Anda di halaman 1dari 20

MAKALAH HADITS

TANGGUNG JAWAB PEMIMPIN

Disusun Oleh :

Kelompok 8

1. Putry Bunga Ainy (2014010081)


2. Insanul Adli (2014010087)
3. Resa Sofia Fikri (2014010105)

Dosen Pengampu:

Drs. M. Basyiruddin, M.Ag

PRODI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM (III PAI C)

FAKULTAS TARBIYAH DAN KEGURUAN

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI IMAM BONJOL PADANG

1442 H/2021 M
KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh

Segala puji syukur penulis panjatkan kepada Allah Yang Maha Esa, atas
rahmat dan karunia-Nya, penulis dapat menyelesaikan tugas penulisan makalah
mata kuliah hadits tepat waktu. Tidak lupa shalawat serta salam tercurah kepada
Rasulullah ‫ ﷺ‬yang syafa’atnya kita nantikan kelak.

Penulisan makalah berjudul “Tanggung Jawab Pemimpin” dapat


diselesaikan karena bantuan banyak pihak. Kami berharap makalah tentang agama
Islam ini dapat menjadi referensi bagi para pembaca. Selain itu, kami juga
berharap agar pembaca mendapatkan sudut pandang baru setelah membaca
makalah ini.

Penulis menyadari makalah bertema agama ini masih memerlukan


penyempurnaan, terutama pada bagian isi. Kami menerima segala bentuk kritik
dan saran pembaca demi penyempurnaan makalah. Apabila terdapat banyak
kesalahan pada makalah ini, kami memohon maaf. Demikian yang dapat kami
sampaikan. Akhir kata, semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi para pembaca.

Wassalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh

Padang, 27 Oktober 2021

Penulis

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR....................................................................................... i

DAFTAR ISI...................................................................................................... ii

BAB I PENDAHULUAN.................................................................................. 1

A. Latar Belakang........................................................................................ 1
B. Rumusan Masalah................................................................................... 1
C. Tujuan Penulisan..................................................................................... 2
D. Manfaat Penulisan................................................................................... 2

BAB II PEMBAHASAN................................................................................... 3

A. Pemimpin Dimintai Pertanggungjawabannya......................................... 3


B. Teguran Terhadap Pemimpin yang Tidak Bertanggung Jawab.............. 8
C. Batas-batas Kepatuhan Kepada Pemimpin............................................. 11

BAB III PENUTUP........................................................................................... 16

A. Kesimpulan............................................................................................. 16
B. Saran........................................................................................................ 17

DAFTAR PUSTAKA........................................................................................ 18

ii
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Gelar pemimpin umat layak diberikan kepada mereka yang mampu
memecahkan segala persoalan yang dihadapi umat itu dan mengantarkannya
dengan selamat sampai kepada tujuan yang dicita-citakan. Orang yang
menghantarkan tidak selalu berjalan didepan, terkadang disamping, di tengah,
dimana saja menurut jalan keadaan jalannya, diperlukan guna keselamatan
orang yang diantarkannya.
Tidak hanya sekedar mengantar para anggotanya agar sampai pada
tujuan yang diharapkannya. Seorang pemimpin juga harus memiliki suatu
komitmen yang didukung oleh kemampuan, integritas, kepekaan terhadap
perubahan dan perkembangan yang terjadi di sekelilingnya dan juga memiliki
keberanian untuk menegakkan keadilan dan kebenaran.
Namun dewasa ini, jika kita melihat realita yang ada sulit sekali kita
mendapati pemimpin yang memiliki kriteria yang telah disebutkan di atas.
Banyak pemimpin yang hanya mementingkan ego pribadi demi
mementingkan kesejahteraan bagi dirinya sendiri dan keluarganya. Mereka
bersikap sedemikian rupa seolah-olah kepemimpinan mereka tidak akan
dipertanggungjawabkan suatu saat nanti. Hal ini bisa jadi disebabkan karena
kurangnya tingkat keimanan yang dimiliki oleh seorang pemimpin, sehingga
ia terpengaruh oleh hal-hal yang negatif dan menyalahi aturan agama, bahkan
aturan yang berlaku di tempat tersebut.
B. Rumusan masalah

Dari latar belakang diatas, penulis membuat rumusan masalah sebagai


berikut:
1. Bagaimanakah pertanggungjawaban pemimpin ?

1
2. Bagaimanakah teguran terhadap pemimpin yang tidak bertanggung
jawab?
3. Bagaimanakah batasan kepatuhan pada pemimpin ?
C. Tujuan penulisan

Tujuan dari adanya penulisan makalah ini yaitu :


1. Untuk mengetahui pertanggungjawaban pemimpin.
2. Untuk mengetahui teguran terhadap pemimpin yang tidak bertanggung
jawab.
3. Untuk mengetahui batasan kepatuhan pada pemimpin.

D. Manfaat penulisan
1. Supaya dapat memberi referensi dari sudut pandang berbeda bagi
pembaca.
2. Dapat menambah wawasan tentang sistem Pendidikan Agama Islam.
3. Dapat menambah wawasan mengenai tanggung jawab pemimpin.

