Anda di halaman 1dari 16

MAKALAH

KONSEP KEPEMIMPINAN (IMAMAH) DALAM ISLAM

Makalah ini disusun guna untuk memenuhi tugas kelompok


Mata kuliah Islamic Building
Dosen pengampu: Muhammad Iqbal Juliansyahzen S.Sy., M.H

Disusun oleh:
Kelompok 8
1.Saifulloh Kahfi 1917301051
2.Riyanita Dwi Putri 1917301066
3.Laili Safitri 1917301087
4.Meilani Wulandari 1917301096

PROGRAM STUDI HUKUM EKONOMI SYARIAH


FAKULTAS SYARIAH
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN)
PURWOKERTO
2019
KATA PENGANTAR

Puji syukur alhamdulillah kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah
melimpahkan nikmat, taufik serta hidayah-Nya yang sangat besar sehingga kami pada akhirnya
bisa menyelesaikan Tugas Makalah Bahasa Indonesia yang berjudul “konsep kepemimpinan
(imamah) dalam islam tepat pada waktunya. Rasa terimakasih juga kami ucapkan kepada
pengampu mata kuliah Islamic Building yang memberikan arahan sehingga makalah ini dapat
disusun dengan baik. Semoga makalah yang telah kami susun ini bisa menambah pengetahuan
dan wawasan para pembaca. Selayaknya kalimat yang menyatakan bahwa tidak ada sesuatu
yang sempurna. Kami juga menyadari bahwa Makalah Bahasa Indonesia ini masih memiliki
kekurangan. Maka dari itu kami mengharapkan saran serta masukan dari para pembaca sekalian
demi menyusun makalah ini lebih baik lagi.
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR................................................................................
DAFTAR ISI.........................................................................................
BAB I PENDAHULUAN.......................................................................................
A. Latar Belakang.......................................................................................
B. Rumusan Masalah.......................................................................................
C. Tujuan.......................................................................................................
BAB II PEMBAHASAN..............................................................................................
A. Pengertian Imamah..................................................................................................
B. Dasar Kepemimpinan islam..................................
C. Sifat kepemimpinan islam....................................................................
D. Nilai nilai kepemimpinan islam..................................
E. Prinsip kepemimpinan dalam islam...................................
BAB III PENUTUP................................................................................................
A. Kesimpulan .............................................................................
DAFTAR PUSTAKA...................................................................................
BAB I
PENDAHULUAN

A.Latar Belakang Masalah

Sebagai agama yang paripurna, Islam telah menggariskan hukum untuk dijalankan oleh
umatnya. Dalam upaya untuk membangun masyarakat di atas nilai-nilai Islam, seharusnya
umat Islam memakai hukum tata negara yang islami. Hanya saja, hukum tata negara yang
islami, kajian maupun sosialisasi masalah ini amatlah minim dilakukan. Jika ada sebagian
negara yang menerapkan hukum Islam, itupun tidak sepenuhnya hasil adopsi dari al-
Qur’an maupun sunah Rasul. Menurut Munawir Sjadzali, Islam adalah suatu agama yang
serba lengkap. Di dalamnya terdapat sistem ketatanegaraan atau politik, oleh karena itu
dalam bernegara umat Islam hendaknya kembali kepada sistem ketatanegaraan Islam dan
tidak perlu bahkan meniru sistem ketatanegaraan Barat. Itu artinya aspek ketatanegaraan
atau politik, moralitas manusia dan etika sosial diharapkan dapat lebih ditonjolkan sesuai
jati diri yang terkandung dalam Islam. Agama diharapkan lebih mampu melakukan
transformasi intern, dengan merumuskan kembali pandangannya mengenai martabat
manusia dalam kesejajarannya di muka undang-undang di samping menegakkan nilai
universal. Dengan tidak adanya kesepakatan yang bulat di kalangan pemikir politik
muslim baik periode klasik maupun modern mengenai apa sesungguhnya yang
terkandung dalam konsep negara Islam, sehingga sangat mudah terlihat beragamnya sistem
negara dan pemerintahan yang mengklaim dirinya sebagai negara Islam.
B. Rumusan Masalah

