Anda di halaman 1dari 21

MAKALAH

KAPITA SELEKTA AGAMA

“KEPEMIMPINAN DALAM ISLAM”

Disusun Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Kapita Selekta Agama

DISUSUN OLEH: KELOMPOK 13

1. Asyiri Aulia 201614500154

2. Sulis 201614500192

Kelas R6J

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN EKONOMI

FAKULTAS ILMU PENGETAHUAN DAN PENDIDIKAN SOSIAL

UNIVERSITAS INDRAPRASTA PGRI


KATA PENGANTAR

Segala puji bagi Allah SWT yang telah memberikan kami kemudahan sehingga kami

dapat menyelesaikan makalah ini dengan tepat waktu. Tanpa pertolongan-Nya tentunya

kami tidak akan sanggup untuk menyelesaikan makalah ini dengan baik. Shalawat serta

salam semoga terlimpah curahkan kepada baginda tercinta kita yaitu Nabi Muhammad

SAW yang kita nanti-natikan syafa’atnya di akhirat nanti.

Penulis mengucapkan syukur kepada Allah SWT atas limpahan nikmat sehat-Nya, baik

itu berupa sehat fisik maupun akal pikiran, sehingga penulis mampu untuk menyelesaikan

pembuatan makalah sebagai tugas dari mata kuliah Kapita Selekta Agama dengan judul

“Kepemimpinan dalam Islam”.

Penulis tentu menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kata sempurna dan masih

banyak terdapat kesalahan serta kekurangan di dalamnya. Untuk itu, penulis mengharapkan

kritik serta saran dari pembaca untuk makalah ini, supaya makalah ini nantinya dapat

menjadi makalah yang lebih baik lagi. Demikian, dan apabila terdapat banyak kesalahan

pada makalah ini penulis mohon maaf yang sebesar-besarnya.

Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada semua pihak khususnya kepada Dosen

Pengampu mata kuliah Kapita Selekta Agama kami, yaitu Bapak Afifuin. Demikian,

semoga makalah ini dapat bermanfaat. Terima kasih.

Jakarta, 23 Juni 2019


DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR .............................................................................................................. 2


BAB I ......................................................................................................................................... 4
PENDAHULUAN .................................................................................................................... 4
A. LATAR BELAKANG .................................................................................................... 4
B. Rumusan Masalah............................................................................................................. 6
C. Tujuan ................................................................................................................................ 6
BAB II ....................................................................................................................................... 7
PEMBAHASAN ....................................................................................................................... 7
A. HAKIKAT KEPEMIMPINAN ....................................................................................... 7
B. KEPEMIMPINAN MENURUT ISLAM ........................................................................ 8
C. DASAR DAN LANDASAN KEPEMIMPINAN ISLAM ........................................... 10
D. SYARAT- SYARAT KEPEMIMPINAN MENURUT ISLAM .................................. 11
E. HAK DAN KEWAJIBAN PEMIMPIN ....................................................................... 13
F. IMAMAH, KHALIFAH DAN SULTHAN .................................................................. 15
BAB III.................................................................................................................................... 18
PENUTUP ............................................................................................................................... 18
A. KESIMPULAN ............................................................................................................... 18
B. SARAN ......................................................................................................................... 18
BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Pemimpin negara adalah faktor penting dalam kehidupan bernegara. Jika pemimpin

negara itu jujur, baik, cerdas dan amanah, niscaya rakyatnya akan makmur. Sebaliknya

jika pemimpinnya tidak jujur, korup, serta menzalimi rakyatnya, niscaya rakyatnya akan

sengsara.

Oleh karena itulah Islam memberikan pedoman dalam memilih pemimpin yang baik.

