Anda di halaman 1dari 16

DASAR-DASAR POLITIK DALAM AL QUR’AN DAN HADIST

Tugas Mata Kuliah Pemikiran Politik Islam

Dosen pengampu :

Drs. Abu Sahrin M.A.

Disusun Oleh : Kelompok II

Muhammad Albani (0404223044)

Thorieq Al Abdu (0404223037)

PRODI PEMIKIRAN POLITIK ISLAM

FAKULTAS USHULUDDIN DAN STUDI ISLAM

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUMATERA UTARA

MEDAN

2023/2024
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT, yang telah memberikam
kami rahmat dan hidayah-Nya sehingga kami dapat menyelesaikan tugas mata
kuliah Pemikiran Politik Islam yang berjudul “Dasar-Dasar Politik dalam
Al Qur’an dan Hadist”.

Dalam pembuatan makalah ini, kami sudah berusaha semaksimal mungkin


agar makalah ini dapat terselesaikan. Dan kami mengucapkan terima kasih banyak
kepada pihak yang telah berkontribusi dalam pembuatan makalah ini.

Kami menyadari bahwa makalah kami ini banyak kesalahan dan


kekurangan, Untuk itu kami meminta kritik dan saran kepada semua pihak,
sehingga kami dapat memperbaiki makalah kami ini. Mudah mudahan dengan
makalah ini dapat menambah pengetahuan dan wawasan kita semua.

Medan, 11 Oktober 2023

Pemakalah

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ..............................................................................................i

DAFTAR ISI .............................................................................................................ii

BAB I PENDAHULUAN .........................................................................................1

A. Latar Belakang .........................................................................................1


B. Rumusan Masalah ....................................................................................1
C. Tujuan Penulisan ......................................................................................2

BAB II PEMBAHASAN ..........................................................................................3

A. Kepemimpinan dalam Al Qur‟an dan Hadist ...........................................3


B. Islam dan Politik.......................................................................................6
C. Pemikiran Politik Nabi Muhammad S.A.W .............................................10

BAB III PENUTUP ..................................................................................................12

A. Kesimpulan...............................................................................................12

DAFTAR PUSTAKA ...............................................................................................13

ii
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Islam merupakan agama yang universal, agama membawa misi rahmatan


lil alamin serta membawa konsep kepada umat manusia mengenai persoalan yang
terkait dengan suatu sistem seperti konsep politik, perekonomian, penegakan
hukum, dan sebagainya. Kemudian Dalam bidang politik misalnya, Islam
mendudukannya sebagai sarana penjagaan urusan umat. Politik Islam merupakan
penghadapan Islam dengan kekuasaan dan negara yang melahirkan sikap dan
prilaku politik (political behavior) serta budaya politik (political culture) yang
berorientasi pada nilai-nilai Islam yang sesuai Al Qur‟an dan Hadist.

Islam meletakkan politik sebagai satu cara penjagaan urusan umat. Islam
dan politik tidak boleh dipisahkan, kerana Islam tanpa politik akan melahirkan
terbelenggunya kaum muslimin yang tidak mempunyai kebebasan dan
kemerdekaan melaksanakan syari‟at Islam. Begitu pula politik tanpa Islam, hanya
akan melahirkan masyarakat yang mengagungkan kekuasaan, jabatan, bahan, dan
duniawi saja, kosong dari aspek moral dan spiritual. Oleh kerana itu, politik dalam
Islam sangat penting bagi mengingatkan kemerdekaan dan kebebasan
melaksanakan syariat Islam boleh diwadahi oleh politik. Agama maupun politik
merupakan lembaga masyarakat yang menghasilkan nilai-nilai. Nilai agama yang
diyakini bersumber dari Yang Kudus dijadikan kerangka acuan seluruh realitas
(dunia maupun akhirat), sedangkan nilai-nilai dalam politik sebagai kerangka
acuan untuk memfungsikan tatanan masyarakat. Nilai-nilai politik ini tidak dapat
dipisahkan dari ideologi yang menjadi sumber nilai dan cita-cita yang
diaktualisasikan oleh lembaga-lembaga politik (partai, ormas). Oleh karena itu
membicarakan hubungan antara agama dan politik sebagai sistem sosial selalu
berkaitan dengan ideologi.

