Anda di halaman 1dari 15

i

Makalah Al-Islam Kemuhammadiyahan

AKHLAK TERHADAP BANGSA DAN NEGARA

Dosen Pengampu : Muhammad Nurmaallah, S.Ag., M.A

Oleh:

KELOMPOK I

MUHAMMAD ARIPAIL 220250011

MUHAMMAD ALFARIDZI FAHRUROZY 220250022

MUH ARHAM 220250024

RAHMATIA 220250037

NUR HAZIZAH 220250039

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM

FAKULTAS AGAMA ISLAM

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH PARE-PARE

2021
ii

KATA PENGANTAR

Assalamu alaikum warahmatullahi wabarakatuh

Segala puji dan syukur kita panjatkan ke hadirat Allah SWT yang telah
membimbing manusia melalui petunjuk-pentunjuk-Nya sebagaimana yang
terkandung dalam Al-qur’an dan sunnah, petunjuk menuju ke jalan yang lurus dan
jalan yang diridhoi-Nya. Syukur Alhamdulillah kami dapat menyelesaikan makalah
ini sesuai dengan rencana sekaligus untuk melengkapi nilai kami. Makalah ini kami
susun dengan judul “Akhlak Terhadap Bangsa dan Negara”.

Shalawat serta salam semoga senantiasa terlimpah kepada junjungan kita


Nabi agung Muhammad SAW, keluarga, sahabat, tabiin, dan kita semua sebagai
umat yang taat dan turut terhadap risalah yang dibawanya sampai di hari kiamat.
Selanjutnya saya ucapkan banyak terima kasih kepada Bapak Muhammad
Nurmaallah, S.Ag., M.A selaku dosen Mata Kuliah AIK III, yang telah
membimbing kami. Dan kepada semua pihak yang terlibat dalam penyusunan
makalah ini.

Kami menyadari makalah ini jauh dari sempurna. Oleh sebab itu, kami
mengharapkan kritik dan saran dari pembaca demi kesempurnaan makalah
selanjutnya. Terlepas dari kekurangan makalah ini, kami berharap semoga makalah
ini dapat bermanfaat bagi kami khususnya dan para pembaca pada umumnya.
Aamiin.

Wassalamu alaikum warahmatullahi wabarakatuh

Pare-pare, 07 November 2021

KELOMPOK 1
iii

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ......................................................................................................... ii


DAFTAR ISI ...................................................................................................................... iii
BAB I ................................................................................................................................... 1
PENDAHULUAN ............................................................................................................... 1
A. LATAR BELAKANG ............................................................................................. 1
B. RUMUSAN MASALAH ........................................................................................ 1
BAB II ................................................................................................................................. 2
PEMBAHASAN .................................................................................................................. 2
A. Pengertian Akhlak ................................................................................................... 2
A. Musyawarah............................................................................................................. 3
B. Menegakkan Keadilan ............................................................................................. 5
C. Amar Ma’Ruf Nahi Munkar .................................................................................... 7
D. Hubungan Pemimpin dengan Yang Dipimpin ......................................................... 8
BAB III .............................................................................................................................. 11
PENUTUP ......................................................................................................................... 11
A. KESIMPULAN ..................................................................................................... 11
B. SARAN .................................................................................................................. 11
DAFTAR PUSTAKA ......................................................................................................... iv
1

BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG
Manusia merupakan makhluk individu dan makhluk sosial. Sebagai makhluk
individu, manusia mempunyai tugas menjadi hamba yang selalu beribadah kepada
Allah. Sedangkan sebagai makhluk sosial, manusia harus berinteraksi dengan orang
lain, baik dalam lingkup masyarakat bahkan sampai pada lingkup berbangsa dan
bernegara.

Dalam persoalan akhlak, manusia sebagai makhluk berakhlak berkewajiban


menunaikan dan menjaga akhlak yang baik serta menjauhi dan meninggalkan
akhlak yang buruk. Kualitas keberagaman justru ditentukan oleh nilai akhlak.
Dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa maupun bernegara kita sebagai umat
yang senantiasa bersosialisasi, berinteraksi dengan yang lainnya, khususnya umat
muslim, sudah sepantasnya kita menampilkan akhlak mulia yang telah dicontohkan
oleh Rasulullah saw dan para sahabat beliau.