1. Apa definisi imamah ?

2. Apa dasar kepemimpinan islam ?

3. Apa sifat kepemimpinan islam ?

4. Apa nilai-nilai kepemimpinan islam ?

5. Apa prinsip kepemimpinan islam ?

C. Tujuan masalah

1. Mengetahui definisi imamah

2. Mengetahui dasar kepemimpinan islam

3. Mengetahui sifat kepemimpinan islam

4. Mengetahui nilai-nilai kepemimpinan islam

5. Mengetahui prinsip kepemimpinan islam


BAB II

PEMBAHASAN

A. PENGERTIAN IMAMAH

Imamah/Khilafah, Imamah adalah isim mashdar atau kata benda dari kata “amama” yang
artinya “didepan.” Sesuatu yang di depan disebut dengan “imam.” Itulah sebabnya, dalam
kehidupan sehari-hari, kata imam sering dimaknai untuk menunjuk orang yang memimpin
shalat jamaah. Arti harfiah dari kata tersebut adalah orang yang berdiri di depan untuk menjadi
panutan orang-orang yang di belakangnya. Dengan demikian, imam berarti orang yang
memimpin orang lain. Sementara itu, imamah adalah lembaga kepemimpinan. Imamah adalah
prinsip akidah islamiyah yang paling penting dan terkenal khususnya di kalangan madzhab
syi’ah. Imamah merupakan kaidah dasar akidah kaum Muslimin umumnya dan khususnya para
penganut Syi’ah.

Sedangkan Al-Khilafah menurut bahasa merupakan mashdar dari kata kerja khalafah
Dikatakan:

Khalafahu-khilafatan artinya sebagai pelanjut sesudahnya. Bentuk jamak daripadanya adalah:


Khalaif dan khulafa. Khalifah “penerus Nabi” merupakan jabatan yang dipangku para Sahabat
setelah Nabi wafat. Pengertian penerus Nabi pun bukanlah siapa yang akan menggantikan
Muhammad sebagai Nabi, melainkan menggantikan sebagai pemimpin umat. Khalifah
merupakan singkatan dari khalifah Rasulillah. Khalifah adalah penguasa tertinggi. Khilafah
adalah pemerintahannya. Sedangkan al-khilafah menurut istilah yaitu kepemimpinan umum
dalam urusan agama dan dunia sebagai pengganti Nabi SAW.

Dalam hal ini Ibnu Khaldun berkata “ Al- Khilafah adalah membawa seluruh manusia sesuai
dengan tuntutan syara’ demi kemaslahatan ukhrawi dan duniawi mereka. Dalam hal ini dunia
tidak terkecuali, karena seluruh ihwal dunia juga dalam pandangan syara’ dianggap sebagai
sarana untuk meraih kemaslahatan akhirat. Dengan demikian, hakikat seorang khalifah adalah
sebagai pengganti dari pemilik syara’ (Allah SWT) yang diserahi amanat untuk menjaga agama
dan politik dunia.

Khilafah (kekhalifahan) seperti yang telah dijelaskan sebelumnya adalah sesuatu yang
dicadangkan agar sesorang menjadi pelanjut atas seseorang. Atas dasar ini, maka orang yang
menjadi pelanjut Rasulullah dalam melaksanakan hukum syara’ disebut khalifah. Khalifah juga
dinamai dengan imam, karena seorang khalifah menyerupai seorang imam dalam shalat yang
harus diikuti dan diteladani oleh makmum.

Imam An-Nawawi menjelaskan “seorang imam boleh disebut khalifah, imam, dan amîrul
mu`minin”.

Sementara itu Ibnu Kholdun menyatakan “ketika hakikat kedudukan ini sudah kami jelaskan
sebelumnya, bahwa imamah adalah wakil dari pemilik syariat dalam hal menjaga agama dan
mengatur dunia dengan agama, maka ia disebut khilafah dan imamah.Sedangkan orang yang
melaksanakannya disebut khalifah dan imam”. Pendapat ini diambil oleh Muhammad Najib al-
Muthi’i dalam at-takmilah lil majmu’ lin nawawi dalam buku ini beliau menjelaskan bahwa
“imamah, khilafah dan amirul mu`minin adalah sinonim.

