Anda di halaman 1dari 53

MODUL DASAR-DASAR PENYULUHAN PERIKANAN (TK.

AHLI)

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Paradigma penyuluhan perikanan yang kembali kepada “khitah“ nya dengan membuka peluang
terhadap berbagai kemungkinan pertumbuhan global, diyakini akan mewarnai pembangunan kelautan
dan perikanan berbasis pelaku utama, yang pada gilirannya mengantarkan kepada kesejahteraan pelaku
utama dan masyarakat perikanan beserta keluarganya. Implikasinya akan kondusif kepada penguatan
struktur tata kehidupan masyarakat dan pembangunan daerah “capacity building”, selanjutnya yang
berujung pada penguatan pembangunan nasional yang dinamis.

Negara kita dikaruniai dengan kekayaan alam yang berlimpah, sehingga pemanfaatannya secara optimal
akan dapat mendorong tercapainya kualitas hidup manusia. Undang-undang Dasar 1945 pasal 33 ayat
(3) dengan jelas menyatakan bahwa: ”Bumi, air, dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya
dikuasai oleh Negara dan dipergunakan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat”, termasuk di
dalamnya kekayaan dan sumber daya kelautan dan perikanan. Implikasinya, tujuan pembangunan
kelautan dan perikanan di Indonesia, sesungguhnya untuk kesejahteraan anak bangsa.

Hal ini telah dituangkan dalam visi pembangunan kelautan dan perikanan, yakni Indonesia Penghasil
Produk Kelautan dan Perikanan Terbesar Tahun 2015. Dalam rangka mencapai visi pembangunan
kelautan dan perikanan tersebut diperlukan langkah nyata, terencana, dan terarah dengan pentahapan
yang jelas. Visi tersebut tertuang dalam grand strategy sebagai berikut: (a) memperkuat kelembagaan
dan SDM secara terintegrasi, (b) mengelola sumber daya kelautan dan perikanan secara berkelanjutan,
(c) meningkatkan produktivitas dan daya saing berbasis pengetahuan, dan (d) memperluas akses pasar
domestik dan internasional dengan sasaran strategi yang didukung oleh kegiatan penyuluhan perikanan
untuk menjadikan semua kawasan potensi perikanan menjadi kawasan minapolitan dengan indikator
kinerja peningkatan presentase kelompok pelaku utama yang bankable. Berdasarkan hal diatas,
penyuluhan perikanan diharapkan mampu menjadi katalisator bagi upaya pembangunan perekonomian
masyarakat, khususnya dalam mewujudkan visi pembangunan kelautan dan perikanan diatas.

Berdasarkan pemikiran di atas, karakteristik penyuluhan perikanan masa depan, menuntut Reformasi
yang di dalamnya memuat pergeseran paradigma seperti: pergeseran pendekatan dari top down ke
bottom up; pergeseran peran penyuluh perikanan dari peran mengajar dan membina menjadi
konsultan pemandu, fasilitator dan mediator; pergeseran kedudukan pelaku utama dari penerima pesan
dan pengguna teknologi menjadi mitra aktif dalam kegiatan penyuluhan, pengkajian teknologi maupun
pengembangan jaringan teknologi dan usahanya; pergeseran “transfer of technology ke arah
technology mastery”; serta pergeseran sumber pembiayaan yang selama ini banyak bersumber dari
pemerintah (pusat dan daerah) menjadi tanggung jawab bersama antara pelaku utama, swasta dan
pemerintah (cost sharing).

Selanjutnya dalam rangka reformasi penyuluhan perikanan ini, komponen yang paling strategis adalah
penataan dan pengembangan Jabatan fungsional penyuluh perikanan dengan merujuk kepada UU No.
16 Tahun 2006 tentang Sistem Penyuluhan Pertanian, Perikanan dan Kehutanan yang
diimplementasikan kedalam PermenPAN Nomor 19 Tahun 2008 serta Perber antara Menteri Kelautan
dan Perikanan Nomor 1 Tahun 2009 dan Kepala Badan Kepegawaian Negara Nomor 14 Tahun 2009.

Karakteristik lingkup kegiatan penyuluhan perikanan sangat luas dilihat dari berbagai aspek: (1)
geografis, negara Indonesia merupakan negara kepulauan dan negara bahari yang dua pertiga
wilayahnya terdiri dari perairan; (2) alamiah, sifat, karakteristik, dan bentuk kegiatannya sangat spesifik
dengan ketergantungan tinggi terhadap musim dan iklim, sehingga usahanya menjadi sangat beresiko;
(3) sosial dan ekonomi, sifat, karakteristik, dan pola hidup para pelaku utama (nelayan, pembudidaya
dan pengolah) berbeda dengan pola hidup petani/pekebun; (4) pengelolaan, kegiatan perikanan tidak
dapat dipisahkan dari kelautan; (5) keilmuan, eksistensi ilmu kelautan dan perikanan merupakan cabang
ilmu yang saling mendukung, termasuk penyuluhan perikanan; (6) kelembagaan, selama dua periode
kabinet dan mengacu pada UU kementerian/departemen, terdapat kementerian yang khusus
mengemban tugas dan fungsi menangani kelautan dan perikanan, termasuk penyuluhannya, yaitu
Kementerian Kelautan dan Perikanan; dan (7) legislasi, didukung keberadaan UU No.31 Tahun 2004
tentang Perikanan dan UU No. 27 Tahun 2007 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-pulau
Kecil. Kondisi tersebut secara intern merupakan sebuah justifikasi bahwa penyuluhan perikanan harus
ditangani secara khusus, tersendiri, dan mandiri.

B. Deskripsi Singkat

Modul ini membahas tentang pengertian, tujuan, prinsip, dan filosofi penyuluhan kelautan dan
perikanan, ruang lingkup, sasaran, strategi penyuluhan kelautan dan perikanan, dan sikap,etika dan
moral penyuluh perikanan

C. Kompetensi Dasar

Peserta dapat memahami pengertian tentang Prinsif Dasar Penyuluhan Kelautan dan Perikanan sebagai
landasan kegiatan dalam penyelenggaraan penyuluhan.

D. Indikator Keberhasilan

Peserta dapat menjelaskan:

1. Pengertian, tujuan, prinsip dan falsafah penyuluhan kelautan dan perikanan;


2. Ruang lingkup penyuluhan kelautan dan perikanan;

3. Sasaran penyuluhan kelautan dan perikanan; serta

4. Strategi penyuluhan kelautan dan perikanan.

5. Sikap , Etika dan Moral penyuluh perikanan

E. Materi Pokok dan Sub Materi Pokok

1. Pengertian Penyuluhan Kelautan dan Perikanan

2. Tujuan Penyuluhan Kelautan dan Perikanan

3. Prinsip Penyuluhan Kelautan dan Perikanan

4. Filosofi Penyuluhan Kelautan dan Perikanan

5. Sikap, Etika dan Moral Penyuluh Perikanan

F. Waktu

1. Teori : 4 JP

2. Praktek : 2 JP

3. Total JP : 6 JP

G. Metode Pembelajaran

1. Ceramah;

2. Tanya jawab;

3. Diskusi; dan

4. Experiential Learning Cycle (ELC).

H. Sarana dan Prasarana Pembelajaran

1. Alat tulis,
2. PC/Laptop,

3. OHP/LCD,

I. Petunjuk Belajar

Anda sebagai peserta Diklat, dan agar dalam proses pembelajaran mata Diklat ini dapat berjalan lebih
lancar, dan tujuan pembelajaran tercapai secara baik, Anda kami sarankan mengikuti langkah-langkah
sebagai berikut :

1. Bacalah secara cermat, dan pahami tujuan pembelajaran ( indikator keberhasilan ) yang tertulis pada
setiap awal pembelajaran,

2. Pelajari setiap materi pembelajaran secara berurutan,

3. Kerjakan secara sungguh-sungguh dan tuntas setiap tugas latihan pada setiap akhir pembelajaran,

4. Keberhasilan proses pembelajaran dalam mata pelajaran ini tergantung pada kesungguhan Anda.
Untuk itu, belajarlah secara mandiri dan seksama. Untuk belajar mandiri, Anda dapat melakukannya
seorang diri, berdua atau berkelompok dengan peserta Diklat lain yang memiliki pandangan yang sama
dengan Anda dalam penguasaan materi pembelajaran yang baik, dan

5. Anda disarankan mempelajari bahan-bahan dari sumber lain, seperti yang tertera pada Daftar
Pustaka pada akhir modul ini, dan jangan segan-segan bertanya kepada Widyaiswara yang mengampu
mata Diklat ini.

Baiklah, selamat belajar ! Semoga Anda sukses menerapkan pengetahuan dan keterampilan yang
diuraikan dalam mata pelajaran ini dalam upaya mendalami modul yang baik, dan memadai untuk
memenuhi kebutuhan Anda sebagai peserta.

BAB II

PENGERTIAN, ASAS, FALSAFAH, TUJUAN, DAN

FUNGSI PENYULUHAN KELAUTAN DAN PERIKANAN


A. Pengertian Penyuluhan

1. Pengertian Secara Umum

Penyuluhan adalah suatu sistem pendidikan luar sekolah (pendidikan non formal) untuk pelaku utama
dan kelaurganya dengan tujuan mereka mampu dan sanggup memerankan dirinya sebagai warga negara
yang baik sesuai dengan bidang profesinya, serta mampu, sanggup dan berswadaya
memperbaiki/meningkatkan kesejahteraannya sendiri dan masyarakatnya (Anonimous, 2003).
Selanjutnya diterangkan kata pendidikan pada pengertian penyuluhan tersebut adalah usaha untuk
menghasilkan perubahan perilaku manusia. Untuk menguji apakah suatu kegiatan merupakan
pendidikan, adalah dengan meilhat terjadinya perubahan perilaku yang biasanya berupa: (1) perubahan
pada pengetahuan atau hal yang diketahui; (2) perubahan pada keterampilan atau kebiasaan dalam
melakukan sesuatu; dan (3) perubahan pada sikap mental atau segala sesuatu yang dirasakan.
Penyuluhan dalam arti umum adalah ilmu sosial yang mempelajarai sistem dan proses perubahan pada
individu serta masyarakat agar dapat terwujud perubahan yang lebih baik sesuai dengan yang
diharapkan. Penyuluhan, dengan demikian dapat diartikan sebagai suatu sistem pendidikan yang
bersifat non formal di luar sistem sekolah yang biasa. Pendidikan bagi masyarakat sendiri, adalah
merupakan proses perkembangan pribadi, proses sosial, proses pengembangan keterampilan sesuai
profesi serta kegiatan bersama dalam memahami ilmu pengetahuan yang tersusun dan dikembangkan
dari masa ke masa oleh setiap generasi bangsa.