2
BAB II
PEMBAHASAN

A. Pemimpin Diminta Pertanggungjawabannya

َ ‫َح َّدثَنَا َأبُو النُّ ْع َما ِن َح َّدثَنَا َح َّما ُد ب ُْن زَ ْي ٍد ع َْن َأي‬
‫ُّوب ع َْن نَافِ ٍع ع َْن َع ْب ِد هَّللا ِ قَا َل‬
ٍ ‫صلَّى هَّللا ُ َعلَ ْي ِه َأاَل ُكلُّ ُك ْم َر‬
‫اع َو ُكلُّ ُك ْم َم ْسُئو ٌل ع َْن َر ِعيَّتِ ِه فَاِإْل َما ُم الَّ ِذي َعلَى‬ َ ‫النَّبِ ُّي‬
‫اع َعلَى َأ ْه ِل بَ ْيتِ ِه َوهُ َو َم ْسُئو ٌل‬
ٍ ‫اع َوهُ َو َم ْسُئو ٌل ع َْن َر ِعيَّتِ ِه َوال َّر ُج ُل َر‬ ِ َّ‫الن‬
ٍ ‫اس َر‬
‫ت َزوْ ِجهَا َو َولَ ِد ِه َو ِه َي َم ْسُئولَةٌ َع ْنهُ ْم‬ ِ ‫ع َْن َر ِعيَّتِ ِه َو ْال َمرْ َأةُ َرا ِعيَةٌ َعلَى َأ ْه ِل بَ ْي‬
ٍ ‫ال َسيِّ ِد ِه َوهُ َو َم ْسُئو ٌل َع ْنهُ َأاَل فَ ُكلُّ ُك ْم َر‬
‫اع َو ُكلُّ ُك ْم‬ ِ ‫اع َعلَى َم‬ ٍ ‫َو َع ْب ُد ال َّر ُج ِل َر‬
ِ ‫َم ْسُئو ٌل ع َْن َر‬
ِ‫عيَّتِه‬

Telah menceritakan kepada kami Abu Nu'man(1) Telah menceritakan kepada


kami Hammad bin Zaid(2) dari Ayyub(3) dari Nafi'(4) dari Abdullah(5) ia
berkata; Nabi shallallahu 'alaihi wasallam bersabda: "Setiap kalian adalah
pemimpin, dan setiap kalain akan dimintai pertanggungjawabannya. Seorang
laki-laki adalah pemimpin atas keluarganya dan ia akan dimintai
pertanggungjawabannya. Seorang wanita adalah pemimpin atas rumah
suaminya, dan ia pun akan dimintai pertanggungjawabannya. Dan seorang
budak juga pemimpin atas atas harta tuannya dan ia juga akan dimintai
pertanggungjawabannya. Sungguh setiap kalain adalah pemimpin dan setiap
kalian akan dimintai pertanggungjawabannya."1

Kandungan hadits:

1
Shahih Bukhori No. 4789 online di https://carihadis.com/Shahih_Bukhari/4789

3
1. Setiap muslim dalam berbagai posisi dan tingkatannya, mulai dari
tingkatan pemimpin rakyat sampai pada tingkatan pengembala adalah
pemimpin, termasuk pada tingkatan memimpin diri sendiri. Semua orang
pasti memiliki tanggung jawab dan akan dimintai pertanggungjawabannya
oleh Allah swt. atas kepemimpinannya kelak di akhirat.

2. Frasa ٌ ‫اع َو ُكلُّ ُك ْم َم ْس…ُئ‬


‫ول‬ ٍ ‫ ُكلُّ ُك ْم َر‬menyirapkan makna bahwa setiap orang

memiliki beban tanggung jawab kepemimpinan, apapun posisi dan status


orang tersebut, apapun jenis kelamin orang tersebut. Semua memiliki
tanggung jawab kepemimpinan dan kelak akan dimintai
pertanggungjawaban atas kepemimpinan yang diperankannya.
3. Adanya klasifikasi pemimpin, yakni pemimpin masyarakat, laki-laki
pemimpin dalam keluarganya, perempuan pemimpin dalam rumah
suaminya, pembantu pemimpin atas harta majikannya. Bahkan anak pun
menjadi pemimpin terhadap harta orang tuanya, merupakan wujud taggung
jawab terhadap masing-masing tugasnya.
Dari hadits tersebut tanpak bahwa setiap jiwa manusia itu akan diminta
pertanggungjawaban atas segala aktifitas hidupnya selama di dunia, bahkan
seseorang akan ditanya masing-masing anggota tubuhnya nanti dihari
pengadilan sementara mulut itu membisu, sebagaimana firman Allah dalam
surat Yasin ayat 65 yang artinya: Pada hari ini Kami tutup mulut mereka;
dan berkatalah kepada Kami tangan mereka dan memberi kesaksianlah kaki
mereka terhadap apa yang dahulu mereka usahakan.2

Hadits diatas merupakan sebuah rambu-rambu bagi setiap orang atas


apa-apa yang diperbuatnya terhadap hal-hal yang dia memiliki kuasa serta
tanggung jawab dalam memimpin, mengatur, bahkan menguasai, ini
menunjukkan bahwa setiap dari kita memiliki wewenang mengemban tugas
amanah yang Allah bebankan kepada kita namun juga agar kita tak lupa

2
Rulitawati, Tanggung Jawab Dan Otoritas Kepemimpinan Dalam Pendidikan Islam,
Jurnal.um-palembang, (2018), 1 (2), 101–108 101, h. 104

4
bahwa setiap apa yang telah diamanahkan oleh Allah SWT tentunya akan
mendapat ganjaran yang setimpal.

