Anda di halaman 1dari 7

Mengenal Rumah Lontiok Sebagai Warisan Budaya Riau

Oleh: Tasya Chika Setiaulia (2205136049)

Abstrak:

Arsitektur melayu memiliki tipologi yang sangat banyak, diantaranya rumah melayu Limas,
rumah Lontiak, rumah Begonjong, rumah beratap Layar dan Bersayap, rumah Melayu Peranakan
(campuran etnis China), serta beberapa tipikal rumah melayu lainnya. Selain memiliki 4 (empat)
ruangan yaitu selasar, rumah induk, telo dan penanggah, rumah melayu juga memiliki ornamen
yang terdapat pada atap lisplank dan dinding serta tiang rumah. Salah satu rumah tradisional
yang ada di kabupaten Kampar yaitu Rumah Lontiok (Lentik) Melayu Majo.

PENDAHULUAN

Saat ini, keberadaan rumah Lontiok semakin langka akibat terdesak oleh arsitektur rumah
modern. Salah satu rumah yang tersisa terletak di Dusun Pulau Belimbing, Desa Sipungguk,
Kampar. Rumah tersebut dijadikan sebagai tempat wisata untuk mengenang warisan budaya
yang dimiliki masyarakat Kampar.

Pulau Belimbing merupakan wilayah pemukiman Melayu. Adat istidat dan kebudayaan
yang ada di Kampar masih kental, baik dari tingkah laku, penggunaan bahasa Melayu dengn
dialek yang khas, pakaian tradisional, yang sampai saat ini masih tetap dilestarikan oleh
masyarakat setempat. Rumah Lontiok merupakan salah satu bangunan tradisional yang ada di
kabupaten Kampar. Rumah Lontiok yang berada di Desa Pulau Belimbing ini telah berusia
puluhan tahun, rumah Melayu ini menampilkan daya tarik seni arsitektur yang mencerminkan
budaya Melayu dan Islam. Rumah Lontiok juga disebut dengan Rumah Pencalang yang
bermakna sebagai rumah adat dan atapnya berbentuk melengkung.
Rumah bukan saja sebagai tempat tinggal, tetapi juga menjadi lambang kesempurnaan
hidup. Beberapa ungkapan tradisional Melayu menyebutkan rumah sebagai "cahaya hidup di
bumi, tempat beradat berketurunan, tempat berlabuh kaum kerabat, tempat singgah dagang lalu,
hutang orang tua kepada anaknya".

Keberadaan rumah lontiak di Bangkinang Seberang cukup banyak. Hal ini tidak
dipungkiri karena Bangkinang Seberang merupakan salah satu pemukiman penduduk Melayu
asli di kabupaten Kampar. Pemukiman ini tepat berada di pinggiran sungai Kampar, yang mana
sungai Kampar merupakan urat nadi perekonomian, baik sebgai jalur transportasi maupun
sebagai sumber penghidupan. Dewasa ini keberadaan rumah lontiak sudah mulai hilang,
bangunan tradisional mulai ditinggalkan dan sudah banyak yang rusak. Salah satu rumah Lontik
yang masih bertahan yaitu Rumah Lontiak Melayu Majo, selain masih ditempati, rumah Lontiak
Melayu Majo ini merupakan rumah Besar (adat) suku Majo yang apabila ada upacara adat masih
digunakan.

Secara umum setiap rumah adat atau rumah tradisional memiliki nilai sosial dan filosofi.
Maka dari itu Tulisan ini akan mendeskripsikan serta mendokumentasi rumah adat lontiok
sebagai salah satu ciri khas pemukimaan adat masyarakat melayu riau khususnya Melayu Asli di
Kabupaten Kampar. Letak rumah ini tepat di pinggir sungai kampar yang dimana sungai kampar
ini merupakan alat trasportasi serta juga sumber penghidupan masyarakat setempat.

METODE

Metode yang di gunakan dalam pembuatan artikel ini ialah metode peneliatian kualitatif
dengan pendekatan studi lapangan. Penelitian kualitatif ini bertujuan untuk menjelaskan
fenomena sedalam-dalamnya melalui pengumpulan data sedalam- dalamnya. Teknik
pengumpulan data dengan menggunakan observasi dan wawancara yang kemudian disusun ke
dalam suatu instrument berupa daftar wawancara dan dokumentasi obyek potensi. budaya desa
wisata Pulau Belimbing, Kuok agar diperolehnya informasi atau data – data yang lengkap.
Analisis data merupakan suatu proses lanjutan dari proses pengolahan data untuk melihat
bagaimana menginterprestasikan data, kemudian menganalisis data dari hasil yang sudah ada
pada tahap hasil pengolahan data.
HASIL DAN DISKUSI

Rumah Asli Lontiok terdapat di Desa Sipungguk, Kecamatan Bangkinang Barat. Usia
rumah ini sudah lebih 100 tahun. Rumah Lontiok memiliki daya tarik pada arsitektur yang
mencerminkan budaya masyarakat Melayu Darat dengan paduan Budaya Islam yang kental.

