Anda di halaman 1dari 8

PAPER

RESTORASI GAMBUT DAN LAHAN BASAH


RESTORASI DAN REHABILITASI PADANG LAMUN

DOSEN PENGAMPU:
AINI SULASTRI, S.SI., M.SI.
NIP 198502022019032013

DISUSUN OLEH:
EDO SEPTIANSYAH (D1051181001)
JEAN SUDARTO HALIM (D1051181043)
AGRA RAFLESIA PUTRI MADA (D1051181051)
MUHAMMAD FARRAS ZHAFRAN (D1051181061)

JURUSAN TEKNIK LINGKUNGAN


FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS TANJUNGPURA
PONTIANAK
2021
1. PENDAHULUAN
Padang lamun merupakan ekosistem yang sangat dinamik, hal ini dapat dilihat
dari besarnya perubahan dalam struktur dan fungsinya yang terjadi sepanjang waktu.
Selain itu padang lamun merupakan salah satu ekosistem yang paling produktif,
dimana perannya sebagai habitat dan naungan dari berbagai jenis biota lebih besar
dibanding perannya sebagai produsen primer. Padang lamun secara fisik juga
berfungsi sebagai stabilisator substrat dasar pesisir. Padang lamun rentan terhadap
perubahan kondisi lingkungan perairan. Penurunan luas padang lamun di dunia
merupakan akibat dari tekanan lingkungan baik alami maupun hasil aktivitas manusia
(Riniatsih, I, dan H. Endrawati, 2013).
Keberadaan ekosistem padang lamun masih belum banyak dikenal baik pada
kalangan akdemisi maupun masyarakat umum, jika dibandingkan dengan ekosistem
lain seperti ekosistem terumbu karang dan ekosistem mangrove, meskipun diantara
ekosistem tersebut di kawasan pesisir merupakan satu kesatuan sistem dalam
menjalankan fungsi ekologisnya. Lamun hidup dan terdapat pada daerah mid-
intertidal sampai kedalaman 0,5-10 m. Rendahnya pengetahuan masyarakat mengenai
pentingnya ekosistem padang lamun menyebabkan ekosistem ini kurang mendapat
perhatian. Padahal lamun memiliki fungsi sebagai tempat berlindung sekaligus
memijah, tempat berkembangbiak, daerah pengasuhan dan tempat mencari makan
khususnya bagi biota perairan laut sekaligus makanan kesukaan hewan herbivora
(Alie, 2012).
2. FUNGSI DAN MANFAAT
Ekosistem lamun mempunyai peranan penting dalam menunjang kehidupan
dan perkembangan jasad hidup di laut dangkal. Padang lamun memiliki berbagai
fungsi ekologi yang vital dalam ekosistem pesisir dan sangat menunjang dan
mempertahankan biodiversitas pesisir dan lebih penting sebagai pendukung
produktivitas perikanan pantai. Beberapa fungsi padang lamun, yaitu:
1. Sebagai Produsen Primer
Lamun mempunyai tingkat produktifitas primer tertinggi bila dibandingkan
dengan ekosistem lainnya yang ada di laut dangkal seperti ekosistem terumbu
karang.
2. Sebagai Habitat Biota
Lamun memberikan tempat perlindungan dan tempat menempel berbagai
hewan dan tumbuh-tumbuhan (alga). Disamping itu, padang lamun (seagrass
beds) dapat juga sebagai daerah asuhan, padang pengembalaan dan makan dari
berbagai jenis ikan herbivora dan ikan– ikan karang (coral fishes).
3. Sebagai Penangkap Sedimen
Daun lamun yang lebat akan memperlambat air yang disebabkan oleh arus dan
ombak, sehingga perairan di sekitarnya menjadi tenang. Disamping itu,
rimpang dan akar lamun dapat menahan dan mengikat sedimen, sehingga dapat
menguatkan dan menstabilkan dasar permukaaan. Jadi padang lamun yang
berfungsi sebagai penangkap sedimen dapat mencegah erosi.
4. Sebagai Pendaur Zat Hara
Lamun memegang peranan penting dalam pendauran barbagai zat hara dan
elemen-elemen yang langka di lingkungan laut. Khususnya zat-zat hara yang
dibutuhkan oleh algae epifit.