Banyaknya dalil baik Alqur’an maupun Alhadits yang menghimbau


manusia untuk berbuat adil dan amanat menunjukkan betapa pentingnya
manusia untuk berbuat baik terhadap sesama dan berpegangan teguh kepada
syariat yang telah dibawa oleh Rasulullah SAW serta mengingatkan manusia
akan rambu-rambu penting agar mereka tidak tergelincir dalam jurang
kesesatan yang nyata di hadapan mereka.3Hadits diatas juga berbicara tentang
etika kepemimpinan dalam Islam. Etika yang paling pokok dalam
kepemimpinan adalah tanggung jawab. Semua orang yang hidup di dunia ini
disebut pemimpin. Karenanya sebagai pemimpin mereka memegang
tanggungjawab, sekurang-kurangnya terhadap dirinya sendiri. Seorang suami
bertanggungjawab terhadap isterinya, anak-anaknya dan seorang majikan
bertanggungjawab kepada pekerjanya, seorang atasan bertanggung jawab
kepada bawahannya, seorang presiden, gubernur, bupati bertanggungjawab
kepada rakyat yang dipimpinnya. Akan tetapi, tanggung jawab disini bukan
semata-mata bermakna melaksanakan tugas lalu setelah itu selesai dan tidak
menyisakan dampak (atsar) bagi yang dipimpin. Melainkan lebih dari itu,
yang dimaksud tanggungjawab disini adalah lebih berarti sebuah upaya
pemimpin untuk mewujudkan kesejahteraan bagi pihak yang dipimpin. Para
penguasa (pemimpin) itu dituntut untuk mewujudkan kepemimpinan yang
diridhai Allah serta bertanggung jawab dalam mewujudkan ketentraman,
kedamaian, ketertiban dan kesejahteraan hidup bermasyarakat, berbangsa dan
bernegara.

Tugas dan Tanggung Jawab Pemimpin


1. Menjalankan Perintah Allah
Sebagaimana disebutkan dalam Q.S. al-Hajj: 41

3
Olan Darmadi, Karakteristik Pemimpin dalam Islam, Al-Imarah: Jurnal Pemerintahan
dan Politik Islam, Vol. 4, No. 2, 2019. h. 154

5
ْ ‫………وةَ َوَأ َم……… ر‬
ٰ ‫ٱلص………لَ ٰوةَ… َو َءاتَ……… ُو ْا ٱل َّز َك‬ ْ ‫ض َأقَ………ا ُم‬ ٰ
‫ُوا‬ َّ ‫وا‬ ِ ‫ٱلَّ ِذينَ ِإن َّم َّكنَّهُمۡ فِي ٱَأۡل ۡر‬
‫ُأۡل‬ ۡ ِ ‫بِ ۡٱل َم ۡعر‬
٤١ ‫ور‬ ِ ‫ُوف َونَهَ ۡو ْا َع ِن ٱل ُمن َك ۗ ِر َوهَّلِل ِ ٰ َعقِبَةُ ٱ ُم‬
41. (yaitu) orang-orang yang jika Kami teguhkan kedudukan mereka di
muka bumi niscaya mereka mendirikan sembah yang, menunaikan zakat,
menyuruh berbuat ma´ruf dan mencegah dari perbuatan yang mungkar;
dan kepada Allah-lah kembali segala urusan
“Mendirikan sholat” adalah lambang hubungan baik dengan Allah,
sedangkan “menunaikan zakat” adalah lambang perhatian yang ditujukan
kepada masyarakat lemah. “Amar ma‟ruf” mencakup segala macam
kebajikan, adat istiadat, dan budaya yang sejalan dengan nilai-nilai
agama, sedang nahi „an al munkar adalah lawan dari amr ma‟ruf. Dalam
rangka melaksanakan tugas-tugasnya, para penguasa dituntut untuk selalu
melakukan musyawarah, yakni bertukar pikiran dengan siapa yang
dianggap tepat guna mencapai yang terbaik untuk semua. Mereka juga
dituntut untuk memanfaatkan semua potensi yang dapat dimanfaatkan
guna mencapai hasil maksimal yang diharapkan.4
2. Menggerakkan dan mengarahkan, menuntun, memberi motivasi serta
mendorong orang yang dipimpin untuk berbuat sesuatu guna mencapai
tujuan. Sedangkan tugas dan tanggungjawab yang dipimpin adalah
mengambil peran aktif dalam mensukseskan pekerjaan yang
dibebankannya tanpa adanya kesatuan komando yang didasarkan atas satu
perencanaan dan kebijakan yang jelas, maka rasanya sulit diharapkan
tujuan yang telah ditetapkan akan tercapai dengan baik. Bahkan
sebaliknya, yang terjadi adalah kekacauan dalam pekerjaan. Inilah arti
penting komitmen dan kesadaran bersama untuk mentaati pemimpin dan
peraturan yang telah ditetapkan.
3. Bersikap Adil
Sesuai dengan firman Allah di Q.S an-Nahl:90

4
Umar Sidiq, Kepemimpinan dalam Islam, Jurusan Tarbiyah Sekolah Tinggi Agama
Islam Negeri (STAIN) Ponorogo, Dialogia, Vol. 12 No. 1 Juni 2014 h. 140-141

6
‫…ٓاي ِذي ۡٱلقُ… ۡ…ربَ ٰى َويَ ۡنهَ ٰى َع ِن ۡٱلفَ ۡح َش …ٓا ِء‬ ٰ ۡ ۡ ۡ ۡ ‫هَّلل‬
ِٕ …َ‫۞ِإ َّن ٱ َ يَأ ُم ُر بِٱل َعد ِل َوٱِإۡل ح َس ِن َوِإيت‬
٩٠ َ‫َو ۡٱل ُمن َك ِر َو ۡٱلبَ ۡغ ۚ ِي يَ ِعظُ ُكمۡ لَ َعلَّ ُكمۡ تَ َذ َّكرُون‬
90. Sesungguhnya Allah menyuruh (kamu) berlaku adil dan berbuat
kebajikan, memberi kepada kaum kerabat, dan Allah melarang dari
perbuatan keji, kemungkaran dan permusuhan. Dia memberi pengajaran
kepadamu agar kamu dapat mengambil pelajaran
Serta Q.S. an-Nisa: 58