Pendidikan masyarakat juga mengandung pengertian usaha manusia untuk meningkatkan kepribadian,
keterampilan, dan pengetahuan agar dapat diserap atau dipraktekkan oleh masayarakat. Dengan
mengacu pada pengertian diatas, penyuluhan adalah usaha mengubah perilaku seseorang dan
keluarganya atau kelompoknya agar mereka mengetahui, menyadari, mempunyai kemampuan dan
kemauan, serta tanggung jawab untuk memecahkan masalahnya sendiri dalam rangka kegiatan
usahanya dan kehidupannya.

Agar dapat memperoleh wawasan yang lebih luas perlu dikemukakan beberapa istilah yang berkenaan
dengan penyuluhan. Pengertian penyuluhan dapat bermacam-macam, tergantung dari sudut pandang
seseorang. Istilah-istilah yang berkenaan dengan penyuluhan diantaranya adalah:

a. Dalam bahasa Belanda digunakan istilah voorlichting yang berarti memberi penerangan untuk
menolong seseorang menemukan jalannya. Istilah ini digunakan pada masa kolonial bagi negara-negara
jajahan Belanda

b. Bahasa Inggris dan Jerman masing-masing mengistilahkan sebagai pemberian saran atau ”Beratung”
yang berarti seseorang pakar dapat memberikan petunjuk kepada seseorang tetapi seseorang tersebut
yang berhak untuk menentukan pilihannya.

c. Dalam bahasa Austria dikenal istilah ”Forderung” yang berarti menggiring seseorang ke arah yang
diinginkan, hal tersebut mirip dengan istilah di Korea yakni bimbingan pedesaan.
d. Bahasa Spanyol dikenal istilah ”Capacitacion” menunjukan adanya keinginan untuk meningkatkan
kemampuan manusia yang dapat diartikan dengan pelatihan.

e. Penyuluhan kelautan dan perikanan merupakan proses pembelajaran bagi pelaku utama dan pelaku
usaha di bidang kelautan perikanan agar mereka mau dan mampu menolong dan mengorganisasikan
dirinya dalam mengakses informasi pasar, teknologi permodalan, dan sumberdaya lainnya, sebagai
upaya untuk meningkatkan produktivitas, efesiensi usaha, pendapatan dan kesejahteraannya, serta
meningkatkan kesadaran dalam pelestarian fungsi lingkungan hidup.

2. Pengertian Penyuluhan Menurut Peraturan Perundang-undangan

Dalam Peraturan Menteri Negara Pendayagunaan Aparatur Negara Nomor : PER/19/M.PAN/10/2008,


tentang Jabatan Fungsional Penyuluh Perikanan dan Angka Kreditnya disebutkan bahwa ”Penyuluhan
Perikanan adalah proses pembelajaran bagi pelaku utama serta pelaku usaha bidang perikanan agar
mereka mau dan mampu menolong dan mengorganisasikan dirinya dalam mengakses informasi pasar,
teknologi, permodalan, dan sumberdaya lainnya sebagai upaya untuk meningkatkan produktivitas,
efisiensi usaha, pendapatan, dan kesejahteraannya, serta meningkatkan kesadaran dalam pelestarian
fungsi lingkungan hidup”.

Penyuluhan menurut UU No. 16 tahun 2006 adalah proses pembelajaran bagi pelaku utama serta pelaku
usaha agar mereka mau dan mampu menolong dan mengorganisasikan dirinya dalam mengakses
informasi pasar, teknologi permodalan, dan sumberdaya lainnya, sebagai upaya untuk meningkatkan
produktivitas, efesiensi usaha, pendapatan dan kesejahteraannya, serta meningkatkan kesadaran dalam
pelestarian fungsi lingkungan hidup.

B. Asas Penyuluhan Kelautan dan Perikanan

1. Eksplanasi atau penjelasan asas menurut UU No. 16 Tahun 2006 tentang Sistem Penyuluhan
Pertanian, Perikanan dan Kehutanan.

Sesuai dengan Pasal 2, penyuluhan perikanan diselenggarakan berasaskan demokrasi, manfaat,


kesetaraan, keterpaduan, keseimbangan, keterbukaan, kerja sama, partisipatif, kemitraan,
berkelanjutan, berkeadilan, pemerataan, dan bertanggung gugat.

2. Eksplanasi Definitif

a. Penyuluhan berasaskan demokrasi; yaitu penyuluhan yang diselenggarakan dengan saling


menghormati pendapat antara pemerintah, pemerintah daerah, dan pelaku utama dan pelaku usaha
lainnya.
b. Penyuluhan berasaskan manfaat; yaitu penyuluhan yang harus memberikan nilai manfaat bagi
peningkatan pengetahuan, keterampilan dan perubahan perilaku untuk meningkatkan produktivitas,
pendapatan dan kesejahteraan pelaku utama dan pelaku usaha.

c. Penyuluhan berasaskan kesetaraan; yaitu hubungan antara penyuluh, pelaku utama dan pelaku
usaha yang harus merupakan mitra sejajar.

d. Penyuluhan berasaskan keterpaduan; yaitu penyelenggaraan penyuluhan yang dilaksanakan secara


terpadu antara kepentingan pemerintah, dunia usaha, dan masyarakat.

e. Penyuluhan berasaskan keseimbangan; yaitu setiap penyelenggaraan penyuluhan harus


memperhatikan keseimbangan antara kebijakan, inovasi teknologi dengan kearifan masyarakat
setempat, pengarusutamaan gender, keseimbangan pemanfaatan sumberdaya dan kelestarian
lingkungan, dan keseimbangan antar kawasan yang maju dengan kawasan yang relatif masih tertinggal.

f. Penyuluhan berasaskan keterbukaan; yaitu penyelenggaraan penyuluhan dilakukan secara terbuka


antara penyuluh dan pelaku utama serta pelaku usaha.

g. Penyuluhan berasaskan kerjasama; yaitu penyelenggaraan penyuluhan harus diselenggarakan secara


sinergis dalam kegiatan pembangunan perikanan yang merupakan tujuan bersama antara pemerintah
dan masyarakat.

h. Penyuluhan berasaskan partisipatif; yaitu penyelenggaraan penyuluhan yang melibatkan secara aktif
pelaku utama dan pelaku usaha dan penyuluh sejak perencanaan, pelaksanaan, pemantauan, dan
evaluasi.

i. Penyuluhan berasaskan kemitraan; yaitu penyelenggaraan penyuluhan yang dilaksanakan


berdasarkan prinsip saling menghargai, saling menguntungkan, saling memperkuat, dan saling
membutuhkan antara pelku utama dan pelaku usaha yang difasilitasi oleh penyuluh.

j. Penyuluhan berasaskan keberlanjutan; yaitu penyelenggaraan penyuluhan dengan upaya secara


terus menerus dan berkesinambungan agar pengetahuan, keterampilan, serta perilaku pelaku utama
dan pelaku usaha semakin baik dan sesuai dengan perkembangan sehingga dapat terwujud
kemandirian.

k. Penyuluhan berasaskan berkeadilan; yaitu penyelenggaraan penyuluhan yang memosisikan pelaku


utama dan pelaku usaha berhak mendapatkan pelayanan secara proporsional sesuai denagn
kemampuan, kondisi, serta kebutuhan pelaku utama dan pelaku usaha.

l. Penyuluhan berasaskan pemerataan; yaitu penyelenggaraan penyuluhan harus dapat


diselenggarakan secara merata bagi seluruh wilayah Republik Indonesia dan segenap lapisan pelaku
utama dan pelaku usaha.
m. Penyuluhan berasaskan bertanggung gugat; yaitu bahwa evaluasi kinerja penyuluhan dikerjakan
dengan membandingkan pelaksanan yang telah dilakukan dengan perencanaan yang telah dibuat
dengan sederhana, terukur, dapat dicapai, rasional, dan kegiatannya dapat dijadwalkan.

Pemerintah dan masyarakat sangat menyadari bahwa prasyarat keberhasilan tercapainya tujuan
revitalisasi perikanan dan visi serta misi Kementerian Kelautan dan Perikanan, kuncinya pada kualitas
sumber daya manusia, sehingga perwujudan pendampingan para penyuluh secara profesional kepada
para pelaku utama dan pelaku usaha sebagai suatu kebijakan dalam mengakselerasi pertumbuhan
ekonomi melalui sektor kelautan dan perikanan. Hal tersebut merupakan pilihan yang tidak dapat
ditawar lagi Implikasi dari kondisi diatas, guna mengamankan pencapaian sasaran program
pembangunan kelautan dan perikanan baik di wilayah maupun nasional, maka diperlukan penyuluh
perikanan yang profesional, dalam menjalankan tugas sesuai kompetensi dan profesi penyuluh
perikanan sesuai jabatan fungsionalnya. Untuk itu, kementerian Kelautan dan Perikanan secara
bertahap akan terus meningkatkan kemampuan dan kompetensi para penyuluh perikanan untuk
menjadi: (1) ahli dalam melaksanakan penyuluhannya; (2) ahli dalam membangun dan mengembangkan
kelembagaan penyuluhan di desa guna memfasilitasi tumbuh-kembangnya kelompok-kelompok bisnis
perikanan yang bankable dengan menjadikan nelayan, pembudidaya dan pengolah sebagai pelaku
utama; dan (3) konsultan yang mampu memecahkan permasalahan teknis dan melakukan modernisasi
teknologi kelautan dan perikanan di lapangan. Beberapa asas terkait dengan hal tersebut:

1) Asas Moral dan Etika

Ideologi yang mendasari motivasi penyuluh perikanan secara aksologis adalah untuk mewujudkan cita-
cita idealnya mengenai manusia dan lingkungan sosial/masyarakatnya serta hubungan yang seimbang
antar keduanya. Ideologi profesional penyuluh perikanan tercermin dalam aspek moral, etika, dan kode
etik penyuluh perikanan.

Menurut pandangan ideologi progresif, ideologi penyuluhan perikanan meliputi kepercayaan


masyarakat/para pelaku mengenai kemanusiaan, persamaan dan keadilan, pandangan mengenai
kesejahteraan serta prinsip-prinsip dasar praktek penyuluhan perikanan. Atas dasar itu, seorang
penyuluh perikanan harus memiliki kemampuan dalam:

a) Penguasaan dan kemampuan penerapan: Ilmu, Pengetahuan, Teori, Konsep, dan Teknik;

b) Penguasaan, internalisasi, dan kemampuan penerapan: Sistem Nilai, Asas Moral, Asas Etika, dan
Kode Etik Penyuluhan Perikanan; serta

c) Penguasaan dan kemampuan penerapan: Proses, Strategi dan Taktik, serta dan Seni Praktek
Penyuluhan perikanan.

