Anda di halaman 1dari 11

BUDIDAYA RUMPUT LAUT

Nama
NIM
Kelompok
Rombongan
Asisten

: Hasan
: B1J012204
: 14
: IV
: Dina Serepina

LAPORAN PRAKTIKUM FIKOLOGI

KEMENTERIAN RISET TEKNOLOGI DAN PENDIDIKAN TINGGI


UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN
FAKULTAS BIOLOGI
PURWOKERTO
2015

I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Jenis rumput laut yang sudah dibudidayakan adalah Eucheuma cottonii
dan Gracilaria sp. yang mempunyai nilai ekonomis relatif lebih baik untuk
dikembangkan melalui usaha budidaya. Hal ini disebabkan kedua genus tersebut
dapat tumbuh dan berkembang, baik secara vegetatif maupun secara generatif.
Rumput laut adalah makroalga yang hidup di laut maupun air payau. Rumput laut
tergolong tanaman berderajat rendah, umumnya tumbuh melekat pada subtrat
tertentu, tidak mempunyai akar batang dan daun sejati, tapi hanya menyerupai
batang yang disebut thallus.
Rumput laut (sea weeds) yang dalam dunia ilmu pengetahuan dikenal
sebagai Algae sangat populer dalam dunia perdagangan akhir - akhir ini. Rumput
laut dikenal pertama kali oleh bangsa Cina sekitar tahun 2700 SM. Rumput laut
banyak digunakan untuk sayuran dan obat-obatan. Tahun 65 SM, bangsa Romawi
memanfaatkannya sebagai bahan baku kosmetik. Spanyol, Perancis, dan Inggris
menjadikan rumput laut sebagai bahan baku pembuatan gelas. Kapan pemanfaatan
rumput laut di Indonesia tidak diketahui. Hanya pada waktu bangsa Portugis
datang ke Indonesia sekitar tahun 1292, rumput laut telah dimanfaatkan sebagai
sayuran. Baru pada masa sebelum perang dunia ke-2, tercatat bahwa Indonesia
telah mengekspor rumput laut ke Amerika Serikat, Denmark, dan Perancis.
Rumput laut tumbuh pada perairan pantai yang jernih, banyak ombak, dan
berarus deras. Cilacap memiliki lahan potensial tinggi untuk budidaya rumput
laut. Sampai saat ini belum dapat dimanfaatkan secara maksimal. Sistem budidaya
yang ada kurang dapat menjamin kuantitas rumput laut yang dihasilkan karena
gelombang yang besar dapat menyebabkan rumput laut mudah patah tertempa
ombak yang kuat.
B. Tujuan
Mengetahui budidaya rumput laut dengan metode dan sistem yang berbeda
di perairan tambak dan laut atau pantai.

C. Tinjauan Pustaka
Perairan Indonesia yang merupakan 70% dari wilayah Nusantara dengan
13.667 pulau memiliki potensi rumput laut yang cukup besar. Penduduk daerah
pantai dan kepulauan di Indonesia sudah sejak lama memanfaatkan rumput laut
untuk kebutuhan hidup sehari-hari dalam berbagai bentuk, misalnya dimakan
mentah sebagai lalab, dibuat sayur, diacar, dibuat kue penganan dan manisan,
bahkan juga untuk obat-obatan (Zaneveld, 1955). Pemanfaatan rumput laut
kemudian berkembang kearah komersial untuk diekspor dan diperdagangkan
sebagai bahan mentah untuk pembuatan agar-agar atau karaginan (carageen)
(Padhi et al., 2010).
Pengembangan budidaya rumput laut di Indonesia dirintis sejak tahun
1980-an dalam upaya merubah kebiasaan penduduk pesisir dari pengambilan
sumber daya alam ke arah budidaya rumput laut yang ramah lingkungan dan
usaha budidaya ini dapat meningkatkan pendapatan masyarakat pembudidaya juga
dapat digunakan untuk mempertahankan kelestarian lingkungan perairan pantai
(Ditjenkanbud, 2005). Pengembangan budidaya rumput laut merupakan salah satu
alternatif pemberdayaan masyarakat pesisir yang mempunyai keunggulan dalam
hal : (1) produk yang dihasilkan mempunyai kegunaan yang beragam, (2)
tersedianya lahan untuk budidaya yang cukup luas serta (3) mudahnya teknologi
budidaya yang diperlukan (Departemen Kelautan dan Perikanan, 2001).

