Anda di halaman 1dari 22

MAKALAH

KONSEP IMAMAH DAN KHILAFAH

Disusun untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Aswaja PPG Prajabatan


Universitas Nahdlatul Ulama Surabaya

Oleh :
Kelompok 13

Nurfadilla Yustina Putri/4120022247

Dosen Pembimbing
Dr. H. Syamsul Ghufron, M.Si.

PENDIDIKAN PROFESI GURU BIDANG STUDI SEKOLAH


DASAR
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMUA PENDIDIKAN
UNIVERSITAS NAHDLATUL ULAMA SURABAYA
2022
KATA PENGANTAR

Dengan menyebut nama Allah SWT yang Maha Pengasih lagi Maha

Panyayang, penyusun panjatkan puja dan puji syukur atas kehadirat-Nya, yang

telah melimpahkan rahmat, hidayah, dan inayah-Nya, sehingga penyusun dapat

menyelesaikan makalah ilmiah tentang Konsep Imamah dan Khilafah pada mata

kuliah Aswaja.

Makalah ilmiah ini telah penyusun susun dengan maksimal dan mendapatkan

bantuan dari berbagai pihak sehingga dapat memperlancar pembuatan makalah

ini. Untuk itu kami menyampaikan banyak terima kasih kepada semua pihak yang

telah berkontribusi dalam pembuatan makalah ini. Terutama dosen Pembimbing

Dr. H. Syamsul Ghufron, M.Si. yang telah membimbing kita dalam menyusun

makalah ini.

Penyusun berharap makalah ini dapat bermanfaat bagi semua pihak yang

menggunakannya. Terlepas dari semua itu, penyusun menyadari sepenuhnya

bahwa masih ada kekurangan baik dari segi susunan kalimat maupun tata

bahasanya. Oleh karena itu dengan terbuka penyusun menerima segala saran dan

kritik dari pembaca agar kami dapat memperbaiki makalah ilmiah ini dan dapat

bermanfaat untuk dunia dan akhirat.

Surabaya , Oktober 2022

Penyusun

i
DAFTAR ISI

Kata Pengantar……………………………………………………………………..i

Daftar Isi…………………………………………………………………………..ii

BAB I : PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah………………………………………………1

B. Rumusan Masalah…………………………………………………….1

C. Tujuan Penyusunan…………………………………………………...2

D. Manfaat Penyusunan………………………………………………….2

BAB II : PEMBAHASAN

A. Konsep Imamah dan Khilafah………………………………………...3

B. Tujuan Imamah dan Khilafah…………………………………………7

C. Syarat Imamah dan Khilafah………………………………………...11

D. Sistem Imamah dan Khilafah………………………………………..14

BAB III : PENUTUP

A. Simpulan……………………………………………………………..16

B. Saran…………………………………………………………………17

DAFTAR PUSTAKA…………………………………………………………...18

ii
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Bagi manusia menjalankan kehidupan di dunia perlu adanya pedoman

hidup. Pedoman hidup yang utama yaitu agama. Di Indonesia mayoritas

penduduknya memeluk Agama Islam, sehingga pengetahuan mengenai Islam

harus didalami bagi pemeluknya. Salah satu konsep pada Agama Islam yang perlu

didalami adalah konsep imamah dan khilafah beserta tujuan, syarat dan sistemnya.

Dalam menjalankan Agama Islam seorang muslimin memerlukan pemimpin, oelh

karena itu perlu bagi kita mempelajari konsep imamah dan khalifah beserta tujuan, syarat

dan sistemnya.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah di atas, penyusun dapat merumuskan

masalah sebagai berikut:

1. Bagaimana konsep imamah dan khilafah?

2. Apa tujuan imamah dan khilafah?

3. Apa syarat imamah dan khilafah?

4. Apa sistem imamah dan khilafah?

1
2

C. Tujuan Penyusunan

Berdasarkan rumusan masalah di atas, penyusun dapat merumuskan tujuan

sebagai berikut:

1. Mendeskripsikan konsep imamah dan khilafah.

2. Mendeskripsikan tujuan imamah dan khilafah.

3. Mendeskripsikan syarat imamah dan khilafah.

4. Mendeskripsikan sistem imamah dan khilafah.

D. Manfaat Penyusunan

Berdasarkan tujuan penyusunan di atas, penyusun dapat merumuskan tujuan

sebagai berikut:

1. Pembaca memahami konsep imamah dan khilafah.

2. Pembaca memahami tujuan imamah dan khilafah.

3. Pembaca memahami syarat imamah dan khilafah.

4. Pembaca memahami sistem imamah dan khilafah.


BAB II

PEMBAHASAN

A. Konsep Imamah dan Khilafah

Tidak dapat dipungkiri bahwa mendirikan sebuah negara merupakan suatu

hal yang wajib dilakukan menurut logika akal manusia. Karena pada dasarnya

setiap manusia merupakan makhluk sosial yang sangat saling membutuhkan

antara satu sama lain. Oleh karena itu dalam membentuk sebuah komunitas pada

masyarakat harus ada seorang pemimpin. Pemimpin tersebut nantinya memiliki

peran untuk mengatur kehidupan mereka.

Nabi bersabda:

”Ketika tiga orang sedang bepergian maka hendaklah satu orang diantara

mereka diangkat menjadi pemimpin”. (HR. Abi Daud)

Sedangkan para ulama memiliki perbedaan pendapat dalam hukum

mendirikan pemerintahan. Golongan Ahli Sunnah, Murjiah, Syiah, dan sebagian

besar Mu’tazilah serta Khawarij berpendapat bahwa untuk mendirikan

pemerintahan Islam adalah suatu hal yang wajib. Sedangkan Ibn Hazm

mengatakan bahwa dalam diri umat Islam harus ada sistem pemerintahan yang

wajib untuk ditaati. Menurut Jafar (2017:60), mendirikan agama dan menaati

suatu pemerintahan tidaklah lain hanya untuk menegakkan hukum Allah dan

pengaturan sistem kemasyarakatan yang berlandaskan syariat untuk mencapai

kemaslahatan.
3
4

Pernyataan diatas didukung dengan pendapat golongan ini: pertama, Firman

Allah Swt dalam surah AnNisa’ ayat 59, yaitu:

“ Hai orang-orang yang beriman, taatilah Allah dan taatilah Rasul (Nya), dan ulil

amri di antara kamu. kemudian jika kamu berlainan Pendapat tentang sesuatu,

Maka kembalikanlah ia kepada Allah (Al- qur’an) dan Rasul (sunnahnya), jika

kamu benarbenar beriman kepada Allah dan hari kemudian. yang demikian itu

lebih utama (bagimu) dan lebih baik akibatnya”

Kepemimpinan diyakini mampu menjadi salah satu alat untuk mencapai

tujuan utama masyarakat Islam sebagaimana yang dikehendaki oleh Allah. Oleh

karena itu, kepemimpinan menduduki posisi yang strategis dalam pandangan

Islam. Kepemimpinan akan terus berkembang seiring berkembangnya zaman.

Kepemimpinan dalam islam dikenal dengan Al-Imamah. Konsep ajaran islam

tentunya akan merujuk pada ajaran-ajaran yang dibawa oleh Rasulullah SAW.

Akan tetapi setelah wafatnya Rasulullah SAW mulai terlihat perbedaan umat

islam Ansar dan Muhajirin dalam menentukan pilihanan terkait siapa yang pantas

untuk menggantikan posisi Nabi.

Menurut Rizvi, (2020:2), dalam terminology Islam al-Imamah bermakna

otoritas semesta dalam seluruh urusan agama dan dunia, yang menggantikan peran

Nabi SAW. Terdapat perbedaan pedapat antara kalangan ahlussunnah waljamaah

(suni) dan kalangan Syiah. Kalangan Suni berpendapat bahwa imamah bukan
5

merupakan pemimpin dalam sebuah jabatan melainkan imam sholat. Sedangkan

menurut kaum Syiah Imamah merupakan bagian prinsip dari ajaran Agama yang

dapat diidentikan dengan lembaga Kepresidenan.

