) Dalam Pelayanan Kefarmasian”

Dosen Pengampu : H. Nur Cholid, M.Ag, M.Pd

Disusun Oleh :
Kelompok IV

Farid Ubaidillah 175020130


Fatimatuz Zahroh 175020110
Fifia Wulan Safitri 175020105
Fifin Ariesta Setiyani 175020128
Fitri Linda Rahmawati 175020116
Fitria Dwi Kurniawati 175020146
Istiana 175020149

PROGRAM STUDI PROFESI APOTEKER


FAKULTAS FARMASI UNIVERSITAS WAHID HASYIM
SEMARANG
2018
BAB I
PENDAHULUAN

1. Latar Belakang

Ahlussunnah wal Jama’ah atau yang biasa disingkat dengan ASWAJA secara

bahasa berasal dari kata Ahlun yang artinya keluarga, golongan atau pengikut.

Ahlussunnah berarti orang yang mengikuti sunnah (perkataan, pemikiran atau amal

perbuatan Nabi Muhammad SAW). Sedangkan al Jama’ah adalah sekumpulan orang

yang memiliki tujuan. Jika dikaitkan dengan madzhab mempunyai arti sekumpulan orang

yang berpegang teguh pada salah satu imam madzhab dengan tujuan mendapatkan

keselamatan dunia dan akhirat.

Islam selalu mengajarkan kita kepada kebaikan. Selain itu Islam juga

mengajarkan bahwa kita wajib bertaqwa kepada Allah SWT dan saling berbuat baik

kepada sesama manusia (Hablum minallah dan Hablum minannas). Wujud dari perilaku

tersebut menurut ajaran Ahlussunnah Waljamaah adalah melalui prinsip Mabadi Khaira

Ummah. Salah satu prinsip tersebut adalah At- Tasamuh yang berarti toleransi.

At-Tasamuh (Toleransi) diartikan dalam bahasa Arab adalah “sama-sama

berlaku baik, lemah lembut dan saling memaafkan”. Dalam pengertian istilah umum,

tasamuh adalah “ sikap akhlak terpuji dalam pergaulan dimana terdapat rasa saling

menghargai antara sesama manusia dalam batas-batas yang digariskan oleh ajaran Islam”

Oleh karena itu, di antara orang yang berbeda pendapat harus memperlihatkan sikap

yang sama, yaitu saling menghargai dengan sikap yang sabar.

Al-Qur’an sebagai pedoman hidup manusia di dalamnya memuat banyak hal

dalam kehidupan ini, mulai dari urusan yang kecil hingga dalam pengaturan suatu negara

termasuk di dalamnya adalah mengenai ilmu pengobatan dan kefarmasian. Menurut Al

Biruni, farmasi merupakan suatu seni untuk mengenali jenis, bentuk dan sifat-sifat fisika
dari suatu bahan, serta seni mengetahui bagaimana mengolahnya untuk dijadikan sebagai

obat sesuai dengan resep dokter.

Apoteker adalah sarjana farmasi yang telah lulus pendidikan profesi dan telah

mengucapkan sumpah berdasarkan peraturan perundangan yang berlaku dan berhak

melakukan pekerjaan kefarmasian di Indonesia sebagai Apoteker (Kepmenkes No. 1027

tahun 2004 tentang standar Pelayanan Kefarmasian di Apotek). Pelayanan kefarmasian

menurut keputusan menteri kesehatan nomor 1027/MENKES/SK/IX/2004 tentang

standar pelayanan kefarmasian di apotek, telah mengalami pergeseran orientasi.

Pelayanan kefarmasian yang semula hanya berfokus pada pengelolaan obat sebagai

komoditi (drug oriented) menjadi pelayanan komprehensif yang bertujuan untuk

meningkatkan kualitas hidup pasien (patient oriented), tentu dengan perubahan ini

seorang Apoteker akan berhadapan langsung dengan berbagai persoalan dalam

menjalankan profesinya karena perbedaan budaya, agama suku dan ras Indonesia yang

begitu beragam, oleh karena itu kita sebagai calon Apoteker harus siap secara

pengetahuan dan mental dari sekarang demi menjaga nilai-nilai toleransi dalam

memberikan pelayanan kefarmasian kepada masyarakat luas.