B. RUMUSAN MASALAH
Berdasarkan latar belakang masalah yang telah diuraikan maka dapat diperoleh
latar belakang sebagai berikut :
1. Apa itu akhlak?
2. Bagaimana musyarah yang baik dalam Islam?
3. Bagaimana akhlak dalam menegakkan keadilan?
4. Bagaimana amar ma’ruf nahi munkar dalam bernegara?
5. Bagaimana hubungan antara pemimpin dengan yang dipimpin?
2

BAB II

PEMBAHASAN

A. Pengertian Akhlak
Pada hakikatnya akhlak adalah suatu kondisi atau sifat yang telah meresap
dalam jiwa dan menjadi kepribadian hingga dari situ timbul berbagai macam
perbuatan dengan cara spontan dan mudah tanpa dibuat-buat dan tanpa memerlukan
pemikiran. Kelakuan yang baik dan terpuji menurut pandangan syari’at dan akal
pikiran, maka dinamakan budi pekerti mulia dan sebaliknya apabila yang lahir
kelakuan yang buruk, maka disebutlah budi pekerti yang tercela (Asmaran, 1992:3).

Tujuan mempelajari ilmu akhlak dan permasalahannya dapat menetapkan mana


yang baik dan mana yang buruk. Selain itu ilmu akhlak berguna secara efektif dalam
upaya membersihkan diri manusia dari perbuatan dosa dan maksiat. Akhlak mulia
juga berguna dalam mengarahkan dan mewarnai berbagai aktivitas kehidupan
manusia dari segala bidang. Oleh karena itu, ilmu akhlak adalah ilmu pengetahuan
yang memberikan pengertian tentang baik dan buruk, ilmu yang mengajarkan
pergaulan manusia dan menyatakan tujuan mereka yang terakhir dari seluruh usaha
dan pekerjaan mereka. Jadi, ilmu tentang kebaikan dan cara mengikutinya, tentang
kejahatan dan cara untuk menghindarinya.

Hati nurani atau fitrah dalam bahasa Al-Qur’an memang dapat menjadi ukuran
baik dan buruk karena manusia diciptakan oleh Allah SWT memiliki fitrah
bertauhid, mengakui ke-Esaan-Nya. Dalam Quran Surah Ar-Rum telah dijelaskan
sebagai berikut:

‫ٱَّلل ۚ َٰذَلِكَ ٱلدِينُ ْٱلقَيِ ُم َو َٰلَ ِكنه أَ ْكثَ َر‬


ِ‫ق ه‬ ِ ‫علَ ْي َها ۚ ََل تَ ْبدِي َل ِلخ َْل‬ َ َ‫ٱَّلل ٱلهتِى ف‬
َ ‫ط َر ٱلنه‬
َ ‫اس‬ ْ ‫ِين َحنِيفًا ۚ ف‬
ِ ‫ِط َرتَ ه‬ ِ ‫فَأَقِ ْم َوجْ َهكَ لِلد‬
َ‫اس ََل يَ ْعلَ ُمون‬
ِ ‫ٱلنه‬

Artinya : “Maka hadapkanlah wajahmu dengan lurus kepada agama Allah;


(tetaplah atas) fitrah Allah yang telah menciptakan manusia menurut fitrah itu.
Tidak ada peubahan pada fitrah Allah. (Itulah) agama yang lurus; tetapi
kebanyakan manusia tidak mengetahui”(QS. Ar-Rum 30:30)
3

Fitrah itulah manusia cinta kepada kesucian dan selalu cenderung kepada
kebenaran. Hati nuraninya selalu mendambakan dan merindukan kebenaran, ingin
mengikuti ajaran-ajaran Tuhan, karena kebenaran itu tidak akan dapat kecuali
dengan Allah sebagai sumber kebenaran mutlak.

Adapun ruang lingkup akhlak antara lain,

(1) Akhlak terhadap Allah SWT.


(2) Akhlak terhadap Rasulullah SAW.
(3) Akhlak pribadi.
(4) Akhlak dalam keluarga.
(5) Akhlak bermasyarakat.
(6) Akhlak bernegara.