Allamah Thabaththaba’i memiliki pandangan bahwa seorang imam telah ditunjuk oleh Allah
SWT. sepeninggal Rasulullah Saw., dengan tujuan untuk menegakkan budaya Sejarah
Kebudayaan Islam dan hukum-hukum agama dan membimbing umat di jalan kebenaran. Itulah
sebabnya,konsep imamah lebih banyak ditemui dalam literatur Syi’ah. Dan, hal ini kemudian
menyebabkan konsep imamah justru lebih banyak ditemui dalam wilayah kajian
akidah,termasuk salah satu masalah Ilmu Kalam.

Dipandang demikian karena bermula dari masalah imamah ini timbul aliran-aliranIlmu Kalam.
Sampai hari ini, di kalangan Syi’ah terdapat ajaran keimanan kepada imamah yang merupakan
bagian tak terpisahkan dari keimanan kepada Allah, Malaikat, Kitab-kitabAllah, Rasul-rasul,
Hari Akhir, dan Qadha-qadar.

B. DASAR KEPEMIMPINAN ISLAM

Ada beberapa dasar kepemimpinan di dalam Islam yang harus dijadikan landasan dalam
berorganisasi. Diantaranya sebagai berikut:

Pertama, tidak mengambil orang kafir atau orang yang tidak beriman sebagai pemimpin bagi
orang-orang muslim. Bagaimanapun, hal itu akan dapat mempengaruhi kualitas keberagaman
rakyat yang dipimpinnya, sebagaimana firman Allah dalam Surat An-Nisa ayat 144:

َ ‫س ْل‬
‫طانًا ُمبِينًا‬ ُ ‫علَ ْي ُك ْم‬ ِ َّ ِ ‫ُون ْال ُمؤْ مِ نِينَ ۚ أَت ُ ِريدُونَ أ َ ْن تَ ْجعَلُوا‬
َ ‫ّلِل‬ ِ ‫يَا أَيُّ َها الَّذِينَ آ َمنُوا ََل تَتَّخِ ذُوا ْالكَاف ِِرينَ أ َ ْو ِليَا َء مِ ْن د‬
Artinya: Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu mengambil orang-orang kafir
menjadi wali, dengan meninggalkan orang-orang mu’min. Inginkah kamu mengadakan alasan
yang nyata bagi Allah [untuk menyiksamu]? (QS. An-Nisa:144).

Dalam surat An-Nisa ayat 138 dan 139 juga memperkuat perintah Allah agar tidak mengambil
orang kafir sebagai pemimpin dengan meninggalkan orang-orang mu’min. Allah
memperingatkan bahwa kekuatan itu milik Allah yang tidak didapatkan pada diri orang-orang
kafir.

َ ‫بَش ِِر ْال ُمنَافِقِينَ بِأ َ َّن لَ ُه ْم‬


‫عذَابًا أَلِي ًما‬

Artinya: Kabarkanlah kepada orang-orang munafik bahwa mereka akan mendapat siksaan yang
pedih, (QS. An-Nisa:138)

ِ َّ ِ َ‫ُون ْال ُمؤْ مِ نِينَ ۚ أَيَ ْبتَغُونَ ِع ْندَهُ ُم ْالع َِّزة َ فَإِ َّن ْالع َِّزة‬
‫ّلِل َجمِ يعًا‬ ِ ‫الَّذِينَ يَتَّخِ ذُونَ ْالكَاف ِِرينَ أ َ ْو ِليَا َء مِ ْن د‬

Artinya: [yaitu] orang-orang yang mengambil orang-orang kafir menjadi pemimpin dengan
meninggalkan orang-orang mu’min. Apakah mereka mencari kekuatan di sisi orang kafir itu?
Maka sesungguhnya semua kekuatan kepunyaan Allah. (Qs. An-Nisa:139)

Kedua, tidak mengangkat pemimpin dari orang-orang yang mempermainkan agama Islam. Hal
ini sebagaimana firman Allah SWT dalam QS. Al-Maidah ayat 57:

