Anda di halaman 1dari 51

1

DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL ……………………………………………………………………………………………………….iii
DAFTAR GAMBAR …………………………………………………………………………………………………..iv
BAB I PENDAHULUAN .............................................................................................. 1
1.1 Latar Belakang ...................................................................................................... 1
1.2 Maksud dan Tujuan ............................................................................................... 2
1.3 Rumusan Masalah ................................................................................................. 2
BAB II TINJAUAN PUSTAKA.................................................................................... 3
2.1 Vegetasi ................................................................................................................ 3
2.2 Bentuk Hidup Tumbuhan ...................................................................................... 3
2.3 Hutan Primer dan Hutan Sekunder ....................................................................... 4
2.4 Metode Analisis Vegetasi ...................................................................................... 4
2.5 Kondisi Geografis Gunung Palung ......................................................................... 7
2.6 Karakteristik Flora ................................................................................................. 7
BAB III METODOLOGI............................................................................................ 10
3.1 Waktu dan Tempat .............................................................................................. 10
3.2 Cara Kerja ........................................................................................................... 10
3.2.1. Alat dan Bahan...................................................................................... 10
3.2.2 Cara Kerja .............................................................................................. 10
3.2.3 Parameter Penelitian ..................................................................................... 11
3.3 Analisis Data ....................................................................................................... 11
3.3.1 Kerapatan Jenis (Di) ............................................................................... 11
3.3.2 Kerapatan Relatif ................................................................................... 12
3.3.3 Frekuensi jenis ....................................................................................... 12
3.3.4 Frekuensi Relatif .................................................................................... 12
3.3.5 Indeks Nilai Penting (INP) ..................................................................... 13
3.3.6 Tingkat Keanekaragaman Spesies........................................................... 13
BAB IV PEMBAHASAN ............................................................................................ 14
4.1 Spesies Tumbuhan Daerah Taman Nasional Gunung Palung ............................... 14
4.2 Analisis Cara Kerja Vegetasi Tumbuhan ............................................................. 20
4.3 Indeks Nilai Penting (INP) Tumbuhan di Taman Nasional Gunung Palung .......... 21
4.4 Indeks Keanekaragaman (H’) di Taman Nasional Gunung Palung ........................ 24
BAB V PENUTUP....................................................................................................... 31

i
5.1 Kesimpulan ......................................................................................................... 31
5.2 Saran ................................................................................................................... 32
DAFTAR PUSTAKA .................................................................................................. 33
DOKUMENTASI ANALISIS VEGETASI ................................................................ 35
LAMPIRAN ……………………………………………………………………………..……………….38

ii
DAFTAR TABEL

Halaman

4.1 Spesies-spesies Tumbuhan di Taman Nasional Gunung Palung ……………15

4.2 Indeks Nilai Penting (INP) Tumbuhan di Taman Nasional Gunung


Palung……………………………………………………………………………25

iii
DAFTAR GAMBAR

Halaman

3.1 Lokasi Penelitian Analisis Vegetasi …………………………………………10

iv
BAB I

PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Taman Nasional Gunung Palung (TNGP) merupakan salah satu Taman
Nasional yang terdapat di Kalimantan Barat. Ekosistem yang ada di kawasan
TNGP memiliki keanekaragaman hayati yang tinggi, meliputi keanekaragaman
flora maupun fauna yang tersebar di delapan ekosistem yang berbeda yaitu hutan
rawa gambut, hutan rawa air tawar, hutan tanah aluvial, hutan kerangas, hutan
batu berpasir dataran rendah, hutan granit dataran rendah, hutan granit dataran
tinggi dan hutan pegunungan (Sumihadi., dkk, 2019). Hutan merupakan suatu
kawasan yang terdiri atas tumbuhan dan pepohonan dengan berbagai jenis yang
berbeda. Tumbuhan dan pepohonan yang beragam mengakibatkan adanya
keragaman vegetasi di kawasan hutan tersebut. Salah satu metode untuk
mendeskripsikan suatu keragaman vegetasi yaitu analisis vegetasi.

Analisis vegetasi merupakan cara untuk mempelajari susunan (komposisi


jenis) dan bentuk (struktur) vegetasi tumbuh-tumbuhan. Untuk keperluan analisis
vegetasi diperlukan data-data jenis, diameter dan tinggi untuk menentukan Indeks
Nilai Penting (INP) dari penyusun komunitas hutan tersebut. Konsep dan metode
analisis vegetasi sangat beragam tergantung kepada keadaan sekitar (landscape)
dan tujuannya. Vegetasi menggambarkan perpaduan berbagai jenis tumbuhan di
suatu daerah atau wilayah dari segi penyebaran tumbuhan yang ada baik secara
ruang dan waktu.

Analisis dilakukan untuk seluruh kumpulan tumbuhan yang terdiri dari


berbagai jenis yang hidup bersamaan pada suatu ekosistem dalam mekanisme
kehidupan yang terdapat interaksi erat, baik diantara individu penyusun vegetasi
itu sendiri maupun dengan organisme lainnya sehingga dapat hidup bersama pada
suatu tempat. Teknik dalam analisis vegetasi yang dilakukan yaitu dengan metode
plot dan mengamati vegetasi yang ada. Vegetasi dalam ekologi adalah istilah yang
digunakan untuk keseluruhan komunitas tetumbuhan. Dengan kondisi hutan yang
luas dilakukan pangambilan sampling beberapa vegetasi, hal ini termasuk dalam
bagian dari metodologi statistika mengenai cara pengambilan sampling populasi.

1
Vegetasi di suatu tempat akan berbeda dengan vegetasi di tempat lain karena
adanya perbedaan faktor lingkungan dan perkembangan vegetasi sesuai dengan
keadaan habitatnya. Struktur dan komposisi vegetasi pada suatu wilayah
dipengaruhi oleh komponen ekosistem lainnya yang saling berinteraksi, sehingga
vegetasi yang tumbuh secara alami pada wilayah tersebut sesungguhnya
merupakan pencerminan hasil interaksi berbagai faktor lingkungan dan dapat
mengalami perubahan drastis karena pengaruh anthropogenik. Oleh karena itu,
dilakukan analisis vegetasi di Taman Nasional Gunung Palung (TNGP), desa
Sedahan Jaya untuk mengetahui keragaman vegatasi dan keadaan ekosistemnya.

1.2 Maksud dan Tujuan


Tujuannya adalah mempelajari struktur dan komposisi vegetasi (ekosistem
tumbuhan) dengan menganalsis karakteristik tumbuhan yang meliputi kerapatan,
frekuensi, dan dominansi dengan menggunakan metode kuadrat (plot) untuk
mengetahui keadaan ekosistem di wilayah tersebut.

1.3 Rumusan Masalah


1. Bagaimana teknik sampling tumbuhan dengan menggunakan metode plot
2. Bagaimana cara melakukan analisis vegetasi dari hasil sampling
3. Bagaimana cara mengetahui keadaan ekosistem diwilayah tersebut

2
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Vegetasi
Vegetasi adalah kumpulan dari tumbuh-tumbuhan yang hidup bersama-
sama pada suatu tempat, biasanya terdiri dari beberapa jenis berbeda. Kumpulan
dari berbagai jenis tumbuhan yang masing-masing tergabung dalam populasi yang
hidup dalam suatu habitat dan berinteraksi antara satu dengan yang lain yang
dinamakan komunitas (Gem, 1996).
Struktur vegetasi adalah suatu pengorganisasian ruang dari individu-
individu yang menyusun suatu tegakan. Dalam hal ini, elemen struktur yang
utama adalah growth form, stratifikasi dan penutupan tajuk (coverage). Dalam
pengertian yang luas, struktur vegetasi mencakup tentang pola-pola penyebaran,
banyaknya jenis, dan diversitas jenis (Mueller-Dombois dan Ellenberg, 1974).
Struktur alamiah tergantung pada cara dimana tumbuhan tersebar atau terpencar di
dalamnya (Odum, 1993)
Analisis vegetasi merupakan cara mempelajari susunan (komposisi jenis)
dan bentuk (struktur) kumpulan dari tumbuh-tumbuhan. Analisis vegetasi dapat
digunakan untuk: 1) Mempelajari tegakan hutan, yaitu pohon dan permudaanya.
2) Mempelajari tegakan tumbuhan bawah, yang dimaksud tumbuhan bawah
adalah suatu jenis vegetasi dasar yang terdapat di bawah tegakan hutan kecuali
permudaan pohon hutan, padang rumput/alang-alang dan vegetasi semak belukar
(Dwisang,2008).

2.2 Bentuk Hidup Tumbuhan


Bentuk hidup tumbuhan dapat dikelompokkan menjadi lima, yaitu (Indriyanto,
2005):
1. Pohon adalah kelompok tumbuhan berkayu, berukuran besar dengan
tinggi tumbuhan lebih dari 5 m,
2. Perdu dan semak adalah tumbuhan berkayu, berukuran kecil dengan
tinggi tumbuhan kurang dari 5 m,
3. Herba adalah tumbuhan berkayu yang berdaur hidup pendek,

3
4. Liana adalah tumbuhan berkayu yang tumbuhnya merambat atau
menjalar,
5. Epifit adalah tumbuhan berkayu yang hidupnya menempel atau melekat
pada tumbuhan.
Dalam komunitas tumbuhan, pohon dapat dikelompokkan menurut tingkat (fase)
pertumbuhan sebagai berikut (Indriyanto, 1998 ; 2005) :
1. Semai yaitu pohon yang tingginya kurang atau sama dengan 1,5 m
2. Pancang yaitu pohon yang tingginya lebih dari 1,5 m dengan diameter
batang kurang dari 10 cm,
3. Tiang yaitu pohon dengan diameter batang 10-19 cm,
4. Pohon yaitu pohon dengan diameter batang 20 cm atau lebih.

2.3 Hutan Primer dan Hutan Sekunder


Hutan Primer mengacu pada tidak disentuh, hutan murni yang ada dalam
kondisi asli nya. Hutan ini belum dipengaruhi oleh aktivitas manusia. Hutan hujan
primer sering ditandai dengan langit-langit penuh kanopi dan biasanya terdiri dari
beberapa lapis. Lantai hutan umumnya dari vegetasi berat karena kanopi yang
penuh memungkinkan cahaya masuk yang sangat kecil. Hutan primer adalah jenis
yang paling beragam secara hayati hutan (Butler, 1994).
Hutan sekunder adalah hutan yang telah terganggu dalam beberapa cara,
alami maupun buatan. Hutan sekunder dapat dibuat dalam beberapa cara, dari
hutan terdegradasi pulih dari tebang pilih, ke daerah dibersihkan dengan garis
miring dan bakar pertanian yang telah direklamasi oleh hutan. Umumnya, hutan
sekunder ditandai (tergantung tingkat degradasi) oleh struktur kanopi kurang
berkembang, pohon-pohon yang lebih kecil, dan keanekaragaman kurang (Butler,
1994).

2.4 Metode Analisis Vegetasi


Metode analisis vegetasi yang lazim digunakan ada 4 macam yaitu estimasi
visual, metode kuadrat, metode garis dan metode titik (Tjitrosoediro, 1984).