‫اس َأن‬
ِ َّ‫ت ِإلَ ٰ ٓى َأ ۡهلِهَ……ا َوِإ َذا َح َكمۡ تُم بَ ۡينَ ٱلن‬ ْ ‫۞ِإ َّن ٱهَّلل َ يَ ۡأ ُم ُر ُكمۡ َأن تُ……َؤ ُّد‬
ِ َ‫وا ٱَأۡل ٰ َم ٰن‬
٥٨ ‫يرا‬ ٗ ‫ص‬ ِ َ‫وا بِ ۡٱل َع ۡد ۚ ِل ِإ َّن ٱهَّلل َ نِ ِع َّما يَ ِعظُ ُكم بِ ۗ ِٓۦه ِإ َّن ٱهَّلل َ َكانَ َس ِمي ۢ َعا ب‬
ْ ‫ت َۡح ُك ُم‬
58. Sesungguhnya Allah menyuruh kamu menyampaikan amanat kepada
yang berhak menerimanya, dan (menyuruh kamu) apabila menetapkan
hukum di antara manusia supaya kamu menetapkan dengan adil.
Sesungguhnya Allah memberi pengajaran yang sebaik-baiknya
kepadamu. Sesungguhnya Allah adalah Maha Mendengar lagi Maha
Melihat

Ayat di atas jelas sekali memerintahkan untuk berbuat adil kepada


setiap pemimpin apa saja dan di mana saja. Seseorang raja misalnya,
harus berusaha untuk berbuat seadil-adilnya dan sebijaksana mungkin
sesuai perintah Allah swt. Dalam memimpin rakyatnya sehingga
rakyatnya hidup sejahtera. Sebaliknya, apabila raja berlaku semena-
mena, selalu bertindak sesuai kemauannya, bukan didasarkan peraturan
yang ada, rakyat akan sengsara. Dengan kata lain, pemimpin harus
menciptakan keharmonisan antara dirinya dengan rakyatnya sehingga ada
timbal balik diantara keduanya.

Dalam sejarah riyadhus shalihin dijelaskan, bahwa seorang wajib


menegakkan keadilan dalam diri dan keluarganya, dan orang-orang yang
menjadi tanggung jawabnya. Adil dalam dirinya dengan tidak
memberatkan pada sesuatu yang tidak dieprintahkan Allah, dia harus
memperhatikannya hingga kepada masalah kebaikan, jangan

7
memberatkan dan membebankannya terhadap sesuatu yang tidak mampu
dilakukannya. Demikian juga wajib bersikap adil bagi seorang suami
terhadap keluarganya. Seperti orang yang memiliki dua orang istri, ia
wajib bersikap adil diantara keduanya. Dan wajib pula bersikap adil
kepada anak-anaknya. Begitu pula bagi seorang istri yang juga seorang
pemimpin dalam rumah suaminya. Baik dalam menjaga harta suaminya
dan tidak menghambur-hamburkannya.

B. Teguran Terhadap Pemimpin yang Tidak Bertanggung Jawab

‫َح َّدثَنَا ُم َح َّم ُد ب ُْن ِسنَا ٍن َح… َّدثَنَا فُلَ ْي ُح ب ُْن ُس…لَ ْي َمانَ َح… َّدثَنَا ِهاَل ُل ب ُْن َعلِ ٍّي ع َْن َعطَ……ا ِء‬
‫ص…لَّى هَّللا ُ َعلَيْ… ِه‬
َ ِ ‫…ال قَ…ا َل َر ُس…و ُل هَّللا‬
َ َ‫ض َي هَّللا ُ َع ْن…هُ ق‬ ِ ‫ار ع َْن َأبِي هُ َر ْي َرةَ َر‬ ٍ ‫ب ِْن يَ َس‬
‫ضا َعتُهَا يَا َر ُس …و َل هَّللا ِ قَ……ا َل‬ َ َ‫ت اَأْل َمانَةُ فَا ْنت َِظرْ السَّا َعةَ ق‬
َ ‫ال َك ْيفَ ِإ‬ ُ ‫َو َسلَّ َم ِإ َذا‬
ْ ‫ضيِّ َع‬
‫ِإ َذا‬

َ‫ُأ ْسنِ َد اَأْل ْم ُر ِإلَى َغي ِْر َأ ْهلِ ِه فَا ْنتَ ِظرْ السَّا َعة‬

Artinya :

Telah menceritakan kepada kami [Muhammad bin Sinan] telah


menceritakan kepada kami [Fulaih bin Sulaiman] telah menceritakan kepada
kami [Hilal bin Ali] dari ['Atho' bin yasar] dari [Abu Hurairah]
radhilayyahu'anhu mengatakan; Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam
bersabda: "Jika amanat telah disia-siakan, tunggu saja kehancuran terjadi."
Ada seorang sahabat bertanya; 'bagaimana maksud amanat disia-siakan? '
Nabi menjawab; "Jika urusan diserahkan bukan kepada ahlinya, maka
tunggulah kehancuran itu."(HR. Bukhari 6015).5

Sungguh benarlah ucapan Rasulullah ‫ ﷺ‬di atas. “Jika amanat telah


disia-siakan, tunggu saja kehancuran terjadi.” Amanah yang paling pertama
dan utama bagi manusia ialah amanah ketaatan kepada Allah, Pencipta,
Pemilik, Pemelihara dan Penguasa alam semesta dengan segenap isinya.
5
Shahih Bukhari No. 6015 (https://tafsirq.com/hadits/bukhari/6015)

8
Manusia hadir ke muka bumi ini telah diserahkan amanah untuk berperan
sebagai khalifah yang diwajibkan membangun dan memelihara kehidupan di
dunia berdasarkan aturan dan hukum Yang Memberi Amanah, yaitu
Allah subhaanahu wa ta’aala.