َ َّ ‫ار أ َ ْو ِل َيا َء ۚ َواتَّقُوا‬


‫َّللا ِإ ْن ُك ْنت ُ ْم‬ َ ‫َيا أَيُّ َها الَّذِينَ آ َمنُوا ََل تَتَّخِ ذُوا الَّذِينَ ات َّ َخذُوا دِينَ ُك ْم ه ُُز ًوا َو َل ِعبًا مِ نَ الَّذِينَ أُوتُوا ْال ِكت‬
َ َّ‫َاب مِ ْن قَ ْب ِل ُك ْم َو ْال ُكف‬
َ‫ُمؤْ مِ نِين‬

Artinya: Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu mengambil jadi pemimpinmu, orang-
orang yang membuat agamamu jadi buah ejekan dan permainan, [yaitu] di antara orang-orang
yang telah diberi Kitab sebelummu, dan orang-orang yang kafir [orang-orang musyrik]. Dan
bertakwalah kepada Allah jika kamu betul-betul orang-orang yang beriman. (QS. AL-Maidah:
57).

Ketiga, pemimpin harus mempunyai keahlian di bidangnya, pemberian tugas atau wewenang
kepada yang tidak berkompeten akan mengakibatkan rusaknya pekerjaan, bahkan organisasi
yang menaunginya. Sebagaimana sebuah hadits:

َ ‫غي ِْر أ َ ْه ِل ِه فَا ْنتَظِ ِر السَّا‬


َ‫عة‬ َ ‫إِذَا ُو ِسدَ األ َ ْم ُر إلى‬
“Apabila suatu urusan diserahkan kepada yang bukan ahlinya, tunggulah masa
kehancurannya.” (HR. Buchori-Muslim)

Keempat, pemimpin harus bisa diterima (acceptable), mencintai dan dicintai ummatnya,
mendo’akan dan dido’akan oleh ummatnya. Hal ini sebagaimana sabda Rasulullah SAW:

،‫ار أ َئِ َّمتِ ُك ُم الَّذِينَ ت ُ ْب ِغضُو َن ُه ْم َويُ ْب ِغضُونَ ُك ْم‬ َ َ‫صلُّون‬


ُ ‫ َوش َِر‬،‫علَ ْي ُك ْم‬ َ َ‫صلُّون‬
َ ُ‫علَ ْي ِه ْم َوي‬ َ ُ ‫ َوت‬،‫ار أَئِ َّمتِ ُك ُم الَّذِينَ تُحِ بُّونَ ُه ْم َويُحِ بُّونَ ُك ْم‬
ُ َ‫خِ ي‬
‫ َما أَقَا ُموا فِي ُك ُم‬،‫ ََل‬،َ ‫ص ََلة‬َّ ‫ َما أَقَا ُموا فِي ُك ُم ال‬،‫ ََل‬:َ‫ أَفَ ََل نُنَا ِبذُهُ ْم ِع ْندَ ذَلِكَ ؟ قَال‬،ِ‫سو َل هللا‬ ُ ‫ يَا َر‬:‫ قُ ْلنَا‬:‫ قَالُوا‬، ‫َوت َْل َعنُونَ ُه ْم َويَ ْل َعنُو َن ُك ْم‬
‫ع ٍة‬ َ ‫ع َّن َيدًا مِ ْن‬
َ ‫طا‬ َ ‫ َو ََل َي ْن ِز‬،‫هللا‬ ِ ‫ فَ ْل َي ْك َر ْه َما َيأْتِي مِ ْن َم ْع‬،‫هللا‬
ِ ‫ص َي ِة‬ ِ ‫ص َي ِة‬ َ ‫ فَ َرآهُ َيأ ْتِي‬،‫علَ ْي ِه َوا ٍل‬
ِ ‫ش ْيئًا مِ ْن َم ْع‬ َ ‫ أ َ ََل َم ْن َول‬،َ ‫ص ََلة‬
َ ‫ِي‬ َّ ‫ال‬

“sebaik-baik pemimpin adalah mereka yang kamu cintai dan mencintai kamu. Kamu berdoa
untuk mereka dan mereka berdo’a untuk kamu. Seburuk-buruk pemimpin adalah mereka yang
kamu benci, dan mereka membenci kamu. Kamu melaknati mereka dan mereka melaknati
kamu.” (HR. Muslim).