Dengan kemampuan penguasaan ketiga hal tersebut, maka seorang penyuluh perikanan dituntut untuk
mampu memiliki moral dan etika yang terkait dengan:
a) Kepekaan atas pikiran, perasaan, kebutuhan dan masalah orang lain;

b) Kemampuan mempertunjukkan kejujuran dan ketulusan;

c) Kemampuan bekomunikasi antar pribadi;

d) Kemampuan mempertunjukkan empati;

e) Kemampuan pengendalian diri yang tinggi; dan

f) Kemampuan pengabdian serta komitmen untuk membantu orang lain.

Dalam rangka mendukung revitalisasi perikanan dan Implementasi Undang-Undang No. 16 Tahun 2006
tentang Sistem Penyuluhan Pertanian, Perikanan dan Kehutanan (SP3K), saat ini kementerian Kelautan
dan Perikanan membutuhkan penyuluh perikanan sebagai ujung tombak keberhasilan pelaksanaan
program mendukung visi, misi dan target Kementerian Kelautan dan Perikanan untuk peningkatan
produksi 353%. Penyuluh perikanan yang diharapkan mampu dan eksis di dalam pelaksanaannya adalah
penyuluh perikanan yang profesional. Profesional mengandung makna penyuluh tersebut ahli dan
spesifik di bidang perikanan. Sebagai suatu profesi, penyuluh perikanan adalah individu dengan
keterampilan dan keahlian tinggi guna memenuhi kebutuhan yang rumit dari manusia, dimana
keterampilan dan keahlian yang dimiliki hanya dapat dicapai dengan penguasaan pengetahuan dengan
ruang lingkup yang luas, mencakup sifat manusia, kecenderungan sejarah dan lingkungan hidupnya;
serta adanya disiplin etika yang dikembangkan dan diterapkan oleh kelompok anggota yang
menyandang profesi tersebut.

Kode etik profesi memberikan pedoman bagi setiap anggota profesi penyuluh perikanan tentang prinsip
profesionalitas yang digariskan dan sebagai sarana kontrol sosial bagi pelaku utama atas profesi
penyuluh perikanan; serta mencegah campur tangan pihak diluar organisasi profesi tentang hubungan
etika dalam keanggotaan profesi.

Selanjutnya, dengan tumbuhnya kesadaran dalam diri seorang penyuluh, maka bentuk pemberian
tunjangan jabatan fungsional dapat berimplikasi sebagai kewajiban dan tanggung jawab moral dan etika
seorang penyuluh perikanan dari pada sebagai hak. Selanjutnya, tugas dan wewenangnya lebih dianggap
merupakan amanah Tuhan, negara, dan masyarakat yang harus dijalankan secara utuh dan ikhlas.

2) Asas Kesejahteraan

Secara ontologis, penyuluhan perikanan didasarkan pada eksistensi manusia yang terletak pada
hubungan interaksi antara individu dengan komunitas dan masyarakat (sebagai makhluk sosial).
Interaksi yang dimaksud adalah kesatuan antara individu dengan masyarakat. Individu dan masyarakat
tidak berada terpisah satu sama lain, tetapi saling terkait dan saling mempengaruhi. Interaksi individu
dan lingkungan masyarakatnya inilah yang kemudian menjadi fokus tumpuan kegiatan penyuluh
perikanan yang berbeda dengan disiplin lainnya. Sejalan dengan telah terbitnya PermenPAN Nomor:
PER/19/M.PAN/10/2008 tentang Jabatan Fungsional Penyuluh Perikanan dan Angka Kreditnya sebagai
sebuah kristalisasi dan resultante operasionalisasi perundang-undangan yang telah ada maka
penekanannya mengarah kepada spesialisasi keilmuan perikanan.

Penyuluhan perikanan merupakan sistem pendidikan nonformal yang berperan penting dalam
membantu meningkatkan kualitas hidup pemanfaat sumber daya manusia kelautan dan perikanan dan
keluarganya. Sistem penyuluhan perikanan yang akan dikembangkan perlu mengedepankan
transformasi perilaku ke arah yang lebih baik melalui pendekatan pendidikan dan komunikasi yang
berkualitas. Sistem penyuluhan perikanan yang mengedepankan mutu akan lebih mampu mendorong
terwujudnya kesejahteraan bagi nelayan, pembudidaya, dan pengolah beserta keluarganya serta
masyarakat yang lebih luas.

Aspek kesejahteraan amat erat kaitannya dengan profesionalisme. Profesionalisme berasal dan kata
profesional yang mempunyai makna yaitu berhubungan dengan profesi dan memerlukan kepandaian
khusus untuk menjalankannya (KBBI, 1994). Sedangkan profesionalisme adalah tingkah laku, keahlian
atau kualitas dan seseorang yang profesional (Longman, 1987). Hal ini mempunyai arti bahwa penyuluh
perikanan harus sadar dengan tugas dan fungsinya sebagai profesi yang profesional dan bertanggung
jawab terhadap pekerjaannya, serta selalu meningkatkan keterampilannya dalam bekerja dan dalam
menghadapi persaingan. Sadar dengan tugas dan fungsinya sebagai penyuluh perikanan, Pengorbanan
yang telah dilaksanakan untuk melaksanakan berbagai rancana tindakan menyeluruh dan komprehensif
dalam upaya mewujudkan tujuan yang ingin dicapai sebagai seorang penyuluh perikanan yang
profesional harus berimplikasi kepada kesejahteraan penyuluh perikanan. Tantangan-tantangan yang
dihadapi oleh suatu profesi menyangkut tiga hal yakni : menyangkut organisasi, hubungan dan pribadi.

Pemberdayaan pelaku utama dan pelaku usaha adalah tujuan utama penyelenggaraan penyuluhan
perikanan, berupa peningkatan kemampuan melalui penciptaan iklim usaha yang kondusif,
penumbuhan motivasi, pengembangan potensi, pemberian peluang, peningkatan pengetahuan,
keterampilan dan sikap, serta pendampingan dan fasilitasi dalam pengembangan bisnis perikanan
menjadi kelompok yang bankable. Pelaksanaan penyuluhan perikanan merupakan proses yang tidak
pernah berakhir, tetapi terus berkelanjutan, dengan dampak yang diharapkan dari penyelenggaraan
penyuluhan perikanan adalah tidak hanya meningkatnya pendapatan dan produktivitas usaha, tetapi
juga: (1) tumbuh dan berkembangnya kelembagaan bisnis perikanan dlm mendukung diversifikasi usaha
atas kemampuan sendiri (kemandirian progresif); (2) tumbuhnya tokoh-tokoh pembaharu bisnis
perikanan setempat yang mampu mendorong kerjasama antar pelaku bisnis dari segmen yang berbeda;
dan (3) tumbuh dan berkembangnya model-model penyuluhan partisipatif.

Salah satu alasan strategis begitu pentingnya tunjangan jabatan bagi penyuluh perikanan adalah faktor
peningkatan kesejahteraan penyuluh perikanan sebagai target tujuan dan ujung tombak keberhasilan
pembangunan kelautan dan perikanan. Menilik kepada pembangunan nasional beberapa dasawarsa
yang belum sepenuhnya menyentuh aspek kelautan dan perikanan, menyebabkan pembangunan
kelautan dan perikanan masih belum optimal. Kondisi seperti ini menjelaskan posisi penyuluh perikanan
masih belum dipandang sebagai suatu korelasi di dalam keberhasilan pembangunan. Selain itu,
eksistensi penyuluh perikanan yang saat itu masih menjadi bagian dari penyuluh pertanian
menyebabkan belum adanya entitas akan keberadaan penyuluh perikanan. Pada akhirnya, cita-cita
menggantungkan harapan terhadap pemenuhan kebutuhan mendasar untuk mencapai kesejahteraan
sebagai penyuluh perikanan masih belum memadai dan kurang bisa diandalkan.

Tujuan Jangka Panjang Kebijakan Pembangunan Kelautan dan Perikanan seharusnya mampu
mengurangi hambatan dari sistem untuk menggali sepenuhnya potensi penyuluh perikanan. Rincian
tujuan pembangunan kelautan dan perikanan dalam hal ini mencakup dua hal, yakni: (1) untuk
menyediakan landasan material dalam pencapaian tujuannya dengan menciptakan kondisi ekonomi
untuk mengurangi hambatan-hambatan lain; dan (2) untuk mewujudkan suatu entitas bagi penyuluh
perikanan. Keseimbangan yang wajar antara kedua tujuan tersebut selalu dinamis dengan waktu dan
pada akhirnya menentukan kesejahteraan penyuluh perikanan. Dalam konsep ini, ada korelasi
keberhasilan strategi pembangunan kelautan dan perikanan terhadap peningkatan kesejahteraan
penyuluh perikanan. Asas kesejahteraan sebagai kebutuhan mendasar harus dilihat sebagai suatu
prinsip yang mampu mengorganisir pemikiran dan usaha pembangunan kelautan dan perikanan secara
sistematis dan utuh.

3) Asas Penghargaan/Apresiasi (self esteem)

Dalam proses pemberdayaan yang dilakukannya, penyuluh perikanan tidak lepas dari konteks
pelayanan. Penyuluh perikanan harus mampu menanamkan kesadaran pada dirinya sendiri bahwa
melayani merupakan bagian dari misi seorang penyuluh perikanan dan karenanya harus selalu menjaga
self esteem (martabat) diri sendiri dan orang lain. Penyuluh perikanan harus menyadari bahwa ”dia ada
karena dia melayani”. Penyuluh perikanan memiliki nilai tertentu karena mampu memberikan makna
melalui tugas-tugas dan fungsinya di dalam melayani dan memecahkan permasalahan pelaku utama.
Karena itu, tidaklah mungkin penyuluh perikanan melayani tanpa memperhatikan self esteem atau
martabat dirinya dan orang lain karena justru dengan pelayanan itu manusia ingin saling meningkatkan
kualitas dan derajat mereka satu sama lain. Secara umum tujuan penyuluhan perikanan adalah
memperbaiki atau memulihkan interaksi timbal balik yang bermanfaat (antara individu dan masyarakat)
dan untuk meningkatkan kualitas hidup setiap pelaku utama dan pelaku usaha.