Pemikiran politik Nabi Muhammad membentuk landasan bagi konsep


pemerintahan Islam yang berfokus pada keadilan, konsultasi, perlindungan hak
asasi manusia, keutuhan sosial dan hubungan antar negara. Pengaruhnya terhadap
politik Islam masih terasa dalam sistem pemerintahan dan prinsip politik di dunia
Muslim hingga saat ini.

B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana kepemimpinan dalam Al Qur‟an dan Hadist?
2. Bagaimana hubungan Islam dengan politik?
3. Bagaimana pemikiran politik Nabi Muhammad S.A.W?

1
C. Tujuan Penulisan

Makalah kami ini di buat dengan tujuan agar kita mengetahui dasar-dasar
politik dalam Al Qur‟an dan Hadist.

2
BAB II

PEMBAHASAN

A. Kepemimpinan dalam Al Qur’an dan Hadist

Kata pemimpin erat kaitannya dengan kepemimpinan yang meliputi


pemimpin, cara memimpin dan yang dipimpin. Istilah kepemimpinan, dalam
kamus bahasa Indonesia berasal dari kata “pimpin” yang mempunyai arti
“dibimbing”. Sedangkan kepemimpinan adalah cara untuk memimpin. Jadi, kata
1
pemimpin itu sendiri mempunyai makna “orang yang memimpin.

Dalam Al-Qur‟an, istilah pemimpin diungkapkan dalam berbagai istilah, di


antaranya adalah khalifah, imam, ulil amr, dan nabi. Masing-masing dari kata
tersebut pada dasarnya mengandung makna yang sama yaitu pemimpin, yaitu
orang yang memimpin atau mengepalai. Akan tetapi di dalam Al-Qur‟an
penyebutan kata-kata tersebut tidak selamanya memiliki makna yang sama. Hal
ini dibuktikan dengan diksi dan konteks yang menyertai suatu kata atau istilah
berbeda-beda di setiap tempatnya.

Di antara istilah-istilah pemimpin di atas istilah yang paling sering muncul


di dalam Al-Qur‟an adalah kata khalifah. Dalam bahasa Arab kata ini berasal dari
kata dasar khalafa-yakhlufu-khilaafatan-wa khalifatan yang artinya adalah
menggantikan atau menempati tempatnya (qaama maqaamahu), bentuk plural dari
kata ini adalah khulafa‟atau khalaif, kata ini mengandung arti umum, bisa
2
digunakan untuk laki-laki maupun perempuan.

Dalam Al Qur‟an Allah S.W.T berfirman:

‫س ْى َل َواُو ِلً ْاْلَ ْم ِر ِم ْن ُك ْم‬ ‫ٰ ٰٓياَيُّ َها الَّ ِذيْهَ ٰا َمنُ ْٰٓىا ا َ ِط ْيعُىا ه‬
َّ ‫ّٰللاَ َوا َ ِط ْيعُىا‬
ُ ‫الر‬
Artinya : Wahai orang-orang yang beriman taatlah kepada Allah dan taatlah
kepada Rasul dan ulil amr (pemimpin) di antara kalian.3

Menurut Al-Mawardi seorang pemimpin harus memiliki tujuh syarat


berikut:

1
Depdikbud, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta: Balai Pustaka, cet. ke-4, 1994), h.
967.
2
Fr. Louis Ma'luf, Al-Munjid fi al-Lughah wa al-A’lam, (Beirut: Dâr al-Masyrîq, 1986),
h. 192.
3
QS. An-Nisâ (4) : 59.

3
1. Ia harus mampu berlaku adil sesuai dengan ketentuan-ketentuan yang
universal.
2. Memiliki pengetahuan untuk mengatasi berbagai macam persoalan dan
mengambil keputusan yang tepat.
3. Memiliki panca indera yang sehat.
4. Memiliki jasmani yang sehat agar ia mampu bergerak dan merespon
sesuatu dengan cepat.
5. Seorang pemimpin harus memiliki kelihaian dalam berpolitik, tujuannya
agar ia mampu mengatur kemaslahatan bersama.
6. Pemimpin harus memiliki ketangguhan dan keberanian untuk memelihara
bangsanya dan mengusir musuh.
7. Nasab. Bahwa seorang pemimpin (yang dimaksudkan oleh Al-Mâwardî
adalah pemimpin yang mengatur urusan umat Islam) seharusnya berasal
dari bangsa Quraisy sebab banyak nash dan ijma‟ ulama yang
4
mengisyaratkan seorang pemimpin dari suku Quraisy.