َ‫ال فََأبَ ۡينَ َأن يَ ۡح ِم ۡلنَهَا َوَأ ۡش……فَ ۡقن‬


ِ َ‫ض َو ۡٱل ِجب‬
ِ ‫ت َوٱَأۡل ۡر‬ِ ‫ضنَا ٱَأۡل َمانَةَ َعلَى ٱل َّس ٰ َم ٰ َو‬ ۡ ‫ِإنَّا ع ََر‬
٧٢ ‫وما َجهُواٗل‬ ٗ ُ‫ِم ۡنهَا َو َح َملَهَا ٱِإۡل ن ٰ َس ۖ ُن ِإنَّ ۥهُ َكانَ ظَل‬

“Sesungguhnya Kami telah mengemukakan amanat kepada langit, bumi dan


gunung-gunung, maka semuanya enggan untuk memikul amanat itu dan
mereka khawatir akan mengkhianatinya, dan dipikullah amanat itu oleh
manusia. Sesungguhnya manusia itu amat zalim dan amat bodoh.”(QS Al-
Ahzab 72)

Amanat ketaatan ini sedemikian beratnya sehingga makhluk-makhluk


besar seperti langit, bumi dan gunung saja enggan memikulnya karena
khawatir akan mengkhianatinya. Kemudian ketika ditawarkan kepada
manusia, amanat itu diterima. Sehingga dengan pedas
Allah ta’aala berfirman: “Sesungguhnya manusia itu amat zalim dan amat
bodoh.” Sungguh benarlah Allah ta’aala…! Manusia pada umumnya amat
zalim dan amat bodoh. Sebab tidak sedikit manusia yang dengan terang-
terangan mengkhianati amanat ketaatan tersebut. Tidak sedikit manusia yang
mengaku beriman tetapi tatkala memiliki wewenang kepemimpinan
mengabaikan aturan dan hukum Allah ta’aala. Mereka lebih yakin akan
hukum buatan manusia –yang amat zalim dan amat bodoh itu- daripada
hukum Allah ta’aala. Oleh karenanya Allah hanya menawarkan dua pilihan
dalam masalah hukum. Taat kepada hukum Allah atau hukum jahiliah? Tidak
ada pilihan ketiga. Misalnya kombinasi antara hukum Allah dengan hukum
jahiliah.

ۚ ‫َأفَح ُۡك َم ۡٱل ٰ َج ِهلِيَّ ِة يَ ۡب ُغ‬


٥٠ َ‫ونَ َو َم ۡن َأ ۡح َس ُن ِمنَ ٱهَّلل ِ ح ُۡك ٗما لِّقَ ۡو ٖم يُوقِنُون‬

9
“Apakah hukum Jahiliah yang mereka kehendaki, dan (hukum) siapakah
yang lebih baik daripada (hukum) Allah bagi orang-orang yang yakin?” (QS
Al-Maidah 50)

Dewasa ini kita sungguh prihatin dulu kita menyaksikan bagaimana


musibah beruntun terjadi di negeri kita yang berpenduduk muslim terbanyak
di dunia. Belum selesai mengurus dua kecelakaan kereta api sekaligus, tiba-
tiba muncul banjir bandang di Wasior, Irian. Kemudian gempa berkekuatan
7,2 skala richter di kepulauan Mentawai, Sumatera Barat. Lalu tiba-tiba kita
dikejutkan dengan erupsi gunung Merapi di Jawa Tengah. Belum lagi ibukota
Jakarta dilanda banjir massif yang mengakibatkan kemacetan dahsyat di
setiap sudut kota, bahkan sampai ke Tangerang dan Bekasi. Bahkan siapa
sangka banjir di Jakarta pernah terjadi di bulan Oktober, padahal jadwal
rutinnya biasanya di bulan Januari atau Februari..? Lalu bagaimana hubungan
antara berbagai musibah dengan pengabaian hukum Allah? Sebagaimana
firman Allah ta’aala berikut

َ ‫ٱح…… َذ ۡرهُمۡ َأن يَ ۡفتِنُ……و‬


‫ك ع َۢن‬ ۡ ‫……ع َأ ۡه…… َوٓا َءهُمۡ َو‬ ۡ ِ‫ٱح ُكم بَ ۡينَهُم بِ َم……ٓا َأن…… َز َل ٱهَّلل ُ َواَل تَتَّب‬ ۡ ‫َوَأ ِن‬

ِ ‫ُص …يبَهُم بِبَ ۡع‬


‫ض‬ ۡ …َ‫ض َم……ٓا َأن … َز َل ٱهَّلل ُ ِإلَ ۡي… ۖكَ فَ …ِإن تَ َولَّ ۡو ْا ف‬
ِ ‫…ٱعلَمۡ َأنَّ َم……ا ي ُِري … ُد ٱهَّلل ُ َأن ي‬ ِ ‫بَ ۡع‬
٤٩ َ‫اس لَ ٰفَ ِسقُون‬ ِ َّ‫يرا ِّمنَ ٱلن‬ ٗ ِ‫ُذنُوبِ ِهمۡ ۗ َوِإ َّن َكث‬