Dalam Al Qur‟an, Allah SWT memerintahkan ummat Islam untuk memilih pemimpin

yang baik dan beriman:

“Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu mengambil musuh-Ku dan musuhmu

menjadi teman-teman setia yang kamu sampaikan kepada mereka (berita-berita

Muhammad), karena rasa kasih sayang; padahal sesungguhnya mereka telah ingkar kepada

kebenaran yang datang kepadamu, mereka mengusir Rasul dan (mengusir) kamu karena

kamu beriman kepada Allah, Tuhanmu. Jika kamu benar-benar keluar untuk berjihad di

jalan-Ku dan mencari keridhaan-Ku (janganlah kamu berbuat demikian). Kamu

memberitahukan secara rahasia (berita-berita Muhammad) kepada mereka, karena rasa

kasih sayang. Aku lebih mengetahui apa yang kamu sembunyikan dan apa yang kamu

nyatakan. Dan barangsiapa di antara kamu yang melakukannya, maka sesungguhnya dia

telah TERSESAT dari jalan yang lurus.”(QS. 60. Al-Mumtahanah : 1)

Pada prinsipnya menurut Islam setiap orang adalah pemimpin. Ini sejalan dengan

fungsi dan peran manusia di muka bumi sebagai khalifahtullah, yang diberi tugas untuk

senantiasa mengabdi dan beribadah kepada-Nya seperti yang tercantum dalam Q.S Al-

Baqarah : 30
Artinya :

Ingatlah ketika Tuhanmu berfirman kepada para Malaikat: "Sesungguhnya Aku

hendak menjadikan seorang khalifah di muka bumi." Mereka berkata: "Mengapa

Engkau hendak menjadikan (khalifah) di bumi itu orang yang akan membuat

kerusakan padanya dan menumpahkan darah, padahal kami senantiasa bertasbih

dengan memuji Engkau dan mensucikan Engkau?" Tuhan berfirman: "Sesungguhnya

Aku mengetahui apa yang tidak kamu ketahui."

Kepemimpinan dalam pandangan Al-Quran bukan sekedar kontrak sosial antara sang

pemimpin dengan masyarakatnya, tetapi merupakan ikatan perjanjian antara dia dengan Allah

swt. Sebab kepemimpinan melahirkan kekuasaan dan wewenang yang gunanya semata-mata

untuk memudahkan dalam menjalankan tanggung jawab melayani rakyat. Semakin tinggi

kekuasaan seseorang, hendaknya semakin meningkatkan pelayanan kepada masyarakat. Bukan

sebaliknya, digunakan sebagai peluang untuk memperkaya diri, bertindak zalim dan sewenang-

wenang. Balasan dan upah seorang pemimpin sesungguhnya hanya dari Allah swt di akhirat

kelak, bukan kekayaan dan kemewahan di dunia.

Dengan mengetahui hakikat kepemimpinan di dalam Islam serta kriteria dan sifat-sifat

apa saja yang harus dimiliki oleh seorang pemimpin, maka kita wajib untuk memilih pemimpin

sesuai dengan petunjuk Al-Quran dan Hadits. Kaum muslimin yang benar-benar beriman

kepada Allah dan beriman kepada Rasulullah saw dilarang keras untuk memilih pemimpin

yang tidak memiliki kepedulian dengan urusan-urusan agama (akidahnya lemah) atau

seseorang yang menjadikan agama sebagai bahan permainan/kepentingan tertentu. Sebab


pertanggungjawaban atas pengangkatan seseorang pemimpin akan dikembalikan kepada siapa

yang mengangkatnya (masyarakat tersebut). Dengan kata lain masyarakat harus selektif dalam

memilih pemimpin dan hasil pilihan mereka adalah "cermin" siapa mereka. Hal ini sesuai

dengan hadits Nabi saw yang berbunyi: "Sebagaimana keadaan kalian, demikian terangkat

pemimpin kalian.

B. Rumusan Masalah

1. Bagaimanakah kepemimpinan menurut para pakar?

2. Bagaimanakah kepemimpinan menurut islam?

3. Apakah dasar dan landasan kepemimpinan dalam islam?

4. Apa saja syarat-syarat kepemimpinan dalam islam?

5. Apa hak dan kewajiban pemimpin?

6. Apa yang dimaksud Imamah, Khalifah Dan Sulthan?

C. Tujuan

1.Mengetahui makna kepemimpinan menurut para pakar

2.Mengetahui makna kepemimpinan menurut islam

3.Mengetahui dasar dan landasan kepemimpinan dalam islam

4.Mengetahui syarat-syarat kepemimpinan dalam islam

5.Mengetahui hak dan kewajiban pemimpin?