Di luar dari hal itu, tema yang selalu menjadi perbincangan di kalangan
komunitas heterogen adalah identitas pemimpin yang non muslim. Terkait hal ini
Allah S.W.T. Telah berfirman di dalam ayat berikut:

‫ٰٰۤيـاَيُّ َها الَّ ِذيْهَ ٰا َمنُ ْىا َْل تَت َّ ِخذُوا ْاليَ ُه ْىدَ َوا لنَّصٰ ٰٰۤري ا َ ْو ِليَا ٰٓ َء‬
Artinya: Wahai orang-orang yang beriman! Janganlah kalian menjadikan orang-
orang Yahudi dan Nasrani sebagai pemimpin-pemimpin.5

Dan ayat lain juga mengatakan:

‫ٰٰۤيـاَيُّ َها الَّ ِذيْهَ ٰا َمنُ ْىا َْل تَت َّ ِخذُوا ْال ٰك ِف ِر يْهَ ا َ ْو ِليَا ٰٓ َء ِم ْه د ُْو ِن ْال ُمؤْ ِم ِنيْهَ ۗ ا َ ت ُ ِر ْيذ ُْونَ ا َ ْن‬
‫س ْل ٰطنًا ُّم ِب ْينًا‬ َ ِ‫ت َ ْج َعلُ ْىا ِ هّلِل‬
ُ ‫علَ ْي ُك ْم‬
Artinya : Wahai orang-orang yang beriman! Janganlah kamu menjadikan orang-
orang kafir sebagai pemimpin selain dari orang-orang mukmin. Apakah kamu
ingin memberi alasan yang jelas bagi Allah (untuk menghukummu)?.6

Menurut Al-Mawardi, seorang khalifah yang telah resmi diangkat baik itu
melalui penunjukan khalifah sebelumnya atau melalui proses pemilihan harus
diumumkan kepada seluruh rakyat. Rakyat juga diharuskan untuk mengenali
khalifahnya meskipun hanya ciri-cirinya saja. Mereka tidak diharuskan untuk
4
Al-Mawardi, al-Ahkâm al-Sulthâniyyah wa al-Wilâyah al-Dîniyyah…, juz 1, h. 5.
5
QS. Al-Ma‟idah (5) : 51.
6
QS. An-Nisa‟ (4) : 144.

4
mengenalinya secara mendetail kecuali mereka yang memiliki hak suara, sebab
orang-orang yang memiliki hak suara yang menentukan sah atau tidaknya khalifah
melalui baiat mereka.7

Kewajiban-kewajiban yang harus dilakukan seorang pemimpin banyak


sekali, namun secara umum bisa dikelompokkan kepada dua tugas utama
menegakkan ajaran agama Islam dan mengatur urusan negara sesuai dengan
ajaran-ajaran yang ditetapkan oleh Islam. Adapun secara rinci kewajiban tersebut
adalah sebagai berikut:

1. Taat kepada Allah dan Rasul-Nya. Taat kepada Allah dan RasulNya bukan
hanya kewajiban rakyat, tetapi kewajiban pemimpin pula karena
keumuman ayat diatas.
2. Mengajak umat agar beribadah kepadaAllah dan memberantas kesyirikan.
Inilah satu-satunya tugas yang paling pokok, yang dipikul oleh pemimpin
agar mengajak umat beribadah kepada Allah Ta‟ala dan memberantas
semua bentuk kesyirikan dan sarananya sebagaimana yang telah dilakukan
oleh Rasulullah shallallahu „alaihi wa sallam dan khulafaur Rasyidin
sesudahnya sebagaimana disebutkan dalam surat Al-Baiyainah ayat 5
3. Berbuat Adil. Sahabat Ali radhiyallahu „anhu berkata: “Imam yang
menghukumi manusia dengan adil dan menunaikan amanat, wajib ditaati”.
4. Melaksanakan hukum Allah Pemimpin utama adalah Allah, sedangkan
pemimpin manusia adalah khalifatullah di permukaan bumi, dia bertugas
melaksanakan hukum Allah dan menyeru manusia untuk berhukum
dengan hukum Nya.
5. Menasehati masyarakatnya. Dari Tamim Ad-Daari radhiyallahu „anhu.
Nabi shallallahu „alaihi wa sallam bersabda: “Agama itu nasihat, kami
bertanya: untuk siapa? Beliau menjawab: Untuk Allah, kitab-Nya,Rasul–
Nya, untuk semua pemimpin kaum muslimin dan untuk sernua manusia”.