II.

MATERI DAN METODE


A. Materi
Alat yang digunakan dalam praktikum ini adalah bambu, batu, tali rafia,
gunting, keping CD, botol air mineral, penggaris, salinometer, termometer, dan
timbangan.
Bahan yang digunakan dalam praktikum ini adalah air dan rumput laut
(Gracilaria verrucosa).
B. Metode
a. Pembuatan Jaring tali tunggal (Long line)
Rakit dibuat dari bambu 1 x 1 m2

Tali rafia diikatkan pada rakit antara sisi yang


berhadapan sehingga tebentuk garis memanjang
Plot penanaman rumput laut dibuat dengan jarak masing-masing 25 cm
Keping CD diikatkan pada tiap sudut rakit
b. Penanaman
Bibit yang akan ditanam disiapkan dengan berat 100 gram
Masing-masing sisi rakit diberi botol air mineral sebagai pelampung
Rakit yang sudah diberi pelampung dibawa ke pantai untuk ditanam
Kemudian rakit diikatkan ke batu dengan tali rafia
III. satu
HASIL
DANdengan
PEMBAHASAN
Rakit diikatkan
sama lain
rakit-rakit yang lain.
A. Hasil

Pembahasan praktikum budidaya RL :


1. Hasil vs pustaka
2. Jelaskan metode dan system budidaya ( yg dilakuin pada praktikum)
3. Faktor lingkungan budidaya kemaren vs pustaka
4. Sebutkan dan jelaskan macam - macam rumput laut yang sudah
dibudidayakan di indonesia masih gracilaria
5. Syarat budidaya rumput laut.
#syarat masuk praktikum tanggal 16 mei :
1. Laporan alginat
2. Laporan budidaya
Suhu udara : 27
suhu air : 30
penetrasi cahaya : x=30,5 ; y=13 ---> x+y/2=27,5
salinitas : 26
B. Pembahasan
Menurut Widiastuti (2010) Karakter yang perlu diperhatikan dalam
budidaya rumput laut ini yaitu sebagai berikut:
Kualitas air merupakan salah satu faktor penting dalam menentukan
keberhasilan usaha budidaya rumput laut. Parameter fisika kimia air selama
penelitian masih dalam batas toleransi, sehingga mendukung bagi pertumbuhan
rumput laut Gracilaria verrucosa. Parameter kualitas air yang diukur meliputi
suhu, pH, salinitas, oksigen terlarut, kecerahan dan arus.