6.Mengetahui apa yang dimaksud Imamah, Khalifah Dan Sulthan


BAB II

PEMBAHASAN

A. HAKIKAT KEPEMIMPINAN

Dalam kehidupan sehari – hari, baik di lingkungan keluarga, organisasi,

perusahaan sampai dengan pemerintahan sering kita dengar sebutan pemimpin,

kepemimpinan serta kekuasaan. Ketiga kata tersebut memang memiliki hubungan yang

berkaitan satu dengan lainnya. Pemimpin adalah orang yang mendapat amanah serta

memiliki sifat, sikap, dan gaya yang baik untuk mengurus atau mengatur orang lain.

Kepemimpinan adalah kemampuan seseorang mempengaruhi dan memotivasi

orang lain untuk melakukan sesuatu sesuai tujuan bersama. Kepemimpinan meliputi

proses mempengaruhi dalam menentukan tujuan organisasi, memotivasi perilaku pengikut

untuk mencapai tujuan, mempengaruhi untuk memperbaiki kelompok dan budayanya.

Sedangkan kekuasaan adalah kemampuan untuk mempengaruhi orang lain untuk mau

melakukan apa yang diinginkan pihak lainnya. Kepemimpinan adalah seni untuk

mempengaruhi dan menggerakkan orang – orang sedemikian rupa untuk memperoleh

kepatuhan, kepercayaan, respek, dan kerjasama secara royal untuk menyelesaikan tugas –

Field Manual (22-100).

Kekuasaan adalah kemampuan untuk mempengaruhi orang lain untuk mau

melakukan apa yang diinginkan pihak lainnya. Ketiga kata yaitu pemimpin,

kepemimpinan serta kekuasaan yang dijelaskan sebelumnya tersebut memiliki keterikatan

yang tak dapat dipisahkan. Karena untuk menjadi pemimpin bukan hanya berdasarkan

suka satu sama lainnya, tetapi banyak faktor.


Pemimpin yang berhasil hendaknya memiliki beberapa kriteria yang tergantung

pada sudut pandang atau pendekatan yang digunakan, apakah itu kepribadiannya,

keterampilan, bakat, sifat – sifatnya, atau kewenangannya yang dimiliki yang mana

nantinya sangat berpengaruh terhadap teori maupun gaya kepemimpinan yang akan

diterapkan.

B. KEPEMIMPINAN MENURUT ISLAM

Shihab (1996) menjelaskan bahwa islam menyebutkan kepemimpinan dengan

berbagai istilah atau nama, diantaranya iamamah, ri`ayah, imarah, dan wilayah, yang

semuanya itu pada hakikatnya adalah amanah (tanggung jawab). Nabi S.A.W bersabda

: “Apabila amanat disia-siakan, maka nantikanlah kehancurannya,: ketika ditanya

“Bagaimana menyia-nyiakannya?” Beliau menjawab “ apabila wewenang

pengelolaan (kepemimpinan) diserahkan kepada orang yang tidak mampu.

Kepemimpinan didalam islam adalah suatu hal yang inheren, serta merupakan

salah satu sub sistem dalam sistem islam yang mencakup pengaturan seluruh aspek

kehidupan secara prinsip. Islam mengatur niat-amal-tujuan sekaligus sumber

kehidupan, otak manusia, kemudian mengatur proses hidup, perilaku, dan tujuan hidup.

Dalam islam seorang pemimpin dan yang dipimpin harus mempunyai keberanian untuk

menegakkan kebenaran yang dilaksanakan melalui prinsip kepemimpinan, yaiutu

melaksanakan kewajiban kepemimpinan dengan penuh tanggung jawab seorang

pemimpin dan melaksanakan hak berpartisipasi bagi yang dipimpin (Feisal, 1995).

Sejak dini, hendaknya setiap manusia selalu menanamkan keyakinan bahwa

dirinya terlahir sebagai pemimpin, sebagaimana sabda Rasulullah:

َ ‫ُكلُّ ُك ْم َراعٍ َو ُكلُّ ُك ْم َم ْسئُو ٌل‬


‫ع ْن َر ِعيَّتِ ِه اْ ْل ِ َما ُم ر‬
“setiap pribadi adalah pemimpin dan kelak akan dipertanyakan tentang kepemimpinannya.”