Menurut Rasuki (2019:87), Istilah Imamah akar katanya berasal dari bahasa

arab amamyang artinya didepan, juga memilki arti yang diikuti, dari asal kata

imamseperti imam dalam shalat lima waktu. Kata imamah merupakan bentuk

masdardari kosakata imam tadi. Dalam al-Qur‟an, istilah imam disebutkan dalam

bentuk beberapa kali, baik terkaitdengan imam dalam shalat maupun di luar

shalat. Dalam shalat, istilah imam adalah mereka yang posisinya di depan

jama‟ah, yang selalu di ikuti (ma‟mum) baik dalam gerakan maupun

bacaanya.Dalam kamus Bahasa Indonesia, kata imamah berarti “kepemimpinan”

baik pemimpin yang baik maupun tidak, dan mereka tidak pernah

menentukan baik bentuk negara maupun model kepemimpinan.

Selain imamah kita akan membahas mengenai khilafah. khilafah adalah

ajaran Islam tentang sistem pemerintahan karena sebagai bagian dari ajaran Islam

maka khilafah boleh didakwahkan. Tujuannya supaya umat tahu tentang sistem

pemerintahan. Khilafah juga bukan hanya bagian dari ajaran agama yang kita

peluk tetapi juga merupakan bagian dari sejarah kita.

Khilafah merupakan sebutan untuk pemerintahan pada masa khalifah.

Menurut Arda (2021), khilafah adalah suatu lembaga pemerintahan Islam yang

berdasarkan pada Al-Qur’an dan Sunnah. Dalam sejarah, Khilafah adalah sebutan

bagi suatu pemerintahan pada masa tertentu, seperti pada masa Khilafah Abu

Bakar, Khilafah Umar bin Khattan dan Khilafah seterusnya untuk melaksanakan
6

wewenang yang telah di amanahkan kepada mereka. Meskipun diambil dari

sumber yang sama yaitu Al-qur’an tetapi dua hal ini tentu berbeda namun imamah

sendiri secara teknisnya hamper tidak terdapat perbedaan dengan khilafah, yaitu

sebagai Lembaga kepemimpinan tetapi dalam praktisnya imamah tidak

disandarkan kepada proses suksesi seperti yang ada dalam proses khilafah yang

bernuansa sosial karena imamah sendiri cenderung dipahami bersifat doktrinal. 

Menurut pendapat Fachruroji (2008:295) Secara harfiah khilafah berarti

penggantian atau suksesi. Maksud dari pengganti atau suketi adalah penggantian

kepemimpinan selepas Nabi Muhammad Saw wafat, akan tetapi bukan

menggantikan dalam kedudukannya sebagai Nabi melainkan sebagai pemimpin

umat. Pemegang jabatan dalam khilafah disebut dengan khalifah. Namun

demikian, kata khalifah kemudian lebih populer diartikan sebagai kepala negara

dalam Islam sepeninggal Nabi Muhammad Saw.

Menurut pendapat dari Imam Ibnu Khaldun dalam Al-Jawi (2020):

‫وإذ قد بيَّنَّا حقيقة هذا المنصف وأنه نيابة عن صاحب الشريعة في حفظ الدين وسياسة الدنيا‬
‫به تسمى خالفة‬
‫وإمامة والقائم به خليفة وإمام‬
“Telah kami jelaskan hakikat kedudukan ini Khalifah dan bahwa ia adalah

pengganti dari Pemilik Syariat (Rasulullah SAW) dalam menjaga agama dan

mengatur dunia dengan agama. Kedudukan ini dinamakan Khilafah dan Imamah,

dan orang yang melaksanakannya dinamakan Khalifah dan imam.”


7

Menurut Al-Jawi (2020), jika imamah dan khilafah pengertiannya sama, demikian

juga istilah imam dan Khalifah. Keduanya sama-sama berarti pemimpin tertinggi

dalam negara Khilafah, tidak berbeda.

‫ وأمير المؤمنين‬، ‫ واإلمام‬، ‫ الخليفة‬: ‫يجوز أن يقال لإلمام‬


 “Boleh saja imam itu disebut dengan Khalifah, imam, atau amirul mukminin.”

(Lihat Ad-Dumaiji, Al-Imamah Al-‘Uzhma, hal. 34).