Kelima, pemimpin harus mengutamakan membela dan mendahulukan kepentingan ummat,


menegakkan keadilan, melaksanakan syariat, berang menghilangkan segala bentuk
kemungkaran, kekufuran, kekacauan dan fitnah. Lihat QS. Al-Maidah ayat 8:

‫علَى أ َ ََّل ت َ ْع ِدلُوا ۚ ا ْع ِدلُوا ه َُو أَ ْق َربُ لِلتَّ ْق َوى ۖ َواتَّقُوا‬ َ ‫ش َهدَا َء بِ ْال ِقسْطِ ۖ َو ََل يَ ْج ِر َم َّن ُك ْم‬
َ ‫شنَآ ُن قَ ْو ٍم‬ ِ َّ ِ َ‫يَا أَيُّ َها الَّذِينَ آ َمنُوا ُكونُوا قَ َّوامِ ين‬
ُ ‫ّلِل‬
َ‫ير بِ َما تَ ْع َملُون‬ َ َّ ‫َّللا ۚ إِ َّن‬
ٌ ِ‫َّللا َخب‬ َ َّ

Artinya: Hai orang-orang yang beriman, hendaklah kamu jadi orang-orang yang selalu
menegakkan [kebenaran] karena Allah, menjadi saksi dengan adil. Dan janganlah sekali-kali
kebencianmu terhadap sesuatu kaum, mendorong kamu untuk berlaku tidak adil. Berlaku
adillah, karena adil itu lebih dekat kepada takwa. Dan bertakwalah kepada Allah,
sesungguhnyaAllah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan (QS. AL-Maidah: 8).

C. SIFAT KEPEMIMPINAN ISLAM

Paling tidak, ada 8 (delapan) sifat kepemimpinan yang wajib dimiliki oleh seorang pemimpin:

Pertama, wara’ yaitu seorang pemimpin yang senantiasa menjaga kesucian, baik jasmani
maupun rohani dengan mengendalikan sebagai perilaku dan aktifitas kesehariannya. Ia akan
melakukan suatu yang bermanfa’at, baik bagi dirinya maupun bagi orang lain. Penampilan
yang diperhatikannya adalah penampilan yang low profile.

Kedua, zuhud. Seorang pemimpin hendaknya memiliki sifat zuhud agar ia tidak berambisi
untuk mempertahankan kedudukan dan mencari kekayaan yang berlebihan.
Ketiga, faqir, dapat dipahami bahwa sesungguhnya nilai kefaqiran, pada esensinya tidak
terletak pada ketiadaan harta benda, akan tetapi ada pada kesadaran atau perasaan seseorang
(state of mind) orang yang faqir meskipun kaya harta. Hatinya tidak bergantung kepada
kekayaan yang dimiliknya, harta benda tidak lebih merupakan materi yang diujikan oleh Allah
SWT, yang harus dipertanggungjawabkan dihadapan Allah SWT.

Keempat, sabar. Pada dasarnya kesabaran adalah wujud dari konsistensi diri seseorang untuk
memegang prinsip yang telah dipegang sebelumnya. Kesabaran merupakan suatu kekuatan
yang membuat diri seseorang dapat bertahan dari segala macam dorongan dan gangguan yang
datang dari luar tersebut dihantarkan oleh nafsunya. Jika seseorang berhasil mengekang hawa
nafsunya, ia akan tetap pada pendiriannya.

Kelima, tawwakal. Seseorang memiliki sifat tawwakal akan merasakan ketenangan dan
ketenteraman. Ia senantiasa merasa mantap dan optimis dalam bertindak.

Disamping itu, ia akan mendapatkan kekuatan spiritual serta keperkasaan luar biasa, yang dapat
mengalahkan segala kekuatan yang bersifat material. Ia juga merasakan kerelaan yang penuh
atas segala yang dterimanya dan selanjutnya ia akan senantiasa memiliki harapan atas segala
yang dikehendaki dan dicitacitakannya.