(HR. Muslim)

Pada prinsipnya menurut Islam setiap orang adalah pemimpin. Ini sejalan dengan

fungsi dan peran manusia di muka bumi sebagai khalifahtullah, yang diberi tugas untuk

senantiasa mengabdi dan beribadah kepada-Nya sebagaimana tercantum dalam surah Al-

baqarah : 30

ِ ‫َو ِإ ْذ قَا َل َرب َُّك ِل ْل َم ََلئِ َك ِة ِإنِي َجا ِع ٌل فِي ْاْل َ ْر‬
ُ ‫ض َخ ِليفَةً ۖ قَالُوا أَت َ ْج َع ُل فِي َها َم ْن يُ ْف ِسد‬

َ‫ِس لَ َك ۖ قَا َل ِإنِي أ َ ْعلَ ُم َما ََل ت َ ْعلَ ُمون‬


ُ ‫ِك َونُقَد‬ َ ُ‫الد َما َء َون َْح ُن ن‬
َ ‫س ِب ُح ِب َح ْمد‬ ِ ُ‫فِي َها َو َي ْس ِفك‬

Artinya : Ingatlah ketika Tuhanmu berfirman kepada para Malaikat: "Sesungguhnya Aku
hendak menjadikan seorang khalifah di muka bumi". Mereka berkata: "Mengapa Engkau
hendak menjadikan (khalifah) di bumi itu orang yang akan membuat kerusakan padanya
dan menumpahkan darah, padahal kami senantiasa bertasbih dengan memuji Engkau dan
mensucikan Engkau?" Tuhan berfirman: "Sesungguhnya Aku mengetahui apa yang tidak
kamu ketahui"

Tasmara (2002) menyatakan bahwa memimpin bukan hanya mempengaruhi agar


orang lain mengikuti apa yang diinginkannya. Bagi seorang muslim, memimpin berarti
memberikan arah atau visi berdasarkan nilai-nilai ruhaniah. Mereka menampilkan diri
sebagai teladan dan memberikan inspirasi bagi bawahannya untuk melaksanakan tugas
sebagai keterpanggilan ilahi sehingga mereka memimpin berdasarkan visi atau mampu
melihat ke masa depan (visionary leadership). Kepemimpinan juga berarti sebagai
kemampuan untuk mempengaruhi dirinya sendiri dan orang lain melalui keteladanan, nilai-
nilai, serta prinsip yang akan membawa kebahagiaan dunia dan akhirat (Principle centered
leadership).
C. DASAR DAN LANDASAN KEPEMIMPINAN ISLAM

1. Q.S Al-Baqarah : 30

Artinya : Ingatlah ketika Tuhanmu berfirman kepada para Malaikat: "Sesungguhnya Aku

hendak menjadikan seorang khalifah di muka bumi." Mereka berkata: "Mengapa Engkau

hendak menjadikan (khalifah) di bumi itu orang yang akan membuat kerusakan padanya dan

menumpahkan darah, padahal kami senantiasa bertasbih dengan memuji Engkau dan

mensucikan Engkau?" Tuhan berfirman: "Sesungguhnya Aku mengetahui apa yang tidak kamu

ketahui."

2. Hadits pemimpin adalah pengabdi

Rasulullah SAW bersabda : ”Pemimpin suatu kaum adalah pengabdi (pelayan) mereka”
(HR. Abu Na'im). Pemimpin adalah pelayan ummat, orang yang bertugas dan diamanahkan
untuk melaksanakan tugas-tugas dalam memimpin, membimbing dan mengajak umat
kearah yang lebih baik dalam artian sama-sama membangun.