Adapun pembahasan dalam makalah ini akan mengkhususkan bahasan atas


akhlak kepada bangsa dan negara. Adapun akhlak kepada bangsa dan negara
meliputi musyawarah, menegakkan keadilan, amar ma’ruf nahi munkar, dan
hubungan pemimpin dengan yang dipimpin.

A. Musyawarah
Musyawarah adalah sesuatu yang sangat penting guna menciptakan peraturan
di dalam masyarakat. Musyawarah dapat berjalan dengan lancar dan penuh
persahabatan, terdapat beberapa sikap yang harus dilakukan dalam bermusyawarah,
yaitu sikap lemah lembut, pemaaf, dan memohon ampunan Allah SWT (Ilyas,
2001:229).

a) Arti Penting Musyawarah


Musyawarah atau syuara adalah sesuatau yang sangat penting guna
menciptakan persaturan di dalam masyarakat mana pun. Setiap negara maju
yang menginginkan keamanan, ketrentraman, kebahagiaan, dan kesuksesan
bagi rakyatnya, tetap memegang prinsip musyawarah.

Adapun salah satu ayat dalam Al – Qur’an yang membahas mengenai


Musyawarah adalah surah Al-Syura ayat 37- 38:
4

َ‫َضبُوا هُ ْم يَ ْغف ُِرون‬ َ ِ‫اْلثْ ِم َوا ْلف ََواح‬


ِ ‫ش َو ِإذَا َما غ‬ ِ ْ ‫َوالهذِينَ يَجْ تَنِبُونَ َكبَائ َِر‬

َ ‫ص ََلةَ َوأَ ْم ُرهُ ْم ش‬


َ‫ُور َٰى َب ْينَ ُه ْم َومِ هما َرزَ ْقنَاهُ ْم يُ ْن ِفقُون‬ ‫َوا هلذِينَ ا ْستَ َجابُوا ل َِر ِب ِه ْم َوأَقَا ُموا ال ه‬
Artinya : “ Dan (bagi) orang-orang yang menjauhi dosa-dosa besar dan
perbuatan keji, dan apabila mereka marah, mereka memberi maaf. Dan (bagi)
orang-orang menerima (mematuhi) seruan Tuhannya dan mendirikan shalat,
sedang urusan mereka (diputuskan) dengan musyawarah antar mereka; dan
mereka menafkahkan sebagian dari rezeki yang Kami berikan kepada mereka”
(QS. Asy-Syura : 37-38).

Dalam ayat di atas, syura atau musyawarah sebagai sifat ketiga bagi
masyarakat Islam dituturkan setelah iman dan shalat. Menurut Taufiq asy-
Syawi, hal ini memberi pengertian bahwa musyawarah mempunyai martabat
setelah ibadah terpenting, yakni shalat, sekaligus memberi pengertian bahwa
musyawarah merupakan salah satu ibadah yang tingkatannya sama dengan
shalat dan zakat. Masyarakat yang mengabaikannya dianggap sebagai
masyarakat yang tidak menetapi salah satu ibadah. musyawarah sangat
diperlukan untuk dapat mengambil keputusan yang paling baik disamping
untuk memperkokoh rasa persatuan dan rasa tanggung jawab bersama. Ali Bin
Abi Thalib menyebutkan bahwa dalam musyawarah terdapat tujuh hal penting
yaitu mengambil kesimpulan yang benar, mencari pendapat, menjaga
kekeliruan, menghindari celaan, menciptakan stabilitas emosi, keterpaduan
hati, dan mengikuti atsar.

b) Beberapa Sikap Bermusyawarah


Musyawarah dapat berjalan dengan lancar dan penuh persahabatan. Allah
SWT mengisyaratkan ada beberapa sikap yang harus dilakukan dalam
bermusyawarah, yaitu:
1. Lemah-lembut : Seseorang yang melakukan musyawarah, apalagi
sebagai pimpinan harus menghindari tutur kata yang kasar serta sikap
keras kepala, jika tidak mitra musyawarah akan bertebaran pergi.
5