2. Rumusan Masalah

Adapun masalah-masalah yang akan dibahas dalam makalah ini adalah :

a. Apa dan bagaimana pengertian At-tasamuh ?

b. Bagaimana implementasi At-tasamuh dalam pelayanan kefarmasian ?

3. Tujuan Penulisan Makalah

a. Mengerti dan memahami apa dan bagaimana melaksanakan At-tasamuh.

b. Mengerti dan mampu mengimplementasikan At-tasamuh dalam pelayanan

kefarmasian.
BAB II
PEMBAHASAN

1. Makna At-tasamuh

Islam memberikan istilah toleransi dengan istilah tasamuh. Tasamuh memiliki

arti tasahul yang berarti kemudahan. Artinya, islam memberikan kemudahan bagi siapa

saja dalam menjalankan apa yang dia yakini sesuai dengan ajaran masing-masing tanpa

suatu tekanan dan sama sekali tidak mengusik ketauhitan atau keyakinan seseorang.

Kata toleransi berasal dari bahasa Latin tolerare yang berarti bertahan atau

memikul. Kata sifat dari toleransi adalah toleran. Toleran berarti saling memikul

walaupun pekerjaan itu tidak disukai, atau memberi tempat kepada orang lain, walaupun

kedua belah pihak tidak sependapat. Dengan demikian, toleransi menunjuk pada adanya

suatu kerelaan untuk menerima kenyataan adanya orang lain yang berbeda.

Toleransi diartikan memberikan tempat kepada pendapat yang berbeda. Pada saat

bersamaan sikap menghargai pendapat yang berbeda itu disertai dengan sikap menahan

diri atau sabar. Oleh karena itu, di antara orang yang berbeda pendapat harus

memperlihatkan sikap yang sama, yaitu saling menghargai dengan sikap yang sabar.

Dari pengertian di atas toleransi dapat diartikan sebagai sikap menenggang,

membiarkan, dan membolehkan, baik berupa pendirian, kepercayaan, dan kelakuan yang

dimiliki seseorang atas yang lainnya. Dengan kata lain toleransi adalah sikap lapang dada

terhadap prinsip orang lain. Toleransi tidak berarti seseorang harus mengorbankan

kepercayaan atau prinsip yang dianutnya. Dalam toleransi sebaliknya tercermin sikap

yang kuat atau istiqamah untuk memegangi keyakinan atau pendapatnya sendiri.

Allah berfirman dalam surah yunus ayat 40-41 tentang toleransi. Ayat tersebut

berbunyi sebagai berikut :


Artinya : “ Diantara mereka ada orang-orang yang beriman kepada Al-Qur’an,

dan di antaranya ada (pula) orang-orang yang tidak beriman kepadanya. Tuhanmu lebih

mengetahui tentang orang-orang yang berbuat kerusakan. Jika mereka mendustakan

kamu, Maka Katakanlah : Bagiku pekerjaanku dan bagimu pekerjaanmu. Kamu berlepas

diri terhadap apa yang aku kerjakan dan akupun berlepas diri terhadap apa yang kamu

kerjakan”.

Sifat toleran akan menjadi lebih baik jika diiringi dengan sifat pemaaf. Kedua

sifat ini digambarkan dalam al-Quran sebagai sifat mulia yang disukai oleh Allah dan

sekaligus merupakan ciri-ciri ketakwaan seseorang. Allah berfirman:

Artinya: “Dan orang-orang yang menahan amarahnya dan (memaafkan) kesalahan

orang. Allah menyukai orang-orang yang berbuat kebajikan.” (QS. Ali Imran (3): 134).

Orang yang memiliki sifat-sifat itu akan menjaga diri dari marah dan menjauhkan

diri dari kedengkian. Dia akan membebaskan diri dari beban kebencian dan memasuki

dunia baru yang penuh toleransi dan maaf. Dia juga akan memperoleh kesucian hati dan

ketenangan berpikir. Dan yang paling penting adalah dia akan memperoleh cinta dan rido

dari Allah Swt.