Setelah kita memahami kewajiban imam, kita harus memahami kewajiban


umat pula. Kewajiban rakyat ini wajib dilaksanakan sekalipun imam kurang
memenuhi kewajiban dan persyaratannya, karena kewajiban rakyat lain dengan
kewajiban imam, rakyat tidak memikul dosanya imam, tetapi rakyat berdosa bila
mereka tidak menjalankan kewajibannya. Adapun kewajiban umat yang harus
diperhatikan antara lain:

1. Mentaati imam bila tidak memerintah maksiat. Kewajiban rakyat mentaati


pemimpin apabila perintahnya benar, tetapi bila perintahnya menyelisihi
yang haq tidak boleh mentaatinya”.

7
Al-Mawari, al-Ahkâm al-Sulthâniyyah wa al-Wilâyah al-Dîniyyah…, juz 1, h. 21.

5
2. Mentati imam pada saat suka dan duka. Dari Abdullah radhiyallahu „anhu ,
Nabi shallallahu „alaihi wa sallam bersabda : “Wajib mendengarkan dan
taat kepada pemimpin muslim dalam hal yang disenangi dan yang dibenci,
selagi tidak diperintah untuk maksiat, tetapi bila diperintah maksiat, tidak
boleh mendengar dan mentaatinya”.
3. Mentaati imam sekalipun dia lebih mementingkan dirinya daripada
kepentingan umat. Dari Ubadah bin As-Shamit radhiyallahu „anhu. dia
berkata: “Kami mendengar dan mentaati pemimpin kami pada waktu kami
bersemangat dan benci, dalam keadaan sulit atau mudah, (walaupun dia)
mendahulukan kepentingan dirinya daripada kepentingan kami, dan kami
tidak akan mencabut urusan yang itu haknya.. Dia berkata: Kecuali bila
engkau melihat benar-benar pemimpin itu kafir, bagimu punya bukti disisi
Allah”.8
4. Wajib menasehati pemimpin bila salah, dengan tidak menyebarkan aibnya
di hadapan umat. Rasulullah shallallahu „alaihi wa sallam bersabda:
“Sebaik-baik jihad adalah kalimat yang benar dihadapan pemimpin yang
curang atau amir yang curang”.9

Kepemimpinan dalam Islam harus mempunyai sifat bagaikan seorang


pemimpin, seperti Rasulullah S.A.W yang mempunyai sifat benar (sidiq), dapat
dipercaya (amanah), menyampaikan (tabligh), cerdas (fatanah), dan memiliki
sikap adil dan berani.10

Kepemimpinan dalam Al-Qur‟an dan Hadist menekankan pentingnya


kepemimpinan yang adil, bijaksana, amanah dan bertanggung jawab,
musyawarah.. Prinsip-prinsip ini membentuk landasan bagi kepemimpinan Islam
yang mengarah pada masyarakat yang adil, sejahtera, dan berlandaskan pada nilai-
nilai agama.

B. Islam dan Politik

Agama dan politik adalah dua domain yang saling terkait dan memiliki
pengaruh yang signifikan dalam manusia. Politik adalah ilmu pemerintahan atau
ilmu siyasah, yaitu ilmu tata negara. Pengertian dan konsep politik atau siyasah
dalam Islam sangat berbeda dengan pengertian dan konsep yang digunakan oleh
orang orang yang bukan Islam. Politik dalam Islam menjuruskan kegiatan umat
8
Muslim bin al-Hajjaj An-Naisaburi, Shahîh Muslim…,Vol. 2, hlm. 217, hadis Nomor
3427.
9
Abu Daud as-Sijistani, Sunan Abî Daud, (Beirut: Dâr al-Fikr, 2001), Vol. 2, hlm. 314.
Hadis nomor 3781.
10
Asmara, Widya Wisnu, and Hamidah. "Optimalisasi Kode Etik Aparat Pengawasan
Intern Pemerintah (Apip): Meneladani Sifat Rasulullah Saw." EKUITAS (Jurnal Ekonomi dan
Keuangan) 6.2 (2022): 271-291.

