Anda di halaman 1dari 18

MAKALAH

KONSEP-KONSEP YANG BERKEMBANG DALAM KHAZANAH POLITIK ISLAM

Mata Kuliah:

M.M Fi Al Siyasah

Dosen Pengampu:

Alfiandri Setiawan, S.Sy., M.A

Di Susun Oleh:

Sri Widia Ningsih 12120424491

Novi Savira 12120422625

PRODI HUKUM TATA NEGARA SIYASAH

FAKULTAS SYARI’AH DAN HUKUM

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SULTAN SYARIF KASIM RIAU

TA. 2023
KATA PENGANTAR

Alhamdulillah, puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah Ta’ala. atas limpahan
rahmat dan karunia-Nya sehingga makalah yang berjudul, “Konsep-Konsep Yang Berkembang
Dalam Khazanah Politik Islam” dapat penulis selesaikan dengan baik. Begitu pula atas
limpahan kesehatan dan kesempatan yang Allah SWT karuniakan kepada kami sehingga
makalah ini dapat kami susun melalui beberapa sumber. Tim penulis berharap makalah ini
dapat menambah pengetahuan dan pengalaman bagi pembaca tentang fiqh siyasah pada mata
kuliah M.M Fi Al Siyasah.

Pada kesempatan ini, penulis mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang
telah memberikan semangat dan motivasi dalam pembuatan tugas makalah ini. Kepada kedua
orang tua yang telah memberikan banyak kontribusi bagi penulis, dosen pengampu, Alfiandri
Setiawan, S.Sy., M.A dan juga kepada teman-teman seperjuangan yang membantu penulis
dalam berbagai hal.

Harapan penulis, informasi dan materi yang terdapat dalam makalah ini dapat
bermanfaat bagi pembaca. Tiada yang sempurna di dunia, melainkan Allah SWT. Tuhan Yang
Maha Sempurna, karena itu penulis memohon kritik dan saran yang membangun bagi
perbaikan makalah selanjutnya.

Demikian makalah ini di buat, apabila terdapat kesalahan dalam penulisan, atau pun
adanya ketidaksesuaian materi yang penulis angkat pada makalah ini, penulis mohon maaf.
Penulis menerima kritik dan saran seluas-luasnya dari pembaca agar bisa membuat karya
makalah yang lebih baik pada kesempatan berikutnya.

Pekanbaru, 5 September 2023

Penulis

ii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ................................................................................................... ii

DAFTAR ISI ................................................................................................................. iii

BAB I PENDAHULUAN .............................................................................................. 1

I.1 Latar Belakang ............................................................................................... 1

I.2 Rumusan Masalah .......................................................................................... 2

I.3 Tujuan ........................................................................................................... 2

BAB II PEMBAHASAN ............................................................................................... 3

II.1 Imarah, Imamah, dan Khilafah ...................................................................... 3


II.2 Konstitusi, Demokrasi, Ummah, dan Syura ................................................... 8

BAB III PENUTUP ....................................................................................................... 14

III.1 Kesimpulan .................................................................................................. 14

III.2 Saran ........................................................................................................... 14

DAFTAR PUSTAKA .................................................................................................... 15

iii
BAB I

PENDAHULUAN

I.1 Latar Belakang

Konsep kepemimpinan (leadership) pada pengalaman umat islam mempunyai sebutan


variative. Sebagian menggunakan term khilafah sistem pemerintahan dan pemimpin, ada juga
menggunakan istilah imamah. Begitu pula konsep imarah sebagai pilihan yang diyakini sesuai
dengan tuntunan/petunjuk agama. Nabi Muhammad sebagai kepala negara sekaligus pemberi
petunjuk risalah kenabian/wahyu.1

Dalam perkembangan umat islam konsep kekuasaan selalu merujuk pada perilaku yang
nabi contohkan. Namun seiring berkembangnya zaman kaidah masa lalu bisa jadi tidak
memadahi untuk menjawab atau merespon segala kebutuhan dalam konteks masyarakat maju.
Dengan begitu, konsep khilafah, imamah dan imarah terlepas dari adanya dalil maupun hadist
menjadi ciri khas tersendiri dalam dunia politik islam. 2 Ketiga konsep tersebut menjadi
diskursus yang tidak dapat diabaikan dalam dinamika perkembangan politik islam mengingat
ketiganya memiliki makna penting tersendiri dalam dunia politik islam.