Bangkinang yang merupakan Ibu Kota Kabupaten Kampar Bangkinang merupakan


daerah penghubung antara Provinsi Sumbar dan Riau. Daerah ini mulanya bagian dari Sumbar
namun setelah penjajahan Jepang dengan pembagian distrik yang ditentukan oleh Jepang maka
Bangkinang dipindahkan ke dalam Provinsi Riau bersama Kabupaten Kuantan Singingi dan
Rokan Hulu.

Rumah Lontiok memiliki khas seperti Rumah Panggung. Lontiok dalam bahasa
Indonesia berarti lentik. Disebut lontiok atau lentik karena bentuk atap rumah yang melengkung.
Rumah ini ditopang dengan tiang penyangga. Dibangun tinggi dengan tujuan agar melindungi
keluarga dari serangan binatang buas seperti ular atau harimau. Dan juga menghindari serangan
dari suku-suku lain pada masa itu.

Rumah Lontiak pada masa dahulu hanya mampu dimiliki oleh masyarakat status
ekonomi menengah ke atas. Sehingga Rumah Lontiok masa dulu menjadi lambang status sosial
dari masyarakat Kampar, Rumah Lontiok juga dianggap sakral. Bagian dinding depan dan
belakang Rumah Lontiok dibuat miring keluar dan kaki dinding serta tutup pada dinding dibuat
melengkung sehingga bentuknya menyerupai sebuah perahu yang diletakkan di atas tiang-tiang.
Rumah Lontiok berfungsi sebagai rumah adat dan rumah tempat tinggal. Dibangun dalam satu
prosesi panjang yang melibatkan masyarakat luas serta upacara. Struktur bangunannya terdiri
atas bagian bawah (kolong), bagian tengah dan bagian atas

Rumah Lontiok tercatat pada tahun 2017 Warisan Budaya Takbenda Indonesia dari
Riau.Rumah Lontiok saat ini sudah mulai jarang ditemukan karena sudah mulai termakan usia
dan sudah mulai terlihat tidak terawat.Salah satu rumah Lontiok yang sudah tidak terawat lagi
terletak di Dusun Pulau Belimbing Desa Sipungguk.Namun, rumah Lontiok masih dapat menjadi
objek wisata yang menarik.

Rumah Lontiok ditopang oleh beberapa tiang penyangga.Rumah ini sengaja dibangun
tinggi dengan beberapa tujuan.Pertama, tingginya rumah Lontiok berguna untuk melindungi
keluarga yang berada dalam rumah dari serangan binatang buas seperti ular atau harimau.Selain
binatang buas, tingginya rumah Lontiok berguna juga menghindari serangan dari suku-suku lain
dalam masyarakat Kampar.Kedua, tinggi rumah Lontiok juga berguna untuk memelihara hewan
atau berternak.Bagian kolong rumah yang cukup luas dipakai sebagai kandang hewan.Selain
kandang hewan, terkadang bagian kolong rumah lontiok juga berfungsi sebagai gudang baik
untuk tempat penyimpanan makanan juga untuk tempat penyimpanan perahu.Tingginya rumah
Lontiok mengakibatkan dibutuhkan tangga untuk dapat masuk ke dalam rumah.Tangga yang
digunakan untuk masuk ke dalam rumah Lontiok menjadi salah satu ciri khas dari rumah
itu.anak tangga umumnya berjumlah ganjil karena disesuaikan dengan keyakinan masyarakat
Kampar.Bentuk atap rumah Lontiok yang melengkung juga menjadi ciri khas dari rumah
Lontiok. Bentuk atap rumah yang melengkung ini mempunyai makna hubungan manusia dengan
Tuhan. Masyarakat Kampar percaya bahwa bentuk melengkung atap rumah Lontiok menjadi
simbok penghormatan terhadap Tuhan yang mahakuasa.Tidak hanya kepada Tuhan, bentuk atap
yang melengkung itu merupakan penghormatan kepada sesama ciptaan Tuhan.
Rumah Lontiok memiliki beragam ukiran. Di bagian tangga terdapat ukiran lambai-
lambai jenjang (garis-garis lengkung dengan daun-daunan pada ujung garis yang melingkar) dan
lebah bergantung. Ukiran ini adalah simbol harapan dan kegigihan dalam berusaha, serta
perjalanan hidup yang berada dalam lingkaran nasib. Di bagian dinding terdapat ukiran gondo ari
dan kepala gondo ari yang melambangkan kehidupan dan kesuburan.