6
kepada usaha untuk mendukung dan melaksanakan syari'at Allah melalui sistem
kenegaraan dan pemerintahan. la merupakan sistem peradaban yang lengkap yang
mencakup agama dan negara secara bersamaan.11

Bicara tentang politik Islam misalnya, tentang keadilan. Agar konsep


keadilan itu benar-benar bisa dijalankan di tengah masyarakat, termasuk
masyarakat yang menganut sistem demokrasi, maka Islam memberikan petunjuk
secara jelas, bagaimana keadilan itu harus dikedepankan dan dijalankan, baik
bersumber dari al-Qur'an maupun contoh-contoh yang diberikan di dalam hadits
nabi.

Islam juga menganjurkan agar manusia mencari ilmu setinggi dan seluas-
luasnya. Agar pemerintah bertanggung jawab dalam mengurusi kehidupan
bersama dan membuat kebijakan dan menjalankan sebaik-baiknya, maka tidak fair
jika kaum muslimin tidak ikut ambil bagian di dalamnya. Demikian pula dalam
urusan penataan ekonomi, sosial, hukum, dan kemasyarakatan, Islam memiliki
konsep yang sedemikian jelas. Islam memang memberikan landasan kehidupan
umat manusia secara lengkap, termasuk di dalamnya kehidupan politik. Tetapi
Islam tidak menentukan secara konkrit bentuk kekuasaan politik seperti apa yang
diajarkan dalam Islam. Itulah sebabnya, kemudian terjadi perbedaan pendapat di
kalangan umat Islam dalam merumuskan sistem politik Islam. Dalam bahasa Arab
politik disebut siyasah, sehingga dalam keislaman politik diidentik dengan kata
tersebut.secara etimologis siyasah artinya mengatur,aturan dan keteraturan.Fiqih
siyasah adalah hukum islam yang mengatur sistem kekuasaan dan pemerintahan.
Dalam Islam, negara didirikan atas prinsip-prinsip tertentu yang ditetapkan Al-
Qur'an dan Sunnah Nabi Muhammad S.A.W.12

Berikut ini politik dalam persfektif Islam:

a) Sistem politik Islam


Sistem politik Islam mencerminkan tatanan pemerintah dan prinsip-prinsip
yang sesuai dalan ajaran agama Islam, seperti:
 Khilafah, khilafah adalah bentuk kepemimpinan yang berbasis pada
ajaran agama Islam. Pemimpin yang disebut khalifah, dianggap
sebagai penerus Nabi Muhammad dan bertanggung jawab atas
masyarakat secara politik dan agama.
 Wilayah, wilayah adalah sistem kepemimpinan politik yang mencakup
pemimpin atau kepala negara (amir, sultan, raja) yang bertanggung

11
Mohammad Nur Yasin. Politik hukum ekonomi syariah di Indonesia. UIN-Maliki
Press, 2018.
12
H. Masduki Duryat. Paradigma Pendidikan Islam: Upaya Penguatan Pendidikan
Agama Islam di Institusi yang Bermutu dan Berdaya Saing. Penerbit Alfabeta, 2021.

7
jawab atas urusan politik dan pemerintahan. Pemimpin dipilih
berdasarkan kriteria keagamaan, kepemimpinan yang adil, dan
pemimpin yang diinginkan banyak masyarakat.
 Syura, syura adalah prinsip konsultasi dan musyawarah dalam
pengambilan keputusan penting dalam pemerintahan. Pemimpin
diharapkan untuk mendengarkan pendapat dan masukan dari para
penasihat dan masyarakat sebelum membuat keputusan.
 Qadhi (Hakim atau Pengadilan), sistem pengadilan yang berlandaskan
hukum Islam (Syari’ah) untuk menangani kasus-kasus hukum, mencari
keadilan, dan memutuskan berbagai sengketa.
 Perlindungan Hak Asasi Manusia, kepemimpinan yang diorientasikan
untuk melindungi dan memastikan hak-hak asasi manusia sesuai
dengan ajaran Islam.

Sistem pemerintahan dalam Islam bertujuan untuk menciptakan


masyarakat yang adil, berkeadilan, dan beradab sesuai dengan prinsip-
prinsip agama Islam. Implementasi dan adaptasi sistem pemerintahan ini
dapat bervariasi di berbagai konteks sosial dan budaya dalam dunia
Muslim.