1. Metode estimasi visual

4
Pengamatan dilakukan pada titik tertentu yang selalu tetap letaknya,
misalnya selalu di tengah atau di salah satu sudut yang tetap pada petak-
contoh yang telah terbatas. Besaran yang dihitung berupa dominansi yang
dinyatakan dalam persentase penyebaran. Estimasi visual dilakukan
berdasarkan pengamatan visual atau dengan cara melihat dan menduga
parameter gulma yang akan diamati. Metode estimasi visual memiliki
kelemahan yaitu hanya layak dilakukan oleh orang yang berpengalaman.
2. Metode kuadrat
Kuadrat adalah suatu ukuran luas yang dinyatakan dalam satuan kuadrat
(misalnya m2, cm2, dan sebagainya) tetapi bentuk petak-contoh dapat
berupa segi-empat (kuadrat), segi panjang, atau sebuah lingkaran. Dalam
pelaksaan dilapangan sering digunakan bujur sangkar.
3. Metode garis
Metode garis atau rintisan, adalah petak-contoh memanjang, diletakkan
di atas sebuah komunitas vegetasi
4. Metode titik
Metode titik merupakan suatu variasi metode kuadrat. Jika sebuah
kuadrat diperkecil sampai titik tidak terhingga, akan menjadi titik Konsepsi
dan metode analisis vegetasi sesungguhnya sangat bervariasi, tergantung
keadaan vegetasi itu sendiri dan tujuannya. Misalnya apakah ditujukan
untuk mempelajari tingkat suksesi, apakah untuk evaluasi hasil suatu
pengendalian gulma. Metode yang digunakan harus disesuaikan dengan
struktur dan komposisi vegetasi. Untuk areal yang luas dengan vegetasi
semak rendah misalnya, digunakan metode garis (line intersept), untuk
pengamatan sebuah contoh petak dengan vegetai “tumbuh menjalar”
(cpeeping) digunakan metode titik (point intercept) dan untuk suatu survei
daerah yang luas dan tidak tersedia cukup waktu, estimasi visual (visual
estimation) mungkin dapat digunakan oleh peneliti yang sudah
berpengalaman. Juga harus diperhatikan keadaan geologi, tanah, topografi,
dan data vegetasi yang mungkin telah ada sebelumnya, serta fasilitas kerja
atau keadaan, seperti peta lokasi yang bisa dicapai, waktu yang tersedia, dan
lain sebagainya; semuanya untuk memperoleh efisiensi. Pengamatan gulma

5
dilakukan dengan analisis vegetasi untuk penentuan nilai NJD atau SDR
(Nisbah Jumlah Dominasi) dengan perhitungan analisis vegetasi
(Tjitrosoedirdjo dkk., 1984).
Untuk memudahkan perisalahan vegetasi dan pengukuran parametemya,
petak contoh biasanya dibagi-bagi ke dalam kuadrat-kuadrat berukuran lebih
kecil. Ukuran kuadrat-kuadrat tersebut disesuaikan dengan bentuk
morfologis jenis dan lapisan distribusi vegetasi secara vertikal (stratifikasi).
Dalam hal ini Oosting (1956) menyarankan penggunaan kuadrat berukuran
10 x 10 m untuk lapisan pohon, 4 x 4 m untuk lapisan vegetasi berkayu
tingkat bawah (undergrowth) sampai tinggi 3 m, dan 1 x 1 m untuk vegetasi
bawah/lapisan herba. Tetapi, umummya para peneliti di bidang ekologi
hutan membedakan potion ke dalam beberapa tingkat pertumbuhan, yaitu:
semai (permudaan tingkat kecambah sampai setinggi < 1,5 m), pancang
(permudaan dengan > 1,5 m sampai pohon muda yang berdiameter < 10
cm), tiang (pohon muda berdiameter 10 s/d 20 cm), dan pohon dewasa
(diameter > 20 cm). Untuk memudahkan pelaksanaannya ukuran kuadrat
disesuaikan dengan tingkat perttunbuhan tersebut, yaitu umumnya 20 x 20
m (pohon dewasa), 10 x 10 m (tiang), 5 x 5 m (pancang), dan lxl m atau 2 x
2 m (semai dan tumbuhan bawah) (Soegianto, 2002).
(a). Petak Tunggal
Di dalam metode ini dibuat satu petak sampling dengan ukuran tertentu
yang mewakili suatu tegakan hutan. Ukuran petak ini dapat ditentukan
dengan kurva spesies-area. Agar data vegetasi hasil survei lebih bersifat
informatif, sebaiknya bila waktu dan dana survey memungkinkan, setiap
lokasi pohon beserta tajuknya (termasuk pancang, semai, dan tiang) begitu
pula pohon yang masih berdiri atau pohon yang roboh dalam petak contoh,
dipetakan. Hal ini akan sangat berguna untuk mengetahui pola distribusi
setiap jenis vegetasi, proporsi gap, menduga luasan tajuk dari diameter, dan
lain-lain.
(b). Petak Ganda
Di dalam metode ini pengambilan contoh vegetasi dilakukan dengan
menggunakan banyak petak contoh yang letaknya tersebar merata.

6
Peletakan petak contoh sebaiknya secara sistematis. Untuk menentukan
banyaknya petak contoh dapat digunakan kurva species-area.

2.5 Kondisi Geografis Gunung Palung


Letak TNGP secara geografis berada diantara 01º 03’- 01 º22’ Lintang
Selatan dan 109º 54’ – 110º 28’ Bujur Timur. Secara administratif lokasi kawasan
Taman Nasional Gunung Palung termasuk dalam 2 Kabupaten, yaitu: Kabupaten
Ketapang dan Kabupaten Kayong Utara, Provinsi KalimantanBarat. Berdasarkan
rekonstruksi batas (tata batas ulang) kawasan TNGP pada tahun 2000 oleh
Subiphut Ketapang sesuai dengan surat Kepala Badan Planologi, Departemen
Kehutanan dan Perkebunan Nomor:1097/VII/Kp/4.2.2/1999 tanggal 9 Juli
1999 perihal tata batas ulang. Taman Nasional Gunung Palung, diperoleh hasil
sebagai berikut:

a. Luas kawasan TNGP : 95.542,10 Ha

b. Panjang Batas : 360.361,10 Meter, dengan perincian :

– Batas alam jalan : 24.300 Meter

– Batas alam pantai : 21.994 Meter

– Batas alam sungai : 161.929 Meter

– Batas Buatan : 152.138 Meter

Taman Nasional Gunung Palung (TNGP) merupakan salah satu kawasan


pelestarian alam di Indonesia yang memiliki fungsi ekologi sangat penting. Status
TNGP ditetapkan oleh Menteri Kehutanan melalui Surat Keputusan Nomor:
352/Kpts-II/1994 tanggal 23 Agustus 1994. (Balai TNGP,2016).

2.6 Karakteristik Flora


Taman Nasioanal Gunung Palung merupakan kawasan konservasi yang
memiliki potensi sumber daya hayati yang sangat tinggi, memiliki 7 tipe
ekosistem dari pantai hingga hutan sub alpin menjadikan kawasan ini sebagai

7
pusat sebaran flora dan fauna di Provinsi Kalimantan Barat. Dari data
inventarisasi terdapat 4000 jenis pohon berkayu dengan 70 jenis termasuk family
Diptrocarpaceae (Prasetyo dan Jito, 2010).

Pulau Kalimantan merupakan sebuah pusat keanekaragaman tumbuhan. Di


pulau ini terdapat 10.000 – 15.000 spesies tanaman bunga. Sebagai perbandingan,
jumlah tersebut setara dengan total jumlah flora di seantero Benua Afrika, yang
memiliki luas 40 kali lebih besar. Sedikitnya 2.000 spesies anggrek dan 1.000
spesies paku-pakuan dapat dijumpai pula di pulau ini, termasuk diantaranya
tanaman spektakuler pemakan serangga, Kantong Semar (Nepenthes). Jumlah
tumbuhan endemiknya juga sangat tinggi, dengan hampir 34% dari seluruh
tanaman hanya dapat dijumpai di pulau ini. lni berarti tanaman tersebut tidak
dapat dijumpai di tempat lain di muka bumi, selain Kalimantan.

Sebagai perbandingan, hanya 12% dari tanaman dan hewan yang merupakan
endemik bagi pulau Sumatera. Dari habitat pegunungan hingga hutan mangrove di
pantai, TNGP rnerupakan tempat yang luas bagi varietas yang sangat beragam.
Walaupun data yang komperhensif dari jumlah flora yang ada masih belum
tersedia, diperkirakan lebih dari 3,500 spesies tanaman kayu tumbuh di sini.
Jumlah ini belum termasuk tanaman non kayu, seperti paku-pakuan, lumut-
lumutan dan tanaman efifit, yang juga sangat banyak dapat dijumpai di dalam
taman nasional.

Tumbuhan dan Suksesi Hutan Tumbuhan merupakan biomassa yang dominan


bagi seluruh ekosistem di Gunung Palung. Lebih dari 450 spesies tumbuhan
dijumpai di TNGP, termasuk diantaranya pohon-pohon berkanopi lebar seperti
Shorea, Dipterocarpus, Koompasia yang ketinggiannya bisa mencapai lebih dari
60 m. Seluruh ekosistem hutan dalam kondisi yang dinamis, dengan kata lain
terjadi perubahan secara konstan. Pepohonan akan berkembang, mati atau
tumbang. Ketika satu pohon mati, akan terbentuk sebuah ruang kosong dalam
kanopi hutan, tersedialah jalan untuk cahaya matahari dan membuka ruang bagi
tumbuhnya pohon-pohon baru.

8
Menurut Kartawinata dkk. (1981), di dalam satu hektar hutan dataran rendah
di Kalimantan mungkin tumbuh sebanyak 240 jenis pohon yang berbeda dan satu
hektar lagi di dekatnya mungkin dapat menambah setengah jumlah jenis tersebut.
Faktor lain yang mempengaruhi tentu adalah eksploitasi kayu pada tingkat
pertumbuhan pohon dan tiang di dalam hutan, serta dampak rebahan indukan
pohon yang menyebabkan hilangnya jenisjenis pohon di sekitar.

9
BAB III

METODOLOGI

3.1 Waktu dan Tempat


Kegiatan konservasi lingkungan ini dilaksanakan di Taman Nasional
Gunung Palung (TNGP), Desa Sedahan Jaya, Kecamatan Sukadana, Kabupaten
Kayong Utara, Provinsi Kalimantan Barat pada tanggal 13 Januari – 18 Januari
2020. Kegiatan analisis vegetasi ini dilakukan pada 15 Januari 2020. Lokasi
penelitian analisis vegetasi dan keanekaragaman tumbuhan di kawasan TNGP
dapat dilihat pada Gambar 3.1.