Penyuluhan perikanan yang berpusat pada manusia dapat dikatakan berhasil, jika mampu mencapai hal
berikut: (1) meningkatnya kualitas kehidupan pelaku utama dan keluarganya (better living) yang
tergambar pada meningkatnya akses pelaku utama dan keluarganya akan layanan pendidikan,
kesehatan, dan peluang mengembangkan usaha; (2) tata kehidupan sosial yang harmonis (better
community) dengan sikap dan perilaku manusia yang bermartabat; (3) penerapan teknologi atau cara
berusaha (penangkapan, budidaya ikan, dan/atau pengolahan) yang ramah lingkungan, dan
meningkatnya produktivitas penangkapan ikan, akuakultur maupun mariculture tanpa menyebabkan
penurunan daya dukung laut (better fisheries); (4) pengelolaan usaha secara terintegrasi dalam sistem
agribisnis perikanan yang kokoh (better business); dan (5) terpeliharanya ekosistem baik di darat
maupun di laut sebagai modal utama bagi kelangsungan hidup manusia di masa sekarang dan masa yang
depan (better environment).

Sejalan dengan bentuk penghargaan, maka penyuluh perikanan juga mempunyai kebutuhan, yang
secara kontekstual dapat dilihat sebagai personil yang dituntut harus mampu mengkombinasikan profesi
dalam memenuhi kebutuhannya, sehingga pantas jika secara profesional, penyuluh perikanan
merupakan jabatan yang sangat perlu mendapatkan apresiasi dan penghargaan dengan pemberian
insentif dalam bentuk tunjangan fungsional yang mampu menjadi jaminan (guarantee) bagi kelancaran
tugas dan fungsinya.

4) Asas Kepastian Hukum

Pada suatu tataran organisasi, falsafah manajemen menekankan kepada pengendalian di dalam
menentukan kinerja, komunikasi, kompensasi/imbalan, pelatihan, informasi, dan sistem-sistem inti
lainnya, yang pada dasarnya mengekang bakat dan potensinya. Falsafah kendali telah menjadi pola pikir
manajemen yang diandalkan oleh orang-orang yang memiliki jabatan, yang banyak terjadi di segala
macam profesi, sehingga pola seperti ini merupakan “Pola Pikir Kebendaan” dari zaman industri.

Sebagai suatu profesi, penyuluh perikanan bukanlah benda atau barang yang perlu dimotivasi dan
dikendalikan. Penyuluh perikanan adalah sumber daya manusia yang memiliki empat dimensi yakni
tubuh, pikiran, hati, dan jiwa yang pada dasarnya keempat dimensi tersebut saling terkait satu dengan
lainnya dan di dalam keempat dimensi tersebut akan ditemukan unsur fisik/ekonomis, mental,
sosial/emosional, dan spiritual. Selain itu, juga terdapat korelasi yang sangat erat di dalam
mencerminkan empat kebutuhan motivasi dasar dari penyuluh perikanan yakni: untuk hidup (bertahan
hidup), menyayangi (hubungan pertalian), belajar (tumbuh dan berkembang), dan meninggalkan nama
baik (makna dan sumbangan).

Sejalan dengan hal itu, Kementerian Kelautan dan Perikanan selaku Institusi Pembina berperan
mengilhami sumber daya manusia binaannya untuk dapat memberikan sumbangan terbesar mereka.
Pada giliran berikutnya, sumber daya manusia akan menentukan pilihan dan memutuskan seberapa
besar bagian dari diri mereka yang akan mereka abdikan dalam pekerjaan, dan itu tergantung kepada
bagaimana mereka diberlakukan serta kesempatan mereka untuk memanfaatkan keempat dimensi
kehidupan mereka. Pilihan itu sebenarnya banyak dan berjenjang mulai dari sikap memberontak atau
keluar dari profesinya sampai bersemangat, bergairah, dan kreatif.

Secara hukum, adanya legislasi tentang Jabatan Fungsional Penyuluh Perikanan, menjadi modal dasar
sebuah pengakuan negara dan masyarakat atas entitas sebuah profesi. Hal ini merupakan jaminan,
bahwa penyuluh perikanan merupakan jabatan fungsional yang mandiri, memiliki jenjang yang terukur,
dan mempunyai “harga” yang sepadan untuk digeluti dan ditekuni.

5) Asas Kebanggaan (Self Actualization)

Kompleksitas masalah di bidang kelautan dan perikanan memerlukan koordinasi dan sinkronisasi lintas
sektoral. Penyuluh yang kompeten dengan keahlian yang handal sebagai penggerak pembaharuan dan
mitra sejajar bagi pelaku utama sangat diperlukan. Peran penyuluh hendaknya tidak semata untuk
mengejar pertumbuhan (produksi), namun yang lebih diprioritaskan adalah aspek penyadaran pelaku
utama, pengembangan kapasitas dan motivasi pelaku utama untuk mewujudkan tata kehidupan yang
lebih bermartabat melalui penerapan usaha perikanan yang berkelanjutan. Pemahaman keberlanjutan
pengelolaan usaha perikanan meliputi dimensi sosial, ekonomi, lingkungan, dan pengembangan
teknologi yang tepat secara berkelanjutan. Penyuluh perikanan merupakan pekerjaan atau profesi
bernilai pengetahuan (knowledge worker). Knowledge worker merupakan profesi bermutu yang begitu
berharga, sehingga kalau penyuluh perikanan mampu mendayagunakan potensinya dengan baik sebagai
profesi dengan nilai tersebut, tidak mustahil akan menjadi profesi yang mampu menciptakan nilai,
pengungkit (leverage), fokus, dan kreatif untuk mencapai tujuan terhadap sasaran yang diinginkan.

6) Asas Resiko dan Komparasi Pekerjaan

Banyak cara untuk menciptakan pegawai yang profesional di bidang kelautan dan perikanan.
pembentukan Jabatan Fungsional Penyuluh Perikanan dimaksudkan sebagai wadah pengembangan
profesi dalam bentuk jabatan fungsional yang bertujuan untuk meningkatkan profesionalisme, motivasi,
serta efektivitas dan efisiensi kerja dalam pelaksanaan tugas dan fungsi kepenyuluhan

Dilihat dari sifat pekerjaannya, mereka yang menduduki jabatan struktural mempunyai tanggungjawab
yang sifatnya kolektif/tim dan lebih berorientasi pada kepentingan tim/organisasi. Sementara itu,
mereka yang menduduki jabatan fungsional mempunyai tanggungjawab pekerjaan yang lebih bersifat
individual (mandiri) dan lebih berorientasi pada penyelesaian pekerjaan perorangan. Pegawai dalam
jabatan struktural dapat dikelompokkan ke dalam pegawai yang menduduki jabatan eselon (manajerial)
dan pegawai pelaksana. Kalau pembagian tugas para pelaksana pada jabatan struktural biasanya
ditetapkan secara fleksibel tergantung pada kebutuhan unit kerja yang bersangkutan dan jumlah tenaga
kerja yang tersedia, maka pembagian tugas/kegiatan untuk para pegawai dalam jabatan fungsional
ditetapkan secara vertikal berdasarkan jenjang jabatannya, yakni masing-masing kegiatan tersebut
mempunyai bobot nilai kredit seperti yang telah ditetapkan dalam suatu peraturan Menteri PAN Nomor
19 Tahun 2008.

Perbedaan antara jabatan struktural dan jabatan fungsional dapat dilihat dari sisi penilaian kinerjanya.
Sebagaimana kita ketahui, kinerja utama seorang pejabat fungsional dapat dilihat dari nilai akumulasi
angka kredit yang telah berhasil dikumpulkannya. Seorang pejabat fungsional dapat diangkat ke jenjang
jabatan setingkat lebih tinggi apabila, antara lain, ia telah mendapatkan jumlah angka kredit minimal
yang dipersyaratkan untuk jenjang jabatan tersebut. Untuk kenaikan setiap jenjang jabatan tingkat ahli,
selain harus mendapatkan jumlah angka kredit minimal yang dibutuhkan mereka juga harus mempunyai
sertifikat lulus pendidikan strata satu (S1).

Disisi lain, harus diakui bahwa penilaian kinerja dengan menggunakan angka kredit tersebut pada
prinsipnya lebih baik dari penilaian kinerja yang hanya menggunakan DP3 (Daftar Penilaian Pelaksanaan
Pekerjaan), yang hingga saat ini pada umumnya masih digunakan sebagai acuan dalam penilaian kinerja
para pejabat struktural.

Sebagai dasar konsepsi diatas, profesi penyuluh perikanan sebagai suatu pribadi utuh di dalam suatu
sistem pekerjaan menggambarkan empat fungsi yakni:

a) Pikiran, menggambarkan bagaimana penyuluh perikanan mampu mengoptimalkan dan


memanfaatkan potensinya secara kreatif;
b) Hati, menggambarkan bagaimana penyuluh perikanan berfikir untuk dapat memperlakukan dirinya
dengan baik;

c) Tubuh, menggambarkan bagaimana penyuluh perikanan berfikir aspek keadilan yang diperolehnya;
dan

d) Jiwa, menggambarkan penyuluh perikanan merupakan jabatan yang bersentuhan dengan fungsi
pelayanan, sehingga memiliki cara-cara yang berprinsip di dalam melayani kebutuhan masyarakat
pelaku utama.

Setelah memahami begitu pentingnya pemahaman akan keempat dimensi penyuluh perikanan yang
terdiri dari tubuh, pikiran, hati, dan akhirnya jiwa, maka hal penting yang harus diketahui adalah salah
satu dari keempat dimensi yang menjadi kodrat manusia tersebut tidak boleh diabaikan. Oleh karena
itu, penyuluh perikanan adalah manusia yang perlu difikirkan pengelolaannya, pengendalian dan
memotivasinya. Penyuluh perikanan harus mampu mengalahkan kepentingan dirinya yang sempit,
mengembangkan dan mempertahankan visi dan ketetapan hati dengan memanfaatkannya untuk
mengembangkan sebuah visi yang hendak dicapai. Dengan demikian, penyuluh perikanan memiliki
inisiatif dalam mengembangkan pemahaman dan kesempatan mereka di sektor kelautan dan perikanan.
Penyuluh perikanan harus mampu menerapkan ”Prinsip” yang menentukan pertumbuhan dan
kesejahteraan pelaku utama perikanan dan di dalam suatu organisasi. Penyuluh perikanan merupakan
pribadi utuh yang memilih untuk mempengaruhi dan mengilhami orang lain untuk menemukan suara
mereka melalui prinsip-prinsip itu.