b) Konsep negara dalam Islam


Pemahaman dan implementasi konsep negara dalam Islam dapat bervariasi
di berbagai konteks budaya dan sejarah. Berikut terdapat lima konsep
negara dalam sejarah Islam.
 Konsep teokratis. Menurut teori, negara teokrasi adalah sebuah negara
yang kedaulatannya ada pada Tuhan. Konsep teokratis pada negara
Islam muncul di era paling awal sejarah Islam, yakni pada masa nabi
Muhammad S.A.W. Sebagaimana diketahui, dalam mengelola negara
dan masyarakat, nabi senantiasa berdasarkan pada tuntunan dan
bimbingan wahyu dari Allah S.W.T. Konsep teokrasi ini tentunya tidak
akan dapat dilakukan lagi oleh siapapun setelahnya, mengingat nabi
merupakan orang terakhir yang menerima wahyu dari Allah. Dengan
kata lain, tidak ada teokrasi dalam konsep negara Islam setelah nabi
Muhammad wafat, meskipun dia berdalih menyandarkan semuanya
13
pada Al-Qur‟an dan As-Sunnah.
 Konsep republik. Ketika nabi wafat, dan urusan pemerintahan beralih
ke tangan Khulafaur Rasyidin, terjadi perubahan-perubahan mendasar
dalam pengelolaan pemerintahan Islam. Konsep teokrasi yang pernah
dijalankan nabi Muhammad digantikan dengan bentuk republik.

13
Jimly Asshiddiqie,. Islam dan kedaulatan rakyat, (Jakarta: Gema Insani, 1995).

8
Bentuk republik ini dijalankan karena para Khalifah bukan lagi orang-
orang yang menerima wahyu, layaknya para rasul, meskipun para
Khalifah tetap tunduk pada prinsip-prinsip dasar yang digariskan oleh
Al-Quran dan As-Sunnah. Dimulai oleh Abu Bakar, kemudian
dilanjutkan oleh Umar bin Khattab, Utsman bin Affan dan Ali bin Abi
Thalib, pemerintahan Islam era Khulafaur Rasyidin mengambil bentuk
demokrasi dan republik. Beberapa pemikir politik dalam Islam
berpendapat, bentuk negara dan sistem pemerintahan di era Khulafaur
Rasyidin inilah yang paling ideal dalam Islam. Bahkan para pemikir
Muslim di abad ke 19 dan 20 dengan tegas menyatakan bahwa
kemuduran umat Islam di era modern adalah karena umat Islam telah
meninggalkan konsep negara yang pernah diterapkan oleh para
Khulafaur Rasyidin. Sarjana-sarjana Barat, sebut saja salah satunya
Philip K. Hitti, turut membenarkan pernyataan tersebut. Menurut Hitti,
konsep negara dengan bentuk republik yang dijalankan oleh Khulafaur
Rasyidin merupakan bentuk terbaik negara Islam pasca nabi
Muhammad.14
 Konsep monarki. Setelah Ali bin Abi Thalib wafat, yang menandai
berakhirnya era kekalifahan, bentuk negara dalam Islam berubah dari
republik ke monarki (kerajaan). Muawiyah –pionir berdirinya kerajaan
bani Umayyah- adalah pemimpin Islam pertama yang mengubah
bentuk pemerintahan tersebut. Sesuai dengan bentuk monarki, kepala
negara bersifat absout, kekuasaan terjadi secara turun temurun, dan
musyawarah kurang dilaksanakan. Bentuk monarki ini dilestarikan
oleh Dinasti Abbasiyah yang datang kemudian. Namun bedanya, pada
masa Muawiyah yang masih terpengaruh jiwa demokratis Arab-
keabsolutan kepala negara belum terlalu menonjol. Sementara para era
Abbasiyah, keabsolutan itu meningkat. Dan keabsolutan itu berada
pada pucaknya ketika kekuasaan Turki Utsmani di Istambul muncul.
Kerajaan Turki Utsmani inilah yang nantinya akan menjadi titik balik
dan pusat perdebatan di kalangan umat Islam di dunia mengenai
bentuk negara ideal. Turki Utsmani dijadikan contoh sebagai bentuk
negara terburuk dalam sejarah Islam, dimana kepala negara bukan saja
absolute, namun juga memiliki sifat kekudusan.
 Konsep monarki konstitusional. Masuknya pengaruh Barat pada abad
ke 19 ke dunia Islam dalam bidang politik, membuat para pemikir
Islam mulai membuka wacana baru, terutama dalam paham konstitusi
dan republik. Sebagai akibatnya kemudian muncul gerakan

14
Ismah Tita Ruslin. "Eksistensi Negara Dalam Islam (Tinjauan Normatif Dan
Historis)." Jurnal Politik Profetik 3.2 (2015).