Keenam, muroqobah. Hal penting dari orang yang muroqobah adalah konsistensi diri terhadap
perilaku yang baik atau yang seharusnya dilakukan. Konsistensi ini dapat diupayakan dengan
senantiasa mawas diri, sehingga tidak terjerumus atau terlena dari keinginan-keinginan sesaat.
Seorang yang muroqobah berarti menjaga diri untuk senantiasa melakukan yang terbaik, sesuai
dengankodrat dan eksistensinya. Oleh karena itu, seorang yang melakukan muroqobah
membutuhkan kedisiplinan yang tinggi, tidak silau dengan jabatan dan peluang keduniaan,
karena didalam hatinya terpatri perasaan senantiasa diawasi oleh Allah SWT. Kamera Allah
SWT dirasakan dalam 24 jam sehari semalam, dan senantiasa mengarah pada dirinya.

Ketujuh, mahabbah (cinta). Sifat mahabbah yang tertinggi adalah cinta kepada Allah SWT. Hal
ini tampak dari semangat tinggi untuk berupaya mendekatkan diri kepada Sang Khaliq, yaitu
Allah SWT. Sholat lima waktu senantiasa dikerjakannya tepat waktu. Shaum senin-kamis
senantiasa dilakukannya sebagai wujud kecintaannya kepada Allah SWT.

D . NILAI KEPEMIMPINAN ISLAMI

Nilai yang menjadi rujukan cara berperilaku lahiriah dan rohaniah manusia muslim adalah nilai
yang diajarkan oleh agama Islam sebagai wahyu Allah yang diturunkan kepada utusannya
Muhammad SAW. Nilai-nilai kepemimpinan merupakan sejumlah sifat-sifat utama yang harus
dimiliki seorang pemimpin agar kepemimpinannya dapat efektif dan efisien untuk mencapai
tujuan yang telah ditentukan. Islam memandang bahwa seorang pemimpin harus mencontoh
sifat-sifat Nabi yang dapat dijadikan barometer. Jadi nilai kepemimpinan Islami adalah nilai
yang telah diteladani oleh Rasulullah SAW yang telah menerapkan teori manajemen dengan
sifat-sifat utamanya yang tetap berpegang teguh pada ajaran Islam. Kepemimpinan Islam yang
ideal telah diteladankan oleh sang Rosul pilihan, tentang karakteristik-karakteristik seorang
pemimpin sebagaimana yang terdapat pada diri Rasulullah SAW, diantaranya adalah sebagai
berikut :

a. Siddiq

Sifat Rasulullah SAW yang benar dan jujur. Seorang pemimpin harus senantiasa berperilaku
benar dan jujur dalam sepanjang kepemimpinannya. Kebenaran dan kesungguhan dalam
berucap, bersikap, dan berjuang melaksanakan tugasnya. Benar juga dalam mengambil
keputusan yang menyangkut visi dan misi, serta efektif dan efisien operasionalnya di lapangan.

b. Tabligh

Sifat Rasulullah SAW yang komunikatif dan argumentatif. Seorang pemimpin harus
mempunyai cara penyampaian yang benar (berbobot) dan dengan tutur kata yang tepat.
Artinya, berbicara dengan orang lain dengan sesuatu yang mudah dipahami.

c. Amanah

Sifat Rasulullah SAW yang dapat dipercaya dan bertanggung jawab. Seorang pemimpin harus
memiliki tanggung jawab dalam melaksanakan tugas dan kewajiban yang diberikan
kepadanya. Seorang pemimpin juga harus memelihara sebaik-baiknya apa yang diserahkan
kepadanya, baik dari Tuhan maupun dari orang-orang yang dipimpinnya, sehingga tercipta rasa
aman bagi semua pihak.

d. Fathonah

Sifat Rasulullah SAW yang memiliki intelektual, kecerdikan dan kebijaksanaan. Seorang
pemimpin harus dapat menumbuhkan kreatifitas dan kemampuan untuk melakukan berbagai
macam inovasi yang bermanfaat. Serta memiliki kecerdasan yang mampu menciptakan
kemampuan untuk menghadapi dan menanggulangi persoalan yang muncul seketika
sekalipun.Dalam membuat sebuah keputusan, seorang pemimpin tidak dapat melepaskan diri
dari nilai-nilai yang dimilikinya. Menurut Guth dan R. Tagiuri yang dikutip oleh Moedjiono
mengidentifikasi 6 tipologi yang penting dari kecenderungan nilai-nilai kepemimpinan, antara
lain (Moedjiono, 2002 : 49)

a. Teoritik, yaitu nilai-nilai yang tertarik pada usaha mencari kebenaran dan mencari
pembenaran secara rasional.