Dalam islam memiliki hubungan yang erat antara agama dengan politik. Sosiologi asal
barat Robert N. Bellah menyebutnya “sangat modern” khususnya dalam pandangan terhadap
praktik politik pada masa khulafarausyidin. 3 Pandangan modern dalam sosial politik islam
klasik itu antara lain: 4

1. Kedudukan pemimpin kengaraan yang terbuka terhadap penilaian berdasarkan


kemampuan,
2. Pimpinan ditetapkan melalui pemilihan terbuka
3. Semua ummat memiliki hak dan dan kewajiban yang sama (egaliterianisme) dihadapan
Allah dan hukumnya,

1
Rasuki Rasuki, “Dinamika Konsep Kepemimpinan Dalam Islam: Dari Khilafah, Imamah Sampai Imarah,” Jurnal
Kariman 7, no. 1 (2019): 81–82.
2
Ibid., 82.
3
Moch Fachruroji, “TRILOGI KEPEMIMPINAN ISLAM : Analisis Teoritik Terhadap Konsep Khilafah, Imarah, Dan
Imamah,” Ilmu Dakwah Volume 4 (2008): 293.
4
Fachruroji, “TRILOGI KEPEMIMPINAN ISLAM : Analisis Teoritik Terhadap Konsep Khilafah, Imarah, Dan
Imamah.”

1
4. Hak-hak tertentu yang luas dan adil pada golongan agama-agama lain (konsep ahl al
kitab) terbukti dengan adanya piagam Madinah.

I.2 Rumusan Masalah

1. Apa yang dimaksud dengan imarah, Imamah, Khilafah, Konstitusi, Demokrasi, Ummah
dan Syura?
2. Apa perbedaan imarah, Imamah, Khilafah, Konstitusi, Demokrasi, Ummah dan Syura?
3. Apa saja konsep-konsep imarah, Imamah, Khilafah, Konstitusi, Demokrasi, Ummah
dan Syura yang berkembang dalam khazanah politik islam?

I.3 Tujuan

1. Mengerti dan memahami pengertian dengan imarah, Imamah, Khilafah, Konstitusi,


Demokrasi, Ummah dan Syura
2. Mengerti dan memahami perbedaan imarah, Imamah, Khilafah, Konstitusi, Demokrasi,
Ummah dan Syura
3. Mengerti dan memahami konsep-konsep imarah, Imamah, Khilafah, Konstitusi,
Demokrasi, Ummah dan Syura yang berkembang dalam khazanah politik islam

2
BAB II

PEMBAHASAN

II.1 Imarah, Imamah, dan Khilafah

A. Konsep Imarah

Imarah berasal dari Bahasa arab yaitu fi’il madhi amara yang artinya memerintah,
sedangkan amir merupakan isim fa’il dengan bentuk jama’ umara yang artinya
raja/pangeran, dan putra mahkota.5 Ibn-Mandhur dalam lisannya menyebutkan bahwa
imarah (pemerintahan) merupakan hal yang dimiliki seorang pemimpin atau penguasa saat
ia telah menjadi amir (pemimpin). Secara istilah imarah adalah kekuasaan yang dimiliki
seorang pemimpin atau penguasa pada sebuah pemerintahan, imarah juga merupakan
konsep kepemimpinan sebagai konsep imamah. 6

Berbeda dengan konsep imamah dan khalifah, konsep imarah justru bernuansa sosial
dan hamper tidak berhubungan dengan aspek doktrin islam karena sistem nilai dan prinsip
kepemimpinan seorang amirlah yang menentukan mekanisme kepemimpinan harus
bernuansa islami atau bahkan tidak.7 Ini sebabnya pada masa khilafah Umar bin Khatab
mencantumkan kata “mu’minin” karena kata amir belum mewakili unsur teologis dalam
islam, karena amir dipahami lebih umum untuk seluruh pola kepemimpinan. Maka
legalisasi seorang amir ditentukan oleh kepercayaan orang banyak terhadap seseorang.

B. Konsep Imamah

Imamah berasal dari Bahasa arab mam yang artinya didepan, diikuti, dari asal kata
imam seperti sholat lima waktu.8 Dalam Al-Qur’an istilah imam disebutkan dalam
beberapa kali baik terkait sholat maupun hal diluar sholat, seperti dalam Surah Al-Maidah
ayat 55 dan Hadist Al Bukhari tidak menyebutkan istilah imamah melainkan hanya
menyebut imam saja. Namun, dalam kamus Bahasa Indonesia kata imamah berarti
“kepemimpinan”. Dari istilah imam untuk sholat kemudian diperluas menjadi pemimpin
religious-politik bagi umat islam. 9

5
Rasuki, “Dinamika Konsep Kepemimpinan Dalam Islam: Dari Khilafah, Imamah Sampai Imarah.”
6
Ibid., 83.
7
Fachruroji, “TRILOGI KEPEMIMPINAN ISLAM : Analisis Teoritik Terhadap Konsep Khilafah, Imarah, Dan
Imamah,” 302.
8
Rasuki, “Dinamika Konsep Kepemimpinan Dalam Islam: Dari Khilafah, Imamah Sampai Imarah.”
9
Ibid.