Sebagai panutan dan teladan umat Islam, Nabi Muhammad Saw. sangat toleran

dengan siapa pun, termasuk dengan orang-orang yang tidak seiman, kecuali jika mereka

memusuhi Islam. Dalam salah satu hadits, Aisyah berkata: “Nabi Saw. tidak pernah
memukul orang lain siapa pun, perempuan atau hamba dengan tangannya, kecuali jika

beliau berperang kepada Allah, dan beliau tidak pernah melukai sesuatu dan

mendendamnya kecuali jika salah satu hukum Allah dihina, maka beliau akan

memberikan pembalasan semata-mata karena Allah” (HR. Muslim).

Nabi Saw sebagai teladan dalam sikap yang mulia ini, yang meliputi seluruh

manusia. Nabi tidak membalas kejahatan dengan kejahatan, tetapi beliau membalasnya

dengan memberi maaf dan kebaikan. Nabi menanamkan di hati umat Islam sikap untuk

senantiasa memaafkan dan toleran, sekalipun terhadap orang-orang yang berlaku kasar.

Dengan sikap seperti ini, justeru Nabi mendapatkan simpati dari banyak orang, termasuk

orang-orang yang semula membenci dan berbuat kasar kepada beliau berbalik mengikuti

ajakan beliau dan tunduk kepada beliau.

Sifat toleran tidak hanya berlaku dalam hubungan keseharian kita. Sifat toleran

harus kita terapkan dalam setiap perbedaan yang terjadi di antara kita, termasuk dalam

hal beragama. Toleransi dalam beragama harus kita pegangi demi menjalin hubungan

umat beragama yang harmonis, tanpa harus mengorbankan agama yang kita anut (Islam).

Dengan tegas Allah menyebutkan dalam al-Quran bahwa agama Islam tidak boleh

dipaksakan kepada seseorang, sebab memaksakan agama kepada orang lain adalah

perbuatan sia-sia. Allah lah yang menentukan orang-orang yang mendapatkan hidayah

(memeluk Islam), bukan manusia. Seperti firman Allah dalam surat Al-Kafirun ayat 1-6,

yang berbunyi sebagai berikut :


Toleransi tidak dapat diartikan mengakui kebenaran semua agama dan tidak pula

diartikan kesediaan untuk mengikuti ibadah-ibadah keagamaan lain. Allah telah

menentukan bahwa agama yang diridoi di sisi- Nya adalah agama Islam. Antara agama

Islam dengan agama kenabian yang lain mungkin ditemukan adanya persamaan, akan

tetapi tidak dapat dielakkan bahwa telah terjadi perbedaan dalam beberapa hal, yang

menurut keyakinan Islam hal itu terjadi akibat campur tangan manusia. Begitu pula

agama Islam dan agama bukan kenabian, kemungkinan terdapat persamaan, terutama

dalam ajaran moralnya, karena akal budi manusia bisa sampai kepada kesimpulan-

kesimpulan yang sejalan dengan wahyu.

Allah SWT telah menciptakan manusia itu bersuku-suku dan berbangsa-bangsa.

Perbedaan tersebut yang menjadi alasan terciptanya sikap saling mengenal dan saling

menghargai. Perbedaan yang ada di antara manusia bukan saran untuk di pertentangkan.

Perbedaan yang ada harus dijadikan sebagai saran untuk saling melengkapi dan

memperkuat tali persaudaraan. Seperti firman Allah berikut :


a. Menurut Ma’arif institude (2006:21), tolerasni terdiri atas :

1. Toleransi dalam pikiran

Toleransi dalam pikiran adalah berfikir positif terhadap mereka yang berbeda dari

kita dan lain agama, etnik, kultur.

2. Toleransi dalam sikap

Toleransi dalam sikap adalah berprasangka baik terhadap siapapun yang bukan

bagian dari kita atau di luar diri kita.