Penyuluh perikanan harus mampu memposisikan dirinya pada bagian integral dari perangkat
pengetahuan, keahlian, dan sikap. Sebagai perangkat tersebut, penyuluh perikanan pada gilirannya
mampu membendung hal-hal yang sifatnya adalah realitas baru, tantangan baru dan kemungkinan-
kemungkinan yang tidak terbatas. Selain itu, cerminan dari ketiga aspek tersebut menjadi motivasi bagi
penyuluh perikanan untuk melakukan tugas dan fungsinya terhadap pelaku utama perikanandalam
mengembangkan kemampuan sosial dan ekonominya, baik secara peribadi maupun kelembagaan.

Sebagai gambaran komparasi, seorang penyuluh perikanan harus memiliki elaborasi spesifik. Hal ini
terkait dengan sumberdaya alam bidang kelautan dan perikanan yang memiliki karakteristik tersendiri,
antara lain:

a) Dalam pengelolaan sumberdaya alam, digunakan pendekatan kawasan/wilayah pengembangan, dan


bukan pendekatan wilayah administrasi pemerintahan, seperti daerah aliran sungai, perairan umum,
sungai, danau, waduk, situ yang menjadi daerah ruaya ikan.

b) Masa penangkapan ikan yang umumnya efektif selama 8 (delapan) bulan dalam setahun, karena
sangat tergantung oleh cuaca dan iklim.

c) Hasil tangkapan yang diperoleh nelayan pada saat menangkap ikan tidak menentu karena memiliki
ciri khas perairan penangkapan bersifat terbuka (open access), milik bersama (common property), dan
sumberdaya yang tidak menetap.
d) Budidaya perikanan yang memerlukan persyaratan yang spesifik, yang berkaitan dengan
pemanfaatan perairan dan konservasi, pelestarian lingkungan (restocking, pengaturan ukuran jala,
pengaturan musim penangkapan, pengaturan ukuran alat tangkap, dan lain-lain).

e) Produk-produk kelautan dan perikanan mudah busuk (perishable food), sehingga perlu penanganan
dan pengolahan yang spesifik.

C. Falsafah dan Prinsip Penyuluhan Kelautan dan Perikanan

Pemahaman tentang falsafah sesuatu yang sangat penting sebagai dasar pengarah suatu kegiatan, dan
falsafah tersebut membawa kita pada suatu pemahaman yang mendasari atau menjadi landasan
melakukan kegiatan yang lebih layak untuk mendapatkan hasil yang prima. (Asngari) dalam Anonimous
(2003). Kata falsafah adalah bahasa Arab. Dalam bahasa Yunani adalah philosophia (phila= cinta;
sophia= hikmah). Falsafah dalam bahada Greek berarti love of wisdom, cinta pada kebiaksanaan yaitu
menunjukkan harapan/kemajuan untuk mencari fakta dan nilai kehidupan yang luhur. Pengertian
falsafah adalah sebagai suatu pandangan hidup, yang merupakan landasan pemikiran yang bersumber
pada kebijakan moral tentang segala sesuatu yang akan dan harus diterapkan dalam praktik. Falsafah
penyuluhan harus berpijak pada pentingnya pengembangan individu dalam perjalanan pertumbuhan
masyarakat itu sendiri. Ada empat hal penting yang harus diperhatikan oleh penyuluh sehubungan
dengan falsafah penyuluhan tersebut, yaitu:

1. Penyuluh harus bekerja sama dengan masyarakat, dan bukan bekerja untuk masyarakat;

2. Penyuluh tidak boleh menciptakan ketergantungan, tetapi justru harus mampu mendorong
kemandirian;

3. Penyuluhan harus selalu mengacu pada terwujudnya kesejahteraan hidup masyarakat; dan

4. Penyuluhan harus mengacu pada peningkatan harkat dan martabat manusia sebagai individu,
kelompok, dan masyarakat umumnya.

Di Amerika Serikat, dikembangkan falsafah penyuluhan yang kenal dengan istilah 3T, yaitu seperti
berikut.
Pada gambar di atas bahwa dalam penyuluhan harus mengandung unsur-unsur:

1. Pendidikan untuk mengubah pengetahuan, sikap dan keterampilan;

2. Membantu masyarakat agar mampu menolong dirinya sendiri, oleh karenanya harus ada
kepercayaan dari masyarakat sasaran; dan

3. Belajar sambil melakukan sesuatu, sehingga ada keyakinan atas kebenaran terhadap apa yang
diajarkan.

Kegiatan penelitian dan penyuluhan sangat berkaitan dan saling memerlukan. Oleh karena itu
kerjasama dan sinergi yang baik antara peneilti/lembaga penelitian dan penyuluh/lembaga penyuluhan
perlu terbina dengan baik (Asngari) dalam Anonimous, 2003. Selanjutnya disenutkan, berkaitan dengan
hal tersebut falsafah penelitian dan penyuluhan antara lain:

a. Selalu mengusahakan pembaharuan dan modernisasi IPTEKS.

b. Kebutuhan/keinginan/masalah masyarakat klien merupakan kegiatan primadona peneliti dan


penyuluh

c. Selalu mengikuti/sejalan dengan perkembangan dan kemajuan

d. Meningkatkan efisiensi dan efektivitas usaha

e. Meningkatkan kesejahteraan dan kemakmuran klien dan masyarakat pada umumnya

f. Meningkatkan kebersamaan/kerjasama amtara penyuluh dan peneilti/ antara lembaga penyuluhan


dan lembaga penelitian.

Sehubungan dengan falsafah penyuluhan seperti tersebut di atas,, perlu juga diketahui prinsip dari
penyuluhan. Prinsip adalah suatu pertanyaan tentang kebijaksanaan yang dijadikan pedoman dalam
pengambilan keputusan dan melaksanakan kegiatan secara konsisten. Oleh karena itu prinsip yang
berlaku umum, dapat diterima secara umum, dan telah diyakini kebenarannya dari berbagai hasil
pengamatan dalam kondisi yang beragam. Dengan demikian, ”prinsip” dapat dijadikan sebagai landasan
pokok yang benar, bagi pelaksanaan kegiatan yang akan dilaksanakan.

Meskipun ”prinsip” biasanya diterapkan dalam dunia akademis, tetapi setiap penyuluh dalam
melaksanakan kegiatannya harus berpegang teguh pada prinsip-prinsip yang sudah disepakati, karena
bila seorang penyuluh tidak memahami prinsip-prinsip penyuluhan dengan baik akan mengganggu
dalam pelaksanaan pekerjaannya.

Menurut Soekandar pada (Marzuki, S. 1999) prinsip penyuluhan banyak sekali jumlahnya, namun
beberapa hal yang penting mengenai prinsip penyuluhan adalah sebagai berikut:

1. Penyuluhan seharusnya diselenggarakan menurut keadaan yang nyata;

2. Penyuluhan seharusnya ditujukan kepada kepentingan dan kebutuhan sasaran;

3. Penyuluhan ditujukan kepada seluruh anggota keluarga pelaku utama;

4. Penyuluhan adalah pendidikan untuk demokrasi;

5. Harus ada kerjasama yang erat antara penyuluh, peneliti, dan lembaga lain yang terkait;

6. Rencana kerja penyuluhan sebaiknya disusun secara bersama antara pelaku utama dan penyuluh;
serta

7. Penyuluhan bersifat luwes dan dapat menyesuaikan diri terhadap perubahan.

Bertolak dari pemahaman penyuluhan sebagai salah satu sistem pendidikan, maka penyuluhan memiliki
prinsip-prinsip:

1. Mengerjakan, artinya kegiatan penyuluhan harus sebanyak mungkin melibatkan masyarakat untuk
mengerjakan/menerapkan sesuatu, karena dengan ”mengerjakan” mereka akan mengalami proses
belajar (baik dengan menggunakan pikiran, perasaan, dan keterampilannya) yang akan terus diingat
untuk jangka waktu yang lebih lama.

2. Akibat, artinya kegiatan penyuluhan harus memberikan akibat atau pengaruh yang baik atau
bermanfaat, sebab perasaan senang/puas atau tidak-senang/kecewa akan mempengaruhi semangatnya
untuk mengikuti kegiatan belajar/penyuluhan di masa-masa mendatang.

3. Asosiasi, artinya setiap kegiatan penyuluhan harus dikaitkan dengan kegiatan lainnya, sebab setiap
orang cenderung untuk mengaitkan/ menghubungkan kegiatannya dengan kegiatan/peristiwa yang
lainnya. Misalnya, dengan melihat cangkul orang ingat penyuluhan tentang persiapan lahan yang baik;
melihat tanaman yang kerdil/subur akan mengingatkannya kepada usaha-usaha pemupukan.

Selanjutnya diebutkan prinsip-prinsip penyuluhan harus mencangkup:

1. Minat dan Kebutuhan, artinya, penyuluhan akan efektif jika selalu mengacu kepada minat dan
kebutuhan masyarakat. Mengenai hal ini, harus dikaji secara mendalam, yang benar-benar menjadi
minat dan kebutuhan yang dapat menyenangkan setiap individu maupun segenap warga
masyarakatnya. Kebutuhan apa saja yang dapat dipenuhi sesuai dengan tersedianya sumberdaya, serta
minat dan kebutuhan mana yang perlu mendapat prioritas untuk dipenuhi terlebih dahulu.
2. Organisasi Masyarakat Bawah, artinya penyuluh akan efektif jika mampu melibatkan/menyentuh
organisasi masyarakat bawah.

3. Keragaman Budaya, artinya penyuluh harus memperhatikan adanya keragaman budaya.


Perencanaan penyuluhan harus selalu disesuaikan dengan budaya lokal. Dilain pihak, perencanaan
penyuluhan yang seragam untuk setiap wilayah sering kali akan menemui hambatan yang bersumber
pada keragaman budayanya.

4. Perubahan Budaya, artinya setiap kegiatan penyuluhan akan mengakibatkan perubahan budaya.
Kegiatan penyuluhan harus dilaksanakan dengan bijak dan hati-hati agar perubahan yang terjadi tidak
menimbulkan kejutan-kejutan budaya. Karena itu, setiap penyuluh perlu untuk terlebih dahulu
memperhatikan nilai-nilai budaya lokal seperti tabu, kebiasaan-kebiasaan, dan lain-lain.