Gambar 3.1 Lokasi Penelitian Analisis Vegetasi

3.2 Cara Kerja


3.2.1. Alat dan Bahan
Alat-alat yang digunakan pada kegiatan keragaman vegetasi yaitu
meteran 2 meter, meteran 50 meter, kamera, plastik packing, tongkat
pembatas, spidol besar marker, GPS, plot vegetasi (50x50 meter; 10x10
meter; 5x5 meter dan 1x1 meter) serta alat tulis.
3.2.2 Cara Kerja
Pengamatan dan perhitungan dibagi dalam 3 tahapan, yaitu :
a) Tahap pertama yaitu menghitung biodiversitas dilakukan dengan
menghitung jumlah tumbuhan (pohon, tiang, pancang dan semai) yang

10
sama, mencatat nama lokal/ latin tumbuhan, mengukur lingkar lilit
batangnya dan tinggi tanaman dalam satu luasan (pohon plot 20x20 m, tiang
plot 10x10 m, pancang plot 5x5 m dan semai plot 1x1m) . Hitung jumlah
individu yang terdapat dalam plot dan dicatat.
b) Tahap kedua yaitu mengukur lebar kanopi tumbuhan dilakukan dengan
menentukan terlebih dahulu luasan pengamatan pohon yang akan dihitung
kanopinya. Perhitungan dilakukan dengan mengukur panjang sisi kanan,
kiri, depan dan belakang dari pusat pohon. Setelah didapatkan data panjang,
dihitung luasan dengan menggunakan rumus π.r2 atau ¼ π d2. Pada tahap
ini, sekaligus digambar posisi luasan letak tumbuh tanaman dalam plot.
c) Diambil gambar dari tumbuhan yang telah diidentifikasi dan membuat
peta vegetasi dari masing-masing plot didalam buku kerja.

3.2.3 Parameter Penelitian


Parameter yang diamati meliputi jumlah spesies, jumlah individu dan
tingkat keanekaragaman tumbuhan.

3.3 Analisis Data


Analisis data dilakukan secara kualitatif dan kuantitatif. Analisis kualitatif
dilakukan untuk mendeskripsikan jenis-jenis tumbuhan (pohon, tiang, pancang
dan semai). Analisis kuantitatif dilakukan untuk menjelaskan keanekaragaman
dan struktur vegetasi tumbuhan. Keanekaragaman vegetasi pada daerah Taman
Nasional Gunung Palung (TNGP) memiliki berbagai variasi jenis pohon. Dalam
melakukan analisis vegetasi pada hutan primer dengan menghitung lingkar lilit
batang pohon, tinggi tanaman, dan diameter kanopi. Vegetasi tumbuhan yang
dilakukan dengan cara menghitung kerapatan jenis, kerapatan relative, frekuensi,
frekuensi relative, dominansi, dominansi relative, Indeks Nilai Penting (INP), dan
Indeks Keanekaragaman (Hidayat, Muslich., 2017).

3.3.1 Kerapatan Jenis (Di)


Kerapatan adalah jumlah individu setiap spesies yang dijumpai dalam
petak contoh. Kerapatan jenis (Di) adalah jumlah tegakan jenis ke-i dalam

11
suatu unit area. Untuk mengetahui kerapatan jenis dengan menggunakan
rumus (English et al., 1994) :
𝑁𝑖
Di = 𝐴

Keterangan :
Di = Kerapatan jenis ke - i (ind/m2)
Ni = Jumlah total individu dari jenis ke – i (ind)
A = Luas area total pengambilan contoh ( m2 )
3.3.2 Kerapatan Relatif
Kerapatan Relatif (RDi) adalah perbandingan antara jumlah tegakan
jenis ke-i (Ni) dan total tegakan seluruh jenis (Σn) (English et al., 1994):
𝑁𝑖
RDi = ∑ 𝑛 x 100 %

Keterangan :
RDi = Kerapatan Relatif (%)
Ni = Jumlah individu jenis ke-i (ind)
Σn = Jumlah seluruh individu (ind)
3.3.3 Frekuensi jenis
Frekuensi adalah jumlah kemunculan dari setiap spesies yang dijumpai
dari seluruh petak contoh yang dibuat. Frekuensi (Fi) adalah peluang
ditemukannya suatu jenis ke-i dalam semua petak contoh yang di buat
(English et al., 1994) :
𝑝𝑖
Fi =∑ 𝑝

Keterangan :
Fi = Frekuensi jenis ke-i
pi = Jumlah petak contoh yang di buat
∑𝑝 = Jumlah total petak contoh yang di buat
3.3.4 Frekuensi Relatif
Frekuensi Relatif (RFi) adalah perbandingan antara frekuensi jenis (Fi)
dan total frekuensi seluruh jenis (ΣF) (English et al., 1994) :
𝐹𝑖
RFi =∑ 𝐹 x 100%

Keterangan :
RFi = Frekuensi Relatif (%)

12
Fi = Frekuensi jenis ke-i (ind)
ΣF = Jumlah frekuensi seluruh jenis (ind)
3.3.5 Indeks Nilai Penting (INP)
Indeks nilai penting ini menunjukkan spesies yang mendominasi di
lokasi penelitian. Indeks Nilai Penting adalah jumlah nilai kerapatan relatif
jenis (RDi), frekuensi relatif jenis (RFi), dan penutupan relatif jenis (RCi).
INP = RDi + RFi + RCi
Nilai penting suatu jenis berkisar antara 0% - 300%. Nilai penting ini
memberikan suatu gambaran mengenai pengaruh atau peranan suatu jenis
tumbuhan komunitas dalam hutan.

3.3.6 Tingkat Keanekaragaman Spesies


Setelah diperoleh hasil dari INP setiap jenis maka dicari Indeks
keanekaragaman dari setiap spesies tumbuhan. Keanekaragaman suatu
komunitas tumbuhan dapat ditentukan dengan menggunakan teori informasi
Shannon-Wienner (H’). Tujuan teori ini adalah untuk mengukur tingkat
keteraturan dan ketidakaturan dalam suatu sistem. Indeks ini menurut
Ludwig dan Reynolds (1988) dapat dihitung dengan rumus:
𝑛𝑖 𝑛𝑖
𝐻′ = − ∑ log
𝑁 𝑁
Keterangan:
H’ =Indeks Keanekaragaman Shannon-Wiener
ni = jumlah individu dari suatu jenis i
N =jumlah total individu seluruh jenis

Hasil yang didiperoleh kemudian dapat dikategorikan kedalam 3 kategori,


yaitu:
- Jika H’ < 1 maka indek keanekaragaman dikategorikan Rendah.
- Jika Ĥ 1 < H’ < 3 maka indek keanekaragaman dikategorikan Sedang.
-Jika hasil H’ > 3 maka indek keanekaragaman dikategorikan Tinggi
(Moesa,2001).

13
BAB IV

PEMBAHASAN

4.1 Spesies Tumbuhan Daerah Taman Nasional Gunung Palung


Hasil penelitian menunjukkan di daerah Taman Nasional Gunung Palung
(TNGP), ditemukan spesies-spesies tumbuhan dari mulai tingkat semai sampai
dengan pohon pada kawasan tersebut. Spesies-spesies tumbuhan daerah TNGP
dapat dilihat pada tabel 4.1. Berdasarkan tabel 4.1 terdapat sebanyak 80 famili
yang terdiri dari 130 spesies dengan total jumlah individu sebanyak 989 tersebar
pada 10 kelompok pengamatan dengan 10 lokasi berbeda-beda yang terbagi dalam
tumbuhan tingkat pohon, tiang, pancang dan semai. Dari keempat tingkat
tumbuhan tersebut paling banyak ditemukan adalah tumbuhan tingkat semai. Hal
ini dikarenakan tumbuhan tingkat herba merupakan tumbuhan yang mudah
tumbuh dan berkembang dengan baik pada kondisi lingkungan yang tidak
ternaungi dan memiliki cahaya matahari yang cukup (Maifarus, 2016). Sesuai
dengan lokasi penelitian, sebagian besar hutan rimbun dan tertutupi dedaunan
yang lebat.

Analisis vegetasi yang dilakukan mempelajari susunan komposisi spesies


dan bentuk struktur vegetasi tumbuhan. Pengamatan parameter vegetasi
berdasarkan bentuk hidup pohon, perdu, serta herba. Suatu ekosistem alamiah
maupun binaan selalu terdiri dari dua komponen utama yaitu komponen biotik
dan abiotik. Struktur dan komposisi vegetasi pada suatu wilayah dipengaruhi oleh
komponen ekosistem lainnya yang saling berinteraksi, sehingga vegetasi yang
tumbuh secara alami pada wilayah tersebut sesungguhnya merupakan
pencerminan hasil interaksi berbagai faktor lingkungan dan dapat mengalami
perubahan drastik karena pengaruh anthropogenik. Metode yang digunakan pada
analisis vegetasi adalah metode plot (petak ukur) yaitu dengan mengambil
sampling berbagai tipe organisme. Bentuk plot segi empat atau persegi.
Ukurannya menggunakan plot dengan ukuran 20 m×20 m disetiap plot, dengan 10
lokasi titik yang berbeda.

14
Tabel 4.1 Spesies-spesies Tumbuhan di Taman Nasional Gunung Palung

Jumlah
No Famili Nama Lokal Nama Latin
Individu
Jenis Pohon
Dungun Heritiera littoralis 10
1 Malvaceae
Coklat/Kakao Theobroma cacao L 1
Macaranga
2 Euphorbiaceae Mahang 19
Hypoleuca
Shorea bracteolata
Meranti Putih 20
dyer
Shorea
3 Dipterocarpacae Meranti kuning 9
acuminantissima
Meranti Shorea sp 7
Meranti merah Shorea Rotundifolia 1
4 Guttiferae Kandis Garcinia parvifolia 5
Palaquium
Nyatoh 10
bancanum
5 Sapotaceae
Palaquium
Jungkang 12
Leicarpum
Artocarpus
Terap 15
odoratissimus
Kayu Ara Ficus spp 11
6 Moraceae
loa Ficus Racemosa 1
Artocarpuslanceifoli
Pudu 1
us
Lansium
7 Meliaceae Duku Hutan 7
Parasiticum
8 Fabaceae Kasai Acacia Mangium 9
Medang Phoebe hunanensis 14
9 Lauraceae Cinnamomum
Medang Putih 4
parthenoxylon
Baccaurea
Rambai Hutan 9
10 Phyllanthaceae bracteata Mull. Arg.
Kapul Baccaurea 1
Anacolosa
11 Polygalaceae Sidam 6
frutescens
Cratoxylum
12 Clusiaceae Gerunggang 4
arborescens
13 Myrtaceae Ubah Jambu Eugenia sp 17
14 Sapindaceae Rambutan Hutan Nepheliumrambouta 3

15
n
Diospyros
15 Ebenaceae Kayu Malam 2
Confertiflora
Kumpang Knema laurina 3
16 Myristicaceae
pala Myristica fragrans 4
Mempisang Xylopia spp 5
17 Annonaceae Keminting Hutan Polyaltia sp 1
Sirsak Annona Muricata L. 1
Duabanga
18 Lythraceae Benuang 3
moluccana
19 Rubiaceae Kopi Arabika Coffea Arabica L. 4
20 Verbenaceae Laban Vitex Pusbescens 2
Trigoniastrum
21 Trigoniaceae Nyalin 2
hypoleucum Miq.
22 Glusiaceae Manggis Hutan Garcinia Bancana 1
23 Najay 4

