Anda di halaman 1dari 9

MAKALAH

SUKU SAMIN

DI SUSUN OLEH :

Nama Anggota Kelompok: - Deva Maysila


- Dirga Fadilah Riski
- Elok Suci Mekahsari
- Faiq Aliyan Akhtar
- Gamma Putra Rayani
Kelas : IX C
Mapel : ILMU PENGETAHUAN SOSIAL (IPS)
Sekolah : SMP N 19 PONTIANAK KOTA
Mengenal Suku Samin Yang Dikenal Ngeyelan

Samin, salah satu suku di Indonesia


Indonesia merupakan negara besar yang memiliki lebih dari 17.000 pulau
dan terdiri dari ribuan suku bangsa. Menurut data BPS per tahun 2010,
terdapat sebanyak 1.331 suku menghuni republik. Wilianto menyebutkan
bahwa Suku Jawa merupakan suku terbanyak di Indonesia dengan jumlah
sekitar 41 % dari jumlah suku yang ada. Salah satu suku yang ada di Jawa
Tengah selain suku jawa, adalah Suku Samin. Menurut Taufiq dan Kuncoro
(2018), mereka tersebar di sekitar pantai utara Jawa Tengah, yaitu Kudus,
Pati, Rembang, Blora, Bojonegoro hingga ke Ngawi.
Sejarah Suku Samin
Samin merupakan sebuah ajaran yang digagas oleh seorang
bernama Raden Surowidjoyo. Di mana Beliau ini adalah putra dari
Bupati di Jawa Timur, Bapak Sumoroto yang memiliki gelar Raden
Mas Adipati Brotodiningrat. Widyatwati (2017) menyebutkan
bahwa Raden Surowidjoyo memiliki nama kecil Raden Surosentiko
atau Suratmoko. Karena ajaran samin yang ia buat, maka Raden
Surowidjoyo dikenal juga dengan nama Samin Surosentiko.
Samin berasal dari bahasa jawa yang merupakan singkatan dari
kata sami-sami amin yang berarti sama-sama setuju. Ajaran samin
mengajak pengikutnya untuk selalu jujur, menghilangkan rasa iri
dan dengki, serta tidak berprasangka buruk terhadap orang lain.
Hingga saat ini ajaran tersebut masih dipegang teguh oleh para
pengikutnya.
Ajaran samin mulai diajarkan pada tahun 1890 di Blora. Ajaran
samin juga dikenal dengan nama sedulur sikep, di mana kata
sedulur berarti keluarga, dan kata sikep berarti senjata. Maksud
dari ajaran ini adalah kita harus melakukan perlawanan tanpa
menggunakan senjata. Mustida menulis pada penelitian tahun 2021
bahwa para pengikut ajaran Samin disebut Saminisme.
Pada awalnya, ajaran Samin dibuat untuk mengajak masyarakat
agar bersemangat untuk melawan penjajahan Belanda walaupun
tanpa menggunakan kekerasan. Salah satu perlawanan yang mereka
lakukan adalah dengan menolak untuk membayar pajak kepada
pemerintah Kolonial Belanda. Karena kegigihan Samin Surosentiko
dalam melawan aturan yang dibuat pemerintah Belanda membuat
Samin ditangkap dan diasingkan ke Sawahlunto hingga wafat pada
tahun 1914.

Ajaran Suku Samin, sedulur sikep


Orang samin yang mendalami ajaran sedulur sikep juga senang
dengan panggilana sebagai wong sikep. Artinya adalah orang yang
baik dan jujur. Mereka sangat jujur dan sangat terbuka terhadap
orang diluar suku mereka walaupun belum mereka kenal. Mereka
berbicara tanpa menyembunyikan sesuatu sehingga dianggap lugu
ataupun kurang pintar.
Suku Samin juga percaya bahwa mereka tidak boleh mengganggu
atau jahat terhadap orang lain. Tidak boleh iri terhadap capaian dan
milik orang lain dan tidak boleh mengambil hak orang
lain/mencuri, tidak boleh menyakiti hati orang lain, tidak boleh
sombong, harus sabar dan sederhana. Mereka juga dilarang
berdagang karena menurut mereka, dalam perdagangan lebih
banyak ketidakjujuran.
Saminisme sangat kuat memegang ajarannya, bahkan sangat
konsisten hingga saat ini karena mereka percaya bahwa ajaran yang
mereka terima adalah ajaran kebaikan. Ajaran yang sangat kentara
berbeda adalah bahwa orang Samin tidak menyekolahkan anak-
anaknya. selain itu, mereka hanya mau menjadi petani dan hidup
dari hasil bertani.
Salah satu video yang bercerita tentang Suku Samin dimuat di
Channel BetaTV yang berjudul Sedulur Sikep, Tak Sekolah, Tak
Berdagang, Hanya Bertani, menyebutkan bahwa orang Samin
harus mematuhi ajaran dari pendahulu mereka, yaitu harus rukun
dengan pasangan, anak, orang tua dan tetangga.
Mereka juga menerima ajar dasar limo, yaitu dilarang memfitnah,
tidak boleh serakah, tidak boleh gampang tersinggung, tidak boleh
menuduh orang tanpa bukti dan tidak boleh iri dengki. Mereka
tidak boleh merampok, mencuri, mengutil, mengambil barang yang
mereka temukan di jalan pun tidak boleh diambil. Larangan lain
yang disebut telung perkoro, yaitu tidak boleh banyak bicara, tidak
boleh berlebihan, dan mengumbar aturan.
Sikap para pengikut samin yang kokoh tersebut menciptakan
sebuah stigma negatif di masyarakat. Orang samin dianggap sebagai
orang yang konyol, ngeyelan, susah diatur dan seenaknya sendiri.
Bahkan berdasarkan penelitian dari Mustida pada tahun 2021,
mengatakan banyak orang yang menganggap kalau orang samin ini
bodoh dan sinting karena teguh pada pendirian mereka yang
menurut kebanyakan orang menjengkelkan dan aneh.