b. Ekonomis, yaitu nilai-nilai yang praktis, tertarik pada usaha akumulasi kekayaan.

c. Estetik, yaitu yang tertarik pada aspek-aspek kehidupan yang penuh dengan keindahan,
menikmati setiap peristiwa untuk kepentingan sendiri.

d. Sosial, yaitu menaruh belas kasihan pada orang lain, simpati, tidak mementingkan diri
sendiri.

e. Politis, yaitu berorientasi pada kekuasaan dan melihat kompetisi sebagai faktor yang sangat
vital dalam kehidupannya.

f. Religius, yaitu selalu menghubungkan setiap aktivitas dengan kekuasaan Sang Pencipta.

E. PRINSIP KEPEMIMPINAN MENURUT ISLAM

Kepemimpinan menurut Islam yaitu musyawarah, adil, dan kebebasan berpikir (Rivai, 2009 :
154).

1. Musyawarah

Mengutamakan musyawarah sebagai prinsip yang harus diutamakan dalam kepemimpinan


Islam. Di dalam Alqur’an dengan jelas menyatakan bahwa seorang yang menyebut dirinya
sebagai pemimpin wajib melakukan musyawarah dengan orang yang berpandangan baik.
Melalui musyawarah memungkinkan seluruh komunitas Islam akan turut serta berpartisipasi
dalam proses pembuatan keputusan, dan sementara itu pada saat yang sama musyawarah dapat
berfungsi sebagai tempat untuk mengawasi tingkah laku para pemimpin jika menyimpang dari
tujuan semula. Pemimpin yang Islami haruslah mencari dan mengutamakan cara-cara dan jalan
musyawarah untuk memecahkan setiap persoalan sesuai dengan permasalahannya. Pemimpin
harus mengikuti dan melaksanakan keputusan yang telah disepakati dalam musyawarah dan
harus berupaya menghindari dirinya dari manipulasi atau bermain dengan kata-kata untuk
hanya menonjolkan pendapatnya atau mengungguli keputusan yang dibuat dalam musyawarah.
Secara umum pemilihan tugas, tanggung jawab atau delegation of authoty dapat membantu
untuk menjelaskan lingkup musyawarah, seperti:

a. Urusan-urusan yang bersifat administrasi dan eksekutif dapat diserahkan kepada pemimpin.

b. Persoalan yang membutuhkan keputusan segera ditangani oleh pemimpin dan disajikan
kepada kelompok untuk ditinjau dalam pertemuan berikutnya.

c. Semua anggota kelompok harus mampu mengkaji dan mengoreksi tindakan pemimpin
secara bebas tanpa rasa segan dan malu.

d. Kebijakan yang hendak diambil, sasaran jangka panjang yang direncanakan dan keputusan
penting yang harus diambil diputuskan dengan cara musyawarah. Masalah ini tidak boleh
diputuskan oleh pemimpin seorang diri melaksanakan amanat dan hukum dengan seadil-
adilnya, jangan sekali-kali diabaikan tetapi hendaklah diterapkan dalam kehidupan, untuk
dapat mencapai kebahagiaan dunia dan akhirat. Semua perintah itu jika dilakukan oleh manusia
dengan sebaik-baiknya, niscaya akan menjadikan kebiasaan yang meresap di dalam jiwanya.

3. Kebebasan Berpikir

Pemimpin yang baik adalah mereka yang mampu memberikan ruang dan mengundang anggota
kelompok untuk mampu mengemukakan kritiknya. Para anggota diberikan kebebasan untuk
mengeluarkan pendapat atau keberatan mereka dengan bebas, serta harus dapat memberikan
jawaban atas setiap masalah yang diajukan. Agar sukses dalam memimpin, seorang pemimpin
hendaknya dapat menciptakan suasana kebebasan berpikir dan pertukaran gagasan yang sehat
dan bebas, saling kritik dan saling menasihati satu sama lain, sehingga para pengikutnya merasa
senang mendiskusikan masalah atau persoalan yang menjadi kepentingan
bersama.Perkembangan globalisasi menuntut untuk pandai memanfaatkan peluang dalam
menghadapi berbagai masalah kehidupan yang disebabkan oleh adanya globalisasi.
Kemampuan berpikir seorang pemimpin dituntut untuk mampu beradaptasi dan berpikir secara
kreatif serta piawai mencari pemecahan masalah. Dengan demikian, konsep kebebasan berpikir
secara kreatif pada dasarnya mengarah kepada penemuan hal-hal baru seperti ide, alternatif
baru atau desain baru.
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan

Imamah/Khilafah, Imamah adalah isim mashdar atau kata benda dari kata “amama” yang
artinya “didepan.” Sesuatu yang di depan disebut dengan “imam.” Itulah sebabnya, dalam
kehidupan sehari-hari, kata imam sering dimaknai untuk menunjuk orang yang memimpin
shalat jamaah. Arti harfiah dari kata tersebut adalah orang yang berdiri di depan untuk menjadi
panutan orang-orang yang di belakangnya.

Karakteristik-karakteristik seorang pemimpin sebagaimana yang terdapat pada diri Rasulullah


SAW, diantaranya adalah sebagai berikut :

a. Siddiq

Sifat Rasulullah SAW yang benar dan jujur. Seorang pemimpin harus senantiasa berperilaku
benar dan jujur dalam sepanjang kepemimpinannya. Kebenaran dan kesungguhan dalam
berucap, bersikap, dan berjuang melaksanakan tugasnya. Benar juga dalam mengambil
keputusan yang menyangkut visi dan misi, serta efektif dan efisien operasionalnya di lapangan.

b. Tabligh

Sifat Rasulullah SAW yang komunikatif dan argumentatif. Seorang pemimpin harus
mempunyai cara penyampaian yang benar (berbobot) dan dengan tutur kata yang tepat.
Artinya, berbicara dengan orang lain dengan sesuatu yang mudah dipahami.

c. Amanah

Sifat Rasulullah SAW yang dapat dipercaya dan bertanggung jawab. Seorang pemimpin harus
memiliki tanggung jawab dalam melaksanakan tugas dan kewajiban yang diberikan
kepadanya. Seorang pemimpin juga harus memelihara sebaik-baiknya apa yang diserahkan
kepadanya, baik dari Tuhan maupun dari orang-orang yang dipimpinnya, sehingga tercipta rasa
aman bagi semua pihak.

d. Fathonah

Sifat Rasulullah SAW yang memiliki intelektual, kecerdikan dan kebijaksanaan. Seorang
pemimpin harus dapat menumbuhkan kreatifitas dan kemampuan untuk melakukan berbagai
macam inovasi yang bermanfaat. Serta memiliki kecerdasan yang mampu menciptakan
kemampuan untuk menghadapi dan menanggulangi persoalan yang muncul seketika

sekalipun.Dalam membuat sebuah keputusan, seorang pemimpin tidak dapat melepaskan diri
dari nilai-nilai yang dimilikinya.
DAFTAR PUSTAKA

AhmadAzhar Basyir,Refleksi atas Persoalan Keislaman: Seputar Filsafat, Hukum, Politik dan
Ekonomi, (Bandung: Mizan,1994), hlm. 57.

Hasan Ibrahim Hasan,Sejarah Kebudayaan Islam,(Jakarta: Kalam Mulia, 2003) cet. 1, h. 297-
298.

Fachruroji,’trilogi kepemimpinan islam: analisis teoritik terhadap konsep khilafah,imamah


dan imarah’,dalam jurnal ilmu dakwah (vol 4 no.12 juli).

https://www.google.com/url?sa=t&source=web&rct=j&url=http://www.marzukialie.com/upl
oad/arsip/172_FATAYAT.pdf&ved=2ahUKEwi50YD798DlAhVFJHIKHYZHCtkQFjAAeg
QIBBAB&usg=AOvVaw2Ptd3RRfpiq0a7mu3ey-VJ

https://www.google.com/url?sa=t&source=web&rct=j&url=http://eprints.walisongo.ac.id/707
8/3/BAB%2520II.pdf&ved=2ahUKEwi50YD798DlAhVFJHIKHYZHCtkQFjAEegQICRAB
&usg=AOvVaw1SqBigCXksiQoB5mf00Vu9

Anda mungkin juga menyukai