3. Hadits pemimpin adalah perisai

Dari Abi Hurairah RA, Rasulullah SAW bersabda : ”Sesungguhnya seorang pemimpin itu
merupakan perisai, rakyat akan berperang di belakang serta berlindung dengannya. Bila ia
memerintah untuk takwa kepada Allah azza wa jalla serta bertindak adil, maka ia akan
memperoleh pahala. Namun bila ia memerintah dengan selainnya, maka ia akan
mendapatkan akibatnya”.
4. Hadits wajibnya kepemimpinan

"Jika keluar tiga orang dalam satu perjalanan, maka hendaklah salah seorang dari mereka
menjadi pemimpinnya." (HR. Abu Dawud dari Abu Sa'id dan Abu Hurairah).

D. SYARAT- SYARAT KEPEMIMPINAN MENURUT ISLAM

Pemimpin memiliki kedudukan yang sangat penting, karenanya siapa saja yang
menjadi pemimpin tidak boleh dan jangan sampai menyalahgunakan kepemimpinannya
untuk hal-hal yang tidak benar. Karena itu, para pemimpin dan orang-orang yang dipimpin
harus memahamii hakikat kriteria seorang pemimpin dalam pandangan Islam yang secara
garis besar yaitu :

1. Beriman dan Beramal Shaleh

Ini sudah pasti tentunya. Kita harus memilih pemimpin orang yang beriman,

bertaqwa, selalu menjalankan perintah Allah dan rasulnya. Karena ini merupakan jalan

kebenaran yang membawa kepada kehidupan yang damai, tentram, dan bahagia dunia maupun

akherat. Disamping itu juga harus yang mengamalkan keimanannya itu yaitu dalam bentuk

amal soleh.

2. Niat yang Lurus

Apabila menerima suatu tanggung jawab, hendaklah didahului dengan niat sesuai dengan
apa yang telah Allah perintahkan. Iringi hal itu dgn mengharapkan keredhaan-Nya sahaja.
Kepemimpinan atau jabatan adalah tanggung jawab dan beban, bukan kesempatan dan
kemuliaan

3. Laki-Laki

Dalam Al-qur'an surat An nisaa' (4) :34 telah diterangkan bahwa laki laki adalah pemimpin
dari kaum wanita
“Kaum laki-laki itu adalah pemimpin bagi kaum wanita, oleh karena Allah telah melebihkan
sebagian mereka (laki-laki) atas sebagian yang lain (perempuan), dan karena mereka (laki-laki)
telah menafkahkan sebagian dari harta mereka. Sebab itu maka wanita yang saleh ialah yang
ta‟at kepada Allah lagi memelihara diri (maksudnya tidak berlaku serong ataupun curang serta
memelihara rahasia dan harta suaminya) ketika suaminya tidak ada, oleh karena Allah telah
memelihara “

“Tidak akan beruntung suatu kaum yang menyerahkan urusan (kepemimpinan) mereka
kepada seorang wanita.”(Hadits Riwayat Al-Bukhari dari Hadits Ab ur Rahman bin Abi
Bakrah dari ayahnya

4. Tidak Meminta Jabatan


Rasullullah bersabda kepada Abdurrahman bin Samurah Radhiyallahu‟anhu,

”Wahai Abdul Rahman bin samurah! Janganlah kamu meminta untuk menjadi pemimpin.

Sesungguhnya jika kepemimpinan diberikan kepada kamu karena permintaan, maka kamu akan

memikul tanggung jawab sendirian, dan jika kepemimpinan itu diberikan kepada kamu bukan

karena permintaan, maka kamu akan dibantu untuk menanggungnya.” (Riwayat Bukhari dan

Muslim)

5. Berpegang pada Hukum Allah

Ini salah satu kewajiban utama seorang pemimpin. Allah berfirman:

”Dan hendaklah kamu memutuskan perkara diantara mereka menurut apa yang diturunkan
Allah, dan janganlah kamu mengikuti hawa nafsu mereka.” (al-Maaidah:49)

6, Memutuskan Perkara Dengan Adil

Rasulullah bersabda, ”Tidaklah seorang pemimpin mempunyai perkara kecuali ia akan


datang dengannya pada hari kiamat dengan kondisi terikat, entah ia akan diselamatkan oleh
keadilan, atau akan dijerusmuskan oleh kezhalimannya.” (Riwayat Baihaqi dari Abu
Hurairah dalam kitab Al-Kabir).
7. Menasehati rakyat
Rasulullah bersabda, ”Tidaklah seorang pemimpin yang memegang urusan kaum Muslimin
lalu ia tidak bersungguh-sungguh dan tidak menasehati mereka, kecuali pemimpin itu tidak
akan masuk surga bersama mereka (rakyatnya).”