Pola Komunikasi
Dalam laporan yang ditulis oleh Arybowo tahun 2009, orang
Samin berkomunikasi menggunakan bahasa jawa atau bahasa kawi
dan ngoko, sehingga kedengarannya seperti kasar. Hal tersebut
memang wajar, karena bahasa jawa ngoko berada pada tingkatan
bahasa jawa paling rendah.
Pernikahan Suku Samin
Dalam tradisi pernikahan, mereka percaya dengan agama adam.
Mereka percaya bahwa orang sikep hanya memiliki satu orang istri,
mereka yang memiliki istri lebih dari satu dianggap bukan orang
sikep. Perkawinan yang dilakukan oleh masyarakat suku samin
dikenal dengan nama pasuitan. Tradisi ini sama dengan ijab kabul
dalam agama islam, di mana pihak laki-laki akan bertanya kepada
pihak perempuan dan disaksikan oleh keluarga dan para saksi
sehingga hubungan mereka sudah sah.
Pandangan orang samin terhadap lingkungan
Masyarakat Suku Samin sangat peduli dan memperhatikan
lingkungan hidupnya. Mereka percaya bahwa hidup mereka sangat
tergantung pada lingkungan. Bahkan mereka mempunyai
kepercayaan bahwa bumi sebagai tempat perlindungan seperti
hakikatnya seorang ibu yang melindungi dan mencukupi kehidupan
mereka. Orang Samin memenuhi sandang kalih mangan, pakaian
dan makanan dari hasil bumi.
Suku Samin menjadi petani karena rasa hormat mereka kepada
bumi. Bahkan berdasarkan penelitian Jumari (2012), orang Samin
mengatakan bahwa menjadi petani adalah pekerjaan yang mulia.
Selain itu, karena ketergantungannya terhadap lingkungan dan
keanekaragaman hayati, masyarakat samin sangat menghargai
tumbuhan. Mereka memiliki pengetahuan turun temurun tentang
tumbuhan atau keanekaragaman hayati yang penting dalam
mendukung kehidupan mereka.
Dikutip dari penelitian Jumari (2012), orang Samin mengenal
sebanyak 235 jenis tumbuhan pangan, 74 jenis tumbuhan obat, dan
berbagai tumbuhan lain yang digunakan sebagai obat, bahan
bangunan, kerajinan, kayu bakar, pakan ternak, bahan serat dan
tali, racun ikan, pengendali hama dan tanaman hias.
Menurut Arybowo (2009), orang Samin memiliki falsafah khusus
dalam memanfaatkan tumbuhan, yaitu mereka percaya bahwa air
harus diminum bersama, tanah dimiliki bersama, dan daun
dimanfaatkan bersama. Orang Samin memaknai kata-kata tersebut
dengan sangat bijak, dimana mereka harus menjaga dan
memanfaatkan hasil bumi secara bijaksana dan berkelanjutan.
Pakaian orang Samin
Pakaian khas orang Samin sangat sederhana, tidak boleh
menyamai atau meniru pakaian yang bukan orang sedulur sikep
atau orang luar samin. Mereka percaya bahwa apa yang mereka
gunakan menandakan bahwa mereka telah memahami. Misalnya
penggunaan udeng atau ikat kepala, yang berarti mereka sudah
memahami dengan apa yang mereka gunakan. Sedangkan terkait
warna pakaian, tidak ada aturan harus hitam, tetapi karena
kebetulan warna yang disukai adalah warna hitam.