3
Maka dari itu, istilah imam dalam hal ini merujuk pada kepemimpinan suatu negara
(kepala pemerintahan) islam yang dalam perkembangan nya istilah imamah lebih dikenal
sebagai doktrin pokok ajarah syi'ah. Dalam politik Syi’ah imamah merupakan psalah satu
pilar sentral dalam aspirasi politik syi’ah dan hak politik mutlak dimiliki oleh Ahlul Bait. 10
Konsep imamah merupakan kelanjutan konsep nubuwwah dengan kriteria ishmah dan ilmu
yang kemudian memiliki tiga kelompok besar imamiyah yaitu Isna, Asyariyah, Zaidiyah,
dan Ismailiyah.11

Mayoritas muslim kalangan sunni maupun syi’ah meyakini bahwa risalah kenabian
telah berakhir pada nabi Muhammad sebagai penerima wahyu terakhir. Kedua kelompok
ini tidak meyakini adanya risalah baru yang membawa ajaran seperti nabi dan tegas
menolak adanya kepemimpinan khilafah maupun imamah yakni pemimpin umat pembawa
risalah nabi. Kelompok pengikut Ali ibn Abi Thalib tidak menggunakan konsep khilafah
dan dikenal dengan kelompok syi’ah yang menggunakan term khusus dengan istilah
Imamah. Konsep imamah terus berkembang dikelompok syiah daripada kalangan sunni.
Perbedaan keduanya biasa jadi ada kaitannya dengan nuansa politis syi’ah yang tidak
mengakui ketiga khalifah yaitu Abu Bakar, Umar dan Ustman sebagai pengganti pemimpin
yang sah setelah nabi. Dalam keyakinan mereka, ketiga khalifah tersebut telah
mengkhianati Ali Bin Abi thalib sebagai satu-satunya pengganti nabi yang sah sesuai
dengan wasiat nabi Muhammad di Ghadir Khumm yang menjadi awal lahirnya konflik
dalam kepemimpinan islam sampai sekarang. 12

Seseorang yang menduduki posisi imamah memerlukan syarat “ma’shum” atau


terpelihara dari kesalahan. Ini bukan hal yang mudah, maka seorang imam adalah orang
yang berasal dari kalangan ahlul bait yang ditunjuk Rasulullah sebagaimana dalam Q.S Al-
Ahzab ayat 33 yang artinya memberi pemahaman bahwa salah satu syarat menjadi seorang
imam adalah terpelihara dari segala macam kesalahan dan dosa (ma’shum). Sebagian
pendapat bahwa konsep imamah bernuansa teologis murni dan doctrinal meskipun dalam
praktiknya seorang imam juga merupakan penguasa pemerintahan tertinggi dalam negara
secara formal. 13

10
Abd Aziz, “Imamah Dalam Pemikiran Politik Syi’ah,” HUMANISTIKA : Jurnal Keislaman 6, no. 2 (2020): 35.
11
Aziz, “Imamah Dalam Pemikiran Politik Syi’ah.”
12
Rasuki, “Dinamika Konsep Kepemimpinan Dalam Islam: Dari Khilafah, Imamah Sampai Imarah,” 86.
13
Fachruroji, “TRILOGI KEPEMIMPINAN ISLAM : Analisis Teoritik Terhadap Konsep Khilafah, Imarah, Dan
Imamah,” 300.

4
C. Konsep Khilafah

Khalifah berasal dari Bahasa arab yaitu kata khalf, yang berrati wakil, pengganti dan
penguasa. Sedangkan Ibn Mandhur mengutip Sebagian pendapat ulama “mendefinisikan
khalifah dengan Al-Sulthan Al-Adham, pemerintahan/kekuasaan yang agung”. 14 Didalam
Al-Qur’an surah Al-A’raf disebut sebanyak tujuh kali kata, pada ayat 69 diartikan sebagai
pengganti yakni generasi sesudah Rasulullah wafat. 15 Sebagai pengganti khilafah
mempunyai tugas meneruskan apa saja yang pernah dipraktekkan para pendahulunya.

Menurut Imam Al-Mawardi mengangkat kepala negara (khilafah) wajib diadakan,


kewajiban adalah kifayah seperti berjihad dan mencari ilmu pengetahuan karena jika tidak
ada seorangpun yang menjabat maka kewajiban itu dibebankan kepada dua kelompok
yaitu:16

1. Orang yang mempunyai wewenang memilih kepala negara bagi umat islam
2. Orang yang mempunyai kompetensi untuk memimpin negara untuk ditunjuk dan
memangku jabatan itu.

Dua kelompok diatas harus memenuhi persyaratan yaitu:17

1. Kredibilitas pribadi atau keseimbangan,


2. Mempunyai ilmu pengetahuan yang membuatnya mampu mengetahui siapa yang
berhak menjadi kepala pemerintahan/negara
3. Mempunyai pendapat yang kuat atau hikmah
Taqiyyudin al-Nabhani menyamakan konsep khilafah dan imamah dalam esensi
sebagai kepala negara (islam) yang berwenang mengatur seluruh urusan umat islam
disemua penjuru dunia dengan menegakkan hukum islam. Dengan begitu khilafah atau
imamah adalah institusi yang menguasai dunia islam dengan menegakkan syari’at islam.
Namun, saat kata khilafah disandingkan dengan kata ikhtilaf keduanya memiliki akar
pertalian secara linguistic dimana bersumber dari kata khalafa yang bersinonim dengan
kata ikhtilafa yang artinya berbeda atau berselisih, sedangkan khalaf artinya
menggantikan/pengganti yang jelas berbeda (mukhtalif) dengan yang digantinya. Dengan
begitu pemimpin/kepemimpinan setelah masa Rasulullah selalu menimbulkan