3. Toleransi diwujudkan dalam perilaku

Toleransi dalam perilaku adalah bertindak adil terhadap siapapun tanpa

kebencian.

b. Batasan toleransi

Toleransi tidak mesti dalam segala hal, tetapi ada batas-batas yang harus dipatuhi,

diantaranya ialah :

1. Dalam bidang aqidah, penghargaan atau agama-agama atau kepercayaan lain,

kita harus tetap menegakkan jati diri dan kembali kepada keyakinan masing-

masing tidak mencampuradukkan aqidah.

2. Dalam bidang ibadah, penghargaan atas agama-agama atau kepercayaan lain

diwujudkan dengan cara membiarkan mengabdi kepada tuhan dengan cara-cara

masing-masing.

3. Dalam bidang kehidupan sosial, penghargaan atas penganut agama- agama dan

kepercayaan lain kita perbuat dengan menjaga dan memelihara hubungan sosial,

kekeluargaan, kekerabatan, kebertetanggaan.

4. Dalam bidang kehidupan pribadi, tidak memaksakan agama atau kepercayaan

kita sendiri kepada orang lain, biar setiap individu memilih agama atau

kepercayaan masing-masing.
Pluralitas adalah merupakan realitas kehidupan, sejalan dengan di utusnya

Rasulullah SAW, tiada lain untuk menjadi rahmat bagi segenap alam (rahmatan lil-

alamin).

2. Pelayanan Kefarmasian

Ruang lingkup dalam pelayanan farmasi harus dilaksanakan dalam kerangka sistem
pelayanan kesehatan yang berorientasi pada pasien. Ruang lingkup pelayanan farmasi
tersebut meliputi tanggung jawab farmasis dalam menjamin ketersediaan obat dan alat
kesehatan, menjamin kualitas obat yang diberikan aman dan efektif dengan
memperhatikan keunikan individu, menjamin pengguna obat atau alat kesehatan dapat
menggunakan dengan cara yang paling baik, dan bersama dengan tenaga kesehatan lain
bertanggungjawab dalam menghasilkan therapeutic outcomes yang optimal.
Peran Apoteker lambat laun berubah dari peracik obat (compounder) dan suplair
sediaan farmasi kearah pemberi pelayanan dan informasi dan akhirnya berubah lagi
sebagai pemberi kepedulian pada pasien. Selain itu tugas seorang Apoteker adalah
memberikan obat yang layak, lebih efektif dan seaman mungkin serta memuaskan
pasien. Dengan mengambil tanggung jawab langsung pada kebutuhan obat pasien
individual, Apoteker dapat memberikan kontribusi yang berdampak pada pengobatan
serta kualitas hidup pasien.
Pendekatan cara ini disebut ” pharmaceutical care ” (asuhan kefarmasian ; peduli
kefarmasian). Pharmaceutical care (p.c) adalah tanggung jawab pemberi pelayanan obat
sampai pada dampak yang diharapkan yaitu meningkatnya kualitas hidup pasien. (Hepler
dan Strand, 1990). Pharmaceutical care menurut International Pharmaceutical
Federation adalah tanggung jawab pemberi pelayanan obat sampai timbulnya dampak
yang jelas atau terjaganya kualitas hidup pasien.
Peran-peran farmasis serta fungsinya dapat digambarkan sebagai berikut:
a. Caregiver: Farmasis harus dapat melaksanakan pelayanannya secara
terintegrasi dan berkesinambungan dengan sistem dan profesi kesehatan
lainnya.
b. Decision-maker: Penggunaan sumber (seperti personal, obat, bahan kimia,
peralatan, prosedur, serta pelaksanaan) yang tepat, berkhasiat, aman, dan hemat
biaya harus menjadi pondasi dari pekerjaan farmasis.
c. Communicator: Farmasis merupakan profesi yang ideal untuk menghubungkan
antara penulis resep dan pasien, serta berperan dalam pemberi informasi
mengenai kesehatan dan obat kepada masyarakat. Komunikasi meliputi verbal,
non-verbal, kemampuan mendengarkan, dan menulis.
d. Manager: Farmasis harus dapat mengelola sumber (baik manusia, fisik, dan
finansial) dan informasi secara efektif. Farmasis juga harus dapat diatur baik
oleh atasan atau manager/ketua tim pelayanan kesehatan.
e. Life-long-learner: Semua pengetahuan dan pengalaman yang dibutuhkan untuk
berkarir sebagai farmasis mustahil diperoleh dari sekolah. Farmasis sebaiknya
belajar untuk membuat pengetahuan dan keterampilannya selalu up to date
f. Teacher: Farmasis mempunyai tanggungjawab untuk membantu pendidikan
dan pelatihan masyarakat dan farmasis generasi selanjutnya.
g. Leader: Pada situasi multidisipliner (seperti tim) atau area dimana kurang atau
tidak adanya pengadaan pelayanan kesehatan, farmasis wajib menjadi
pemimpin yang bertanggungjawab terhadap kesejahteraan pasien dan
komunitas. Kepemimpinan mencakup perasaan iba dan empati serta
kemampuan mengambil keputusan, berkomunikasi, serta pengelolaan secara
efektif.
Penerapan tanggung jawab profesional Apoteker di rumah sakit ialah partisipasi
proaktif dalam berbagai kegiatan di rumah sakit yang bertujuan untuk peningkatan mutu
pelayanan penderita. Pelayanan dan partisipasi Apoteker dalam proses penggunaan obat
adalah pelayanan yang langsung berinteraksi dengan penderita dan profesional pelaku
perawatan kesehatan.
Kegiatan Apoteker dalam Pelayanan Farmasi yang Baik (PFB), diantaranya
menjaga profesionalisme adalah filasofi utama yg mendasari praktik, disamping faktor
ekonomi. Untuk penggunaan obat dokter perlu masukan dari Apoteker (secara normatif).
Hubungan kemitraan berdasarkan saling percaya dan yakin dalam berbagai hal yg
berkaitan dengan farmakoterapi. Apoteker perlu informasi yg independen, komprehensif
dan mutakhir tentang terapi dan obat yg digunakan.
Tujuan utama pelayanan farmasi Apoteker dalam pelayanan penggunaan obat,
antara lain :
a. Melindungi pasien dari kekambuhan penyakit yang berkaitan dengan obat yang
telah diberikan.
b. Mendeteksi dan memperbaiki ketidak tepatan terapi pengobatan.
c. Meramalkan dan mencegah toksisitas obat.
d. Meningkatkan kepatuhan pasien dengan edukasi kepada pasien melalui fungsi
klinis.
3. Peranan Prinsip At-Tasamuh Bagi Apoteker Dalam Melaksanakan Pelayanan