“Jika mereka berpaling (dari hukum yang telah diturunkan Allah), maka
ketahuilah bahwa sesungguhnya Allah menghendaki akan menimpakan
musibah kepada mereka disebabkan sebahagian dosa-dosa mereka. Dan
sesungguhnya kebanyakan manusia adalah orang-orang yang fasik.” (QS
Al-Maidah 49)

Berdasarkan ayat di atas, jelas bahwa Allah mengancam bakal


terjadinya musibah bila suatu kaum berpaling dari hukum Allah. Dan
tampaknya sudah terlalu banyak dosa yang dilakukan ummat yang mengaku
beriman di negeri ini sehingga musibah yang terjadi harus berlangsung
beruntun. Dan dari sekian banyak dosa ialah tentunya dosa berkhianat dari

10
amanah ketaatan kepada Allah ta’aala. Tidak saja sembarang muslim di
negeri ini yang mengabaikan aturan dan hukum Allah, tetapi bahkan mereka
yang dikenal sebagai Ulama, Ustadz, aktifis da’wah dan para muballigh-pun
turut membiarkan berlakunya hukum selain hukum Allah. Hanya sedikit dari
kalangan ini yang memperingatkan ummat akan bahaya mengabaikan hukum
Allah.

C. Batas-batas kepatuhan pada Pemimpin

‫ض َي‬ ِ ‫َح َّدثَنَا ُم َس َّد ٌد َح َّدثَنَا يَحْ يَى ب ُْن َس ِعي ٍد ع َْن ُعبَ ْي ِد هَّللا ِ َح َّدثَنِي نَافِ ٌع ع َْن َع ْب ِد هَّللا ِ َر‬
‫ال ال َّس ْم ُع َوالطَّا َعةُ َعلَى ْال َمرْ ِء ْال ُم ْسلِ ِم‬ َ َ‫صلَّى هَّللا ُ َعلَ ْي ِه َو َسلَّ َم ق‬
َ ‫هَّللا ُ َع ْنهُ ع َْن النَّبِ ِّي‬
ِ ‫ْصيَ ٍة فَِإ َذا ُأ ِم َر بِ َم ْع‬
‫صيَ ٍة فَاَل َس ْم َع َواَل طَاعَة‬ ِ ‫فِي َما َأ َحبَّ َو َك ِرهَ َما لَ ْم يُْؤ َمرْ بِ َمع‬

Artinya: “Telah menceritakan kepada kami Musaddad, telah menceritakan


kepada kami Yahya bin Sa’id dari ‘Abdullah, telah menceritakan kepada
kami Nafi’ dari Abdullah ra. Dari Nabi saw beliau bersabda: mendengarkan
dan mentaati merupakan kewajiban seorang muslim mengenai hal-hal yang
ia sukai dan ia benci, sepanjang ia tidak diperintahkan berbuat durhaka.
Maka jika diperintah berbuat durhaka, maka tidak lah boleh mendengarkan
dan tidaklah boleh mengikutinya (HR. Bukhori).6

Sabda Rasulullah ‫ﷺ‬: “wajib atas seorang muslim”, kalimat ini


menunjukkan kewajiban. Maka wajib bagi seseorang muslim berdasarkan
keislamannya untuk selalu mendengarkan dan menaati pemerintah. Baik
dalam hal yang ia sukai maupun yang ia benci. Walaupun ia memerintahkan
dengan sesuatu yang dibencinya, namun ia wajib melaksanakannya, kecuali
jika perintah itu bermaksiat kepada Allah, maka ketaatan kepada Allah itu
diatas segala ketaatan. Tidak ada ketaatan kepada makhluk dalam bermaksiat
terhadap khaliq.7

6
Muhammad Fuad Abdul Baqi, Al-Lu’lu Wal Marjan, (Semarang: Al-Ridha, 1993),
Hal. 569-570
7
Syaikh Muhammad Bin Shalih Al-Utsaimin, Syarah Riyadhus Shalhin, Jilid 2, Cet. 2,
(Jakarta Timur: Darussunnah Press, 2009), Hal. 1053-1054

11
َ‫ث َح َّدثَنَا َأبِي َح َّدثَنَا اَأْل ْع َمشُ َح َّدثَنَا َس ْع ُد ب ُْن ُعبَ ْي َدة‬ ِ ‫َح َّدثَنَا ُع َم ُر ب ُْن َح ْف‬
ٍ ‫ص ْب ِن ِغيَا‬
‫ص …لَّى هَّللا ُ َعلَ ْي … ِه‬َ ‫ث النَّبِ ُّي‬ ِ ‫ع َْن َأبِي َع ْب ِد الرَّحْ َم ِن ع َْن َعلِ ٍّي َر‬
َ ‫ض َي هَّللا ُ َع ْنهُ قَا َل بَ َع‬
‫ب َعلَ ْي ِه ْم‬ ِ ‫ار َوَأ َم َرهُ ْم َأ ْن يُ ِطيعُوهُ فَغ‬
َ ‫َض‬ ِ ‫ص‬ َ ‫َو َسلَّ َم َس ِريَّةً َوَأ َّم َر َعلَ ْي ِه ْم َر ُجاًل ِم ْن اَأْل ْن‬
‫صلَّى هَّللا ُ َعلَ ْي ِه َو َس…لَّ َم َأ ْن تُ ِطي ُع……ونِي قَ……الُوا بَلَى قَ……ا َل قَ… ْد‬
َ ‫ْس قَ ْد َأ َم َر النَّبِ ُّي‬َ ‫ال َألَي‬
َ َ‫َوق‬
‫ت َعلَ ْي ُك ْم لَ َم……ا َج َم ْعتُ ْم َحطَبًا َوَأوْ قَ … ْدتُ ْم نَ……ارًا ثُ َّم َدخ َْلتُ ْم ِفيهَ……ا فَ َج َم ُع……وا َحطَبًا‬
ُ ‫َع……زَ ْم‬
‫ضهُ ْم ِإنَّ َما‬ ُ ‫فََأوْ قَ ُدوا نَارًا فَلَ َّما هَ ُّموا بِال ُّد ُخو ِل فَقَا َم يَ ْنظُ ُر بَ ْع‬
ٍ ‫ضهُ ْم ِإلَى بَع‬
ُ ‫ْض قَا َل بَ ْع‬
َ ِ‫ار َأفَنَ … ْد ُخلُهَا فَبَ ْينَ َم……ا هُ ْم َك… َذل‬
‫ك‬ ِ َّ‫ص …لَّى هَّللا ُ َعلَ ْي… ِه َو َس …لَّ َم فِ … َرارًا ِم ْن الن‬ َّ ِ‫تَبِ ْعنَ……ا النَّب‬
َ ‫ي‬
‫صلَّى هَّللا ُ َعلَ ْي ِه َو َسلَّ َم فَقَا َل لَوْ َد َخلُوهَ……ا‬ َ ‫ضبُهُ فَ ُذ ِك َر لِلنَّبِ ِّي‬
َ ‫َت النَّا ُر َو َس َكنَ َغ‬ ْ ‫ِإ ْذ َخ َمد‬
ِ ‫خَرجُ…………………وا ِم ْنهَ…………………ا َأبَ…………………دًا ِإنَّ َم…………………ا الطَّاعَ………………… ةُ فِي ْال َمعْ………………… ر‬
‫ُوف‬ َ ‫َم…………………ا‬