14
Rasuki, “Dinamika Konsep Kepemimpinan Dalam Islam: Dari Khilafah, Imamah Sampai Imarah,” 84.
15
Rasuki, “Dinamika Konsep Kepemimpinan Dalam Islam: Dari Khilafah, Imamah Sampai Imarah.”
16
Lendrawati, “Khilafah, Imarah Dan Imamah Dalam Konstelasi Politik Islam: Analisis Komperatif Tentang
Wacana Bentuk Negara Dan Sistem Pemerintahan,” al-Ahkam XXII, no. 2 (2021): 129,
https://ejournal.uinib.ac.id/jurnal/index.php/alahkam/article/download/3618/2292.
17
Ibid., 128.

5
perselisihan, perbedaan dan pertentangan dalam diri umat islam yang tidak dapat dihindari
sampai saat ini.

Khilafah dalam konteks politik pemerintahan islam adalah para pemimpin sepeninggal
nabi yang menggunakan sistem pemerintahan teokrasi dengan prinsip syari’ah yang
merupakan seorang pemimpin pemerintahan dan pemimpin keagamaan yang berkaitan
dengan term politik kenegaraan. 18 Gagasan Al-Farabi dalam Al-Madinah Al-Fadhilah
(negara utama) memiliki syarat penting kepemimpinan dalam konteks khilafah, antara
lain:19

1. Sempurna seluruh anggota badan


2. Memiliki pengertian yang besar
3. Memiliki tanggapan baik
4. Memiliki ingatan sempurna (tidak pikun)
5. Cakap dan bijak dalam berbicara
6. Mencintai dan memiliki ilmu pengetahuan
7. Tidak hidup mewah dan berfoya-foya
8. Tidak serakah dan menuruti hawa nafsu
9. Mencintai kebenaran dan membenci kebohongan
10. Mencintai keadilan dan membenci kezaliman
11. Sanggup menegakkan keadilan
12. Memiliki penghidupan layak

Konsep tersebut mereduksi pengertian yang tertuang dalam Q.S Al-Baqarah ayat 30
karena manusia pada kenyataannya harus dipercayai Allah untuk menjalankan Amanah
penjagaan bumi, maka pemahaman khalifah dalam politik kenegaraan merupakan satu
metodologi operasional terhadap tugas dalam mengemban Amanah.

Dengan demikian, dapat ditarik kesimpulan bahwa: 20 Pertama, konsep khilafah


bersifat umum dimana sebagai sebuah konsep mencakup imamah dan imarah didalamnya.
Khilafah lebih bersifat teologis dan sosiologis karena memiliki relasi kuat dengan tujuan
penciptaan manusia sebagai khalifah dimuka bumi kemudian praktiknya dilakukan oleh

18
Fachruroji, “TRILOGI KEPEMIMPINAN ISLAM : Analisis Teoritik Terhadap Konsep Khilafah, Imarah, Dan
Imamah,” 297.
19
Fachruroji, “TRILOGI KEPEMIMPINAN ISLAM : Analisis Teoritik Terhadap Konsep Khilafah, Imarah, Dan
Imamah.”
20
Ibid., 302.

6
manusia. Kedua, masing-masing konsep dapat dipahami dengan pendekatan karakteristik
yang berbeda-beda. Imarah murni bersifat sosiologis karena tidak didandarkan oleh unsur
teologis.

Pendapat imam Ar-Razi dalam kitab Mukhtar Ah-Shihah dikutip oleh muslim al-
yusuf yaitu “khilafah, Imamah al-‘uzhma, atau imarah al mukminin semuanya
memberikan makna yang satu (sama) dan menunjukan tugas yang juga satu (sama) yaitu
kekuasaan tertinggi bagi kaum muslim. 21 Wahbah Az-Zuhaili dalam kitab Al-Fiqh Al-
Islami Wa Adillatuhu menyatakan pendapat yang serupa yaitu “Khilafah atau imamah
atau imarah al -mukminin atau yang berarti sistem berdasarkan musyawarah yang
menghimpun kemaslahatan dunia dan akhirat, semua mempunya pengertian sama. 22

Pemimpin dalam pemerintahan islam dipilih berdasarkan kualifikasi dan


spesifikasi tertentu dengan syarat-syarat pokok bagi suatu jabatan disertai dengan syarat
mora dan intelektual yaitu kejujuran (Amanah); kecakapan atau otorisasi dalam
memerintah dengan pengawasan dari kelompok pemerintahannya (quwwah) hingga
terciptanya suatu keadilan.23

Imam Al-Ghazali dalam teorisasi kenegaraan mengutamakan perpaduan moral (agama)


dengan kekuasaan karena harus diperoleh dan dipertahankan dalam pemerintahan demi
mewujudkan kesejahteraan masyarakat secara universal, kebahagiaan didunia dan
akhirat.24 Namun, Imam Hasan Al-Banna menilai bahwa negara islam harus
berlandaskan pada tiga landasan kaidah pokok sebagai struktur dasar sistem
pemerintahan islam, yaitu sebagai berikut:25

1. Pertanggungjawaban pemimpin kepada Allah SWT dan Masyarakat


2. Kesatuan umat islam yang berlandaskan pada aqidah Islamiyah
3. Menghormati keinginan rakyat dengan melibatkan dalam musyawarah dan menerima
masukan serta usulan mereka yang bersifat perintah (ma’ruf) maupun larangan
(munkar).