5. Kerjasama dan Partisipasi, artinya penyuluhan hanya akan efektif jika mampu menggerakkan
partisipasi masyarakat untuk selalu bekerja sama dalam melaksanakan program-program penyuluhan
yang telah dirancang.

6. Demokrasi dalam Penerapan Ilmu, artinya dalam penyuluhan harus selalu memberikan kesempatan
pada masyarakatnya untuk memilih alternatif yang ingin diterapkan, serta penggunaan metoda
penyuluhan dan proses pengambilan keputusan yang dilakukan oleh masyarakat sasarannya

7. Belajar Sambil Bekerja, artinya dalam kegiatan penyuluhan harus diupayakan agar masyarakat
dapat ”belajar sambil bekerja” atau belajar dari pengalaman tentang segala sesuatu yang dikerjakan.
Dengan kata lain, penyuluhan tidak hanya sekedar menyampaikan informasi atau konsep-konsep
teoritis, tetapi harus memberikan kesempatan kepada masyarakat sasaran untuk mencoba atau melihat
pelaksanaan kegiatan secara nyata.

8. Penggunaan metode yang sesuai, artinya penyuluh harus melakukan penerapan metode yang
sesuai dengan kondisi (lingkungan fisik, kemampuan ekonomi, dan nilai sosial budaya) sasarannya.
Dengan kata lain, tidak ada satupun metoda yang dapat diterapkan di semua kondisi sasaran secara
efektif dan efisien.

9. Kepemimpinan, artinya penyuluh tidak dapat melakukan kegiatan-kegiatan yang hanya bertujuan
untuk kepentingan/kepuasannya sendiri, dan harus mampu mengembangkan kepemimpinan. Dalam
hubungan ini, penyuluh harus mampu menumbuhkan pemimpin-pemimpin lokal atau memanfaatkan
pemimpin lokal yang telah ada untuk membantu kegiatan penyuluhannya.

10. Spesialis yang telah terlatih, artinya penyuluh harus benar-benar orang yang telah memperoleh
latihan khusus tentang segala sesuatu yang sesuai dengan fungsinya sebagai penyuluh.

11. Segenap keluarga, artinya penyuluh harus memperhatikan keluarga sebagai satu kesatuan dari unit
sosial. Dalam hal ini, terkandung pengertian bahwa:

a. Penyuluhan harus dapat mempengaruhi segenap anggota keluarga;


b. Setiap anggota keluarga memiliki peran/pengaruh dalam setiap pengambilan keputusan;

c. Penyuluhan harus mampu mengembangkan pemahaman bersama;

d. Penyuluhan mengajarkan pengelolaan keuangan;

e. Penyuluhan mendorong keseimbangan antara kebutuhan keluarga dan kebutuhan usaha pelaku
utama;

f. Penyuluhan harus mampu mendidik anggota keluarga yang masih muda;

g. Penyuluhan harus mengembangkan kegiatan-kegiatan keluarga;

h. Memperkokoh kesatuan keluarga, baik yang menyangkut masalah sosial, ekonomi maupun budaya;
dan

i. Mengembangkan pelayanan keluarga terhadap masyarakatnya.

12. Kepuasan, artinya penyuluhan harus mampu mewujudkan tercapainya kepuasan. Adanya
kepuasaan akan sangat menentukan keikutsertaan sasaran pada program-program penyuluhan
selanjutnya.

Penyuluhan perikanan diselenggarakan sesuai dengan fisolofi dan prinsip-prinsip penyuluhan perikanan
serta prinsip-prinsip penyelenggaraan penyuluhan perikanan. Prinsip-prinsip penyelenggaraan
penyuluhan perikanan tersebut, mencakup:

1. Prinsip Otonomi Daerah dan Desentralisasi

Memberikan kewenangan kepada kelembagaan penyuluhan untuk menetapkan sendiri


penyelenggaraan penyuluhan perikanan sesuai dengan kondisinya masing-masing; dan bahwa
kebijaksanaan penyelenggaraan penyuluhan perikanan didasarkan atas dasar kebutuhan spesifik lokalita
serta dalam penyelenggaraannya menjadi kewenangan daerah otonomi pada tingkat kabupaten/kota
dalam kerangka Negara Kesatuan Republik Indonesia.

2. Prinsip Kemitrasejajaran

Memberikan landasan bahwa penyuluhan perikanan diselenggarakan berdasarkan atas kesetaraan


kedudukan antara penyuluh perikanan, pelaku utama, dan keluarganya beserta masyarakat perikanan.

3. Prinsip Demokrasi
Memberikan landasan bahwa penyuluhan perikanan diselenggarakan dengan menghargai dan
mengakomodasi berbagai pendapat dan aspirasi semua pihak yang terlibat dalam penyelenggaran
penyuluhan perikanan.

4. Prinsip Kesejahteraan

Memberikan landasan bahwa dalam penyuluhan perikanan semua pihak yang terlibat memiliki akses
yang sama untuk mendapatkan informasi yang diperlukan guna tumbuhnya rasa saling percaya dan
kepedulian yang besar.

5. Prinsip Keswadayaan

Memberikan landasan bahwa penyuluhan perikanan diselenggarakan atas dasar kemampuan menggali
potensi baik dalam bentuk tenaga, dana, maupun material yang dibutuhkan untuk pelaksanaan
kegiatan.

6. Prinsip Akuntabilitas

Memberikan landasan bahwa penyelenggaraan penyuluhan perikanan dapat dipertanggungjawabkan


kepada pelaku utama dan keluarganya beserta masyarakat perikanan.

7. Prinsip Integrasi

Memberikan landasan bahwa penyelenggaraan penyuluhan perikanan merupakan bagian yang tidak
terpisahkan dari kegiatan pembangunan perikanan dan kegiatan pembangunan lainnya.

8. Prinsip Keberpihakan

Memberikan landasan bahwa penyuluhan perikanan memperjuangkan dan berpihak kepada


kepentingan serta aspirasi pelaku utama.

Dari uraian tersebut di atas, makna yang terkandung dari prinsip penyuluhan perikanan ditinjau dari
pihak sasaran adalah sebagai berikut:

a. Pelaku utama belajar secara sukarela;


b. Materi penyuluhan didasarkan atas kebutuhan sasaran penyuluhan;

c. Secara potensi, keinginan, kemampuan, kesanggupan untuk maju sudah ada pada sasaran
penyuluhan, sehingga kebijaksanaan, suasana, fasilitas yang menguntungkan akan menimbulkan
kegairahan pelaku utama untuk berusaha;

d. Pelaku utama tidak bodoh, tidak konservatif, pelaku utama mampu belajar dan sanggup berkreasi;

e. Belajar dengan mengerjakan sendiri adalah efektif, apa yang dikerjakan/dialami sendiri akan
berkesan dan melekat pada diri pelaku utama dan menjadi kebiasaan baru; serta

f. Belajar dengan melalui pemecahan masalah yang dihadapi adalah praktis dan kebiasaan mencari
kemungkinan-kemungkinan yang lebih baik akan menjadikan pelaku utama seseorang yang berinisiatif
dan berswadaya.

Prinsip penyuluhan sesungguhnya adalah suatu upaya yang harus dilakukan untuk mewujudkan ketiga
belas azas yang telah dirumuskan dalam Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2006 sebagai penjelasan
diatas (eksplanasi definitif).

D. Tujuan Penyuluhan Perikanan

1. Eksplanasi tujuan menurut UU No. 16 Tahun 2006 tentang Sistem Penyuluhan Perikanan, Perikanan,
dan Kehutanan sebagaimana termaktub dalam Pasal 3, yakni tujuan pengaturan sistem penyuluhan
perikanan meliputi pengembangan sumberdaya manusia dan peningkatan modal sosial, yaitu:

a. memperkuat pengembangan perikanan yang maju dan modern dalam sistem pembangunan yang
berkelanjutan;

b. memberdayakan pelaku utama dan pelaku usaha dalam peningkatan kemampuan melalui
penciptaan iklim usaha yang kondusif, penumbuhan motivasi, pengembangan potensi, pemberian
peluang, peningkatan kesadaran, dan pendampingan serta fasilitasi;

c. memberikan kepastian hukum bagi terselenggaranya penyuluhan yang produktif, efektif, efisien,
terdesentralisasi, partisipatif, terbuka, berswadaya, bermitra sejajar, kesetaraan gender, berwawasan
luas kedepan, berwawasan lingkungan dan bertanggung gugat yang dapat menjamin terlaksananya
pembangunan perikanan;

d. memberikan perlindungan, keadilan, dan kepastian hukum bagi pelaku utama dan pelaku usaha
untuk mendapatkan pelayanan penyuluhan serta bagi penyuluh dalam melaksanakan penyuluhan; dan

e. mengembangkan sumberdaya manusia, yang maju dan sejahtera, sebagai pelaku dan sasaran
utama pembangunan perikanan.
2. Eksplanasi Definitif

a. Yang dimaksud dengan ”pengembangan sumberdaya manusia” antara lain peningkatan semangat,
wawasan, kecerdasan, keterampilan, serta ilmu pengetahuan dan teknologi untuk membentuk
kepribadian yang mandiri.

b. Yang dimaksud dengan ”peningkatan modal sosial” antara lain pembentukan kelompok, gabungan
kelompok, manajemen, kepemimpinan, akses modal, dan akses informasi.

Karena tujuan penyuluhan jangka panjang adalah terjadi peningkatan taraf hidup masyarakat dan
kesejahteraan masyarakat, maka hal ini hanya dapat dicapai apabila masyarakat telah melakukan
langkah-langkah sebagai berikut:

1. Better Fisheries, atau dengan kata lain untuk usaha budidaya ikan (better aquaculture) dan untuk
usaha penangkapan ikan (better catching/capturing), yakni mau dan mampu mengubah cara-cara usaha
dengan cara-cara yang lebih baik;

2. Better Business, berusaha yang lebih menguntungkan, mau dan mampu menjauhi para pengijon,
lintah darat, dan melakukan teknis pemasaran yang benar;

3. Better Living, hidup lebih baik dengan mampu menghemat, tidak berfoya-foya dan setelah
berlangsungnya masa panen, bisa menabung, bekerja sama memperbaiki sanitasi lingkungan, dan
mampu mencari alternatif lain dalam hal usaha, misal mendirikan industri rumah tangga yang lain
dengan mengikutsertakan keluarganya guna mengisi kekosongan waktu selama menunggu panen
berikutnya.