8.Tidak Menerima Hadiah


Seorang rakyat yang memberikan hadiah kepada seorang pemimpin pasti mempunyai
maksud tersembunyi, entah ingin mendekati atau mengambil hati.Oleh karena itu,
hendaklah seorang pemimpin menolak pemberian hadiah dari rakyatnya. Rasulullah
bersabda, ” Pemberian hadiah kepada pemimpin adalah pengkhianatan.” (Riwayat
Thabrani).

9.Tegas

ini merupakan sikap seorang pemimpin yang selalu di idam-idamkan oleh rakyatnya. Tegas
bukan berarti otoriter, tapi tegas maksudnya adalah yang benar katakan benar dan yang salah
katakan salah serta melaksanakan aturan hukum yang sesuai dengan Allah, SWT dan
rasulnya.

10. Lemah Lembut


Doa Rasullullah : "Ya Allah, barangsiapa mengurus satu perkara umatku lalu ia
mempersulitnya, maka persulitlah ia, dan barang siapa yang mengurus satu perkara umatku
lalu ia berlemah lembut kepada mereka, maka berlemah lembutlah kepadanya"

E. HAK DAN KEWAJIBAN PEMIMPIN

HAK :
1) Al-Mawardi menyebutkan ada dua hak imam, yaitu hak untuk di taati dan hak untuk di

bantu. Akan tetapi, apabila kita pelajari sejarah ternyata ada hak lain bagi imam, yaitu hak

untuk mendapat imbalan dari harta baitul Mal untuk keperluan hidupnya dan keluarganya

secara patut, sesuai dengan kedudukanya sebagai imam.

Selain itu Dhafir Al-Qasimy menyebutkan lagi hak imam dalam melaksanakan tugas

imam dalam melaksanakan tugas Negara


2) Hak mendapat penghasilan (Al-Qasimy). Hak ini terang adanya, sebab imam telah

melakukan pekerjaan demi kemaslahatan umum, sehingga tak ada waktu lagi baginya

memikirkan kepentingan pribadinya. Hal ini jelas sekali jika di lihat dari ukuran sekarang,

meskipun lain halnya dibandingkan di masa-masa awal dahulunya, Khalifah Abu Bakar ra,

atas desakan beberapa Sahabat juga mendapatkan penghasilan dari jabatan khalifahnya

3) Hak mengeluarkan peraturan (Haq Al-Tasyri’).

Seorang imam juga berhak mengeluarkan peraturan yang mengikat warganya,


sepanjang peraturan itu tidak terdapat dalam Al-Qu’an dan mengikuti Al-Sunnah. Dalam
mengeluarkan praturan-peraturan imam mestilah mengetahui kaedah-kaedah dan
pedoman-pedoman yang terdapat dalam Nash. Yang terpenting di antaranya ialah
musyawarah (AL-Syura) yakni bahwa dalam mengeluarkan suatu peraturan, ini tidak
boleh bertindak sewenang-wenang, ia harus mempertimbangkan fikiran dari para ahli
dalam masalah yang bersangkutan. Selain itu peraturan tersebut juga tidat boleh
bertentangan dengan nash syara’ atau dengan ruh-tasyri’ dalam al-qur’an dan sunnah