Di atap terdapat ukiran sulo bayung, sayok layangan, dan sayap layang-layang.
Sedangkan di bagian jendela terdapat ukiran terawang bungo sekaki dan keluk paku yang
melambangkan harapan dan kesuburan. Ada beberapa makna yang terkandung padabangunan
rumah lontiok itu sendiri seperti:
• tangga pertama konsep ilmu

• bulatan 4 kanan kiri artinya 4 tata cara berkata 4 tata cara bersikap

• ukiran kanan kiri tangga artinya hukum adat

• gasing yg terletak di kayu tangga simbol pemimpin penataan suatu daerah

• pemimpin adat di ikat dengan sumpah dsb.

Pada zaman dahulu kala, rumah Lontiok hanya dibangun oleh masyarakat Kampar yang
memiliki status ekonomi menengah ke atas.Hal ini menyebabkan rumah Lontiok menjadi
lambang status sosial dari masyarakat Kampar.Masyarakat Kampar juga memandang bahwa
rumah Lontiok adalah tempat yang sakral.Keberadaan Lontiok merupakan hasil dari alkulturasi
dari masyarakat Kampar yang berbaur dengan Minangkabau. Dasar dan dinding rumah
berbentuk seperti perahu, ini adalah ciri khas masyarakat Kampar, dan bentuk atap lentik (lontik)
merupakan ciri khas arsitektur Minangkabau. Proses alkulturasi arsitektur terjadi karena daerah
Kampar merupakan alur pelayaran, antara Limopuluah Koto, Minangkabau, menuju dari Limo
Koto, Kampar.

KESIMPULAN

Pulau Belimbing Kecamatan Kuok, Kampar merupakan desa wisata yang mana memiliki
beragam bentuk warisan budaya yang khas. Tidak hanya menampilkan keunikan dan
kekhasannya tetapi setiap bentuk warisan budayanya memiliki makna dan pesan yang
terkandung. Partisipasi masyarakat dan generasi muda menjadi factor utama penggerak dalam
menjaga kelestarian dan keasrian budaya Indonesia. Memberdayakan dan mengembangkan
potensi wisata di Pulau Belimbing dilakukan dengan cara melestarikannya dengan mempelajari
budaya Desa Kuok melalui tokoh masyarakat, menambah keasrian lingkungan rumah adat
dengan berkarya, dan mengikuti kegiatan tradisi budaya masyarakat yang memperkuat rasa
persaudaraan.
REFERENSI

Barthes, Roland. 2007. Membedah Mitos ± Mitos Budaya Massa. Yogyakarta.

Jala Sutra. Tunner, Lynn H. dan West Richard. 2008. Pengantar Teori Komunikasi ; Analisis dan

Aplikasi (edisi 3 buku 2). Jakarta: Salemba.

Sobur, Alex. 2004. Semiotika Komunikasi. Bandung: Remaja Rosdakarya. Rakhmat, Jalaluddin
dan Mulyana

Deddy. 2005. Komunikasi Antarbudaya ; Panduan Berkumunikasi Dengan Orang-orang Berbeda


Budaya.Bandung: Remaja Rosdakarya.

Liliweri, Alo. 2001. Gatra-gatra Komunikasi Antarbudaya. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Sobur, Alex. 2002. Analisis Teks Media : Suatu Pengantar untuk Analisis Wacana, Analisis
Semiotik, dan Analisis Framing. Bandung : Remaja Rosdakarya.

Kriyantono, Rachmat. 2010. Teknik Praktis Riset Komunikasi.Jakarta: Kencana Prenada

Group.

__. 2006. Prosedur Penlitian; Suatu Pendekatan Praktik (Edisi Revisi). Jakarta: Rineka Cipta.

Hamidi, 2007. Metode Penelitian dan Teori Komunikasi. UMM Press, Yoyakarta.

Bulaeng, Andi. 2004. Metode Penelitian Komunikasi Kontemporer.Yogyakarta: ANDI.

Bungin, Burhan. 2003. Analis Data Penelitian Kualitatif ; Aktualisaasi Metodologis ke Arah
Ragam Varian Kotemporer. Jakarta: Raja

Grafindo Persada. Cangara, Hafied. 2011. Pengantar Ilmu komunikasi. Jakarta: Raja

Grafindo Persada. Sobur, Alex. 2002. Analisis Teks Media : Suatu Pengantar untuk Analisis
Wacana, Analisis Semiotik, dan Analisis Framing. Bandung : Remaja Rosdakarya.

Sobur, Alex. 2006. Semiotika Komunikasi. Bandung : Remaja Rosdakarya.

Koentjraningrat. 2002. Pengantar Antropologi Pokok Etnografi II.Jakarta: Rineka Cipta.

Anda mungkin juga menyukai