9
konstitusionalisme dalam gerakan Islam. Di antara para pemikir
tersebut terdapat nama Rifa‟ah Badawi, Jamaludin Al-Afghani dan
Khayr Al-Din At-Tunisi. Dari para pemikir-pemikir tersebutlah
kemudian disusunlah konstitusi pertama di dunia Islam yang
diumumkan di Tunisia pada tahun 1861, menyusul kemudian di Turki
pada tahun 1876. Pada pertengahan abad ke 20 boleh dibilang hampir
seluruh dunia Islam sudah mempunyai konstitusi. Dengan demikian,
terjadi perubahan penting di dunia Islam, yaitu perubahan bentuk
pemerintahan dari monarki absolute menjadi monarki konstitusional.
 Konsep republik. Masih di abad ke 20, perubahan penting terjadi pula
ketika Musthafa Kemal Attaturk (1881-1938) menghapus dinasti Turki
Utsmani dan melahirkan Republik Turki pada tahun 1923, dan pada
tahun 1924, Turki kemudian berubah menjadi republik murni.
Berakhirnya sistem monarki dari Turki memancing antusiasme para
pemikir Muslim untuk mulai membicarakan konsep negara Islam
secara lebih serius, terstruktur dan sistematis.

Dari uraian sejarah di atas, kita dapat melihat bahwa konsep negara dalam
Islam secara umum berbentuk teokrasi, republik, monarki absolute dan
monarki konstitusional.

c) Hubungan Internasional dalam Islam


Hubungan internasional dalam Islam mencerminkan prinsip-prinsip ajaran
agama Islam yang mengatur interaksi antarnegara, organisasi internasional,
dan individu di tingkat internasional. Hubungan internasional dalam Islam
didasarkan pada prinsip-prinsip etika, moral, dan ajaran agama yang
bertujuan untuk mencapai perdamaian, keadilan, dan kesejahteraan global.
Caranza menlalin kerja sama dan solidaritas, toleransi dan dialog
antarbudaya, penghormatan terhadap kedaulatan dan kebebasan negara, dan
menutamakan perdamaian dunia. Implementasi prinsip-prinsip ini
diharapkan untuk menciptakan lingkungan internasional yang lebih baik
dan mendukung kehidupan manusia secara damai.

C. Pemikiran Politik Nabi Muhammad S.A.W

Tindakan Nabi Muhammad yang berimplikasi secara politik tergambar


pada dua fase sejarah, yaitu dimulai dari perjalanan sejarah kenabian Muhammad
pada fase Mekkah yang di dalamnya terjadi peristiwa Bai’at Aqabah sebagai dasar
fundamen bangunan negara bagi komunitas Islam pertama, serta fase Madinah
dimana Muhammad mempersatukan masyarakat Madinah ke dalam satu kesatuan
politik bersama melalui perjanjian tertulis yang disebut dengan Konstitusi

10
Madinah. Secara politis peristiwa Bai’at Aqabah merupakan langkah politik Nabi
Muhammad yang dimotivasi oleh pertemuan dua kepentingan dalam satu
momentum sejarah., yaitu kepentingan Muhammad untuk mentransmisikan ajaran
Islam bagi penduduk Yatsrib dan kepentingan masyarakat Yatsrib atas hadirnya
satu sosok pemimpin yang dapat menghimpun mereka ke dalam tatanan sosial
yang tertib, damai dan berkeadilan. Dua kepentingan tersebut diwujudkan melalui
perjanjian tertulis (Piagam Madinah) sebagai wujud kebijakan politik Nabi dalam
bidang hukum, tepatnya merupakan pilihan hukum yang diberlakukan untuk
mencapai tujuan negara. Jadi Piagam Madinah dapat disebut wujud pernyataan
kehendak antara Muhammad sebagai penguasa dan masyarakat Madinah atas
produk hukum yang diberlakukan di dalam suatu negara demi mewujudkan
kebaikan bersama. Dengan kata lain Piagam Madinah merupakan kristalisasi dan
legalisasi berbagai kepentingan politik yang ada dalam masyarakat Madinah yang
sejatinya plural secara agama, etnisitas, dan suku bangsa untuk mewujudkan
kepastian hukum dan terttib sosial.15