21
Fachruroji, “TRILOGI KEPEMIMPINAN ISLAM : Analisis Teoritik Terhadap Konsep Khilafah, Imarah, Dan
Imamah.”
22
Ibid.
23
Lendrawati, “Khilafah, Imarah Dan Imamah Dalam Konstelasi Politik Islam: Analisis Komperatif Tentang
Wacana Bentuk Negara Dan Sistem Pemerintahan,” 127.
24
Lendrawati, “Khilafah, Imarah Dan Imamah Dalam Konstelasi Politik Islam: Analisis Komperatif Tentang
Wacana Bentuk Negara Dan Sistem Pemerintahan.”
25
Ibid., 128.

7
II.2 Konstitusi, Demokrasi, Ummah Dan Syura

1. Konsep Konstitusi
Konstitusi dalam fiqh siayah disebut juga dengan dustur. Dustur adalah
seperangkat aturan yang mengatur landasan dan hubungan kerjasama antara anggota
masyarakat suatu negara, baik yang tidak tertulis (konvensional) maupun tertulis
(UUD). Menurut ulama fiqh siyasah, pada mulanya hubungan antara pemerintah dan
masyarakat ditentukan oleh adat. Oleh karena itu, hubungan kedua pihak di setiap
negara berbeda-beda, tergantung perbedaan masing-masing negara. Namun karena adat
istiadat tersebut tidak dicatat secara tertulis, maka tidak ada batasan tegas dalam
hubungan mengenai hak dan kewajiban masing-masing pihak. Oleh karena itu, sejak
pemerintah memegang kekuasaan, maka tidak heran jika terjadi tirani dan kediktatoran
terhadap rakyat yang dipimpinnya. Mereka bertindak sewenang-wenang dan melanggar
hak-hak dasar masyarakat.
Sebagai responnya, masyarakat melakukan pemberontakan, protes bahkan
revolusi untuk menggulingkan pemerintahan yang memegang kekuasaan absolut. Dari
revolusi tersebut timbullah gagasan untuk menciptakan suatu undang-undang dasar
atau konstitusi yang akan menjadi pedoman dan aturan bagi hubungan antara
pemerintah dan rakyat. Namun konstitusi tidak selalu didasarkan pada revolusi. Terjadi
pula evolusi konstitusi akibat lahirnya suatu bangsa baru.

Konstitusi bertujuan untuk mencerdaskan kehidupan berbangsa dan bernegara,


sekaligus meningkatkan kesejahteraan dan keamanan warga negara. Di sini pemerintah
berperan dalam mengatur kehidupan bernegara. Meskipun istilah “rule of law” baru
dikenal pada abad ke-19, konsep ini sudah ada sejak lama dan terus berkembang seiring
berjalannya waktu untuk memenuhi kebutuhan kondisi. Sejak zaman Plato hingga saat
ini, konsep “rule of law” telah mengalami banyak perubahan, hal ini mendorong para
filosof dan filosof untuk mengembangkan istilah “rule of law” untuk memecahkan
permasalahan yang menjadi landasan gagasan “rule of law”. ” " mengarang. Aturan-
aturan yang diharapkan, yang dikejar Aristoteles, hanyalah aturan-aturan yang dapat
menjamin kebaikan publik, yang diberlakukan bukan oleh pemerintah tetapi oleh
kehendak rakyat, seperti yang dikatakan Plato, karena ini adalah pemerintahan dengan

8
pejabat-pejabat terpilih, maka supremasi hukum bersifat fleksibel, tidak dapat
dipisahkan dari demokrasi, kedaulatan rakyat, dan landasan konstitusional. Oleh karena
itu, dalam negara hukum, unsur-unsur yang mendasar dan esensial meliputi negara
hukum, prinsip pemisahan kekuasaan, ketidakberpihakan dan independensi, hak-hak
sipil, demokrasi dan “rule of law”. Semua peraturan adalah contoh dari peraturan ini 26

Perpaduan antara politik dan agama yang merupakana akibat lagsung dari
hakikat teologi Islam juga terungkap dalam kawasan teori konstitusioanal. AI-Quran
sebagai undang-undang, perilaku keagamaan, tetapi yang lebih tinggi, kitab suci itu
merupakan hukum dasar dan tertinggi yang tidak dapat digolongkan sebagai argumen
serius tentang konstitusi Negara Islam.