2. Pema’af : Setiap orang yang bermusyawarah harus menyiapkan mental


untuk selalu bersedia memberi maaf. Karena mungkin saja ketika
bermusyawarah terjadi perbedaan pendapat, atau keluar kalimat-kalimat
yang menyinggung pihak lain. Bila hal itu masuk ke dalam hati, akan
mengeruhkan pikiran, bahkan boleh jadi akan mengubah musyawarah
menjadi pertengkaran.
3. Mohon Ampunan Allah SWT : Untuk mencapai hasil yang terbaik
ketika musyawarah hubungan dengan Tuhan harus harmonis. Oleh
sebab itu, semua anggota musyawarah harus berusaha selalu
membersihkan diri dengan cara memohon ampun kepada Allah SWT
baik untuk diri sendiri maupun untuk anggota musyawarah yang
lainnya.

B. Menegakkan Keadilan
Islam memerintahkan kepada umat manusia untuk bersikap adil dalam segala
aspek kehidupan. Baik terhadap diri dan keluarga, orang lain, bahkan kepada musuh
sekalipun harus dapat berlaku adil (Ilyas, 2001:235). Di dalam Al-Qur’an terdapat
beberapa ayat yang memerintahkan supaya manusia berlaku adil dan menegakkan
keadilan. Yang bersifat umum misalnya:

‫ع ِن ا ْلفَحْ شَاءِ َوا ْل ُم ْنك َِر َوا ْل َب ْغي ِ ۚ َي ِعظُكُ ْم‬


َ ‫ان َو ِإيتَاءِ ذِي ا ْلقُ ْر َب َٰى َو َي ْن َه َٰى‬
ِ ‫س‬ ِ ْ ‫َّللا َيأ ْ ُم ُر ِبا ْل َعدْ ِل َو‬
َ ْ‫اْلح‬ َ ‫۞ ِإ هن ه‬
َ‫لَعَلهكُ ْم تَذَ هك ُرون‬
Artinya : “Sesungguhnya Allah menyuruh (kamu) berlaku adil dan berbuat
kebajikan, memberi kepada kaum kerabat, dan Allah melarang dari perbuatan keji,
kemungkaran dan permusuhan. Dia memberi pengajaran kepadamu agar kamu
dapat mengambil pelajaran.” (QS.An-Nahl : 90).

Islam mengajarkan bahwa semua orang mendapat perlakuan yang sama dan
sederajat dalam hukum, tidak ada diskriminasi hukum karena perbedaan kulit,
status sosial, ekonomi, politik, dan lains sebagainya.

‫اس أَ ْن تَحْ كُ ُموا ِبا ْل َعدْ ِل ۚ ِإ هن‬ ِ ‫َّللا َيأ ْ ُم ُركُ ْم أَ ْن ت ُ َؤدُّوا ْاْل َ َمانَا‬
ِ ‫ت ِإلَ َٰى أَ ْه ِل َها َو ِإ َذا َح َك ْمت ُ ْم َبيْنَ النه‬ َ ‫۞ ِإ هن ه‬
‫يرا‬ً ‫ص‬ ِ َ‫سمِ يعًا ب‬ َ ‫َّللا نِ ِع هما يَ ِعظُكُ ْم بِ ِه ۗ إِ هن ه‬
َ َ‫َّللا َكان‬ َ‫ه‬
6

Artinya : “Sesungguhnya Allah menyuruh kamu menyampaikan amanat


kepada yang berhak menerimanya, dan (menyuruh kamu) apabila menetapkan
hukum di antara manusia supaya kamu menetapkan dengan adil. Sesungguhnya
Allah memberi pengajaran yang sebaik-baiknya kepadamu. Sesungguhnya Allah
adalah Maha Mendengar Lagi Maha Melihat”. (QS.An-Nisa’:58).

Keadilan hukum harus ditegakkan walaupun terhadap diri sendiri, atau


terhadap keluarga dan orang-orang yang dicintai. Tatkala seorang sahabat yang
dekat dengan Rasulullah SAW meminta keistimewaan hukum untuk seorang wanita
bangsawan yang mencuri, Rasulullah menolaknya dengan tegas:

“Apabila anda hendak meminta keistimewaan dalam pelaksanaan hukum


Allah? Sesungguhnya kehancuran umat yang terdahulu karena mereka menghukum
pencuri yang lemah, dan membiarkan pencuri yang elit. Demi Allah yang
memelihara jiwa saya, kalaulah Fatimah binti Muhammad mencuri, pastilah
Muhammad akan memotong tangan puterinya itu.” (HR. Ahmad, Muslim dan
Nasa’i).