Menurut Arda (2021), Imamah merupakan kepemimpinan yang melampaui

batas teritorial, daerah, negara, dan lainnya tetapi mengikat secara spiritual dan

teologis setiap pribadi yang meyakininya. Sedangkan khilafah adalah

kepemimpinan yang tidak (dibatasi) dibatasi teritori tertentu. Tetapi keduanya

merupakan pemimpin atau yang memiliki kekuasaan tertinggi untuk menjaga

agama dan mengatur dunia dengan agama. Sehingga dapat artikan bahwa imamah

dan khilafah memiliki arti sistem pemerintahan yang menjaga agama dan

mengatur dunia.

B. Tujuan Imamah dan Khilafah

Adanya kepemimpinan sangat diperukan dalam kehidupan di dunia. Tentunya

kepemimpinan yang diharapkan berlandasan agama. Karena agama merupakan

pedoman bagi umat. Dalam Saif (2022), para ulama Sunni klasikberpendapat

bahwa membentuk pemerintahan merupakan suatu kewajiban. Karena kekuasaan

politik merupakan alat untuk melaksanakan syariat Islam, menegakkan keadilan,

mewujudkan kesejahteraan rakyat, memelihara persatuan umat lewat kerja sama,

dan menciptakan keamanan dan ketenteraman. Kekhilafahan dalam islam


8

dibentuk memiliki tujan utama yaitu untuk mewujudkan Kebaikan atau

kemaslahatan ummat di dunia yang berlandaskan pada aqidah dan syari’at Islam

dengan cara menciptakan masyarakat yang adil, makmur, dan sejahtera baik lahir

maupun batin.

Abu A'la al-Maududi dalam Saif (2022), menyebutkan ada tiga tujuan utama

pemerintahan dalam Islam sebagai yaitu:

1. Menegakkan keadilan dalam kehidupan manusia dan menghentikan

kezaliman serta menghancurkan kesewenang-wenangan.

2. Menegakkan sistem yang islami melalui daya dan cara yang dimiliki oleh

pemerintah. Pemerintah memiliki kekuasaan untuk menyebarkan kebaikan

serta memerintahkannya (amar ma'ruf) sebagaimana tujuan utama

kedatangan Islam ke dunia.

3. Menumpas akar-akar kejahatan dan kemungkaran, karena merupakan

perkara yang paling dibenci Allah SWT.

Bila ditinjau dari segi strategi tujuan khilafah yaitu:

1. Khilafah memiliki tujuan untuk melanjutkan kepemimpinan Nabi

Muhammad sebagai pemimpin.

2. Memelihara keamanan dan ketahanan negara dan agama

3. Untuk mengupayakan kesejahteraan ummat di dunia

4. Untuk mewujudkan dasar-dasar khilafah (pemerintahan) yang memiliki

orientasi pada keseimbangan atau adil dalam seluruh aspek kehidupan di

mayarakat.
9

5. Khilafah sebagai sarana atau alat dalam berdakwah atau menyebar luaskan

agama.

Berdasarkan pendapat di atas dapat diartikan bahwa khilafah memiliki tujuan

yang posisitf untuk memimpin berjalannya keamanan dan keamanan bagi umat

dalam kehidupan di dunia.

Khalifah atau orang yang memimpin memiliki tugas-tugas tertentu. Menurut

Imam al-Mawardi dalam Widyatma (2008:96), tugas-tugas seorang pemimpin ada

10 diantaranya:

Menurut Imam al-Mawardi dalam Widyatama (2008:96) tugas-tugas yang harus

diemban oleh kepala negara sebagai kepala pemerintahan ada sepuluh hal sebagai

berikut:

1. Menjaga agama agar tetap berada di atas pokok-pokoknya yang konstan

(tetap) dan sesuai pemahaman yang disepakati oleh generasi salaf

(terdahulu) umat Islam. Jika muncul pembuat bid'ah atau pembuat

kesesatan, ia berkewajiban untuk menjelaskan hujjah (alasan) kebenaran

baginya dan menjelaskan pemahaman yang benar kepadanya, serta

menuntutnya sesuai dengan hak-hak dan aturan hukum yang ada, sehingga

agama terjaga dari kerancuan dan pemahaman yang salah.

2. Menjalankan hukum bagi pihak-pihak yang bertikai dan memutuskan

permusuhan antar pihak yang berselisih, sehingga keadilan dapat dirasakan

oleh semua orang. Tidak ada orang zalim yang berani berbuat aniaya dan

tidak ada orang yang dizalimi yang tidak mampu membela dirinya.
10

3. Menjaga keamanan masyarakat sehingga manusia dapat hidup tenang dan

bepergian dengan aman tanpa takut mengalami penipuan dan ancaman atas

diri dan hartanya.