Kefarmasian

Penerapan prinsip At-tasamuh dalam pelayanan kefarmasian tertuang dalam Kode

Etik Apoteker Indonesia, yaitu :

1. Bab II, kewajiban Apoteker terhadap pasien, pada pasal 9 yang berbunyi “ seorang

Apoteker dalam melakukan praktik kefarmasian harus mengutamakan kepentingan

masyarakat. Menghormati hak asasi pasien dan melindungi makhluk hidup insani.”

2. Bab III, kewajiban Apoteker terhadap teman sejawat pada pasal 10, yang berbunyi : “

seorang Apoteker harus memperlakukan teman sejawatnya sebagaimana ia sendiri

ingin diperlakukan.

3. Bab IV, kewajiban Apoteker terhadap sejawat petugas kesehatan lain, pada pasal 13

yang berbunyi : “seorang Apoteker harus mempergunakan setiap kesempatan untuk

membangun dan meningkatkan hubungan profesi saling mempercayai, menghargai,

dan menghormati sejawat petugas kesehatan lain.

Seorang Apoteker dalam melaksanakan pelayanan kefarmasian harus sesuai

dengan Kode Etik Apoteker Indonesia yang berlaku, selain itu seorang Apoteker harus

mengamalkan sumpah jabatan yang telah diucapkannya. Penerapan prinsip at-tasamuh

dalam pelayanan kefarmasian juga tertuang dalam sumpah/janji pada poin 5, yang

berbunyi : “Dalam menunaikan kewajiban saya, saya akan berikhtiar dengan sungguh-

sungguh supaya tidak terpengaruh oleh pertimbangan keagamaan, kebangsaan,

kesukuan, politik kepartaian, atau kedudukan sosial.”