Jenis Tiang
24 Guttiferae Kandis Garcinia parvifolia 7
Macaranga
25 Euphorbiaceae Mahang 7
Hypoleuca
Artocarpus
Terap 2
26 Moraceae odoratissimus
Kayu Ara Ficus spp 3
27 Myrtaceae Ubah jambu Eugenia sp 33
Meranti Shorea sp 2
Shorea bracteolata
Meranti Putih 6
dyer
28 Dipterocarpacae
Meranti Merah Shorea Rotundifolia 2
Shorea
Merant Kuning 3
acuminantissima
Lansium
29 Meliaceae Duku Utan 25
Parasiticum
Kasai Acacia Mangium 14
30 Fabaceae
Merak 2
31 Myristicaceae pala Myristica fragrans 6
Medang Phoebe hunanensis 12
32 Lauraceae Cinnamomum
Medang Putih 1
parthenoxylon
Palaquium
33 Sapotaceae Nyatoh 8
bancanum

16
Palaquium
Jungkang 1
Leicarpum
Cratoxylum
34 Clusiaceae Gerunggang 1
arborescens
35 Kopi Arabika Coffea Arabica L. 9
Rubiaceae
Mengkudu 1
36 Trigoniastrum
Trigoniaceae Nyalin 5
hypoleucum Miq.
37 Malvaceae Dungun Heritiera littoralis 1
Baccaurea
38 Rambai Hutan 7
Phyllanthaceae bracteata Mull. Arg.
Kapul Baccaurea 1
39 Anacolosa
Polygalaceae Sidam 8
frutescens
49 Annonaceae Mempisang Xylopia spp 7
41 Najay 2
42 Naygon 1
Jenis Semai
Keladi Hias Caladium bicolor 87
Talas Colocasia esculenta 27
Elephantopus
Tapak Liman 41
scaber
43 Acarae Crassocephlum
Sintrong 12
crepidioides
Palem-paleman Palem-paleman 21
Tanaman Perdu Philodendron
6
(Ceriman) monstera deliciosa
44 Dipterocarpaceae Meranti Dipterocarpus 45
Adenanthera
Kayu Ginto 37
pavonima
45 Fabaceae
Asoka Polyalthia sp 1
Wisteria Cina Wisteria Finensis 3
46 Piperaceae Sirih Piper betle 14
47 Magnoliaceae Cempaka Putih Michelia alba 15
Xathophyllum
Nyalin 5
stipitatum A.W.Benn
48 Polygalaceae
Paku-pakuam
Polypodium vulgare 10
Bintil

17
Ceremai Belanda Eugenia sp 5
49 Myrtaceae
Ubah Jambu Syzygium cuminii 5
Bignonia
50 Brignoniaceae Anggur 2
Capreolata
Litsea cassiaefolia
Medang Putih 2
BL
Eusideroxylon
Ulin 4
zwageri
Dehaasia incrassata
Medang 4
51 Lauraceae (Jack) Kosterm.
Dehaasia turfosa
Medang Tembaga 1
Kosterm.
Litsea erectinervia
Medang Engkala 2
Kosterm
Ocotea Ocotea cinerea 2
Palaquium
52 Sapotaceae Melawan 2
cochleariifol
Lygodium
53 Schizaceae Tanaman Paku Longifolium (Willd.) 2
Sw.
Elettaria
Kapulaga
Cardamomum (L) 3
Seberang
Maton
Hedychium
Gardnerianum
Temulawak 8
Sheppard ex Ker
54 Zingiberaceae Gawl
(Renealmia
Pluriplicata 1
Maas)
Hedychium
Gandasuli coronarium 37
J.Koening
Polyalthia
55 Annonaceae Mempisang 4
cinnamomea
Averrhoa carambola
56 Oxalidaceae Belimbing 1
L.
Tanaman Perdu
Jatropa multifida 3
(Jarak Tintir)
57 Euphorbiaceae
(Bocquillonia
2
grandidens)

18
Mercurialis
1
Leiocarpa
Helminthostachys
Rawu Bekubang 12
zeylanica
58 Ophioglossaceae
Helminthostachys
Rawu Bekubang 11
zeylanica
59 Hamamelidaceae Rasamala Altingia excelsa 3
Microsorum
60 Polypodiaceae Pakis 2
Pustulatum
Eriobotrya japonica
Biwa 10
(Thunb.) Lindl
61 Rosaceae
Prunus
Ceri Laurel 6
Laurocerasus L
Bunga Matahar Commelina
62 Commelinaceae 4
Asiatik Communis L
Tilia Platyphyllos
63 Malvaceae Jeruk Nipis Besar 2
Scop
Asplenium
64 Aspleniaceae Pakis Lidah 14
scolopendrium
Maranta
65 Marantaceae Garut/Irut 11
arundinacea
Plantago lanceolate
66 Plantaginaceae Otot-Ototan 4
L
Semak Belacu Kalmia Latifolin L 1
67 Ericaceae
Teaberry Timur 11
Pongamia Pinnata
68 Leguminosae Malapari 7
(L) Pierre
69 Pandanaceae Pandan Duri Pandanus tectorius 10
Trillium
Trillium Putih 1
70 Melanthiaceae Grandiflorum
Bawang Putih Liar 10
71 Moraceae Loa Ficus Racemosa 2
72 Orchidaceae Anggrek Besar Phaius Pulchellus. 2
Anacolosa
73 Olacaceae Sidam 4
frutescens
Siparma
Nicaragua 1
Grandiflora
74 Siparunaceae
(Siparuna
1
decipiens)
Discophora
75 Rubiaceae 11
Guianensis Miers

19
(Psychotria
1
Nervosa SW)
Psychotria Pilosa
Kopi Liar 4
Ruiz & Pav
(Jubelina Wilburii
7
W.R.Anderson)
Kopi Liberika Coffea liberica 4
(Discophora
76 Stemonuraceae 5
Guianensis Miers)
(Mercurialis
77 1
leiocarpa)
(Monstera Minima
78 4
Madison)
(Meiogyne
79 1
Bailloni)
80 Pakis Lidah 1

4.2 Analisis Cara Kerja Vegetasi Tumbuhan


Analisis vegetasi pada pohon, tiang, pancang dan semai cara kerja yang
dilakukan pada keempat tumbuhan ini sama, yaitu dengan mentukan empat titik
dengan jarak masing masing dari plot yang telah di tentukan. Analisis pohon
menggunakan plot berbentuk bujur sangkar 20 x 20 meter kemudian ke empat
titik sudut diambil koordinat dengan menggunakan gps. Tiap kelas pohon yang
terdapat dalam petak diukur lilit batang menggunakan meteran baju lalu dihitung
diameter batang yang masuk dalam klasifikasi pohon dewasa adalah batang pohon
berdiameter > 20 cm, kemudian ukur tinggi tanaman menggunakan alat pengukur
tinggi pohon kemudian di ukur lebar kanopi. Lebar kanopi diukur dari ujung
terluar tutupan daun dengan 2 kali ulangan, setelah itu digambarkan posisi pohon
tersebut dalam kertas berpetak sekaligus luasan kanopinya.

Analisis vegetasi tiang dilakukan pemasangan plot 10x10 meter kemudian


ditentukan mana yang di klasifikasikan sebagai kelompok tiang. Tiang adalah
pohon muda yang diameternya 7 - ≤ 20 cm. kemudian diteliti pola sebaran
vegetasi. Tiap kelas tiang yang terdapat dalam petak diukur lilit batang
menggunakan meteran baju lalu dihitung diameter batang, lalu ukur tinggi tiang
dan luas bentang kanopinya kemudian digambarkan posisi pohon tersebut dalam
kertas berpetak sekaligus luasan kanopinya.

20
Cara kerja analisis vegetasi tingkat pancang sama seperti cara kerja
analisis vegetasi tingkat pohon dan tiang. Pada analisis vegetasi tingkat pancang
ini menggunakan ukuran plot 5x5 meter di dalam plot bujur sangkar yang dan
dilakukan sebanyak 2 kali dengan mengukur diameter kanopi pancang, lilit batang
serta ketinggian pohon. Pancang (Sapling) adalah permudaan dengan tinggi 1,5
sampai anakan berdiameter ≤ 10 cm. Jumlah pancang biasanya lebih sedikit jika
dibandingkan dengan semai, hal tersebut terjadi karena adanya persaingan dan
ketidak cocokan habitat yang mengakibatkan matinya sebagian vegetasi pada
tingkat pancang. Tumbuhan pionir yang tumbuh dengan lebat dilantai hutan akan
mengalami persaingan, baik dalam hal mendapatkan cahaya, maupun unsur hara
dan ruang gerak, dari persaingan tersebut sebagian vegetasi yang surve dan
mengalami adaptasi.

Semai adalah regenerasi pohon dengan ukuran lebih rendah dari 1,5 meter.
Ukuran petak yang digunakan untuk pengukuran semai adalah 2 x 2 meter.
Sebagaimana pancang, tahap pertumbuhan semai hanya dihitung jumlah individu
tiap spesies dan jumlah spesies. Langkah pertama yang harus dilakukan adalah
menentukan tempat yang akan di analisis. Pada percobaan ini diperlukan 2 plot
berukuran 1x1 meter di dalam plot 20x20 meter diletakkan pada tempat berbeda
yang telah ditentukan sebelumnya. Kemudian dicatat semua spesies tumbuhan
beserta jumlah individu tiap spesies dan identifikasi jenis yang ditemukan
ditempat tersebut.

4.3 Indeks Nilai Penting (INP) Tumbuhan di Taman Nasional Gunung


Palung
Indeks Nilai Penting spesies tumbuhan pada suatu komunitas merupakan
salah satu parameter yang menunjukkan peranan spesies tumbuhan dalam
komunitasnya tersebut. Kehadiran suatu spesies tumbuhan pada suatu daerah
menunjukkan kemampuan adaptasi dengan habitat dan toleransi yang lebar
terhadap kondisi lingkungan. INP dapat digunakan untuk menentukan dominasi
jenis tumbuhan terhadap jenis tumbuhan lainnya, karena dalam suatu komunitas
yang bersifat heterogen data parameter sendiri-sendiri dari nilai frekuensi,
kerapatan, dan dominasinya tidak dapat menggambarkan secara menyeluruh. Nilai

21
penting pada vegetasi tingkat pohon, tiang dan pancang didapat dari hasil
penjumlahan Kerapatan Relatif (KR), Frekuensi Relatif (FR) dan Dominansi
Relatif (DR). Sedangkan pada vegetasi tingkat semai dan tumbuhan bawah
didapat dari penjumlahan nilai Kerapatan Relatif (KR) dan Frekuensi Relatif (FR).
Vegetasi yang hidup di Taman Nasional Gunung Palung didominansi oleh
vegetasi Meranti Putih (Shorea bracteolata dyer), Ubah jambu (Eugenia sp), dan
Keladi hias . Vegetasi golongan pohon dan tiang didominansi oleh meranti putih
sebanyak 20 pohon yang menyebar di daerah Kalimantan, Sulawesi dan Maluku.
Tumbuhan ini pula tumbuh di ketinggian 0-700 mdpl yang mana tumbuh pada
daerah tanah kering maupun tergenang air. Vegetasi golongan pancang
diominansi oleh Ubah jambu sebanyak 33 pohon, dikarenakan ubah jambu
merupakan buah yang menjadi pakan bagi hewan-hewan seperti orang utan,
kelalawar, serangga dan binatang lainnya yang menjadikan tumbuhan ini makanan
utamanya. Keladi hias yang tergolong tumbuhan semai sebanyak 87 individu
ditemukan di hutan primer ini.