4. Menjalankan hukum had sehingga larangan-larangan Allah tidak ada yang

melanggarnya dan menjaga hak-hak hamba-Nya agar tidak hilang binasa.

5. Menjaga perbatasan negara dengan perangkat yang memadai dan kekuatan

yang dapat mempertahankan negara sehingga musuh-musuh negara tidak

dapat menyerang negara Islam dan tidak menembus pertahanannya serta

tidak dapat mencelakakan kaum muslimin atau kalangan kafir mu'ahad

(yang diikat janjinya).

6. Berjihad melawan pihak yang menentang Islam setelah disampaikan

dakwah kepadanya hingga ia masuk Islam atau masuk dalam jaminan

Islam atau dzimmah. Dengan demikian, usaha untuk menjunjung tinggi

agama Allah di atas agama-agama seluruhnya dapat diwujudkan

7. Menarik fai-i (hasil rampasan) dan memungut zakat sesuai dengan

ketentuan yang telah ditetapkan oleh syari‟at Islam secara jelas dalam nash

dan ijtihad.

8. Mengatur penggunaan harta baitul-maal secara efektif, tanpa berlebihan

atau kekurangan, dan memberikannya pada waktunya, tidak lebih dahulu

dari waktunya dan tidak pula menundanya hingga lewat dari waktunya.

9. Mengangkat pejabat-pejabat yang terpercaya dan mengangkat orang-orang

yang kompeten untuk membantunya dalam menunaikan amanah dan

wewenang yang ia pegang dan mengatur harta yang berada di bawah


11

wewenangnya, sehingga tugas-tugas dapat dikerjakan dengan sempurna

dan harta negara terjaga dalam pengaturan orang-orang yang tepercaya.

10. Agar ia melakukan sendiri inspeksi atas pekerjaan para pembantunya dan

meneliti jalannya proyek sehingga ia dapat melakukan kebijakan politik

umat Islam dengan baik dan menjaga negara. la tidak boleh menyerahkan

C. Syarat Imamah dan Khilafah

Bukan hanya sebagai pemimin pada suatu jamaah atau kelompok saja akan

tetapi khalifah merupakan pemimin tertinggi untuk umat islam di dunia. Tegaknya

ajaran Islam dan urusan duniawi umat Islam sangat dipengaruhi oleh khalifah.

Sehingga kaum generasi awal Islam (Salaf) dan generasi setelahnya (Khalaf)

sepakat bahwa seorang khalifah harus memiliki syarat dan ketentuan yang

ketat.Syarat atau kriteria yang harus terpenuhi oleh seorang Khalifah menurut

Syekh Muhammad Al-Hasan Addud Asy-Syangqiti yaitu:

1. Muslim. Seorang khalifah harus seorang muslim. Jika ia adalah seorang

kafir maka tidak sah untuk menjadi khalifah, selain itu bagi golongan yang

munafik atau diragukan kebersihan akidahnya juga tidak tergolong

menjadi khalifah.

2. Laki-Laki. Seorang perempuan tidak sah jika ia menjadi khalifah karena

Rasul Saw bersabda bahwa: Tidak akan sukses suatu kaum jika mereka

menjadikan wanita sebagai pemimpin.

3. Merdeka. Khalifah harus dari golongan yang berdeka dalam arti tidak

sedang menjadi budak, karena sebagai khalifah harus mampu untuk


12

memimpin dirinya dan orang lain. Sedangkan seorang budak tidak bebas

untuk memimpin dirinya, apalagi untuk memimpin orang lain.

4. Dewasa. Khalifah harus dari orang dewasa, artinya jika seseorang masih

tergolong menjadi anak-anak maka tidak sah, kerena anak-anak dianggap

belum mampu dalam memahami dan memecahkan suatu permasalahan.

Sedangkan menjadi khalifa harus mampu mengatasi suatu permasalahan

yang terjadi.