E. Fungsi Penyuluhan Perikanan

Fungsi penyuluhan perikanan menurut UU No. 16 Tahun 2006 tentang Sistem Penyuluhan Pertanian,
Perikanan, dan Kehutanan sebagaimana termaktub dalam Pasal 4, yaitu:

1. memfasilitasi proses pembelajaran pelaku utama dan pelaku usaha;

2. mengupayakan kemudahan akses pelaku utama dan pelaku usaha ke sumber informasi, teknologi,
dan sumberdaya lainnya agar mereka dapat mengembangkan usahanya;

3. meningkatkan kemampuan kepemimpinan, manajerial, dan kewirausahaan pelaku utama dan pelaku
usaha;
4. membantu pelaku utama dan pelaku usaha dalam menumbuhkembangkan organisasinya menjadi
organisasi ekonomi yang berdaya saing tinggi, produktif, menerapkan tata kelola berusaha yang baik,
dan berkelanjutan;

5. membantu menganalisis dan memecahkan masalah serta merespon peluang dan tantangan yang
dihadapi pelaku utama dan pelaku usaha dalam mengelola usaha;

6. menumbuhkembangkan kesadaran pelaku utama dan pelaku usaha terhadap kelestarian fungsi
lingkungan; serta

7. melembagakan nilai-nilai budaya pembangunan perikanan yang maju dan modern bagi pelaku utama
secara berkelanjutan.

Fungsi penyuluhan adalah menjembatani kesenjangan antara praktik yang biasa dijalankan oleh sasaran
dengan pengetahun dan teknologi yang selalu berkembang menjadi kebutuhan sasaran tersebut.
Dengan demikian, penyuluhan dengan para penyuluhnya merupakan penghubung yang bersifat dua
arah (two way traffic) antara :

1. pengetahuan yang dibutuhkan sasaran dengan pengalaman yang biasa dilakukan oleh sasaran; dan

2. pengalaman baru yang terjadi pada pihak para ahli dengan kondisi yang nyata dialami oleh sasaran.

Untuk itu, fungsi penyuluhan dapat dianggap sebagai penyampai dan penyesuai program nasional dan
regional agar dapat diikuti dan dilaksanakan oleh masyarakat, sehingga program-program masyarakat
yang disusun dengan itikad baik akan berhasil dan mendapat partisipasi masyarakat.

F. Rangkuman

Falsafah penyuluhan yang penting dalam penyelenggaraan penyuluhan perikanan antara lain: (1)
Penyuluh harus bekerja sama dengan masyarakat, dan bukan bekerja untuk masyarakat; (2) Penyuluh
tidak boleh menciptakan ketergantungan, tetapi justru harus mampu mendorong kemandirian; (3)
Penyuluhan harus selalu mengacu pada terwujudnya kesejahteraan hidup masyarakat; dan (4)
Penyuluhan harus mengacu pada peningkatan harkat dan martabat manusia sebagai individu, kelompok,
dan masyarakat umumnya.

Asas menurut UU No. 16 Tahun 2006 tentang Sistem Penyuluhan Perikanan, Perikanan dan Kehutanan,
sesuai dengan Pasal 2, penyuluhan perikanan diselenggarakan berasaskan demokrasi, manfaat,
kesetaraan, keterpaduan, keseimbangan, keterbukaan, kerja sama, partisipatif, kemitraan,
berkelanjutan, berkeadilan, pemerataan, dan bertanggung gugat.

Berdasarkan pada pemahaman penyuluhan sebagai salah satu sistem pendidikan, maka penyuluhan
memiliki prinsip-prinsip: (1) Mengerjakan, artinya kegiatan penyuluhan harus sebanyak mungkin
melibatkan masyarakat untuk mengerjakan/menerapkan sesuatu; (2) Akibat, artinya kegiatan
penyuluhan harus memberikan akibat atau pengaruh yang baik atau bermanfaat; dan (3) Asosiasi,
artinya setiap kegiatan penyuluhan harus dikaitkan dengan kegiatan lainnya.

Prinsip-prinsip penyuluhan mencakup:

1. Minat dan Kebutuhan, artinya penyuluhan akan efektif jika selalu mengacu kepada minat dan
kebutuhan masyarakat;

2. Organisasi Masyarakat Bawah, artinya penyuluh akan efektif jika mampu melibatkan/menyentuh
organisasi masyarakat bawah;

3. Keragaman Budaya, artinya penyuluh harus memperhatikan adanya keragaman budaya;

4. Perubahan Budaya, artinya setiap kegiatan penyuluhan akan mengakibatkan perubahan budaya;

5. Kerjasama dan Partisipasi, artinya penyuluhan hanya akan efektif jika mampu menggerakkan
partisipasi masyarakat untuk selalu bekerja sama dalam melaksanakan program-program penyuluhan
yang telah dirancang;

6. Demokrasi dalam Penerapan Ilmu, artinya dalam penyuluhan harus selalu memberikan kesempatan
pada masyarakatnya untuk memilih alternatif yang ingin diterapkan, serta penggunaan metoda
penyuluhan dan proses pengambilan keputusan yang dilakukan oleh masyarakat sasarannya;

7. Belajar Sambil Bekerja, artinya dalam kegiatan penyuluhan harus diupayakan agar masyarakat
dapat ”belajar sambil bekerja” atau belajar dari pengalaman tentang segala sesuatu yang dikerjakan;

8. Penggunaan metode yang sesuai, artinya penyuluh harus melakukan penerapan metode yang
sesuai dengan kondisi (lingkungan fisik, kemampuan ekonomi, dan nilai sosial budaya) sasarannya;

9. Kepemimpinan, artinya penyuluh tidak dapat melakukan kegiatan-kegiatan yang hanya bertujuan
untuk kepentingan/kepuasannya sendiri, dan harus mampu mengembangkan kepemimpinan;

10. Spesialis yang telah terlatih, artinya penyuluh harus benar-benar orang yang telah memperoleh
latihan khusus tentang segala sesuatu yang sesuai dengan fungsinya sebagai penyuluh;

11. Segenap keluarga, artinya penyuluh harus memperhatikan keluarga sebagai satu kesatuan dari unit
sosial; dan

12. Kepuasan, artinya penyuluhan harus mampu mewujudkan tercapainya kepuasan.

Tujuan penyuluhan jangka panjang adalah: (1) Better Fisheries, ada dengan kata lain better aquaculture
atau better catching/capturing; (2) Better Business; dan (3) Better Living.

Eksplanasi fungsi menurut UU No. 16 Tahun 2006 tentang Sistem Penyuluhan Pertanian, Perikanan dan
Kehutanan, sebagaimana termaktub dalam Pasal 4, yaitu:
1. memfasilitasi proses pembelajaran pelaku utama dan pelaku usaha;

2. mengupayakan kemudahan akses pelaku utama dan pelaku usaha ke sumber informasi, teknologi,
dan sumberdaya lainnya agar mereka dapat mengembangkan usahanya;

3. meningkatkan kemampuan kepemimpinan, manajerial, dan kewirausahaan pelaku utama dan pelaku
usaha;

4. membantu pelaku utama dan pelaku usaha dalam menumbuhkembangkan organisasinya menjadi
organisasi ekonomi yang berdaya saing tinggi, produktif, menerapkan tata kelola berusaha yang baik,
dan berkelanjutan;

5. membantu menganalisis dan memecahkan masalah serta merespon peluang dan tantangan yang
dihadapi pelaku utama dan pelaku usaha dalam mengelola usaha;

6. menumbuhkembangkan kesadaran pelaku utama dan pelaku usaha terhadap kelestarian fungsi
lingkungan; dan

7. melembagakan nilai-nilai budaya pembangunan perikanan yang maju dan modern bagi pelaku utama
secara berkelanjutan.

G. Latihan

1. Sebutkan dan jelaskan falsafah penyuluhan dan implementasinya di lapangan!

2. Sebutkan dan jelaskan azas-azas penyuluhan!

3. Sebutkan dan jelaskan prinsip-prinsip penyuluhan yang paling penting dalam penyelenggaraan
penyuluhan!

4. Sebutkan dan jelaskan fungsi penyuluhan perikanan berdasarkan UU No. 16 tentang SP3K!

BAB III

PENYELENGGARAAN PENYULUHAN PERIKANAN


Potensi sumberdaya kelautan dan perikanan Indonesia sangat besar, dengan garis pantai sepanjang
81.000 km, dan luas perairan laut sekitar 5,8 juta km2, luas hamparan budidaya yang lebih dari 15,59
juta hektar, serta luas perairan umum 5,4 juta ha (data tahun 2009), mampu memberikan manfaat
dengan perkiraan nilai ekonomi sebesar US$ 82 miliar per tahun.

Sejalan dengan kondisi di atas, keberadaan penyuluh perikanan memegang peranan yang sangat penting
dalam melakukan pembinaan dan pendampingan kepada nelayan, pembudidaya ikan, dan pengolah
ikan serta pelaku usaha bidang perikanan lainnya. Selanjutnya, diharapkan memberi manfaat yang nyata
kepada para pelaku utama dan pelaku usaha tersebut untuk dapat mengelola usahanya secara efektif,
efisien, dan menguntungkan, sehingga pada gilirannya berdampak pada meningkatnya
kesejahteraannya serta terjaganya sumberdaya laut dan ikan yang lestari.

Peranan penting lain yang dilakukan penyuluh di perikanan adalah melakukan pendampingan usaha,
terkait dengan teknologi, informasi dan kebijakan pemerintah di bidang kelautan dan perikanan melalui
penyelenggaraan penyuluhan yang efektif. Dalam melaksanakan perannya tersebut, penyuluh perikanan
melakukan tugas membina, memfasilitasi dan mendampingi pelaku bisnis perikanan untuk dapat
berusaha lebih baik agar dapat memanfaatkan sumberdaya kelautan dan perikanan yang lebih
berdayaguna, berhasilguna, dan dapat meningkatkan kesejahteraan keluarganya. Sejalan dengan itu,
penyuluh perikanan yang diperlukan adalah penyuluh yang profesional, artinya penyuluh tersebut harus
merupakan ahli penyuluhan di bidang kelautan dan perikanan, dan spesialis di bidang kelautan dan
perikanan. Hal ini juga amat terkait dengan karakteristik yang khas dari kelautan dan perikanan, yang
berbeda dengan kegiatan non kelautan dan perikanan.

Dari berbagai pertimbangan di atas, dalam menangani penyuluhan di bidang kelautan dan perikanan
cakupannya memiliki beberapa kekhasan yang menjadi pembeda dengan bidang lainnya antara lain
yaitu:

1 Dari aspek legislasi ada Undang-Undang yang menaungi penyuluhan kelautan dan perikanan, yaitu
Undang-Undang Nomor 31 tahun 2004 tentang Perikanan, Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2006
tentang Sistem Penyuluhan Pertanian, Perikanan, dan Kehutanan, dan Undang-Undang Nomor 27 tahun
2007 tentang Pengelolaan Wilayah pesisir dan Pulau-Pulau Kecil.