Berdasarkan hasil Analisa Vegetasi Hutan Primer di Taman Nasional


Gunung Palung, Nilai INP tertinggi pada tingkatan Pohon dan Tiang adalah
tumbuhan Meranti Putih (Shorea bracteolata dyer) dengan Nilai INP 18,883,
jumlah Meranti Putih di areal penelitian Hutan Primer Taman Nasional Gunung
Palung sebanyak 20 Individu. Hal ini menunjukkan jenis Meranti Putih
merupakan jenis yang dominan. Kemampuan Meranti Putih dalam menempati
sebagian besar lokasi penelitian menunjukkan bahwa meranti putih memiliki
kemampuan beradaptasi dengan kondisi fisik lingkungan tersebut. Menurut Smith
(1997) dalam Mawazin (2013) menyatakan bahwa jenis dominan adalah jenis
yang dapat memanfaatkan lingkungannya secara efisien dari jenis lain dalam
tempat yang sama. Sedangkan nilai INP terendah pada tingkatan pohon dan tiang
adalah tumbuhan Pudu (Artocarpuslanceifolius) dengan Nilai INP 1,587,
jumlahnya adalah 1 Individu. Hal ini menunjukkan bahwa tumbuhan Pudu kurang
mampu beradaptasi dengan kondisi fisik lingkungan tersebut.

Spesies tumbuhan yang memiliki Indeks nilai penting (INP) yang paling
tinggi daripada nilai INP tumbuhan lainnya, disebabkan oleh spesies tumbuhan

22
tersebut cukup mendominasi pada setiap Plot Analisa Vegetasi dan menyebabkan
nilai dominansinya tinggi. Spesies tumbuhan yang memiliki INP yang tinggi
umumnya menyebar pada seluruh plot analisa vegetasi. Nilai INP yang tinggi
menjelaskan bahwa tumbuhan mampu melakukan regenerasi dengan baik serta
dapat beradaptasi dengan lingkungan tanpa melihat faktor kondisi sekitar.

Menurut Fahrul (2007) kategorisasi nilai INP adalah sebagai berikut: INP
> 42, 66 dikategorikan tinggi, INP 21, 96 -42, 66 sedang, dan INP < 21, 96
dikategorikan rendah. Berdasarkan hasil analisa, nilai INP tidak melebihi 21,96
yang artinya bahwa nilai INP Pohon dan Tiang di Hutan Primer di Taman
Nasional Gunung Palung tergolong rendah.

Ada beberapa faktor yang mempengaruhi komposisi dan struktur vegetasi,


yaitu flora, habitat (iklim, tanah, dan lain-lain), waktu, dan kesempatan sehingga
vegetasi disuatu tempat merupakan hasil resultan dari banyak faktor baik sekarang
maupun lampau. Sebaliknya vegetasi dapat dipakai sebagai indikator suatu habitat
baik pada saat sekarang maupun dahulu. Indeks Nilai Penting (INP) menunjukkan
peranan jenis tersebut dalam suatu kawasan. Jenis yang mempunyai INP paling
besar berarti mempunyai peranan yang paling penting di dalam kawasan tersebut.
Jenis ini mempunyai pengaruh paling dominan terhadap perubahan kondisi
lingkungan maupun keberadaan jenis lainnya dalam kawasan tersebut (Abdiyani,
2008).

Dari hasil perhitungan didapatkan indeks nilai penting tetinggi pada


tingkat pancang yaitu tumbuhan Sidam (Anacolosa frutescens) dengan nilai INP
sebesar 47.84%. Hal ini menunjukkan bahwa spesies tumbuhan Sidam memiliki
kesesuaian tempat tumbuh yang lebih baik dari pada spesies lainnya, memiliki
kemampuan toleransi yang lebar/besar terhadap kondisi lingkungan. Spesies
tmbuhan ini juga mendominasi dan menyebar pada plot-plot penelitian.
Sedangkan spesies tumbuhan yang memiliki nilai INP terendah yaitu tanaman
Gerunggang (Cratoxylum arborescens) dengan nilai INP 2.52% hal ini
menunjukkan bahwa spesies tersebut kurang baik dalam beradaptasi dengan
lingkungannya.

23
Dari hasil perhitungan tingkat semai spesies yang memiliki nilai INP
tertinggi yaitu tumbuhan Keladi hias yaitu sebesar 19.32% hal ini menunjukkan
bahwa spesies tersebut juga memiliki nilai kerapatan relative yang tinggi, tersebar
pada setiap plot-plot penelitian,memiliki kemapuan yang baik dalam penyesuaian
terhadap lingkungannya sedangkan jenis tumbuhan yang memiliki nilai INP
terendah yaitu Trillium Putih dengan nilai INP 1.06%.

4.4 Indeks Keanekaragaman (H’) di Taman Nasional Gunung Palung


Tinggi rendahnya indeks keanekaragaman suatu komunitas tumbuhan
tergantung pada banyaknya jumlah Spesies dan jumlah individu masi-masing
jenis (kekayaan Spesies). Sebagaimana dijelaskan oleh Indriyanto (2006)
megatakan bahwa keanekaragaman Spesies dapat digunakan untuk menyatakan
struktur komunitas. Keanekaragaman Spesies juga dapat digunakan untuk
mengukur stabilitas komunitas, yaitu kemampuan suatu komunitas untuk menjaga
dirinya tetap stabil meskipun ada gangguan terhadap komponen-komponennya.
Keanekaragaman yang tinggi menunjukkan bahwa suatu komunitas memiliki
kompleksitas yang tinggi. Komunitas yang tua dan stabil akan mempunyai
keanekaragaman jenis yang tinggi. Sedangkan suatu komunitas yang sedang
berkembang pada tingkat suksesi mempunyai jumlah jenis rendah dari pada
komunitas yang sudha mencapai klimaks. Komunitas yang memiliki
keanekaragaman yang tinggi lebih tidak mudah terganggu oleh pengaruh
lingkungan.

Indeks Keanekaragaman Shannon-Wiener merupakan indeks yang biasa


digunakan dalam perhitungan keanekaragaman vegetasi. Hasil perhitungan indeks
ini bisa digunakan dalam menentukan besar keanekaragaman suatu tanaman
dalam plot. Rumus untuk menghitung Indeks Shannon-Wiener menurut (Odum,
1993) adalah :
𝑛𝑖
𝐻′ = − ∑ 𝑃𝑖 ln(𝑃𝑖 ) 𝑑𝑖𝑚𝑎𝑛𝑎 𝑃𝑖 = ( )
𝑁
Keterangan : H’ = Indeks keanekaragaman Shannon-Wienner
ni = Jumlah individu jenis ke-i
N = Jumlah individu seluruh jenis

24
Kriteria indeks keanekaragaman Shannon-Wiener (H’) dibagi menjadi 3 yaitu :
H’ <1 = Keanekaragaman Rendah
1<H’<3 = Keanekaragaman Sedang
H’ > 3 = Keanekaragaman Tinggi

Tabel 4.2 Indeks Nilai Penting (INP) Tumbuhan di Taman Nasional Gunung
Palung

Nama Fr Kr DR INP
No. Family H’
Tanaman (%) (%) (%) (%)

Hasil Analisis Pohon+Tiang


1 Malvaceae Dungun 3.19 4.39 2.57 10.15 -0.14
2 Malvaceae Coklat/Kakao 1.06 0.44 0.47 1.97 -0.02
3 Euphorbiaceae Mahang 5.32 8.33 2.43 16.08 -0.21
4 Dipterocarpacae Meranti Putih 4.26 8.77 5.86 18.88 -0.21
5 Dipterocarpacae Meranti kuning 6.38 3.95 7.68 18.01 -0.13
6 Dipterocarpacae Meranti 4.26 3.07 3.93 11.26 -0.11
7 Dipterocarpacae Meranti merah 1.06 0.44 4.00 5.51 -0.02
8 Dipterocarpacae Kandis 2.13 2.19 1.23 5.55 -0.08
9 Sapotaceae Nyatoh 4.26 4.39 1.98 10.62 -0.14
10 Sapotaceae Jungkang 5.32 5.26 5.53 16.12 -0.15
11 Moraceae Terap 6.38 6.58 4.91 17.87 -0.18
12 Moraceae Kayu Ara 4.26 4.82 2.37 11.45 -0.15
13 Moraceae loa 1.06 0.44 4.72 6.22 -0.02
14 Moraceae Pudu 1.06 0.44 0.08 1.59 -0.02
15 Meliaceae Duku Hutan 2.13 3.07 2.89 8.09 -0.11
16 Fabaceae Kasai 3.19 3.95 7.84 14.98 -0.13
17 Lauraceae Medang 4.26 6.14 5.61 16.01 -0.17
18 Lauraceae Medang Putih 2.13 1.75 3.17 7.05 -0.07
19 Phyllanthaceae Rambai Hutan 3.19 3.95 0.82 7.96 -0.13
20 Phyllanthaceae Kapul 1.06 0.44 0.47 1.97 -0.02
21 Polygalaceae Sidam 4.26 2.63 1.48 8.37 -0.10
22 Clusiaceae Gerunggang 2.13 1.75 3.52 7.41 -0.07
23 Myrtaceae Ubah Jambu 7.45 7.46 2.31 17.21 -0.19
Rambutan -0.06
24 Sapindaceae 1.06 1.32 0.66 3.04
Hutan
25 Ebenaceae Kayu Malam 1.06 0.88 0.85 2.79 -0.04
26 Myristicaceae Kumpang 1.06 1.32 1.12 3.50 -0.06
27 Myristicaceae pala 2.13 1.75 0.48 4.36 -0.07

25
28 Annonaceae Mempisang 3.19 2.19 1.05 6.44 -0.08
Keminting -0.02
29 Annonaceae 1.06 0.44 2.87 4.37
Hutan
30 Annonaceae Sirsak 1.06 0.44 0.14 1.64 -0.02
31 Lythraceae Benuang 2.13 1.32 4.96 8.41 -0.06
32 Rubiaceae Kopi Arabika 2.13 1.75 1.05 4.93 -0.07
33 Verbenaceae Laban 1.06 0.88 0.57 2.51 -0.04
34 Trigoniaceae Nyalin 1.06 0.88 2.39 4.33 -0.04
35 Glusiaceae Manggis Hutan 1.06 0.44 1.83 3.33 -0.02
36 Rubiaceae Najay 2.13 1.75 6.13 10.01 -0.07