KEWAJIBAN :
1) Memelihara agama, dasar-dasarnya yang telah di tetapkan dan apa yang telah di
sepakati oleh umat salaf.
2) Mentafidzkan hukum-hukum di antara orang-orang yang bersengketa, dan
menyelesaikan perselisihan, sehingga keadilan terlaksana secara umum.
3) Memelihara dan menjaga keamanan agar manusia dapat dengan tentram dan tenang
berusaha mencari kehidupan, serta dapat berpergian dengan aman, tanpa ada gangguan
terhadap jiwanya atau hartanya.
4) Menegakkan hukum-hukum Allah, agar orang tidak berani melanggar hukum dan
memelihara hak-hak hamba dari kebinasaan dan kerusakan.
5) Menjaga tapal batas dengan kekuatan yang cukup, agar musuh tidak berani menyerang
dan menumpahkan darah muslim atau non muslim yang mengadakan perjanjian damai
dengan muslim (mu’ahid).
6) Memerangi orang yang menentang islam setelah melakukan dakwah dengan baik tapi
mereka tidak mau masuk islam dan tidak pula menjadi kafir dzimi.
7) Memungut Fay dan shadaqah-shadaqah sesuai dengan ketentuan syara’ atas dasar nash
atau ijtihad tanpa ragu-ragu.
8) Manetapkan kadar-kadar tertentu pemberian untuk orang-orang yang berhak
menerimanya dari Baitul Mal dengan wajar serta membayarkanya pada waktunya.
9) Menggunakan orang-orang yang dapat di percaya dan jujur di dalam menyelesaikan
tugas-tugas serta menyerahkan pengurusan kekayaan Negara kepada mereka. Agar
pekerjaan dapat dilaksanakan oleh orang-orang yang ahli, dan harta Negara di urus oleh
orang yang jujur.
10) Melaksanakan tugas-tugasnya yang langsung di dalam membina umat dan menjaga
agama.

F. IMAMAH, KHALIFAH DAN SULTHAN

a. Pengertian Imamah

Pada awalnya, imamah adalah suatu istilah yang netral untuk menyebut sebuah
negara. Dalam literatur-literatur klasik, istilah imamah dan khilafah disandingkan
secara bersamaan untuk menunjuk pada pengertian yang sama, yakni negara dalam
sejarah Islam.[1]

Imamah adalah kepemimpinan menyeluruh yang berkaitan dengan urusan


keagamaan dan urusan dunia sebagai pengganti fungsi Rasulullah SAW[2]

Kata-kata imam di dalam Al-Qur’an, baik dalam bentuk mufrad maupun dalam
bentuk jamak atau yang di-idhafah-kan tidak kurang dari dua belas kali disebutkan.
Pada umumnya, kata-kata imam menunjukkan kepada bimbingan untuk kebaikan,
meskipun kadang-kadang dipakai untuk seorang pemimpin suatu kaum dalam arti yang
tidak baik, seperti:[3] QS. At-Taubah: 12, dan QS. Al-Qashash: 41. Ayat yang
menunjukkan imam sebagai ikatan yang baik disebut di dalam: QS. Al-Baqarah: 124,
dan QS. Al-Hijr: 79.

Imam yang baik adalah imam yang mencintai dan mendoakan rakyatnya serta
dicintai dan didoakan oleh rakyatnya, sedangkan imam yang buruk adalah imam yang
membenci rakyatnya dan dibenci serta dilaknat oleh rakyatnya[4].

Oleh karena itu, imam itu sesuatu atau orang yang diikuti oleh sesuatu kaum.
Kata imam lebih banyak digunakan untuk orang yang membawa kepada kebaikan.
Disamping itu, kata-kata imam sering dikaitkan dengan shalat, oleh karena itu di dalam
pustakaan Islam sering dibedakan antara imam yang berkedudukan sebagai kepala
negara atau yang memimpin umat Islam dan imam dalam arti yang mengimami
shalat[5].

Adapun kata-kata imamah ditakrifkan oleh Al-Maawardi dengan[6]:

‫اَلمامة موضوعة لخَلفة النبوة في حراسة الدين و سياسة الدنيا‬


“Imamah adalah suatu kedudukan atau jabatan yang diadakan untuk mengganti tugas
kenabian di dalam memelihara agama dan mengendalikan dunia.”

Defenisi lain dikemukakan oleh Al-Iji sebagai berikut[7]:

Imamah adalah negara besar yang mengatur urusan-urusan agama dan dunia.
Tetapi, lebih tepat lagi apabila dikaitkan bahwa imamah adalah pengganti Nabi di
dalam menegakkan agama.”

Dari defenisi diatas tampak jelas para ulama mendahulukan masalah-masalah


agama dan memelihara agama dari pada persoalan duniawi. Hal ini rupanya diperlukan
untuk membedakan antara lembaga imamah dengan lembaga lainnya.