5. Sampai ke derajat Mujtahid. Kerena orang yang bodoh atau berilmu

karena ikutikutan (taklid), tidak sah kepemimpinannya seperti yang

dijelaskan Ibnu Hazm, Ibnu Taimiyah dan Ibnu Abdul Bar bahwa telah ada

ijmak (konsensus) ulama bahwa tidak sah kepemimpinan tertinggi umat

Islam jika tidak sampai ke derajat Mujtahid tentang Islam.

6. Adil. Seseorang tidak sah untuk menjadi khalifah jika ia zalim dan fasik,

karena Allah menjelaskan kepada Nabi Ibrahim bahwa janji

kepemimpinan umat itu tidak sah bagi orang-orang yang zalim. Khalifah

harus dapat bersikap adil dalam kepemimpinannya untuk kesejahteraan

bersama.

7. Profesional. Professional disini memiliki arti bahwa khalifah harus mampu

memiliki sifat yang amanah dan kuat. Khilafah itu bukan tujuan, akan

tetapi sarana untuk mencapai tujuan-tujuan yang disyari’atkan seperti

menegakkan agama Allah di atas muka bumi, menegakkan keadilan,

menolong orang-orang yang yang dizalimi, memakmurkan bumi,

memerangi kaum kafir, khususnya yang memerangi umat Islam dan


13

berbagai tugas besar lainnya. Orang yang tidak mampu dan tidak kuat

mengemban amanah tersebut tidak boleh diangkat menjadi Khalifah.

8. Sehat penglihatan, pendengaran dan lidahnya dan tidak lemah fisiknya.

Orang yang cacat fisik atau lemah fisik tidak sah kepemimpinannya,

karena bagaimana mungkin orang seperti itu mampu menjalankan tugas

besar untu kemaslahatan agama dan umatnya? Untuk dirinya saja

memerlukan bantuan orang lain.

9. Pemberani. Orang-orang pengecut tidak sah jadi Khalifah. Bagaimana

mungkin orang pengecut itu memiliki rasa tanggung jawab terhadap

agama Allah dan urusan Islam dan umat Islam? Ini yang dijelaskan Umar

Ibnul Khattab saat beliau berhaji : Dulu aku adalah pengembala onta bagi

Khattab (ayahnya) di Dhajnan. Jika aku lambat, aku dipukuli, ia berkata :

Anda telah menelantarkan (onta-onta) itu. Jika aku tergesa-gesa, ia pukul

aku dan berkata : Anda tidak menjaganya dengan baik. Sekarang aku telah

bebas merdeka di pagi dan di sore hari. Tidak ada lagi seorangpun yang

aku takuti selain Allah.

Menurut Fachruroji (2008) syarat penting kepemimpinan dalam konteks khalifah

antara lain:

1. Sempurna anggota badannya

2. Memiliki pengertian yang besar

3. Memiliki tanggapan yang baik

4. Memiliki ingatan yang sempurna

5. Cakap dan bijak dalam berbicara


14

6. Mencintai ilmu dan pengetahuan

7. Tidak hidup mewah dan berfoya-foya

8. Tidak serakah dan menuruti hawa nafsu

9. Mencintai kebenaran dan membenci kebohongan

10. Mencintai keadilan dan membenci kezaliman

11. Sanggup menegakkan keadilan

12. Memiliki penghidupan yang layak

D. Sistem Imamah dan Khilafah

Dalam sejarah umat Islam pasca kepemimpinan rasulullah terdapat tiga

sistem pemilihan khalifah, khususnya sejak masa Khulafaurrasyidin sampai pada

saat jatuhnya Khilafah Utsmaniyah saat kepemimpinan Khalifah Abdul Hamid II.

Tiga sistem tersebut merupakan sistem Wilayatul’ Ahd, Sistem syura dan sistem

kudeta.

1. Sistem Wilayatul ‘Ahd (penunjukan Khalifah sebelumnya), atau dapat

dimaknai bahwa Rasulullah saw menentukan khalifah (pengganti

sesudahnya) adalah untuk pemerintahan. Khalifah diinginkan guna

menerapkan undang-undang, dan bahwa undang-undang memerlukan

pelaksana.  seperti yang terjadi pada Umar Ibnul Khattab yang ditunjuk

oleh Abu Bakar.