Hasil Analisis Pancang


37 Guttiferae Kandis 3.45 3.95 1.86 9.26 -0.13
38 Euphorbiaceae Mahang 3.45 3.95 2.01 9.41 -0.13
39 Moraceae Terap 1.72 1.13 0.69 3.55 -0.05
40 Moraceae Kayu Ara 3.45 1.69 1.69 6.84 -0.07
41 Myrtaceae Ubah jambu 12.07 18.64 2.69 33.40 -0.31
42 Dipterocarpacae Meranti 1.72 1.13 2.80 5.65 -0.05
43 Dipterocarpacae Meranti Putih 8.62 3.39 6.05 18.06 -0.11
44 Dipterocarpacae Meranti Merah 3.45 1.13 0.93 5.51 -0.05
45 Dipterocarpacae Merant Kuning 3.45 1.69 0.29 5.43 -0.07
46 Meliaceae Duku Utan 3.45 14.12 0.30 17.87 -0.28
47 Fabaceae Kasai 3.45 7.91 1.43 12.79 -0.20
48 Fabaceae Merak 3.45 1.13 2.00 6.57 -0.05
49 Myristicaceae pala 1.72 3.39 0.28 5.39 -0.11
50 Lauraceae Medang 5.17 6.78 0.27 12.22 -0.18
51 Lauraceae Medang Putih 1.72 0.56 2.40 4.69 -0.03
52 Sapotaceae Nyatoh 3.45 4.52 0.49 8.46 -0.14
53 Sapotaceae Jungkang 1.72 0.56 0.31 2.60 -0.03
54 Clusiaceae Gerunggang 1.72 0.56 0.23 2.52 -0.03
55 Rubiaceae Kopi Arabika 6.90 5.08 23.24 35.22 -0.15
56 Rubiaceae Mengkudu 1.72 0.56 0.40 2.69 -0.03
57 Trigoniaceae Nyalin 1.72 2.82 1.90 6.45 -0.10
58 Malvaceae Dungun 1.72 0.56 0.84 3.13 -0.03
59 Phyllanthaceae Rambai Hutan 1.72 3.95 0.15 5.82 -0.13
60 Phyllanthaceae Kapul 1.72 0.56 1.21 3.50 -0.03
61 Polygalaceae Sidam 5.17 4.52 38.15 47.84 -0.14
62 Annonaceae Mempisang 5.17 3.95 4.71 13.84 -0.13
63 Annonaceae Najay 3.45 1.13 1.36 5.94 -0.05
64 Annonaceae Naygon 3.45 0.56 1.34 5.36 -0.03

26
Hasil Analisis Semai
65 Keladi Hias 4.42 14.90 19.32 -0.28
66 Talas 3.54 4.62 8.16 -0.14
67 Tapak Liman 3.54 7.02 10.56 -0.19
68 Sintrong 3.54 2.05 5.59 -0.08
69 Meranti 4.42 7.71 12.13 -0.20
70 Kayu Ginto 4.42 6.34 10.76 -0.17
71 Sirih 3.54 2.40 5.94 -0.09
72 Cempaka Putih 2.65 2.57 5.22 -0.09
73 Nyalin 1.77 0.86 2.63 -0.04
Ceremai -0.04
74 1.77 0.86 2.63
Belanda
75 Palem-paleman 3.54 3.60 7.14 -0.12
76 Anggur 1.77 0.34 2.11 -0.02
Paku-pakun -0.07
77 3.54 1.71 5.25
Bintil
78 Asoka 0.88 0.17 1.06 -0.01
79 Ulin 1.77 0.68 2.45 -0.03
80 Melawan 0.88 0.34 1.23 -0.02
81 Tanaman Paku 0.88 0.34 1.23 -0.02
Kapulaga -0.03
82 0.88 0.51 1.40
Seberang
83 Mempisang 0.88 0.68 1.57 -0.03
84 Belimbing 0.88 0.17 1.06 -0.01
Tanaman -0.03
85 Perdu (Jarak 0.88 0.51 1.40
Tintir)
86 Wisteria Cina 1.77 0.51 2.28 -0.03
Rawu -0.08
87 1.77 2.05 3.82
Bekubang
88 Rasamala 0.88 0.51 1.40 -0.03
89 pakis 0.88 0.34 1.23 -0.02
90 Medang 0.88 0.68 1.57 -0.03
91 Biwa 0.88 1.71 2.60 -0.07
92 Gandasuli 4.42 6.34 10.76 -0.17
Bunga Matahar -0.03
93 0.88 0.68 1.57
Asiatik
Jeruk Nipis -0.02
94 0.88 0.34 1.23
Besar
95 Ceri Laurel 0.88 1.03 1.91 -0.05

27
96 Kopi Liar 1.77 0.68 2.45 -0.03
Tanaman -0.05
97 Perdu 0.88 1.03 1.91
(Ceriman)
98 Pakis Lidah 1.77 2.40 4.17 -0.09
99 Garut/Irut 1.77 1.88 3.65 -0.07
100 Otot-Ototan 0.88 0.68 1.57 -0.03
Medang -0.01
101 0.88 0.17 1.06
Tembaga
102 Kopi Liberika 0.88 0.68 1.57 -0.03
Teaberry -0.07
103 0.88 1.88 2.77
Timur
104 Malapari 0.88 1.20 2.08 -0.05
105 Temulawak 0.88 1.37 2.25 -0.06
106 Ubah Jambu 1.77 0.86 2.63 -0.04
107 Pandan Duri 1.77 1.71 3.48 -0.07
108 Trillium Putih 0.88 0.17 1.06 -0.01
Bawang Putih -0.07
109 0.88 1.71 2.60
Liar
110 Loa 0.88 0.34 1.23 -0.02
Medang -0.02
111 0.88 0.34 1.23
Engkala
112 Ocotea 0.88 0.34 1.23 -0.02
113 Anggrek Besar 0.88 0.34 1.23 -0.02
114 Sidam 0.88 0.68 1.57 -0.03
115 Medang Putih 0.88 0.34 1.23 -0.02
116 Pakis Lidah 0.88 0.17 1.06 -0.01
Rawu -0.08
117 0.88 2.05 2.94
Bekubang
Mercurialis -0.01
118 0.88 0.17 1.06
Leiocarpa
Siparma -0.01
119 0.88 0.17 1.06
Grandiflora
120 Semak Belacu 0.88 0.17 1.06 -0.01
Discophora -0.07
121 Guianensis 0.88 1.88 2.77
Miers
(Jubelina -0.05
122 Wilburii 0.88 1.20 2.08
W.R.Anderson)
123 (Psychotria 0.88 0.17 1.06 -0.01

28
Nervosa SW)
(Discophora -0.04
124 Guianensis 0.88 0.86 1.74
Miers)
(Mercurialis -0.01
125 0.88 0.17 1.06
leiocarpa)
(Siparuna -0.01
126 0.88 0.17 1.06
decipiens)
(Monstera -0.03
127 Minima 0.88 0.68 1.57
Madison)
(Renealmia -0.01
128 Pluriplicata 0.88 0.17 1.06
Maas)
(Meiogyne -0.01
129 0.88 0.17 1.06
Bailloni)
(Bocquillonia -0.02
130 0.88 0.34 1.23
grandidens)
Indeks Keanekaragaman (H’) = 9.57
Keterangan:
Fr = Frekuensi Relatif
Kr = Kerapatan Relatif
Dr =Doinansi Relatif
INP = Indeks Nilai Penting
H’ = Indeks Keanekaragaman

Magurran (1998) menjelaskan bahwa nilai indeks keanekaragaman (H’) ini


berhubungan dengan kekayaan spesies pada lokasi tertentu, tetapi juga
dipengaruhi oleh distribusi kelimpahan spesies. Berdasarkan Wilhm & Dorris
(1968) dalam Masson (1981) bahwa nilai H’ ≤ 1 termasuk keanekaragaman
rendah dan nilai 1 ≤ H’ ≤ 3 termasuk keanekaragaman sedang dan kestabilan
komunitas sedang. Berdasarkan interpretasi tersebut, dapat pula dikatakan bahwa
keanekaragaman pada petak 20m×20m tergolong kedalam keanekaragaman
rendah. Semakin besar nilai indeks keseragaman menunjukkan bahwa jumlah
individu setiap jenis relatif merata, dan tidak ada jenis tertentu yang bersifat
dominan. Dari Tabel 4.2 hasil perhitungan indeks keanekaragaman tumbuhan
daerah Taman Nasional Gunung Palung tergolong tinggi, karena nilai H’ yang

29
didapatkan dari setiap jenis tumbuhan bernilai positif (9.57). Semakin tinggi nilai
keanekaragaman suatu kawasan menunjukkan semakin stabil komunitas di
kawasan tersebut. Nilai indeks Shanon wiener yang dihasilkan memiliki nilai
tinggi jika terdapat jumlah spesies yang tinggi dan jumlah individu yang tinggi
pada masing-masing spesies. (Wirakusumah 2003). Studi kasus pada penelitian
yang dilakukan oleh Kusuma (2007) terjadi penurunan nilai indeks ketika adanya
penambahan jumlah spesies dan jumlah individu yang tidak proposional.
Sehingga dari penelitian ini disimpulkan bahwa jumlah individu merupakan
peubah penting dalam transformasi nilai indeks keanekaragaman spesies (Shanon
wiener).

30
BAB V

PENUTUP

5.1 Kesimpulan
Hasil penelitian menunjukkan di daerah Kawasan Taman Nasional
Gunung Palung (TNGP), yaitu banyak memiliki keanekaragaman hayati
yang tinggi, meliputi keanekaragaman flora maupun fauna yang tersebar
luas. Dalam Kawasan hutan TNGP ditemukan spesies-spesies tingkat semai
sampai dengan pohon. Terdapat sebanyak 80 famili yang terdiri dari 130
spesies dengan total jumlah individu sebanyak 989. Dari keempat tingkat
tumbuhan tersebut paling banyak ditemukan adalah tumbuhan tingkat
semai. Sedangkan untuk hasil Analisa Vegetasi hutan primer di Taman
Nasional Gunung Palung (TNGP), Nilai INP tertinggi pada tingkatan Pohon
dan Tiang adalah tumbuhan Meranti Putih (Shorea bracteolata dyer) dengan
Nilai INP 18,883, Sedangkan nilai INP terendah pada tingkatan pohon dan
tiang adalah tumbuhan Pudu (Artocarpuslanceifolius) dengan Nilai INP
1,587. Pada tingkat pancang nilai INP tertinggi yaitu tumbuhan Sidam
(Anacolosa frutescens) dengan nilai INP sebesar 47.84%, sedangkan spesies
tumbuhan yang memiliki nilai INP terendah yaitu tanaman Gerunggang
(Cratoxylum arborescens) dengan nilai INP 2.52% dan pada tingkat semai
spesies yang memiliki nilai INP tertinggi yaitu tumbuhan Keladi hias yaitu
sebesar 19.32% sedangkan jenis tumbuhan yang memiliki nilai INP
terendah yaitu Trillium Putih dengan nilai INP 1.06%. Dengan ini dapat
dinyatakan bahwa tinggi rendahnya indeks keanekaragaman suatu
komunitas tumbuhan tergantung pada banyaknya jumlah spesies dan jumlah
individu masing-masing jenis. Hasil perhitungan indeks keanekaragaman
tumbuhan tergolong tinggi, karena nilai H’ yang didapatkan dari setiap jenis
tumbuhan bernilai negative (9.57). Semakin besar nilai indeks keseragaman
menunjukkan bahwa jumlah individu setiap jenis relatif merata, dan tidak
ada jenis tertentu yang bersifat dominan.

31
5.2 Saran

Saran yang dapat diberikan dari keragaman vegetasi hutan Kawasan


Taman Nasional Gunung Palung sebaiknya dalam pengambilan data di lapangan
harus lebih teliti agar data yang diolah lebih akurat serta hasil perhitungan dari
vegetasi juga tidak banyak terdapat kesalahan.