Di kalangan Syi’ah, imamah ialah shahibul hak asy-syar’iy, yang di dalam


undang-undang modern dikatakna de jure baik yang langsung memerintah ataupun
tidak.
b. Pengertian Khilafah

Arti primer kata khalifah, yang bentuk pluralnya khulafa’ dan khalaif yang
berasal dari kata khalaf, adalah pengganti, yaitu seseorang yang menggantikan tempat
orang lain dalam beberapa persoalan[8].

Khilafah adalah pemerintahan Islam yang tidak dibatasi oleh teritorial, sehingga
kekhalifahan Islam meliputi berbagai suku dan bangsa. Pada intinya,khilafah merupakan
kepemimpinan umum yang mengurusi agama dan kenegaraan sebagai wakil dari Nabi
SAW.

Dalam bahasa Ibnu Khaldun, kekhalifahan adalah kepemimpinan umum bagi


seluruh kaum muslimin di dunia untuk menegakkan hukum-hukum syari’at Islam dan
memikul da’wah Islam ke seluruh dunia.[9]

Yusuf Musa menyitir pendapat Ibnu Khaldun tentang defenisi khalifahyaitu[10]:

‫و الخَلفة هي حمل الكافة على مقـتض النظر الشرعى في مصالحهم اَلخروية و الدنياوية الراجعة‬
‫ فهي حَلفة عن صاحب‬-‫ ان احوال الدنيا ترجع كلها عند الشارع الى اعتبارها بمصالح اَلخرة‬-‫اليها‬
.‫الشرع في حراسة الدين و سياسة الدنيا‬
“Al-Khalifah membawa/ memimpin masyarakat sesuai dengan kehendak agama
dalam memenuhi kemaslahatan akhiratnya dan dunianya yang kembali kepada akhirat
itu; karena hal ihwal keduniaan kembali seluruhnya menurut Allah untuk kemaslahatan
akhirat. Maka kekhalifahan itu adalah kekhilafahan dari pemilik syara’ di dalam
memelihara agama dan mengendalikan dunia.”
Khalifah mula-mula menunjukkan kepada yang mempunyai kekusasaan dalam
kenyataan, walaupun tidak berhak, yang pada masa sekarang disebut de factor

Adapun sistem pemerintahan yang memalingkan diri dari Allah, lalu menjadi sitem
yang terlepas bebas, memerintah dengan dirinya sendiri, untuk dirinya sendiri, maka itu
bukanlah khilafah, tapi itu adalah pemberontakan atau kudeta melawan Sang Penguasa
yang hakiki[11].
c. Pengertian Sultan

Sulthan tidak jarang digunakan untuk gelar seorang penguasa, bahkan di Indonesia
kata sulthan lebih banyak dikenal daripada khalifah, imam, malik, atau amir. Sudah tentu
ucapannya disesuaikan dengan lidah Indonesia, bukan lagi sulthan tetapi menjadi sultan
BAB III

PENUTUP

A. KESIMPULAN

Pemimpin adalah orang yang mendapat amanah serta memiliki sifat, sikap, dan gaya
yang baik untuk mengurus atau mengatur orang lain. Kepemimpinan adalah kemampuan
seseorang mempengaruhi dan memotivasi orang lain untuk melakukan sesuatu sesuai tujuan
bersama.
menyatakan bahwa dalam menjadi pemimpin di muka bumi maka manusia harus bisa
menjalankan apa yang telah diamanatkan oleh Allah dan di setiap langkah sebagai seorang
pemimpin, Allah akan memberikan peringatan bagi kaum Muslimin agar selalu berhati-hati
tentang apa yang akan dilakukan sebagai khalifah Allah di bumi.

B. SARAN

Dalam makalah singkat ini penulis ingin menyarankan kepada rekan mahasiswa
hendaknya kita membuat tugas yang dibebankan oleh dosen pengasuh kita yang berupa
makalah khususnya mata kuliah pendidikan agama islam, kita membuat sendiri agar
kedepannya kita menjadi mahasiswa yang benar-benar siap pakai di kalangan masyarakat
maupun dunian kerja

Anda mungkin juga menyukai