Secara tradisional lamun telah banyak dimanfaatkan untuk kompos dan


pupuk, cerutu dan mainan anak-anak, dianyam menjadi keranjang, tumpukan untuk
pematang, mengisi Kasur, ada yang dimakan, serta dibuat jarring ikan. Tetapi pada
zaman modern ini, lamun telah dimanfaatkan sebagai penyaring limbah, stabilizator
pantai, bahan untuk pabrik kertas, makanan, obat-obatan, dan sumber bahan kimia.

3. PENYEBAB KERUSAKAN
Terdapat dua faktor penyebab kerusakan ekosistem padang lamun, yaitu
faktor alami dan faktor manusia.
3.1 Faktor Alami
Faktor alami yang dapat menyebabkan kerusakan pada ekosistem
padang lamun yaitu dari pengaruh proses-proses alami seperti angin, arus,
hujan, gelombang dan dsb.
3.2 Faktor Manusia
Ancaman yang mengakibatkan terdegradasinya ekosistem padang
lamun bisa disebabkan dari aktivitas manusia (pertanian, pertambakan,
industry, pertambangan, pengembangan kota, reklamasi, dsb).
Tabel 1 Dampak Kegiatan Terhadap Padang Lamun
No Kegiatan Dampak
1 Pengerukan dan pengurugan - Perusakan total padang lamun
untuk kegiatan di pinggir laut, sebagai lokasi pengerukan dan
pelabuhan, industrial estate, pengurugan
saluran navigasi. - Perusakan habitat di lokasi
pembuangan hasil pengerukan
- Dampak sekunder pada perairan
meningkatkan kekeruhan air dan
terlapisnya insang hewan air.
2 Pencemaran limbah industri Lamun melalui proses biological
magnification mampu
mengakumulasi logam berat
3 Pembuangan sampah organik - Penurunan kadar oksigen terlarut,
mengganggu lamun dan hewan air.
- Eutrofikasi menyebabkan
blooming fitoplankton yang
menempel di daun lamun dan
kekeruhan menghalangi cahaya.
4 Pencemaran oleh limbah Pestisida, mematikan hewan yang
pertanian berasosiasi dengan padang lamun,
pupuk mengakibatkan eutrofikasi
5 Pencemaran minyak Lapisan minyak pada daun lamun
menghalangi lamun untuk
berfotositesis
Sumber: Bengen, 2003

4. TEKNOLOGI PEMULIHAN
Lamun memegang peranan penting pada fungsi-fungsi biologis dan fisik dari
lingkungan pantai pesisir. Lamun, sekali rusak atau terganggu, tidak akan baik
kembali seperti pada tanaman di darat. Karena padang lamun mungkin akan rusak
akibat aktivitas pembangunan di daerah pantai, metode-metode harus dibuat untuk
mengurangi dampak pembangunan dan penggunaan lamun untuk menstabilkan
subtrat yang dapat berguna pada navigasi pelayaran. Diperlukan Tindakan rehabilitasi
sumber daya hayati lamu, karena rendahnya kerapatan spesies dan adanya aktivitas
manusia yang merusak komunitas lamun. Tindakan rehabilitasi berupa pembentukan
kelembagaan yang mengarah pada strategi pengelolaan komunitas lamun secara tepat
dan terpadu dengan penekanan pada aspek sosial masyarakat, pemberian penyuluhan
kepada masyarakat serta penanaman berbagai macam spesies lamun.

4.1 Rehabilitasi Lunak (Soft Rehabilitation)


Rehabilitasi lunak berkenan dengan penanggulangan akar masalah, dengan
asumsi jika akar masalah dapat diatasi, maka alam akan mempunyai kesempatan
untuk merehabilitasi dirinya sendiri secara alami. Rehabilitasi lunak lebih
menekankan pada pengendalian perilaku manusia.

4.2 Rehabilitasi Keras (Hard Rehabilitation)


Rehabilitasi keras menyangkut kegiatan langsung perbaikan lingkungan di
lapangan. Ini dapat dilaksanakan dengan rehabilitasi lingkungan atau dengan
transplantasi lamun di lingkungan yang perlu direhabilitasi. Penanaman lamun
yang dikenal dengan "transplantasi" merupakan salah satu cara untuk memperbaiki
atau mengembalikan habitat yang telah mengalami kerusakan.
5. METODE TRANSPLANTASI LAMUN
Penanaman lamun yang dikenal dengan “transplantasi” merupakan salah satu
cara untuk memperbaiki atau mengembalikan habitat yang telah mengalami
kerusakan. Cara ini telah banyak dilakukan oleh para ahli di luar negeri dengan
metode dan jenis yang berbeda.