Sumber hukum islam terbagi 3, yakni : 27

a) Yang tidak kalah penting adalah Sunah atau segala perkataan dan praktek kehidupan
Nabi Muhammad SAW, manusia yang dipilih Allah untuk menyampaikan risalah-
Nya kepada sernua manusia.
b) Ijma’ yang berarti kesepakatan universal atau kosensus yang bersifat umum. Ijma’
melibatkan upaya kolektif yang terdiri dari anggota-anggota suatu kelompok atau
keseluruhan masyarakat untuk meraih sebuah kesepakatan hukum tentang suatu
masalah tertentu.
c) Qiyas adalah metode yang digunakan untuk menyelesaikan permasalahan yang
berkaitan dengan keabsahan suatu bentuk perilaku tertentu. Dalam Islam, metode ini
digunakan untuk memperluas hukum Syariah umum ke setiap kasus berdasarkan
kesamaan atau ketidakkonsistenan dengan kasus-kasus kuno tertentu yang
dijelaskan dalam Al-Qur'an dan Sunnah. Konstitusi yang berbeda; pertama
konstitusi tertulis dan tidak tertulis, kedua konstitusi fleksibel (fleksibel) dan
konstitusi kaku (hard/hard), ketiga konstitusi tingkat tinggi dan konstitusi non-
tingkat tinggi, keempat konstitusi federal dan konstitusi kesatuan dan keempat,
sistem presidensial dan konstitusi parlementer. Konstitusi sistem pemerintahan.

26
Nurul fitrah,”Konstitusi Dalam Konsep Negara Hukum Dan Demokrasi”,(universita muhammadiya
sidenreng rappang), 24 januari 2023, hal.5
27
Kun Budianto, Kelembagaan Politik Islam: Konsep Konstitui, Legislasi, Demokrasi, Ummah dan
Syuro, JSSP, Vol. 1 No. 2, Desember 2017, hal. 157-158.

9
2. Konsep Demokrasi
Demokrasi lahir dari pemahaman bahwa kekuasaan ada di tangan rakyat.
Artinya kekuasaan yang baik adalah kekuasaan yang berasal dari rakyat, oleh rakyat,
dan untuk rakyat. Sejarah demokrasi berakar pada sistem yang berlaku di negara-kota
Yunani kuno dari abad ke-6 hingga ke-3 SM. Demokrasi yang berlaku pada saat itu
adalah demokrasi langsung, yaitu suatu bentuk pemerintahan yang kekuasaan
pengambilan keputusan politik dilaksanakan langsung oleh setiap warga negara,
bertindak menurut prosedur mayoritas. Hal ini dimungkinkan karena negara-kota
tersebut memiliki wilayah yang relatif sempit. dan jumlah penduduknya tidak banyak
(kurang lebih 300.000 jiwa). Meskipun tidak semua penduduk mempunyai hak pada
saat itu, demokrasi Yunani kuno yang bersifat langsung dapat dilaksanakan secara
efektif karena berlangsung dalam kondisi yang sederhana, berskala kecil, dengan
jumlah penduduk yang terbatas dan kecil (sekitar 300.000 orang dalam satu kota).
Peraturan demokratis hanya berlaku bagi warga negara resmi. Hanya sebagian kecil
dari populasi.
Demokrasi parlementer merupakan demokrasi yang menempatkan lembaga
legislatif pada kedudukan yang lebih tinggi dibandingkan lembaga eksekutif. Kepala
pemerintahan dipimpin oleh Perdana Menteri. Perdana Menteri dan menteri kabinet
diangkat dan diberhentikan oleh Majelis Nasional. Dalam demokrasi parlementer,
presiden adalah kepala negara..
Demokrasi dengan sistem pemisahan kekuasaan diterima sepenuhnya oleh
Amerika Serikat. Dalam sistem ini, kekuasaan legislatif dipegang oleh Majelis
Nasional, kekuasaan eksekutif dipegang oleh presiden, dan kekuasaan yudikatif
dipegang oleh Mahkamah Agung.
Demokrasi melalui Referendum. Yang paling mencolok dari sistem demokrasi
melalui referendum adalah pengawasan dilakukan oleh rakyat dengan cara referendum.
Sistem referendum menunjukkan suatu sistem pengawasan langsung oleh rakyat. Ada
2 cara referendum, yaitu referendum obligator dan fakultatif. 28
3. Konsep Ummah
Kata ummah berasal dari bahasa Hebrew/Ibrani, alef-mem yang arti dasarnya
cinta kasih (saint lover), kemudian menyeberang menjadi bahasa Arab umm yang arti
dasarnya ibu. Umm diartikan ibu karena ibu memiliki cinta kasih yang paling dalam.