Suhu perairan menunjukkan pada kisaran 30 C. Kisaran tersebut masih


memungkinkan Gracilaria verrucosa untuk berkembang dan tumbuh dengan
baik. Hal ini sesuai dengan pernyataan Poncomulyo (2006) bahwa Gracilaria
verrucosa masih bisa tumbuh dengan baik pada suhu yang berkisar antara 2731
C. Kisaran salinitas di lokasi penelitian selama penelitian yang diukur adalah
26 permil. Nilai kisaran salinitas selama penelitian masih layak dan masih sesuai
untuk pertumbuhan Gracilaria verrucosa. Menurut Ahda dkk (2005) yang
menyatakan bahwa Gracilaria verrucosa ini dapat tumbuh dengan optimal pada
kisaran 1530 permil. Salinitas sangat berperan penting dalam menentukan
keberhasilan usaha budidaya. Karena apabila salinitas air menurun secara drastis
akibat terlalu banyak air tawar akan menurunnya kualitas rumput laut dan
menyebabkan banyak sel tanaman yang rusak (Hidayat, 1994).
Kisaran pH yang diukur, nilai kisaran pH sangat mendukung pertumbuhan
dan perkembangan yang optimal bagi Gracilaria verrucosa. Hal ini sesuai dengan
pernyataan Ahda dkk. (2005) bahwa pH optimal untuk pertumbuhan Gracilaria
verrucosa berkisar antara 6 ,0 9,0.
Oksigen merupakan faktor penting dalam ekosistem perairan. Hampir
semua tumbuhan dan hewan yang dibudidayakan memerlukan oksigen untuk
pernapasan. Oleh karena itu sebaiknya perairan yang akan ditempati untuk
usaha budidaya tidak sedang mengalami pencemaran. Rumput laut dapat tumbuh
dan berkembang secara optimal pada perairan yang memiliki oksigen terlarut
pada kisaran lebih dari 6,5 ppm dan belum tercemar (Aslan, 1991).
Kecerahan berfungsi untuk memperlancar terjadinya proses fotosintesis
pada rumput laut. Penetrasi cahaya pada perairan Nusakambangan adalah x =
30,5; y = 13, jadi x+y/2 = 27,5. Nilai kecerahan pada umumnya menurun apabila
terjadi pemasukan air pada saat hujan. Arus diperlukan untuk proses pertumbuhan,
Arus di perairan Nusakambangan cukup tenang karena hanya disebabkan adanya
angin dan tidak berhadapan langsung dengan samudera hindia tetapi hal ini
sangat mendukung pertumbuhan rumput laut. Sesuai dengan pernyataan Dawes
(1981), bahwa ombak diperlukan oleh rumput laut untuk mempercepat zat-zat
makanan ke dalam jaringan tanaman sedangkan arus diperlukan untuk membawa

nutrien bagi rumput laut dan menghanyutkan kotoran- kotoran yang melekat pada
rumput laut.
Sebagian besar petani di Indonesia hanya mengandalkan air dan nutrisi
yang tersedia sekitar kolam, sementara beberapa telah menambahkan N (nitrogen)
atau N + P (nitrogen + fosfat) atau NPK (nitrogen + fosfat + kalium) sebelum
kegiatan pertanian dimulai untuk meningkatkan pertumbuhan Gracilaria. Terlepas
dari unsur-unsur makro, sebenarnya rumput laut juga perlu unsur mikro, namun
penggunaan mineral seperti besi (Fe) bersama-sama dengan unsur hara makro
belum diaplikasikan. Meiyana (2001) mengemukan bahwa unsur Fe adalah
penting dalam pertumbuhan sel ganggang merah (Rosyida, 2015).
Menurut Febriko (2010) metode budidaya rumput laut berdasarkan posisi
tanaman terhadap dasar perairan budidaya yang digunakan antara lain :
1.

Metode dasar dengan cara berkebun (Bottom farm method).


Metode ini adalah cara yang paling mudah dan sederhana. Cara
menanam rumput laut dapat dilakukan dengan mengikat benih berdasarkan
berat tertentu. Selanjutnya benih yang telah diikat langsung ditebarkan ke
dasar perairan atau diikatkan terlebih dahulu pada potongan batu karang atau
batu vulkanik.

2. Metode Lepas dasar (Off Bottom Method).


Metode lepas dasar ini, benih rumput laut ditanam dengan cara
mengikatkan pada suatu rentangan tali atau bibit diikatkan pada tali
plastik/nilon yang direntangkan di atas dasar perairan dengan patok kayu atau
bambu. Jarak ris dengan dasar perairan umumnya lebih kurang 25 - 50 cm
atau jarak tanaman terhadap permukaan air berfluktuasi sesuai dengan naik
turunnya air laut.
Metode yang dilakukan oleh kelompok kami adalah dengan metode
apung menggunakan rakit tali tunggal,
3. Metode Apung (Floating Method).
Pada prinsipnya metode apung (Floating Method) ini mirip sekali dengan
metode dasar (off bottom), hanya posisi rumput laut terletak dekat permukaan
air. Fungsi tiang pancang digantikan dengan sebuah rakit.