Artinya:

Telah menceritakan kepada kami 'Umar bin hafs bin Ghiyats telah
menceritakan kepada kami Ayahku telah menceritakan kepada kami Al
A'masy telah menceritakan kepada kami Sa'd bin Ubaidah dari Abu
AbdurrahmanHadits Ali ra, ia berkata: Nabi saw mengirimkan pasukan
tentara dan mengangkat seorang laki-laki dari golongan anshar untuk
menjadi komanan pasukan itu. Dan Nabi memerintahkan pasukan itu agar
menaatinya lalu komandan pasukan itu memarahi pasukan sambil
mengatakan: bukankan Nabi saw sungguh telah menyuruh kalian untuk
menaati ku. Mereka menjawab “ya, benar”. Ia berkata: “saya bermaksud
agar kalian mengumpulkan kayu bakar, dan kamu nyalakan api lalu kamu
sekalian masuk kedalamnya.” Maka mereka mengumpulkan kayu bakar, lalu
mereka menyalakannya. Ketika mereka hendak masuk ke dalam api maka
sebagian dari mereka melihat kepada sebagian yang lain. Sebagian dari
mereka berkata: “sesungguhnya kami mengikuti Nabi saw. agar terlepas dari
api maka mengapakah kita akan memasukinya?” ketika mereka dalam
keadaan demikian tiba-tiba api pun padam dan kemarahan komandan pun
hilang. Lalu kasus tersebut disampaikan kepada Nabi saw. maka beliau

12
bersabda: “seandainya mereka masuk ke dalam api itu, pastilah mereka
tidak akan keluar dari padanya untuk selamanya, sesungguhnya kepatuhan
itu adalah pada sesuatu yang baik.8

Firman Allah SWT:

ۡ‫ُوا ٱل َّرسُو َل َوُأوْ لِي ٱَأۡلمۡ ِر ِمن ُكمۡ ۖ فَِإن تَ ٰنَ… ز َۡعتُم‬ ْ ‫ٰيََٓأيُّهَا ٱلَّ ِذينَ َءا َمنُ ٓو ْا َأ ِطيع‬
ْ ‫ُوا ٱهَّلل َ َوَأ ِطيع‬
‫ر‬ٞ ‫ك خ َۡي‬َ ِ‫ُول ِإن ُكنتُمۡ تُ ۡؤ ِمنُونَ بِٱهَّلل ِ َو ۡٱليَ ۡو ِم ٱأۡل ٓ ِخ ۚ ِر ٰ َذل‬
ِ ‫فِي َش ۡي ٖء فَ ُر ُّدوهُ ِإلَى ٱهَّلل ِ َوٱل َّرس‬
٥٩ ‫َوَأ ۡح َس ُن ت َۡأ ِوياًل‬

Artinya: “kemudian jika kamu berlainan Pendapat tentang sesuatu, Maka


kembalikanlah ia kepada Allah (Al Quran) dan Rasul (sunnahnya). (QS. An-
Nisa: 59)

Masih berkaitan dengan surah annisa ayat 59, al-hafidh ibnu hajar
berpendapat bahwa maksud kisah Abdullah bin hudzafah, munasabah atau
keterkaitan disangkut pautkan dengan alasan turunnya ayat ini (surah an-nisa:
59), karena dalam kisah itu dihasilkan adanya perbatasan antara taat kepada
pemerintah (pimpnan) dan menolak perintah, ntuk terjun ke dalam api. Ayat
ini turun memberikan petunjuk kepada mereka apabila berbantahan
hendaknya kembali kepada Allah dan Rasulnya.9Karena perintah penguasa itu
terbagi tiga bagian:

1. Perintah yang sesuai dengan yang diperintahkan Allah ta’ala maka wajib
ditaati
2. Mereka memerintahkan kemaksiatan, maka tidak perlu mendengarkan dan
metaati mereka apapun yang terjadi jika kamu disiksa oleh mereka
disebabkan hal ini (tidak mentaati) maka mereka akan dibalas pada hari
kiamat oleh Allah SWT