28
Ibid, hal.160

10
Dari akar kata alif-mim membentuk kata amam (keterdepanan, keunggulan),
imam (imam shalat, pemimpin), ma’mum (pengikut imam, rakyat), imamah (konsep
yang mengatur antara imam dan makmum serta pemimpin dan rakyat). Keseluruhan
makna dasar ini menghimpun suatu komunitas khusus yang bernama ummah.
Kata ummah sebagai nama sebuah komunitas masyarakat pertama kali
dipopulerkan oleh Nabi Muhammad SAW di kawasan Jazirah Arab. Secara semantik,
kata ummah terabadikan dalam sejarah sebagai sebuah komunitas masyarakat yang
dihimpun oleh ikatan kasih sayang yang amat dalam dan luhur, memiliki visi
kemanusiaan yang ber-orientasi masa depan, di bawah sosok pemimpin berwibawa dan
disegani, dengan makmun dan rakyat yang santun tapi kritis, dan dengan system yang
kepemimpinan yang ideal. Bangunan masyarakat yang seperti itulah disebut dengan
ummah.
Bagi dunia Arab, konsep ummah betul-betul tampil sebagai the dream society
yang mengangkat martabat bangsa Arab, sebuah bangsa yang tidak pernah
diperhitungkan di dalam sepanjang sejarahnya. Mungkin ini merupakan wujud revolusi
mental yang pernah dilakukan seorang Nabi Muhammad SAW. 29
Dalam Piagam Madinah, pemakaian kata ummah mengandung dua pengertian,
yaitu:
a. Organisasi yang diikat oleh akidah Islam. Pertama, ummah memiliki kepercayaan
kepada Allah dan keyakinan kepada Nabi Muhammad sebagai nabi terakhir, memiliki
kitab yang satu dan bentuk pengabdian yang satu pula kepada Allah. Kedua, organsasi
umat yang menghimpun jamaah atau komunitas yang beragam atas dasar ikatan sosial
politik. Dari ayat-ayat Alqu’ran dan piagam madinah dapat dicatat beberapa ciri esensi
yang menggambarkan ummah (Islam).
b. Islam yang memberiakan identitas pada ummah mengajarkan semangat universal.
Ketiga, karena umat islam bersifat universal, maka secara alamiah umat islam juga
bersifat organik. Keempat, berdasarkan prinsip ketiga, maka Islam tidak dapat
mendukung ajaran kolektivitas komunisme dan individualisme kaum kapitalis. Kelima,
dari prinsip tersebut, maka sistem politik yang digariskan Islam tidak sama dengan
pandangan Barat.

29
Prof. Dr. KH. Nasaruddin Umar MA,”Konsep Ummah Mereduksi Politik Identitas” 31 agustus 2022,
https://www.uinjkt.ac.id/konsep-ummah-mereduksi-politik-identitas/

11
Kata-kata umat ternyata memiliki ruang lingkup yang berlapis. Golongan
pertama, dari manusia dapat diumpamakan dengan makhluk Tuhan, sehingga burung
pun disebut manusia, dan semut pengembara juga dapat disebut umat umat Tuhan.
Tingkatan kedua, kata ummah, merujuk pada seluruh umat manusia. Tingkat ketiga,
kata Ummah berarti komunitas manusia. Di kelas ini dapat dibedakan antara Muslim
dan non-Muslim.
Konsep terpenting dalam pemikiran politik Islam adalah ummat atau komunitas
orang beriman. Bagian pertama dari kata Ummah diterjemahkan sebagai kesatuan yang
menimbulkan kesatuan seluruh warga umat Islam. Dalam pengertian istilah ini, Ummat
mencakup keseluruhan (jemaat) individu yang paling banyak dihubungkan oleh ikatan
atau ikatan agama dan bukan oleh ikatan kekerabatan atau ras. Di dalam Ummah,
seluruh anggotanya bersaksi secara penuh bahwa tidak ada Tuhan selain Allah dan
bahwa Muhammad adalah Rasul-Nya. Di hadapan Allah semua anggota mempunyai
derajat yang sama, tidak ada perbedaan kualifikasi, kasta atau ras..30
4. Konsep Syura
Kata Syura berasal dari sya-wa-ra, yang secara etimologis berarti mengeluarkan
madu dari sarang lebah. Kata syura dalam bahasa Indonesia menjadi musyawarah
mengandung mana segala sesuatu yang dapat diambil atau dikeluarkan dari yang lain
(termasuk pendapat) untuk memperolch kebaikan.
Mayoritas ulama syari'at dan pakar undang-undang konstitusional meletakkan
musyawarah sebagai kewajiban keislaman dan prinsip konstitusional yang pokok di
atas prinsip-prinsip umum dan dasar-dasar baku yang telah ditetapkan oleh nash-nash
al qur'an dan hadis-hadis nabawi. Oleh karena itu, musyawarah ini lazim tidak ada
alasan bagi seorang pun yang meninggalkannya.
Musyawarah dalam prinsip hak asasi manusia juga kebebasan mum mendasar,
sangat memperhatikan permasalahan sekarang di dunia pada semua suku secara mum
dan secara khusus suku-suku dalam negara yang disebut dengan dunia ketiga.