Keberhasilan budidaya yang dicapai tidak terlepas dari kesesuaian iklim


setempat, minat masyarakat, kemudahan budidayanya serta ketersediaan bahan
baku. Untuk itu dilakukan percobaan tentang sistem jaring rakit tali tunggal yang
dilakukan oleh kelompok kami di pantai Karang tengah Nusakambangan Cilacap.
Peningkatan dalam mengelola usaha rumput laut, perlu teknologi budidaya yang
tepat sehingga pada gilirannya kelangsungan budidaya yang dilakukan dapat
meningkatkan produksi baik kualitas maupun kuantitasnya (Widiastuti, 2011).
Syarat budidaya rumput laut menurut Febriko (2010) adalah sebagai
berikut:
1. Pemlihan Lokasi
Untuk memulai usaha budidaya rumput laut ada beberapa faktor yang
menjadi pertimbangan diantaranya adalah : Lokasi harus terlindung dari ombak
laut yang besar agar rumput laut tidak rusak, kedalaman air pada pasang surut
yang terendah berkisar antara 30-60 cm, dasar perairan terdiri dari pecahan karang
mati dan berpasir, air jernih, dan terhindar dari pencemaran limbah industri
maupun buangan oli kapal, jauh dari sumber air tawar, salinitas air laut berkisar
antara 30-40%, suhu air laut antara 28-320 C, pH 6,5-8, dan kandungan oksigen
terlarut berkisar antara 3-8 ppm.
2. Pemilihan bibit
Pada dasarnya pemilihan bibit ini bertujuan agar pertumbuhan rumput laut
menjadi baik, maka harus diperhatikan hal-hal sebagai berikut : Bibit berupa stek
pilihan dari tanaman yang segar dapat diambiil dari tanaman yang tumbuh secara
alami, ataupun dari tanaman hasil budidaya, bibit yang akan ditanam bercabang
banyak, utuh, tanpa luka, harus baru dan masih muda, pengangkutan bibit harus
dilakukan dengan hati-hati dan cermat, bibit harus tetap basah ataupun terendam
air laut, sebelum dilakukan penanaman bibit dikumpulkan pada tempat-tempat
tertentu, misalnya keranjang atau jaring dan diusahakan bibit tidak terkena
minyak, kehujanan dan tidak kekeringan.
Spesies-spesies rumput laut yang bernilai ekonomi penting di Indonesia
salah satunya adalah anggota rumput laut merah (Rhodophyta) yang berperan
dalam dunia perdagangan dan industri. Spesies-spesies komersial dari rumput laut
merah ini kebanyakan berasal dari marga Eucheuma, Gelidium, Gelidiella,

Gracilaria dan Hypnea. Rumput laut Gracilaria verrucosa, adalah rumput laut
yang bersifat stenohaline. Ia tidak tahan terhadap fluktuasi salinitas yang tinggi.
Salinitas yang baik berkisar antara 15-30 ppt di mana kadar garam optimal adalah
20-25 ppt. Untuk memperoleh perairan dengan kondisi salinitas tersebut harus
dihindari lokasi yang berdekatan dengan muara sungai (Ditjenkanbud, 2005).
Penentuan lokasi untuk budidaya rumput laut dilakukan berdasarkan pengamatan
karakteristik perairan sebagai syarat tumbuh rumput laut. Karakterisitik perairan
yang diamati meliputi kondisi ekologis perairan yang terdiri dari parameter fisika,
kimia dan biologi perairan. Secara umum kondisi perairan di daerah perairan
Karang tengah Nusakambangan Cilacap masih dalam kategori cukup baik untuk
budidaya rumput laut.

IV.