2. Sistem syura, sistem ini khalifah dipilih dan diangkat oleh Majlis Syura

sebagaimana yang terjadi pada Khalifah Utsman dan Ali. Para anggota

Majlis Syura itu sendiri harus berasal dari orang-orang yang shaleh, faqih,

wara’ (menjaga diri dari syubhat) dan berbagai sifat mulia lainnya.
15

Sehingga pemilihan Khalifah itu tidak dibenarkan dengan cara demokrasi

secara bebas yang memberikan hak suara yang sama pada semua umat,

dalam hal ini antara seorang ulama dan orang jahil, yang shaleh dengan

penjahat dan seterusnya. Tentunya pada sistem wilayatul’ahd dan sistem

syura persyaratan untuk menjadi khalifah harus tetap terpenuhi. Setelah

sang Khalifah terpilih, maka umat wajib berbai’ah kepadanya.

3. Sistem kudeta (kekuatan) atau warisan, seperti yang terjadi pada sebagian

Khalifah di zaman Umawiyah dan Abbasiyah. Sistem ini jelas tidak sah

karena bertentangan dengan banyak dalil Syar’i dan praktek

Khulafaurrasyidin.
BAB III

PENUTUP

A. Simpulan

Kepemimpinan dalam di dunia Islam baik yang menggunakan

konsep Khilafah dan Imamah memiliki arti yang sama yakni kepemimpin

setelah Nabi yang menjaga agama dan mengatur dunia dengan agama. Tujuan

dari adanya imamah dan khilafah yaitu untuk menegakkan keadilan kehidupan

manusia, menegakkan sistem yang islami, menyebarkan kebaikan Menumpas

akar-akar kejahatan dan kemungkaran. Untuk menjadi khalifa tentu harus

memnuhi syarat diantaranya Sempurna anggota badannya, memiliki pengertian

yang besar, memiliki tanggapan yang baik, memiliki ingatan yang sempurna,

cakap dan bijak dalam berbicara, mencintai ilmu dan pengetahuan, tidak hidup

mewah dan berfoya-foya, tTidak serakah dan menuruti hawa nafsu, mencintai

kebenaran dan membenci kebohongan, mencintai keadilan dan membenci

kezaliman, sanggup menegakkan keadilan, dan memiliki penghidupan yang layak.

Orang yang memimpin dalam kepemimpinan islam disebut Khalifah. Sistem

khalifah setelah kepemimpinan Rasulullah SAW ada tiga yaitu sitem

wilayatul’ahd, sistem syura, dan sistem kudeta.

16
17

B. Saran

Dalam melakukan kehidupan perlu adanya sistem kepemimpinan yang

dipimpin oleh khalifah sesuai dengan persyaratannya. Karena itu kita perlu untuk

memahami konsep imamah dan khilafah.


DAFTAR PUSTAKA

Arda, Ressy. 2021. “Imamah dan Khilafah” dalam

https://retizen.republika.co.id/posts/15503/immamah-dan-khilafah (11

Oktober 2022)

Fachruroji, Moch. 2008. “Trilogi Kepemimpinan” dalam

https://journal.uinsgd.ac.id/index.php/idajhs/article/view/396/404 (11

Oktober 2022)

Jafar, Wahyu Abdul. 2017. “Imamah Dalam Perspektif Kemaslatan Rakyat dari

file:///C:/Users/Personalize/Downloads/1030-2191-1-PB.pdf (11 Oktober

2022)

Rizvi, Sayyid Saeed Akhtar. 2020. Imamah Khalifah Rassulullah SAW. Toronto:

Al-Ma’arif Publication.

(https://www.google.co.id/books/edition/Imamah_Khalifah_Rasulullah_Sa

w/nuAIEAAAQBAJ?

hl=id&gbpv=1&dq=imamah+dan+khilafah&pg=PA2&printsec=frontcove

r)

Saif. 2022. “Pengertian Khilafah- Tujuan dan Dasar-Dasarnya” dalam

https://www.qoroa.id/2022/07/pengertian-khilafah-tujuan-dan-dasar-

dasarnya.html#comments (11 Oktober 2022)

Widyatma, Zulfakir Yoga. 2008. “Konsep Kepemimpinan Menurut Al-Mawardi

dalam file:///C:/Users/Personalize/Downloads/2589-6954-1-PB.pdf (12

Oktober 2022

18
19

Anda mungkin juga menyukai