32
DAFTAR PUSTAKA
Abdiyani, S. 2008. “Keanekaragaman jenis tumbuhan bawah berkhasiat obat
didataran tinggi dieng. Jurnal Penelitian Hutan dan Konservasi Alam.
Balai Penelitian Kehutanan Solo”. Vol. V No. 1 : 79—92 p.

Dwisang.2008.Potensi dan Kondisi Hutan Hujan Tropika Basah di Indonesia


Buletin

Fachrul, M., 2007. Metode Sampling Bioekologi. Lampung: Bumi Aksara

Gem, C.1996.Kamus Saku Biologi.Jakarta : Erlangga

Hidayat, Musclich. 2017. Analisis Vegetasi dan Keanekaragaman Tumbuhan di


Kawasan Manivestasi Geothermal Ie Suum Kecamatan Masjid Raya
Kabupaten Aceh Besar. Jurnal Biotik. Program Studi Pendidikan Biologi
Fakultas Tarbiyah dan Keguruan UIN Ar-Raniry Banda Aceh. ISSN:
2337-9812, Vol. 5, No. 2.

Instiper volume 2 No2. Yogyakarta : Institut Pertanian Stiper

Indriyanto. 2005. Ekologi Hutan.Jakarta : PT Bumi Aksara

Kartawinata,K., Abdulhadi, R. Dan Partomihardjo,T.1981.Composition and


Structure of a Lowland Dipterocarp Forest at Wanariset Samboja, East
Kalimantan,Indonesia.

Kusuma S. 2007. Penentuan bentuk dan luas plot contoh optimal pengukuran
keanekaragaman spesies tumbuhan pada ekosistem hutan hujan dataran
rendah: Studi kasus di Taman Nasional Kutai [tesis]. Bogor (ID): Institut
Pertanian Bogor.

Maifarus Sahira, 2016. “Analisis Vegetasi Tumbuhan Invasif Di Kawasan Taman


Hutan Raya Dr. Moh. Hatta, Padang, Sumatera Barat”. Skripsi. Padang:
Universitas Andalas

Mawazin, Subiakto A. 2013. Keanekaragaman dan Komposisi Jenis


PermudaanAlam Hutan Rawa Gambut Bekas Tebangan di Riau.
ForestRehabilitation Journal 1 (1):59-73

33
Moesa., 2001. Penuntun Praktikum Ekologi Tumbuhan. Banda Aceh : Universitas
Syiah Kuala Press.

Muller-Dombois, D & Ellenberg, H. 1997. Aims and Methods of Vegetation


Ecology. New York

Odum, E.P. 1998. Dasar-Dasar Ekologi.Jakarta : UGMP

Oosting. 1956. The Study Of Plant Community.London : Freeman and Company

Prasetyo, Didik dan Jito Sugardjito. 2010. Status Populasi Satwa Primata di
Taman Nasional Gunung Palung dan Daerah Penyangga, Kalimanta Barat.
Jurnal Primatologi Indonesia.Vol 7 No 2.Hal 60-68

Sumihadi., dkk. 2019. Kepadatan dan Pola Penyebaran Ficus Spp. Di Stasiun
Penelitian Cabang Panti Taman Nasional Gunung Palung Kalimantan
Barat. Jurnal protobiont. Fakultas MIPA, Universitas Tanjungpura. Vol 8
No 3: 115-121.

Soegianto,Agoes. 2012. Ilmu Lingkungan, Sarana Menuju Masyarakat


Berkelanjutan.Surabaya : Airlangga University Press

Titrosoedirdjo, S., dkk., 1984. Pengelolaan Gulma di Perkebunan.Jakarta : PT


Gramedia

TNGP. 2016. Laporan Kegiatan Pengumpulan Data dan Bahan dalam Rangka
Penyusunan Desain Tapak Wisata Bukit Peramas Kota Kayong Utara.
Balai Taman Nasional Gunung Palung

Wirakusumah S. 2003. Dasar-dasar Ekologi bagi Populasi dan Komunitas. Jakarta


(ID): UI Press.

34
DOKUMENTASI ANALISIS VEGETASI

Pemilihan Lokasi Kegiatan Pemasangan Plot pada Lokasi


Analisis Vegetasi Analisis Vegetasi

Pengukuran Lingkar Lilit Analisis Ciri-ciri Batang,


Batang Pohon Sekunder Daun dan Getah Tumbuhan

Menganalisis Ciri-ciri Pengukuran Panjang Diameter


Daun tiap Jenisnya Kanopi Hutan Primer

35
Mengukur diameter batang Mencatat data hasil
menggunakan meteran baju pengukuran

Mengukur diameter batang


Mengukur lebar kanopi
pohon menggunakan
meteran baju

Mengukur diameter Mengumpulkan data hasil


batang menggunakan pengukuran
meteran baju
36
Memberi label/nama pada Memberi label/nama pada
vegetasi yang sudah di vegetasi yang sudah di
data data

37
LAMPIRAN

Perhitungan Vegetasi Pohon+Tiang

luas
Jlh Petak Luas Domi Indeks
Luas Kerapatan Kerapatan Jumlah Frek Frekuensi Bidang
N Nama Indi Temuan Petak Dominan nansi Nilai
Famili Nama Latin Petak Jenis Relatif seluruh uensi Relatif dasar
o Lokal vid suatu Ukur si (D) Relati Penting
Ukur (ind/m2) (KR) petak (F) (FR) suatu
u jenis (m2) f (DR) (INP)
Jenis
Heritiera
Dungun 10
littoralis 400 0.025 4.39 3 2 1.5 3.19 17.26 400 0.04315 2.57 10.15
1 Malvaceae
Coklat/Ka Theobroma
1
kao cacao L 400 0.0025 0.44 1 2 0.5 1.06 3.14 400 0.00785 0.47 1.97
Macaranga
2 Euphorbiaceae Mahang 19
Hypoleuca 400 0.0475 8.33 5 2 2.5 5.32 16.31 400 0.040775 2.43 16.08
Shorea
Meranti
racteolate 20
Putih
dyer 400 0.05 8.77 4 2 2 4.26 39.29 400 0.098225 5.86 18.88
Shorea
Meranti
3 Dipterocarpacae acuminantissi 9
kuning
ma 400 0.0225 3.95 6 2 3 6.38 51.55 400 0.128875 7.68 18.01
Meranti Shorea sp 7 400 0.0175 3.07 4 2 2 4.26 26.37 400 0.065925 3.93 11.26
Meranti Shorea
1
merah Rotundifolia 400 0.0025 0.44 1 2 0.5 1.06 26.86 400 0.06715 4.00 5.51
Garcinia
4 Guttiferae Kandis 5
parvifolia 400 0.0125 2.19 2 2 1 2.13 8.23 400 0.020575 1.23 5.55
Palaquium
Nyatoh 10
bancanum 400 0.025 4.39 4 2 2 4.26 13.3 400 0.03325 1.98 10.62
5 Sapotaceae
Palaquium
Jungkang 12
Leicarpum 400 0.03 5.26 5 2 2.5 5.32 37.12 400 0.0928 5.53 16.12
6 Moraceae Terap Artocarpus 15 400 0.0375 6.58 6 2 3 6.38 32.95 400 0.082375 4.91 17.87

38
odoratissimus
Kayu Ara Ficus spp 11 400 0.0275 4.82 4 2 2 4.26 15.93 400 0.039825 2.37 11.45
Ficus
loa 1
Racemosa 400 0.0025 0.44 1 2 0.5 1.06 31.65 400 0.079125 4.72 6.22
Artocarpuslan
Pudu 1
ceifolius 400 0.0025 0.44 1 2 0.5 1.06 0.57 400 0.001425 0.08 1.59
Duku Lansium
7 Meliaceae 7
Hutan Parasiticum 400 0.0175 3.07 2 2 1 2.13 19.4 400 0.0485 2.89 8.09
Acacia
8 Fabaceae Kasai 9
Mangium 400 0.0225 3.95 3 2 1.5 3.19 52.59 400 0.131475 7.84 14.98
Phoebe
Medang 14
hunanensis 400 0.035 6.14 4 2 2 4.26 37.67 400 0.094175 5.61 16.01
9 Lauraceae
Medang Cinnamomum
4
Putih parthenoxylon 400 0.01 1.75 2 2 1 2.13 21.27 400 0.053175 3.17 7.05
Baccaurea
Rambai
bracteata 9
10 Phyllanthaceae Hutan
Mull. Arg. 400 0.0225 3.95 3 2 1.5 3.19 5.52 400 0.0138 0.82 7.96
Kapul Baccaurea 1 400 0.0025 0.44 1 2 0.5 1.06 3.14 400 0.00785 0.47 1.97
Anacolosa
11 Polygalaceae Sidam 6
frutescens 400 0.015 2.63 4 2 2 4.26 9.95 400 0.024875 1.48 8.37
Gerunggan Cratoxylum
12 Clusiaceae 4
g arborescens 400 0.01 1.75 2 2 1 2.13 23.64 400 0.0591 3.52 7.41
Ubah
13 Myrtaceae 17
Jambu Eugenia sp 400 0.0425 7.46 7 2 3.5 7.45 15.48 400 0.0387 2.31 17.21
Rambutan Nepheliumram
14 Sapindaceae 3
Hutan boutan 400 0.0075 1.32 1 2 0.5 1.06 4.45 400 0.011125 0.66 3.04
Kayu Diospyros
15 Ebenaceae 2
Malam Confertiflora 400 0.005 0.88 1 2 0.5 1.06 5.69 400 0.014225 0.85 2.79
Knema
Kumpang 3
laurina 400 0.0075 1.32 1 2 0.5 1.06 7.52 400 0.0188 1.12 3.50
16 Myristicaceae
Myristica
pala 4
fragrans 400 0.01 1.75 2 2 1 2.13 3.23 400 0.008075 0.48 4.36

39
Mempisan
5
g Xylopia spp 400 0.0125 2.19 3 2 1.5 3.19 7.06 400 0.01765 1.05 6.44
Keminting
17 Annonaceae 1
Hutan Polyaltia sp 400 0.0025 0.44 1 2 0.5 1.06 19.23 400 0.048075 2.87 4.37
Annona
Sirsak 1
Muricata L. 400 0.0025 0.44 1 2 0.5 1.06 0.95 400 0.002375 0.14 1.64
Duabanga
18 Lythraceae Benuang 3
moluccana 400 0.0075 1.32 2 2 1 2.13 33.3 400 0.08325 4.96 8.41
Kopi Coffea
19 Rubiaceae 4
Arabika Arabica L. 400 0.01 1.75 2 2 1 2.13 7.02 400 0.01755 1.05 4.93
Vitex
20 Verbenaceae Laban 2
Pusbescens 400 0.005 0.88 1 2 0.5 1.06 3.83 400 0.009575 0.57 2.51
Trigoniastrum
21 Trigoniaceae Nyalin hypoleucum 2
Miq. 400 0.005 0.88 1 2 0.5 1.06 16.05 400 0.040125 2.39 4.33
Manggis Garcinia
22 Glusiaceae 1
Hutan Bancana 400 0.0025 0.44 1 2 0.5 1.06 12.25 400 0.030625 1.83 3.33
23 Najay 4 400 0.01 1.75 2 2 1 2.13 41.14 400 0.10285 6.13 10.01