KESIMPULAN DAN SARAN


A.

Kesimpulan

Dari hasil dan pembahasan praktikum budidaya rumput laut di perairan


tambak dan pantai dapat diperoleh kesimpulan sebagai berikut:
1. Budidaya rumput laut di perairan tambak dan laut atau pantai dapat dilakukan
dengan metode dasar, lepas dasar dan apung
2. Budidaya yang dilakukan menggunakan metode apung yaitu dengan sistem
tali tunggal, jarring rakit dan jaring tubular.
3. Faktor-faktor yang mempengaruhi pertumbuhan rumput laut yaitu suhu, pH,
tingkat kecerahan, kedalaman perairan, salinitas, oksigen terlarut dan arus air.
B. Saran
Diharapkan supaya masing-masing praktikan dapat memahami dan
melakukan tahapan-tahapan budidaya rumput laut dengan benar supaya dapat
memanen hasil rumput laut yang maksimal.

DAFTAR REFERENSI
Ahda, A., Surono, A. dan Imam, B., (2005). Profil Rumput Laut Indonesia.
Direktorat Jenderal Perikanan Budidaya Departemen Kelautan dan
Perikanan. Jakarta.
Aslan, L. M. 1991. Budidaya Rumput Laut. Kanisius, Yogyakarta.
Dawes, C.J., 1981. Marine Botany. University of South Florida, USA.
Departemen Kelautan dan Perikanan. 2001. Modul Sosialisasi dan Orientasi
Penataan Ruang, Laut, Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil. Ditjen Pesisir dan
Pulau-Pulau Kecil. Direktorat Tata Ruang Laut, Pesisir dan Pulau-Pulau
Kecil, Jakarta.
Ditjenkanbud. 2005. Petunjuk Teknis Budidaya Rumput Laut. Departemen
Kelautan Dan Perikanan. Jakarta.
Febriko, S.D., Agus S., Sofiati, Rahman M. A. 2010. Peningkatan Produksi
Rumput Laut Gracilaria verrucosa di Tambak dengan Penambahan
Pupuk. Penerbit Kanisius, Jakarta.
Hidayat 1994. Budidaya Rumput Laut. Usaha nasional. Surabaya.
Meiyana, M., Evalawati dan A. Prihaningrum. 2001. Biologi Rumput Laut.
Petunjuk Teknis No. 8. Balai Budidaya Laut Lampung. Lampung. Hal 3-7.
Padhi S.B., Behera G., Behura S., Swain P., Behera S., Panigrahi H., Panigrahi
M., Beja S., Mishra A., Das N., Baidya S., Pradhan S. and Das P. 2010.
Utilisation of nitrate and ammonium by algal biomass available in prawn
cultivation sites in Chilika Lake, Orissa. Algal Research Laboratory, P.G.
Department of Botany, Berhampur University, Bhanja, 760007, Bihar.
Journal of Botanical Research, ISSN: 09769889 & E-ISSN: 09769897.
Vol. 1, Issue 1, 2010, PP-01-06.
Poncomulyo, 2006. Budidaya dan Pengolahan Rumput Laut. Pusat Penelitian dan
Pengembangan Perikanan, Jakarta.
Rosyida, Eka., Enang H. S., Sugeng H. S., and Eddy S. 2015. Nutrient Enrichment
and Postharvest Culture to Enhance Production and Quality Performance
of Gracilaria verrucosa.
Widiastuti, I. dan Novalina S., 2010. Pertumbuhan dan Produksi Rumput
Laut (Eucheuma cottonii) Dengan Jumlah Thallus yang Berbeda. J.
Ilmiah AgriSains Vol. 11 No. 1 April 2010. Fakultas pertanian Universitas
Tadulako. Palu.
Zaneveld, J.S. 1955. Economic marine algae of tropical South and East Asia and
their utilization. Ind. Pac. Fish. Counc. Spec. Publ. 3 : 155.

Anda mungkin juga menyukai