Menegakkan keadilan menurut ajaran Islam, maka orang yang diangkat


menjadi hakim haruslah yang betul-betul memenuhi syarat keahlian dan
kepribadian. Kecuali, mempunyai ilmu yang luas, haruslah seorang yang taat
kepada Allah, mempunyai akhlak yang mulia, terutama kejujuran atau amanah.
Apabila hakim itu seorang yang lemah, maka dia mudah dipengaruhi, ditekan dan
disuap. Akibatnya orang-orang yang bersalah dibebaskan dari hukuman, sekalian
kesalahan atau kejahatannya sangat merugikan masyarakat dan negara.

C. Amar Ma’Ruf Nahi Munkar


Menurut M. Quraish shihab dalam buku Tafsir Al-Mishbah menyebutkan
bahwa ma’rufadalah nilai-nilai luhur serta adat istiadat yang diakui baik oleh
masyarakat, selama hal itu tidak bertentangan dengan nilai-nilai Ilahiyah.
Sedangkan munkar adalah nilai buruk lagi diingkari oleh akal sehat masyarakat,
dan bertentangan dengan nilai-nilai Ilahiyah. Bahwa yang menjadi ukuran ma’ruf
7

atau munkarnya sesuatu ada dua, yaitu agama dan akal sehat atau hati nurani. Bisa
kedua-duanya sekaligus atau salah satunya. Semua yang diperintahkan oleh agama
adalah ma’ruf, begitu juga sebaliknya, semua yang dilarang oleh agama adalah
munkar.

a) Perintah dan Kedudukan Amar Ma’ruf Nahi Munkar


Amar ma’ruf nahi munkar adalah kewajiban orang-orang yang beriman,
baik secara individual maupun kolektif. Allah SWT berfirman:

‫ع ِن ا ْل ُم ْنك َِر ۚ َوأُو َٰلَئِكَ هُ ُم‬


َ َ‫َو ْلتَكُ ْن مِ ْنكُ ْم أ ُ همةٌ َيدْعُونَ ِإلَى ا ْل َخي ِْر َو َيأ ْ ُم ُرونَ ِبا ْل َم ْع ُروفِ َو َي ْن َه ْون‬
َ‫ا ْل ُم ْف ِلحُون‬
Artinya : “Dan hendaklah ada di antara kamu segolongan umat yang
menyeru kepada kebajikan, dan menyuruh kepada yang ma’ruf dan mencegah
dari yang munkar. Merekalah orang-orang yang beruntung.”(QS. Ali Imran :
104).

b) Nahi Munkar

Dibandingkan dengan amar ma’ruf, nahi munkar lebih berat karena beresiko
tinggi, apabila bila dilakukan terhadap penguasa yang zalim. Oleh sebab itu,
Rasulullah SAW sangat memuliakan orang-orang yang memiliki keberanian
menyatakan kebenaran di hadapan penguasa yang zalim. Beliau bersabda:

“Jihad yang paling utama ialah menyampaiakan al-haq terhadap penguasa


yang zalim.”(HR. Abu Daud, Tirmizi dan Ibn Majah).

Nahi munkar dilakukan sesuai dengan kemampuan masing-masing. Bagi


yang mampu melakukan dengan tangan (kekuasaannya) dia harus
menggunakan kekuasaannya itu, apabila tidak bisa dengan kata-kata dan bila
dengan kata-kata juga tidak mampu paling kurang menolak dengan hatinya.
Dalam hal ini Rasulullah SAW bersabda:

“Barangsiapa di antara kamu melihat kemunkaran, hendaklah dia


merobahnya dengan tangannya. Kalau tidak sanggup (dengan tangan, maka
8

robahlah) dengan lisannya. Dan apabila tidak sanggup (dengan lisan), maka
robahlah dengan hatinya. Yang demikian itu adalah selemah-lemahnya
iman.”(HR. Muslim).