Pemikiran politik Nabi Muhammad merupakan landasan bagi sistem


politik dalam Islam. Nabi Muhammad, sebagai pemimpin awal umat Islam,
membangun suatu sistem yang mencerminkan prinsip-prinsip ajaran agama Islam.
Berikut adalah beberapa elemen penting dari pemikiran politik Nabi Muhammad:

a. Kepemimpinan dan otoritas


b. Keadilan dan kesetaraan
c. Kepedulian terhadap rakyat dan kesejahteraan sosial
d. Perlindungan hak asasi manusia
e. Pemdekatan diplomasi dan kedamaian
f. Pembentukan negara dan institusi sosial

Pemikiran politik Nabi Muhammad memiliki dampak yang luas pada


pengembangan sistem politik dalam Islam. Prinsip-prinsip yang diterapkan oleh
Nabi Muhammad membentuk dasar bagi struktur kepemimpinan, tatanan sosial,
dan nilai-nilai yang mengatur tindakan politik dalam masyarakat Islam. 16

15
Fajar, "Praksis politik Nabi Muhammad SAW (Sebuah tinjaun teori politik modern dan
ketatanegaraan)." Al-Adalah: Jurnal Hukum dan Politik Islam 4.1 (2019): 82-98.
16
Muhammad Iqbal. Fiqh Siyasah Konstekstualisasi Doktrin Politik Islam. (Jakarta:
Kencana, 2016).

11
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan

Dasar-dasar politik dalam Al-Quran dan Hadis menegaskan prinsip


keadilan, amanah, kebijaksanaan, kebersamaan, dan pelayanan masyarakat. Al-
Quran memberi arahan tentang kepemimpinan yang adil, penuh tanggung jawab,
dan mengutamakan kesejahteraan umat. Hadis memberikan contoh nyata melalui
tindakan dan ajaran Nabi Muhammad sebagai pemimpin yang bijaksana dan
melayani umat dengan baik.

Islam menggabungkan ajaran agama dengan prinsip-prinsip politik yang


adil, transparan, dan berlandaskan keadilan sosial. Islam mengajarkan
keseimbangan antara otoritas politik, kebebasan berpendapat, dan perlindungan
hak asasi manusia, dengan tujuan menciptakan masyarakat yang makmur, adil,
dan sejahtera. Pemimpin dalam Islam diharapkan memimpin dengan jujur,
amanah, bijaksana,adil, cerdas, dan penuh kepedulian terhadap kesejahteraan
umat.

Pemikiran politik Nabi Muhammad merupakan landasan bagi sistem


politik dalam Islam. Nabi Muhammad, sebagai pemimpin awal umat Islam,
membangun suatu sistem yang mencerminkan prinsip-prinsip ajaran agama Islam.
Pemikiran politik Nabi Muhammad memiliki dampak yang luas pada
pengembangan sistem politik dalam Islam. Prinsip-prinsip yang diterapkan oleh
Nabi Muhammad membentuk dasar bagi struktur kepemimpinan, tatanan sosial,
dan nilai-nilai yang mengatur tindakan politik dalam masyarakat Islam.

12
DAFTAR PUSTAKA

al-Hajjaj An-Naisaburi bin Muslim, Shahîh Muslim…,Vol. 2, hadis Nomor 3427.

Asshiddiqie Jimly, (1995), Islam dan kedaulatan rakyat, Jakarta: Gema Insani.

Depdikbud, (1994), Kamus Besar Bahasa Indonesia, Jakarta: Balai Pustaka, cet.
ke-4.

Fajar, (2019), "Praksis politik Nabi Muhammad SAW (Sebuah tinjaun teori
politik modern dan ketatanegaraan)." Al-Adalah: Jurnal Hukum dan
Politik Islam.

Iqbal Muhammad, (2016), Fiqh Siyasah Konstekstualisasi Doktrin Politik Islam.


Jakarta: Kencana.

Louis Ma'luf Fr, (1986), Al-Munjid fi al-Lughah wa al-A’lam, Beirut: Dâr al-
Masyrîq.

Tita Ruslin Ismah, (2015), "Eksistensi Negara Dalam Islam (Tinjauan Normatif
Dan Historis)." Jurnal Politik Profetik 3.2.

Widya Wisnu Asmara, and Hamidah, (2022), "Optimalisasi Kode Etik Aparat
Pengawasan Intern Pemerintah (Apip): Meneladani Sifat Rasulullah
Saw." EKUITAS (Jurnal Ekonomi dan Keuangan) 6.2.

13

Anda mungkin juga menyukai