Contoh kasus penerapan At-tasamuh dalam pelayanan kefarmasian : misalnya

suatu waktu di rumah sakit islam sultan agung, ada pasien yang baru saja kecelakaan dan
perlu mendapatkan pertolongan pertama, masyarakat membawa orang tersebut ke UGD,

setelah petugas rumah sakit melihat identitas pasien ternyata pasien non muslim, namun

tidak mempengaruhi dalam pelayanan yang diberikan oleh rumah sakit tersebut, karena

dalam pelayanan kesehatan baik di rumah sakit yang berbasis agama maupun dirumah

sakit pemerintah kita tidak boleh membeda-bedakan latar belakang agama, suku ataupun

ras dari seorang pasien. Demikian halnya di apotek setiap pasien yang datang untuk

membeli atau menebus resep obat harus dilayani dengan sepenuh hati sesuai dengan

etika dan sumpah jabatan yang telah diucapkan tanpa melihat latar belakang dan status

sosial.

Prinsip At-tasmuh juga harus diterapkan tidak hanya dalam melayani pasien,

namun juga dengan teman sejawat Apoteker, dan teman sejawat lainnya agar dapat

memberikan pengobatan yang optimal bagi pasien.


BAB III

KESIMPULAN

1. Toleransi merupakan sikap tenggang rasa, membiarkan, dan membolehkan, baik berupa

pendirian, kepercayaan, dan kelakuan yang dimiliki seseorang atas yang lainnya. Dengan

kata lain toleransi adalah sikap lapang dada terhadap prinsip orang lain. Toleransi tidak

berarti seseorang harus mengorbankan kepercayaan atau prinsip yang dianutnya. Dalam

toleransi sebaliknya tercermin sikap yang kuat atau istiqamah untuk memegangi

keyakinan atau pendapatnya sendiri.

2. Seorang Apoteker dalam melaksanakan pelayanan kefarmasian harus sesuai dengan

Kode Etik Apoteker Indonesia yang berlaku, selain itu seorang Apoteker harus

mengamalkan sumpah jabatan yang telah diucapkannya.

3. Penerapan prinsip at-tasamuh dalam pelayanan kefarmasian berfokus pada pasien

(pharmaceutical care) dengan tanpa membedakan agama, ras, suku, maupun kebangsaan

pasien. Prinsip At-tasamuh juga harus diterapkan dalam interaksi sosial antara teman

sejawat Apoteker, dan teman sejawat lainnya.


DAFTAR PUSTAKA

Anonim, 2009, Kode Etik Apoteker Indonesia dan Implementasi Penjabaran Kode Etik,

Kongres Nasional ke XVIII, Ikatan Sarjana Farmasi Indonesia

http://www.nu.or.id/a,public-m,dinamic-s,detail-ids,11-id,16551-lang,id-c,syariah-

t,Karakter%2BTawassuth%2 diakses pada 26 Februari 2018 pkl. 20.00 wib

Hidaya, N., ngatimin, M.R., dan Rachman, W.A., 2014, Interaksi Sosial Waria Terhadap

Pelayanan Kesehatan Di Kota Makassar, Departemen PKIP Fakultas Kesehatan

Masyarakat Universitas Hasanuddin

Faidhani,A., 2006, Konsepsi Al-Qur'an Tentang Tasamuh (Toleransi) dan Implementasinya

Terhadap Pendidikan Islam, Skripsi, IAIN Walisongo., Semarang

Syarbini, A., 2011, Al-Qur’an dan Kerukunan Hidup Umat Beragama., Quanta, Bandung.,

hlm. 20-21

Muhammad,H., 2011, Mengaji Pluralisme Kepada Mahaguru Pencerahan, Mizan, Bandung.,

hlm. 10-11

Anda mungkin juga menyukai