Bila hadis nabawui menetapkan bahwa: pemisah antara seseorang dan


kemusyrikan serta kekafiran adalah shalat maka kami berkata “ bahwa pembatas antara
hukum Islam dan antara hukum diktatorial adalah meninggalkan musyawarah”.
(Khaliq, 2005). Sistem kenegaraan yang dianjurkan oleh Islam harus memegang prinsip
syura. Allah SWT telah mewajibkan berlakunya sistern syura kepada umat manusia

30
Op.cit, hal. 161

12
dalam dun ayat Al-Quran. Teks kedua ayat tersebut cukup jelas dalam mewajibkan
untuk mengikuti prinsip syura. Ayat pertama disampaikan dalam bentuk perintah
terhadap Rasulullah saw. Untuk menjalankan syura. Jika demikian, tentu umatnya lebih
pantas untuk diperintah melakukannya. Sementara ayat yang kedua menerangkan
bagaimana sifat utama dari kaum muslimin dalam menghadapi berbagai persoalan dan
memutuskan permasalahan dengan selalu saling memahami satu sama lainnya dan
saling tukar pikiran melalui syura. 31

31
Op.cit, hal.163

13
BAB III

PENUTUP

III.1 Kesimpulan

Dari penjelasan yang telah di paparkan maka penulis dapat menarik kesimpulan, yakni:

1. imarah adalah kekuasaan yang dimiliki seorang pemimpin atau penguasa pada sebuah
pemerintahan, imarah juga merupakan konsep kepemimpinan sebagai konsep imamah
2. istilah imam dalam hal ini merujuk pada kepemimpinan suatu negara (kepala
pemerintahan) islam yang dalam perkembangan nya istilah imamah lebih dikenal
sebagai doktrin pokok ajarah syi'ah
3. Khilafah dalam konteks politik pemerintahan islam adalah para pemimpin
sepeninggal nabi yang menggunakan sistem pemerintahan teokrasi dengan prinsip
syari’ah yang merupakan seorang pemimpin pemerintahan dan pemimpin keagamaan
yang berkaitan dengan term politik kenegaraan
4. Konstitusi bertujuan untuk mencerdaskan kehidupan berbangsa dan bernegara
serta membangkitkan kesejahteraan dan keamanan warga negaranya
5. Demokrasi juga berasal dari pengertian bahwa kekuasaan ada di tangan rakyat.
Maksudnya kekuasaan yang baik adalah kekuasaan yang berasal dari rakyat, oleh
rakyat, dan untuk rakyat
6. Kata ummah sebagai nama sebuah komunitas masyarakat pertama kali dipopulerkan
oleh Nabi Muhammad SAW di kawasan Jazirah Arab
7. Kata syura dalam bahasa Indonesia menjadi musyawarah mengandung mana segala
sesuatu yang dapat diambil atau dikeluarkan dari yang lain (termasuk pendapat) untuk
memperolch kebaikan

III.2 Saran

Tentunya terhadap penulis sudah menyadari jika dalam penyusunan makalah di atas
masih banyak ada kesalahan serta jauh dari kata sempurna. Adapun nantinya penulis akan
segera melakukan perbaikan susunan makalah itu dengan menggunakan pedoman dari
beberapa sumber dan kritik yang bisa membangun dari para pembaca.

14
DAFTAR PUSTAKA

Aziz, Abd. “Imamah Dalam Pemikiran Politik Syi’ah.” HUMANISTIKA : Jurnal Keislaman
6, no. 2 (2020): 124–138.

Fachruroji, Moch. “TRILOGI KEPEMIMPINAN ISLAM : Analisis Teoritik Terhadap


Konsep Khilafah, Imarah, Dan Imamah.” Ilmu Dakwah Volume 4 (2008).

Kun Budianto, Kelembagaan Politik Islam: Konsep Konstitui, Legislasi, Demokrasi, Ummah
dan Syuro, JSSP, Vol. 1 No. 2, Desember 2017

Nurul fitrah,”Konstitusi Dalam Konsep Negara Hukum Dan Demokrasi”,(universita


muhammadiya sidenreng rappang), 24 januari 2023

Lendrawati. “Khilafah, Imarah Dan Imamah Dalam Konstelasi Politik Islam: Analisis
Komperatif Tentang Wacana Bentuk Negara Dan Sistem Pemerintahan.” al-Ahkam
XXII, no. 2 (2021): 117–132.
https://ejournal.uinib.ac.id/jurnal/index.php/alahkam/article/download/3618/2292.

Nurul fitrah,”Konstitusi Dalam Konsep Negara Hukum Dan Demokrasi”,(universita


muhammadiya sidenreng rappang), 24 januari 2023

Prof. Dr. KH. Nasaruddin Umar MA,”Konsep Ummah Mereduksi Politik Identitas” 31
agustus 2022, https://www.uinjkt.ac.id/konsep-ummah-mereduksi-politik-identitas/

Rasuki, Rasuki. “Dinamika Konsep Kepemimpinan Dalam Islam: Dari Khilafah, Imamah
Sampai Imarah.” Jurnal Kariman 7, no. 1 (2019): 81–96.

15

Anda mungkin juga menyukai