8
Muhammad Fuad Abdul Baqi, Op. Cit., Hal. 570-571
9
Shaleh, Dkk, Asbabun Nuzul: Latar Belakang Historis Turunnya Ayat-Ayat Al-
Qur’an, Cet. 3, (Bandung: Cv Diponegoro, 1982), Hal. 138-139

13
3. Mereka memerintahkan sesuatu yang di dalamnya tidak ada perintah atau
larangan syar’i, di dalam hal ini wajib mentaati mereka, jika tidak mentaati
termasuk orang-orang yang berdosa, dan penguasa berhak meberi
hukuman dengan sesuatu yang mereka pandang sesuai, karena telah
melanggar perintah Allah dalam mentaati mereka.10

Maka dari itu wajib mendengar dan patuh kepada perintah


pemimpinnya, selama yang diperintahkannya itu tidak merupakan perbutan
maksiat. Apabila yang diperintahkan itu merupakan perbuatan maksiat yang
tidak dibenarkan oleh syara’, maka rakyat tidak boleh mendengar dan
mematuhi perintah itu.11

Penulis dapat menyimpulkan bahwasanya menaati pemimpin itu adalah


hal yang sangat penting bagi kita seorang muslim. Bahkan Allah
mensejajarkan perintah itu dengan perintah menaati Allah SWT dan Rasulnya
‫ﷺ‬. Selama hal yang mereka perintahkan tidak bertentangan dari syari’at
Islam maka kita sebagai muslim yang baik harus menaatinya. Jika mereka
memerintahkan kepada hal yang tidak dilarang namun juga tidak
diperintahkan, maka kita juga wajib untuk menaati mereka.

10
Syaikh Muhammad Bin Shalih Al-Utsaimin, Op. Cit, Hal. 1053-1056

11
Ash-Shiddieqy, Tengku Muhammad Hasbi. Mutiara Hadits. Semarang: PT Pustaka
Rizki Putra. 2003.

14
BAB III

PENUUTP

A. Kesimpulan
1. Seorang wajib menegakkan keadilan dalam diri dan keluarganya, dan
orang-orang yang menjadi tanggung jawabnya. Adil dalam dirinya
dengan tidak memberatkan pada sesuatu yang tidak dieprintahkan Allah,
dia harus memperhatikannya hingga kepada masalah kebaikan, jangan
memberatkan dan membebankannya terhadap sesuatu yang tidak mampu
dilakukannya
2. Sungguh benarlah ucapan Rasulullah sholallahu’alaihi wa sallam di
atas. “Jika amanat telah disia-siakan, tunggu saja kehancuran
terjadi.” Amanah yang paling pertama dan utama bagi manusia ialah
amanah ketaatan kepada Allah, Pencipta, Pemilik, Pemelihara dan
Penguasa alam semesta dengan segenap isinya. Manusia hadir ke muka
bumi ini telah diserahkan amanah untuk berperan sebagai khalifah yang
diwajibkan membangun dan memelihara kehidupan di dunia berdasarkan
aturan dan hukum Yang Memberi Amanah, yaitu Allah subhaanahu wa
ta’aala.
3. Sabda Rasulullah saw: “wajib atas seorang muslim”, kalimat ini
menunjukkan kewajiban. Maka wajib bagi seseorang muslim
berdasarkan keislamannya untuk selalu mendengarkan dan menaati
pemerintah. Baik dalam hal yang ia sukai maupun yang ia benci.
Walaupun ia memerintahkan dengan sesuatu yang dibencinya, namun ia
wajib melaksanakannya, kecuali jika perintah itu bermaksiat kepada
Allah, maka ketaatan kepada Allah itu diatas segala ketaatan. Tidak ada
ketaatan kepada makhluk dalam bermaksiat terhadap khaliq.

15
B. Saran

Dalam penulisan makalah ini kami dari kelompok 8 sangat menyadari,


bahwa isi maupun cara penulisan makalah masih sangat jauh dari
kesempurnaan. Oleh karena itu kami sangat mengharapkan sekali masukan
baik berupa pertanyaan maupun usulan dari kawan dan arahan dan bimbingan
dari Bapak Dosen demi kesempurnaan makalah kami ini.

16
DAFTAR PUSTAKA

Al-Utsaimin, Syekh Muhammad Bin Shaleh. Syarah Riyadhus Shalihin. Jakarta


Timur: Darussanah Press. 2009.
Ash-Shiddieqy, Tengku Muhammad Hasbi. Mutiara Hadits. Semarang: PT
Pustaka Rizki Putra. 2003.
Darmadi, Olan. 2019. Karakteristik Pemimpin dalam Islam. Al-Imarah: Jurnal
Pemerintahan dan Politik Islam, Vol. 4, No. 2.
Rulitawati. 2018. Tanggung Jawab Dan Otoritas Kepemimpinan Dalam
Pendidikan Islam. Jurnal.um-Palembang, (2018), 1 (2), 101–108 101.
Shahih Bukhari No. 6015 (https://tafsirq.com/hadits/bukhari/6015)
Shahih Bukhori No. 4789 online di https://carihadis.com/Shahih_Bukhari/4789

Shaleh, K.H.Q, Dkk. Asbabun Nuzul (Latar Belakang Historis Turunnya Ayat


Ayat Al-Qur’an). Bandung: CV Diponegoro. 1982.
Sidiq, Umar. 2014. Kepemimpinan dalam Islam. Jurusan Tarbiyah Sekolah Tinggi
Agama Islam Negeri (STAIN) Ponorogo: Dialogia, Vol. 12 No. 1 Juni
2014.

17

Anda mungkin juga menyukai