Nama
NIM
Kelompok
Rombongan
Asisten
: Hasan
: B1J012204
: 14
: IV
: Dina Serepina
I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Jenis rumput laut yang sudah dibudidayakan adalah Eucheuma cottonii
dan Gracilaria sp. yang mempunyai nilai ekonomis relatif lebih baik untuk
dikembangkan melalui usaha budidaya. Hal ini disebabkan kedua genus tersebut
dapat tumbuh dan berkembang, baik secara vegetatif maupun secara generatif.
Rumput laut adalah makroalga yang hidup di laut maupun air payau. Rumput laut
tergolong tanaman berderajat rendah, umumnya tumbuh melekat pada subtrat
tertentu, tidak mempunyai akar batang dan daun sejati, tapi hanya menyerupai
batang yang disebut thallus.
Rumput laut (sea weeds) yang dalam dunia ilmu pengetahuan dikenal
sebagai Algae sangat populer dalam dunia perdagangan akhir - akhir ini. Rumput
laut dikenal pertama kali oleh bangsa Cina sekitar tahun 2700 SM. Rumput laut
banyak digunakan untuk sayuran dan obat-obatan. Tahun 65 SM, bangsa Romawi
memanfaatkannya sebagai bahan baku kosmetik. Spanyol, Perancis, dan Inggris
menjadikan rumput laut sebagai bahan baku pembuatan gelas. Kapan pemanfaatan
rumput laut di Indonesia tidak diketahui. Hanya pada waktu bangsa Portugis
datang ke Indonesia sekitar tahun 1292, rumput laut telah dimanfaatkan sebagai
sayuran. Baru pada masa sebelum perang dunia ke-2, tercatat bahwa Indonesia
telah mengekspor rumput laut ke Amerika Serikat, Denmark, dan Perancis.
Rumput laut tumbuh pada perairan pantai yang jernih, banyak ombak, dan
berarus deras. Cilacap memiliki lahan potensial tinggi untuk budidaya rumput
laut. Sampai saat ini belum dapat dimanfaatkan secara maksimal. Sistem budidaya
yang ada kurang dapat menjamin kuantitas rumput laut yang dihasilkan karena
gelombang yang besar dapat menyebabkan rumput laut mudah patah tertempa
ombak yang kuat.
B. Tujuan
Mengetahui budidaya rumput laut dengan metode dan sistem yang berbeda
di perairan tambak dan laut atau pantai.
C. Tinjauan Pustaka
Perairan Indonesia yang merupakan 70% dari wilayah Nusantara dengan
13.667 pulau memiliki potensi rumput laut yang cukup besar. Penduduk daerah
pantai dan kepulauan di Indonesia sudah sejak lama memanfaatkan rumput laut
untuk kebutuhan hidup sehari-hari dalam berbagai bentuk, misalnya dimakan
mentah sebagai lalab, dibuat sayur, diacar, dibuat kue penganan dan manisan,
bahkan juga untuk obat-obatan (Zaneveld, 1955). Pemanfaatan rumput laut
kemudian berkembang kearah komersial untuk diekspor dan diperdagangkan
sebagai bahan mentah untuk pembuatan agar-agar atau karaginan (carageen)
(Padhi et al., 2010).
Pengembangan budidaya rumput laut di Indonesia dirintis sejak tahun
1980-an dalam upaya merubah kebiasaan penduduk pesisir dari pengambilan
sumber daya alam ke arah budidaya rumput laut yang ramah lingkungan dan
usaha budidaya ini dapat meningkatkan pendapatan masyarakat pembudidaya juga
dapat digunakan untuk mempertahankan kelestarian lingkungan perairan pantai
(Ditjenkanbud, 2005). Pengembangan budidaya rumput laut merupakan salah satu
alternatif pemberdayaan masyarakat pesisir yang mempunyai keunggulan dalam
hal : (1) produk yang dihasilkan mempunyai kegunaan yang beragam, (2)
tersedianya lahan untuk budidaya yang cukup luas serta (3) mudahnya teknologi
budidaya yang diperlukan (Departemen Kelautan dan Perikanan, 2001).
II.
nutrien bagi rumput laut dan menghanyutkan kotoran- kotoran yang melekat pada
rumput laut.