5.1 Metode Pembibitan/Pembenihan (Seed/Seeding)


Biji biasanya dikoleksi dari buah yang tua atau diambil dari bibit yang
tumbuh pada permukaan sedimen. Untuk memanennya, buah dipotong dari
tangkainya dan dipecah, maka kelihatan 4 atau 5 biji dan benih segera ditanam dan
disirami air laut yang mengalir. Menurut Thorhaug (1974), bahwa sampai saat ini
pengetahuan teknik untk pembenihan masih sangat sedikit, sehingga penanaman
dengan biji tidak direkomendasikan untuk penanaman lamun. Hal ini juga
berkaitan dengan biji yang kurang sukses untuk jenis lamun ini. Disamping itu,
secara umum, biji atau benih lamun sangat kecil dan mudah terbawa air serta
kecepatan perkecambahan sangat rendah.

Gambar 1 Metode Pembibitan/Pembenihan

5.2 Metode Sprig dengan Jangkar atau Tanpa Jangkar


Metode sprig yaitu pengambilan bibit tanaman dengan pisau/parang
dan ditransplantasi tanpa substratnya. Untuk penanaman dengan metode
spring dengan jangkar biasanya dilakukan pada arus dengan 1,5 knot (kira-
kira 3 km per jam) atau pada daerah dengan gelombang akibat angin.
Mengingat dengan menggunakan balok dan kawat akan meningkatkan
biaya, maka disarankan menggunakan plastik bentuk kasa (net). Beberapa
tanaman dapat tumbuh dengan cepat dengan menggunakan teknik ini.
Penanaman metode spring tanpa jangkar telah banyak berhasil. Metode ini
ditanam dengan cara menggali sebuah lubang kecil pada substrat (dalamnya
kira-kira 8 cm), kemudian ditutup dengan substrat yang sama. Metode ini
hanya bisa berhasil jika arus atau gelombang yang rendah.

Gambar 2 Metode Sprig

5.3 Metode Plug


Metode plug yaitu pengambilan bibit tanaman dengan patok paralon
dan tanaman dipindahkan dengan substratnya. Biasanya menggunakan
paralon (PVC) dengan diameter 10 cm untuk jenis Holodule, sedangkan
Zosteria, Thallasia dan Syringodium berdiameter 15-20 cm. metode plug
dengan menekan ke tanaman masuk ke substratnya, kemudian
ditransplantasi pada lobang yang sama pada kedalaman 15-20 cm.
Phillips et al. (1978) merekomendasikan bahwa metode plug untuk Zostera
ditransplantasi pada kedalaman 45 cm atau lebih. Sebagaimana pada
percobaan di pelabuhan St. Joe, Florida menunjukkan bahwa dengan jarak
tanam 15 cm muncul rumpun yang padat, akan tetapi pada jarak 30 cm tidak
ada tumbuhan yang padat. Untuk menghindari kerusakan yang permanen
dari padang lamun donor, maka pengambilan tanaman dengan plug jangan
terlalu dekat dengan yang lain. Jarak satu sama lain bervariasi antara 0,5
sampai 1,0 m (Phillips, 1978).

Gambar 3 Metode Plug

6. REFERENSI JURNAL
Alie, K. 2012. Pertumbuhan dan biomassa lamun Thalassia hemprichii di perairan
Pulau Bone Batang, Kepulauan Spermonde, Sulawesi Selatan. Jurnal MIPA
FMIPA Universitas Lampung. Jurusan Biologi Fakultas MIPA Universitas
Hasanuddin. Makassar. 16(2): 105-110.
Riniatsih, I, dan H. Endrawati. 2013. Pertumbuhan Lamun Hasil Transplantasi Jenis
Cymodocea rotundata di Padang Lamun Teluk Awur Jepara. Buletin
Oseanografi Marina. Program Studi Ilmu Kelautan FPIK Universitas
Diponegoro. Semarang. 2: 34-40.
Tangke, U. 2010. Ekosistem Padang Lamun (Manfaat, Fungsi dan Rehabilitasi).
Jurnal Ilmiah Agribisnis dan Perikanan (Agrikan UMMU-Ternate). Staff
Pengajar Faperta UMMU-Ternate. Maluku Utara. 3(1): 9-29.

Anda mungkin juga menyukai