D. Hubungan Pemimpin dengan Yang Dipimpin


Secara operasional kepemimpinan Allah SWT itu dilaksanakan oleh
Rasulullah saw, dan sepeninggal beliau kepemimpinan itu dilaksanakan oleh orang-
orang yang beriman. Hal itu dinyatakan di dalam Al-Qur’an:

َ‫الزكَاةَ َوهُ ْم َرا ِك ُعون‬ ‫سولُهُ َوا هلذِينَ آ َمنُوا الهذِينَ يُقِي ُمونَ ال ه‬
‫ص ََلةَ َويُؤْ تُونَ ه‬ ‫ِإنه َما َو ِليُّكُ ُم ه‬
ُ ‫َّللاُ َو َر‬
Artinya : “Sesungguhnya pemimpin kamu hanyalah Allah, Rasul-Nya, dan
orang-orang yang beriman, yaitu yang mendirikan shalat dan menunaikan zakat,
seraya mereka tunduk (kepada Allah).”(QS.Al-Maidah:55).

Pemimpin umat atau ulil amri adalah penerus kepemimpinan Rasulullah saw
setelah beliau meninggal dunia. Sebagai Nabi dan Rasul, Nabi Muhammad SAW
tidak bisa digantikan, tapi sebagai kepala negara, pemimpin, ulil amritugas beliau
dapat digantikan. Orang-orang yang dapat dipilih menggantikan beliau sebagai
pemimpin minimal harus memenuhi empat kriteria sebagai berikut:

1. Beriman kepada Allah SWT


Ulil amri adalah peneus kepemimpinan Rasulullah saw, sedangkan
Rasulullah sendiri adalah pelaksana kepemimpinan Allah SWT, maka tentu
saja yang pertama sekali harus dimiliki oleh penerus kepemimpinan beliau
adalah keimanan (kepada Allah, Rasul dan rukun iman yang lainnya). Tanpa
keimanan kepada Allah dan Rasul-Nya bagaimana mungkin dia dapat
diharapkan memimpin umat menempuh jalan Allah di atas permukaan bumi
ini.
2. Mendirikan Shalat
Shalat adalah ibadah vertikal langsung kepada Allah SWT. Seorang
pemimpin yang mendirikan shalat diharapkan memiliki hubungan vertikal
yang baik dengan Allah SWT. Diharapkan nilai-nilai kemuliaan dan kebaikan
yang terdapat di dalam shalat dapat tercermin dalam kepemimpinannya.
9

Misalnya nilai kejujuran. Apabila wudhu’ seorang imam yang sedang


memimpin shalat batal, sekalipun tidak diketahui orang lain dia akan
mengundurkan diri dan siap digantikan orang lain, karena dia sadar bahwa dia
tidak lagi berhak menjadi iamm.
3. Membayarkan Zakar
Zakat adalah ibadah mahdhah yang merupakan simbol kesucian dan
kepedulian sosial. Seorang pemimpin yang berzakat diharapkan selalu
berusaha mensucikan hati dan hartanya. Dia tidak akan mencari dan menikmati
harta dengan cara yang tidak halal (misalnya dengan korupsi, kolusi dan
nepotisme). Dan lebih dari itu memiliki kepedulian sosial yang tinggi terhadap
kaum dhu’afa dan mustadh’afin. Dia akan menjadi pembela orang-orang yang
lemah.
4. Selalu Tunduk Patuh Kepada Allah SWT
Ruku’ adalah simbol kepatuhan secara mutlak kepada Allah dan Rasul-Nya
yang secara konkret dimanifestasikan dengan menjadi seorang muslim yang
kaffah (total), baik dalam aspek aqidah, ibadah, akhlak maupun mu’amalat.
Aqidahnya benar (bertauhid secara murni dengan segala konsekuensinya,
bebas dari segala bentuk kemusyrikan), ibadahnya tertib dan sesuai tuntunan
Nabi, akhlaknya terpuji (shidiq, amanah, adil, istiqamah dan sifat-sifat mulia
lainnya) dan mu’amalatnya (dalam seluruh aspek kehidupan) tidak
bertentangan dengan syari’at Islam.