ETNOGRAFI MASYARAKAT SAMIN DI BOJONEGORO


(POTRET MASYARAKAT SAMIN DALAM MEMAKNAI HIDUP)

Masyarakat Samintermasuk sub suku Jawa dan merupakan suatu


bentuk pengelompokan masyarakat yang didasarkan pada ajaran dan
pandangan hidup khas atau tertentu dengan komunitas lain
(masyarakat Jawa di sekitarnya). Masyarakatnya masih memegang
teguh ajaran yang diturunkan atau masih kuatnya mentaati ajaran
leluhurnya (Saminisme) hingga kini. Istilah Samin diartikan sami-sami
amin, dari konsep ini bahwa semua warga masyarakat Samin harus
bersama-sama menyatu dalam satu ajaran yang sama. Unsur
kebersamaan, satu, menyatu, persatuan menjadi kunci utama bagi
masyarakat Samin untuk menjalani hidup. Oleh karenanya, bagi
warga masyarakat Samin sesama manusia dianggap seperti saudara,
sedulur: sehingga muncul konsep bahwa duweku yo duwekmu;
duwekmu yo duweku (milikku juga milikmu; milikmu juga milikku).
Dalam hubungannya dengan sesama masyarakat telah adanya hukum
yang mengatur tentang hukum ucapan, perilaku, pelaksanaan.
Kaitannya dengan hubungan dengan alam, pedoman yang masih
tetap dijalankan adalahmereka saling menjaga keharmonisan antara
manusia dan alam lingkungannya, bekerjasama dan saling percaya.
Masyarakat Samin dalam memaknai terhadap adanya Sang Pencipta
(Tuhan) melalui pemikiran yang sangat sedrehana. Artinya, Sang
Pencipta adalah Dia yang melahirkan adanya manusia. Di Pulau Jawa
masyarakat ini bermukim di Kabupaten Blora, Pati, Kudus dan
Bojonegoro. Perubahan juga terjadi pada adat istiadat, seperti
perkawinan yang tidak lagi terikat harus keturunan Samin, tetapi
dengan keturunan di luar Samin yang beragama Islam dan
melaksanakan perkawinan pun mengikuti aturan pemerintah yakni di
KUA.

Perubahan Sosial Budaya Masyarakat Samin


Perspektif Perubahan Sosial Budaya Pada Masy. Samin Bojonegoro
Perubahan sosial adalah sebuah keniscayaan bagi setiap masyarakat.
Tak ada satupun masyarakat di dunia ini yang luput dari perubahan.
Auguste Comte menggambarkan masyarakat dalam dua dimensi,
yakni statik dan dinamik. Dimensi statik menunjukkan struktur sosial
yang ada dalam masyarakat dan aspek dinamik menunjukkan adanya
perubahan yang terus terjadi dalam masyarakat. Perubahan sosial
dapat dipandang bersifat alamiah karena pasti terjadi pada setiap
masyarakat. Namun dampak yang ditimbulkan dari perubahan sosial
dapat bersifat problematik maupun menguntungkan bagi masyarakat.
Dampak sosial perubahan dapat terjadi secara berbeda sesuai dengan
karakteristik masyarakatnya. Dalam masyarakat yang modern,
perubahan sosial yang terjadi acapkali disadari dan direncanakan,
sehingga dampak yang terjadi adalah keberuntungan. Misalnya
penerapan berbagai perangkat teknologi tinggi, baik untuk kehidupan
sehari-hari maupun yang menunjang kehidupan sehari-hari seperti
internet, komputer, pendingin/pemanas ruangan maupun
pembangkit listrik tenaga nuklir. Semua teknologi tersebut telah
mengubah kebiasaan hidup manusia menjadi hidup yang serba cepat
dan nyaman. Kita tidak pernah membayangkan sebelumnya bisa
berkomunikasi dengan orang lain yang berjarak puluhan bahkan
ratusan mil jauhnya hanya dalam hitungan detik melalui telpon
genggam dan internet. Demikian pula dengan kebutuhan enerji listrik
yang makin tinggi tidak mungkin dipenuhi oleh mesin-mesin yang
digerakkan oleh tenaga diesel ataupun batu bara, melainkan sudah
mengarah ke penggunaan nuklir. Sekalipun membawa keuntungan
yang besar bagi kehidupan sehari-hari, perubahan tersebut menuntut
banyak hal dari manusia pelaku dan penikmat perubahan tersebut.
Beberapa di antaranya adalah disiplin (sesuai aturan) dan cermat. Di
samping itu juga harus disadari bahwa makin tinggi teknologi yang
digunakan, maka makin tergantung pula manusia pada teknologi
tersebut. Kerusakan yang terjadi pada teknologi sekalipun sesaat
akan membawa akibat yang besar keteraturan hidup manusia. Kita
ambil contoh ketika pusat pembangkit listrik di kota New York rusak
beberapa tahun lalu, kekacauan timbul baik di jalan, rumah, kantor
maupun pusat perdagangan karena kesemuanya sangat tergantung
pada pasokan listrik (mulai lampu lalu lintas, pemanas ruangan, lift,
lampu penerangan, dsb).

Faktor Penghambat Perubahan Sosial Budaya


 Sikap dari masyarakat yang masih tradisional.
 Kurang adanya komunikasi dengan masyarakat yang lain.
 Perkembangan IPTEK terlambat.
 Sifat dari penduduk yang tidak terbuka atau konservatif.

Anda mungkin juga menyukai