40
Perhitungan vegetasi pancang

luas
Jlh Petak Luas Domin Indeks
Luas Kerapat Kerapatan Jumlah Frek Frekuen Bidang Domin
Nama Ind Temuan Petak ansi Nilai
No Famili Nama Latin Petak an Jenis Relatif seluruh uensi si Relatif dasar ansi
Lokal ivid suatu Ukur Relatif Pentin
Ukur (ind/m2) (KR) petak (F) (FR) suatu (D)
u jenis (m2) (DR) g (INP)
Jenis

Garcinia
1
Guttiferae Kandis parvifolia 7 25 0.28 3.95 2 1 2 3.45 3.7 25 0.148 1.86 9.26
Macaranga
2
Euphorbiaceae Mahang Hypoleuca 7 25 0.28 3.95 2 1 2 3.45 3.99 25 0.1596 2.01 9.41
Artocarpus
3 Moraceae Terap odoratissimus 2 25 0.08 1.13 1 1 1 1.72 1.38 25 0.0552 0.69 3.55
Kayu Ara Ficus spp 3 25 0.12 1.69 2 1 2 3.45 3.37 25 0.1348 1.69 6.84
Ubah
4 Myrtaceae
jambu Eugenia sp 33 25 1.32 18.64 7 1 7 12.07 5.35 25 0.214 2.69 33.40
Meranti Shorea sp 2 25 0.08 1.13 1 1 1 1.72 5.57 25 0.2228 2.80 5.65
Shorea
Meranti bracteolata
Putih dyer 6 25 0.24 3.39 5 1 5 8.62 12.04 25 0.4816 6.05 18.06
5 Dipterocarpacae Meranti Shorea
Merah Rotundifolia 2 25 0.08 1.13 2 1 2 3.45 1.85 25 0.074 0.93 5.51
Shorea
Merant acuminantissi
Kuning ma 3 25 0.12 1.69 2 1 2 3.45 0.57 25 0.0228 0.29 5.43
Lansium
6 Meliaceae Duku Utan Parasiticum 25 25 1 14.12 2 1 2 3.45 0.6 25 0.024 0.30 17.87
Acacia
7 Fabaceae Kasai Mangium 14 25 0.56 7.91 2 1 2 3.45 2.84 25 0.1136 1.43 12.79
Merak 2 25 0.08 1.13 2 1 2 3.45 3.97 25 0.1588 2.00 6.57

41
Myristica
8 Myristicaceae pala
fragrans 6 25 0.24 3.39 1 1 1 1.72 0.55 25 0.022 0.28 5.39
Phoebe
Medang hunanensis 12 25 0.48 6.78 3 1 3 5.17 0.54 25 0.0216 0.27 12.22
9 Lauraceae
Medang Cinnamomum
Putih parthenoxylon 1 25 0.04 0.56 1 1 1 1.72 4.77 25 0.1908 2.40 4.69
Palaquium
Nyatoh bancanum 8 25 0.32 4.52 2 1 2 3.45 0.98 25 0.0392 0.49 8.46
10 Sapotaceae
Palaquium
Jungkang Leicarpum 1 25 0.04 0.56 1 1 1 1.72 0.62 25 0.0248 0.31 2.60
Gerunggan Cratoxylum
11
Clusiaceae g arborescens 1 25 0.04 0.56 1 1 1 1.72 0.46 25 0.0184 0.23 2.52
Kopi Coffea
12 Rubiaceae Arabika Arabica L. 9 25 0.36 5.08 4 1 4 6.90 46.24 25 1.8496 23.24 35.22
Mengkudu 1 25 0.04 0.56 1 1 1 1.72 0.79 25 0.0316 0.40 2.69
Trigoniastrum
13 hypoleucum
Trigoniaceae Nyalin Miq. 5 25 0.2 2.82 1 1 1 1.72 3.78 25 0.1512 1.90 6.45
Heritiera
14
Malvaceae Dungun littoralis 1 25 0.04 0.56 1 1 1 1.72 1.68 25 0.0672 0.84 3.13
Baccaurea
Rambai bracteata
15 Phyllanthaceae Hutan Mull. Arg. 7 25 0.28 3.95 1 1 1 1.72 0.29 25 0.0116 0.15 5.82
Kapul Baccaurea 1 25 0.04 0.56 1 1 1 1.72 2.4 25 0.096 1.21 3.50
Anacolosa
16 Polygalaceae
Sidam frutescens 8 25 0.32 4.52 3 1 3 5.17 75.91 25 3.0364 38.15 47.84
Mempisan
17
Annonaceae g Xylopia spp 7 25 0.28 3.95 3 1 3 5.17 9.37 25 0.3748 4.71 13.84
18 Najay 2 25 0.08 1.13 2 1 2 3.45 2.71 25 0.1084 1.36 5.94
19 Naygon 1 25 0.04 0.56 2 1 2 3.45 2.67 25 0.1068 1.34 5.36

42
Perhitungan vegetasi semai

Petak Indeks
Luas Kerapatan Kerapatan Jumlah Frekuensi
Jumlah Temuan Frekuensi Nilai
No Nama Lokal Petak Jenis Relatif seluruh Relatif
Individu suatu (F) Penting
Ukur (ind/m2) (KR) petak (FR)
jenis (INP)
1 Keladi Hias 87 1 87 14.90 5 5 1 4.42 19.32
2 Talas 27 1 27 4.62 4 5 0.8 3.54 8.16
3 Tapak Liman 41 1 41 7.02 4 5 0.8 3.54 10.56
4 Sintrong 12 1 12 2.05 4 5 0.8 3.54 5.59
5 Meranti 45 1 45 7.71 5 5 1 4.42 12.13
6 Kayu Ginto 37 1 37 6.34 5 5 1 4.42 10.76
7 Sirih 14 1 14 2.40 4 5 0.8 3.54 5.94
8 Cempaka Putih 15 1 15 2.57 3 5 0.6 2.65 5.22
9 Nyalin 5 1 5 0.86 2 5 0.4 1.77 2.63
10 Ceremai Belanda 5 1 5 0.86 2 5 0.4 1.77 2.63
11 Palem-paleman 21 1 21 3.60 4 5 0.8 3.54 7.14
12 Anggur 2 1 2 0.34 2 5 0.4 1.77 2.11
13 Paku-pakuam Bintil 10 1 10 1.71 4 5 0.8 3.54 5.25
14 Asoka 1 1 1 0.17 1 5 0.2 0.88 1.06
15 Ulin 4 1 4 0.68 2 5 0.4 1.77 2.45
16 Melawan 2 1 2 0.34 1 5 0.2 0.88 1.23
17 Tanaman Paku 2 1 2 0.34 1 5 0.2 0.88 1.23
18 Kapulaga Seberang 3 1 3 0.51 1 5 0.2 0.88 1.40
19 Mempisang 4 1 4 0.68 1 5 0.2 0.88 1.57
20 Belimbing 1 1 1 0.17 1 5 0.2 0.88 1.06

43
Tanaman Perdu (Jarak
21 Tintir) 3 1 3 0.51 1 5 0.2 0.88 1.40
22 Wisteria Cina 3 1 3 0.51 2 5 0.4 1.77 2.28
23 Rawu Bekubang 12 1 12 2.05 2 5 0.4 1.77 3.82
24 Rasamala 3 1 3 0.51 1 5 0.2 0.88 1.40
25 pakis 2 1 2 0.34 1 5 0.2 0.88 1.23
26 Medang 4 1 4 0.68 1 5 0.2 0.88 1.57
27 Biwa 10 1 10 1.71 1 5 0.2 0.88 2.60
28 Gandasuli 37 1 37 6.34 5 5 1 4.42 10.76
29 Bunga Matahar Asiatik 4 1 4 0.68 1 5 0.2 0.88 1.57
30 Jeruk Nipis Besar 2 1 2 0.34 1 5 0.2 0.88 1.23
31 Ceri Laurel 6 1 6 1.03 1 5 0.2 0.88 1.91
32 Kopi Liar 4 1 4 0.68 2 5 0.4 1.77 2.45
33 Tanaman Perdu (Ceriman) 6 1 6 1.03 1 5 0.2 0.88 1.91
34 Pakis Lidah 14 1 14 2.40 2 5 0.4 1.77 4.17
35 Garut/Irut 11 1 11 1.88 2 5 0.4 1.77 3.65
36 Otot-Ototan 4 1 4 0.68 1 5 0.2 0.88 1.57
37 Medang Tembaga 1 1 1 0.17 1 5 0.2 0.88 1.06
38 Kopi Liberika 4 1 4 0.68 1 5 0.2 0.88 1.57
39 Teaberry Timur 11 1 11 1.88 1 5 0.2 0.88 2.77
40 Malapari 7 1 7 1.20 1 5 0.2 0.88 2.08
41 Temulawak 8 1 8 1.37 1 5 0.2 0.88 2.25
42 Ubah Jambu 5 1 5 0.86 2 5 0.4 1.77 2.63
43 Pandan Duri 10 1 10 1.71 2 5 0.4 1.77 3.48
44 Trillium Putih 1 1 1 0.17 1 5 0.2 0.88 1.06

44
45 Bawang Putih Liar 10 1 10 1.71 1 5 0.2 0.88 2.60
46 Loa 2 1 2 0.34 1 5 0.2 0.88 1.23
47 Medang Engkala 2 1 2 0.34 1 5 0.2 0.88 1.23
48 Ocotea 2 1 2 0.34 1 5 0.2 0.88 1.23
49 Anggrek Besar 2 1 2 0.34 1 5 0.2 0.88 1.23
50 Sidam 4 1 4 0.68 1 5 0.2 0.88 1.57
51 Medang Putih 2 1 2 0.34 1 5 0.2 0.88 1.23
52 Pakis Lidah 1 1 1 0.17 1 5 0.2 0.88 1.06
53 Rawu Bekubang 12 1 12 2.05 1 5 0.2 0.88 2.94
54 Mercurialis Leiocarpa 1 1 1 0.17 1 5 0.2 0.88 1.06
55 Siparma Grandiflora 1 1 1 0.17 1 5 0.2 0.88 1.06
56 Semak Belacu 1 1 1 0.17 1 5 0.2 0.88 1.06
Discophora Guianensis
57 Miers 11 1 11 1.88 1 5 0.2 0.88 2.77
(Jubelina Wilburii
58 W.R.Anderson) 7 1 7 1.20 1 5 0.2 0.88 2.08
59 (Psychotria Nervosa SW) 1 1 1 0.17 1 5 0.2 0.88 1.06
(Discophora Guianensis
5
60 Miers) 1 5 0.86 1 5 0.2 0.88 1.74
61 (Mercurialis leiocarpa) 1 1 1 0.17 1 5 0.2 0.88 1.06
62 (Siparuna decipiens) 1 1 1 0.17 1 5 0.2 0.88 1.06
(Monstera Minima
63 Madison) 4 1 4 0.68 1 5 0.2 0.88 1.57
(Renealmia Pluriplicata 1
64 Maas) 1 1 0.17 1 5 0.2 0.88 1.06
65 (Meiogyne Bailloni) 1 1 1 0.17 1 5 0.2 0.88 1.06

45
2
66 (Bocquillonia grandidens) 1 2 0.34 1 5 0.2 0.88 1.23

46

Anda mungkin juga menyukai