Sebagian besar petani di Indonesia hanya mengandalkan air dan nutrisi
yang tersedia sekitar kolam, sementara beberapa telah menambahkan N (nitrogen)
atau N + P (nitrogen + fosfat) atau NPK (nitrogen + fosfat + kalium) sebelum
kegiatan pertanian dimulai untuk meningkatkan pertumbuhan Gracilaria. Terlepas
dari unsur-unsur makro, sebenarnya rumput laut juga perlu unsur mikro, namun
penggunaan mineral seperti besi (Fe) bersama-sama dengan unsur hara makro
belum diaplikasikan. Meiyana (2001) mengemukan bahwa unsur Fe adalah
penting dalam pertumbuhan sel ganggang merah (Rosyida, 2015).
Menurut Febriko (2010) metode budidaya rumput laut berdasarkan posisi
tanaman terhadap dasar perairan budidaya yang digunakan antara lain :
1.
Gracilaria dan Hypnea. Rumput laut Gracilaria verrucosa, adalah rumput laut
yang bersifat stenohaline. Ia tidak tahan terhadap fluktuasi salinitas yang tinggi.
Salinitas yang baik berkisar antara 15-30 ppt di mana kadar garam optimal adalah
20-25 ppt. Untuk memperoleh perairan dengan kondisi salinitas tersebut harus
dihindari lokasi yang berdekatan dengan muara sungai (Ditjenkanbud, 2005).
Penentuan lokasi untuk budidaya rumput laut dilakukan berdasarkan pengamatan
karakteristik perairan sebagai syarat tumbuh rumput laut. Karakterisitik perairan
yang diamati meliputi kondisi ekologis perairan yang terdiri dari parameter fisika,
kimia dan biologi perairan. Secara umum kondisi perairan di daerah perairan
Karang tengah Nusakambangan Cilacap masih dalam kategori cukup baik untuk
budidaya rumput laut.
IV.
Kesimpulan
DAFTAR REFERENSI
Ahda, A., Surono, A. dan Imam, B., (2005). Profil Rumput Laut Indonesia.
Direktorat Jenderal Perikanan Budidaya Departemen Kelautan dan
Perikanan. Jakarta.
Aslan, L. M. 1991. Budidaya Rumput Laut. Kanisius, Yogyakarta.
Dawes, C.J., 1981. Marine Botany. University of South Florida, USA.
Departemen Kelautan dan Perikanan. 2001. Modul Sosialisasi dan Orientasi
Penataan Ruang, Laut, Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil. Ditjen Pesisir dan
Pulau-Pulau Kecil. Direktorat Tata Ruang Laut, Pesisir dan Pulau-Pulau
Kecil, Jakarta.
Ditjenkanbud. 2005. Petunjuk Teknis Budidaya Rumput Laut. Departemen
Kelautan Dan Perikanan. Jakarta.
Febriko, S.D., Agus S., Sofiati, Rahman M. A. 2010. Peningkatan Produksi
Rumput Laut Gracilaria verrucosa di Tambak dengan Penambahan
Pupuk. Penerbit Kanisius, Jakarta.
Hidayat 1994. Budidaya Rumput Laut. Usaha nasional. Surabaya.
Meiyana, M., Evalawati dan A. Prihaningrum. 2001. Biologi Rumput Laut.
Petunjuk Teknis No. 8. Balai Budidaya Laut Lampung. Lampung. Hal 3-7.
Padhi S.B., Behera G., Behura S., Swain P., Behera S., Panigrahi H., Panigrahi
M., Beja S., Mishra A., Das N., Baidya S., Pradhan S. and Das P. 2010.
Utilisation of nitrate and ammonium by algal biomass available in prawn
cultivation sites in Chilika Lake, Orissa. Algal Research Laboratory, P.G.
Department of Botany, Berhampur University, Bhanja, 760007, Bihar.
Journal of Botanical Research, ISSN: 09769889 & E-ISSN: 09769897.
Vol. 1, Issue 1, 2010, PP-01-06.
Poncomulyo, 2006. Budidaya dan Pengolahan Rumput Laut. Pusat Penelitian dan
Pengembangan Perikanan, Jakarta.
Rosyida, Eka., Enang H. S., Sugeng H. S., and Eddy S. 2015. Nutrient Enrichment
and Postharvest Culture to Enhance Production and Quality Performance
of Gracilaria verrucosa.
Widiastuti, I. dan Novalina S., 2010. Pertumbuhan dan Produksi Rumput
Laut (Eucheuma cottonii) Dengan Jumlah Thallus yang Berbeda. J.
Ilmiah AgriSains Vol. 11 No. 1 April 2010. Fakultas pertanian Universitas
Tadulako. Palu.
Zaneveld, J.S. 1955. Economic marine algae of tropical South and East Asia and
their utilization. Ind. Pac. Fish. Counc. Spec. Publ. 3 : 155.