Islam memerintahkan kepada orang beriman agar taat kepada Allah, taat
kepada Rasul-Nya dan taat kepada pemerintah. Hal ini dijelaskan dalam Al-Qur’an
surat An-Nisa ayat 59

‫الرسُو َل َوأُولِي ْاْل َ ْم ِر مِ ْنكُ ْم ۖ فَإِ ْن تَنَازَ ْعت ُ ْم فِي‬‫َّللا َوأَطِ يعُوا ه‬ َ ‫يَا أَيُّ َها الهذِينَ آ َمنُوا أَطِ يعُوا ه‬
‫يَل‬ َ ْ‫اَّلل َوا ْليَ ْو ِم ْاْلخِ ِر ۚ َٰذَلِكَ َخي ٌْر َوأَح‬
ً ‫س ُن تَأ ْ ِو‬ ِ ‫الرسُو ِل إِ ْن كُ ْنت ُ ْم تُؤْ مِ نُونَ بِ ه‬ ِ ‫ش ْيءٍ فَ ُردُّوهُ إِلَى ه‬
‫َّللا َو ه‬ َ
Artinya : “Hai orang-orang yang beriman, taatilah Allah dan taatilah Rasul
(Nya), dan ulil amri di antara kamu. Kemudian jika kamu berlainan pendapat
tentang sesuatu, maka kembalikanlah ia kepada Allah (Al Quran) dan Rasul
10

(sunnahnya), jika kamu benar-benar beriman kepada Allah dan hari kemudian.
Yang demikian itu lebih utama (bagimu) dan lebih baik akibatnya.”

Ayat ini mengandung tentang prinsip-prinsip kesejahteraan umat Islam


khususnya dalam urusan kekuasaan pemerintahan. Prinsip-prinsip tersebut adalah

1. Taat kepada Allah sebagaimana tercantum dalam Al-Qur’an


2. Taat kepada Rasulullah sebagaimana terdapat dalam sunnahnya yang sahih
3. Taat kepada pemegang kekuasaan, selagi mereka bagian dari kaum muslim
dan selama perintahnya tidak bertentangan dengan Allah dan Rasul-Nya
4. Mengembalikan kepada Allah (Al-Qur’an) dan Rasul-Nya (sunnah), jika
terjadi perselisihan.
11

BAB III

PENUTUP

A. KESIMPULAN
Pada hakikatnya akhlak adalah suatu kondisi atau sifat yang telah meresap
dalam jiwa dan menjadi kepribadian hingga dari situ timbul berbagai macam
perbuatan dengan cara spontan dan mudah tanpa dibuat-buat dan tanpa memerlukan
pemikiran

Adapun ruang lingkup akhlak antara lain,

1. Akhlak terhadap Allah SWT.


2. Akhlak terhadap Rasulullah SAW.
3. Akhlak pribadi.
4. Akhlak dalam keluarga.
5. Akhlak bermasyarakat.
6. Akhlak terhadap bangsa dan negara.

Akhlak kepada bangsa dan negara meliputi musyawarah, menegakkan keadilan,


amar ma’ruf nahi munkar, dan hubungan pemimpin dengan yang dipimpin.

B. SARAN
Dengan selesainya makalah ini kami mengucapkan banyak terima kasih kepada
pihak yang ikut andil dalam penusilan makalah ini. Tak lupa pula kami menyadari
bahwa penulisan makalah ini masih jauh dari kesempurnaan, untuk itu kami sangat
mengharapkan dari pembaca memberikan kritik dan juga masukan yang
membangun.
iv

DAFTAR PUSTAKA

https://atriulfa716ryani.blogspot.com/2016/10/makalah-tentang-akhlak
terhadap.html. Diakses hari Minggu Tanggal 07 November 2021

https://tafsirq.com/ Diakses hari Minggu Tanggal 07 November 2021

https://www.scribd.com/doc/54981007/Ahlak-Terhadap-Bangsa-Dan-Negara
Diakses hari Minggu Tanggal 07 November 2021

https://www.scribd.com/document/504386756/AKHLAK-BERNEGARA Diakses
hari Minggu Tanggal 07 November 2021

Anda mungkin juga menyukai