2 Dari aspek kelembagaan, selama 2 kabinet dan juga rencana Undang-Undang


kementerian/departemen ke depan, ada departemen yang khusus mengemban dan menaungi
pelaksanaan tugas dan fungsi tersebut dan menjadi instansi pembina bagi sumber daya manusia yang
menjalankan tugas dan fungsi penyuluh perikanan, yaitu Departemen Kelautan dan Perikanan.

3 Secara biofisik, sifat, karakteristik, dan bentuk kegiatan kelautan dan perikanan sangat spesifik
dengan ketergantungan tinggi terhadap musim dan iklim sehingga dalam pengelolaan sumberdaya
menjadi kompleks dan cukup pelik, yaitu:

a. Kegiatan kelautan dan perikanan berisiko tinggi (risky), sehingga harus dapat menjadi layak kelola
(manageable);
b. Kegiatan kelautan dan perikanan relatif membutuhkan investasi tinggi (relatively high investment),
sehingga harus menjadi layak akses (accessible); dan

c. Kegiatan kelautan dan perikanan cenderung membutuhkan penerapan ilmu pengetahuan dan
teknologi yang spesifik (specific knowledge and technology), sehingga harus adaptif dan aplikatif di
tingkat pengguna (adaptable and applicable).

Dengan situasi dan kondisi di atas, maka keberadaan para penyuluh perikanan amat diperlukan, guna
menjalankan fungsi intermediasi antara pelaku utama dan pelaku usaha dengan sumber permodalan,
teknologi, dan informasi.

a. Tingginya variabilitas dalam kegiatan kelautan dan perikanan berdampak pada tingginya
keberagaman penyebaran penggunaan dan penanganan sumberdaya alam, yang berbeda dengan usaha
non kelautan dan perikanan yang relatif seragam.

b. Dalam pengelolaan aspek kelautan, maka penanganannya merupakan bagian yang integral dan tidak
dapat dipisah dari aspek perikanan. Di samping itu, secara khusus pengelolaan kelautan sangat terkait
dengan aturan internasional, seperti UNCLOS 82-UU No. 17/85 termasuk zona ekonomi eksklusif (ZEE),
Agenda of Science for Environment and Development into the 21st Century (ASCEND 21/Agenda 21),
aturan illegal, unreported, and unregulated fishing (IUU), serta Code of Conduct for Responsible
Fisheries (CCRF), yang didalamnya terdapat isu-isu strategis yang berhubungan dengan kedaulatan
bangsa dan negara, antara lain isu batas negara, pengelolaan sumberdaya kelautan dan perikanan, serta
pengelolaan sumberdaya manusia dan sumberdaya alam pulau-pulau kecil;

c. Secara keilmuan, eksistensi ilmu kelautan dan perikanan yang tersebar di berbagai perguruan tinggi
merupakan kecabangan ilmu tersendiri, termasuk fungsi penyuluhan perikanan.

Atas dasar perbedaan: fungsi produksi pada proses budidaya, penangkapan, dan pengolahan hasil ikan;
karakteristik yang khas dari nelayan dan masyarakat pesisir, terutama sikap dan perilakunya; tingkat
mobilitas yang tinggi para nelayan; keterbatasan kuantitas dan kualitas aparat perikanan di berbagai
daerah; dan potensi unsur swasta untuk berperan dalam penyuluhan; maka diperlukan Sistem
Penyuluhan Perikanan yang spesifik. Untuk itu, karakteristik sistem penyuluhan perikanan yang
produktif, efektif, efisien, dinamis dan profesional dalam sektor kelautan dan perikanan mensyaratkan:

1. Bertumpu kepada sumber daya ikan dan bersifat pemanfaatan bersama (open access and common
property );

2. Bertumpu kepada sentra-sentra kegiatan kelautan dan perikanan;

3. Bertumpu kepada geografis wilayah negara kepulauan;

4. Keterpaduan program yang berwawasan bisnis kelautan dan perikanan dan kelestarian lingkungan;

5. Didukung oleh profesionalisme penyuluh.

6. Digerakkan oleh kepemimpinan para pelaku utama;


7. Bertumpu pada kekuatan kerja sama;

8. Bertumpu pada otonomi daerah;

9. Diwadahi oleh kekuatan kelembagaan; dan

10. Dilayani oleh kesatuan korps penyuluh;

Selama ini penyuluh perikanan merupakan bagian dari penyuluh pertanian, dalam jabatan fungsional
rumpun ilmu hayat, sebagaimana tertuang dalam Keputusan Menko WASBANGPAN NO 19 TAHUN 1999.
Dalam pelaksanaannya para penyuluh yang menangani kelautan dan perikanan tidak fokus di bidangnya,
karena harus menangani tugas secara polivalen dan bukan spesialisasi. Hal ini mengakibatkan capaian
kegiatannya selama ini menjadi kurang berdaya guna dan berhasil guna serta pelaksanaan tugas
penyuluh bidang perikanan menjadi tidak profesional.

Untuk itu, sistem penyuluhan kelautan dan perikanan diarahkan untuk mengembangkan
profesionalisme penyuluh sebagai profesi yang mandiri, melalui pengembangan keahlian dan
keberpihakan kepada nelayan, pembudidaya ikan, dan pengolah ikan, serta meningkatkan citra
penyuluhan. Dengan demikian, maka sangat diperlukan keberadaan penyuluh fungsional yang
berkualitas dibidangnya, dengan jumlah yang proporsional dan tidak berlebihan, sehingga efisien dan
efektif dalam memberikan pelayanan.

Penyuluh perikanan yang profesional tersebut akan terbentuk, jika didukung dengan;

1. Ketersediaan fasilitas penyuluhan yang memadai, seperti sarana mobilitas;

2. Peningkatan kapasitas kemampuan yang intensif, terencana, terarah, dan terukur;

3. Spesialisasi yang jelas di bidang penyuluhan kelautan dan perikanan, serta ahli di bidang kelautan
dan perikanan; serta

4. Kepastian jenjang jabatan fungsional yang kondusif dan akomodatif

Secara kelembagaan, keberadaan Penyuluh Perikanan di samping menjalankan fungsi pemberdayaan


para pelaku utama, juga mempunyai fungsi cukup besar dalam menyebarkan informasi pesan
pembangunan kelautan dan perikanan, yang meliputi aspek pengelolaan penangkapan ikan,
pembudidayaan, konservasi, pemasaran hasil perikanan, pemberdayaan masyarakat pesisir dan pulau-
pulau kecil, serta pengawasan, dan lain-lain.

Selain itu, sebagai unsur SDM kelautan dan perikanan, para penyuluh tersebut berperan penting dalam
akselerasi pembangunan kelautan dan perikanan khususnya dalam revitalisasi penyuluhan kelautan dan
perikanan menuju industrialisasi perikanan.

Kondisi tersebut menjadikan justifikasi bahwa penyuluhan kelautan dan perikanan harus ditangani
secara khusus, tersendiri, dan mandiri, dan selanjutnya para penyuluh perikanan membutuhkan aspek
legalitas bagi keberadaannya.
Beberapa hal utama yang dilakukan dalam penyelenggaraan penyuluhan adalah sebagai berikut:

1. Mewujudkan sistem penyuluhan perikanan yang menjamin terselenggaranya penyuluhan perikanan


secara produktif, efektif dan efisien, dinamis dan profesional;

2. Mengembangkan model model penyuluhan perikanan partisipatif untuk membangun kemampuan


pelaku utama dan pelaku usaha yang mandiri dan mampu menolong dirinya sendiri;

3. Menjadikan penyuluh perikanan sebagai konsultan serta mitra sejati pelaku utama dan pelaku usaha
dalam pendampingan pengembangan kemampuan berusaha bisnis perikanan dalam rangka peningkatan
ketahanan pangan, peningkatan nilai tambah, peningkatan daya saing yang akhirnya akan mampu
meningkatkan pendapatan keluarga;

4. Memfasilitasi proses pembelajaran bagi pelaku utama dan pelaku usaha;

5. Mengupayakan kemudahan akses pelaku utama dan pelaku usaha ke sumber informasi, teknologi,
dan sumber daya lainnya agar mereka dapat mengembangkan usahanya;

6. Meningkatkan kemampuan kepemimpinan, manajerial, dan kewirausahaan pelaku utama dan pelaku
usaha; serta

7. Membantu pelaku utama dan pelaku usaha dalam menumbuhkembangkan organisasinya menjadi
organisasi ekonomi yang berdaya saing tinggi, produktif, menerapkan tata kelola berusaha yang baik,
dan berkelanjutan.

A. Sasaran Penyuluhan Perikanan

Berdasarkan UU No 16 tahun 2006, Pihak yang paling berhak memperoleh manfaat penyuluhan
meliputi:

1. Sasaran utama penyuluhan, yaitu pelaku utama dan pelaku usaha:

a. Pelaku utama kegiatan perikanan adalah nelayan, pembudidaya ikan, dan pengolah ikan; serta

b. Pelaku usaha adalah perorangan warga negara Indonesia atau badan hukum yang dibentuk menurut
hukum Indonesia yang mengelola sebagian atau seluruh kegiatan usaha perikanan dari hulu sampai hilir.

c. Sasaran antara penyuluhan yaitu pemangku kepentingan lainnya yang meliputi kelompok atau
lembaga pemerhati perikanan, perikanan, dan kehutanan serta generasi muda dan tokoh masyarakat.

Pada dasarnya, sasaran penyuluhan adalah manusia biasa dengan segala keterbatasan dan kelebihan
masing-masing, sehingga secara umum kondisi yang demikian sangat mempengaruhi efektivitas
penyuluhan. Beberapa hal yang perlu diamati pada diri sasaran penyuluhan adalah ada tidaknya
motivasi pribadi sasaran penyuluhan dalam melakukan suatu perubahan. Menurut Samsudin (1992),
sasaran penyuluhan sebenarnya tidak hanya individunya saja, tetapi meliputi juga keluarganya,
kelompok masyarakat yang terlibat langsung maupun tidak langsung dalam usahanya.

Pada kenyataannya, kegiatan penyuluhan akan berhadapan dengan sasaran penyuluhan yang sangat
beragam, baik ragam kondisi wilayahnya, maupun keragaman keadaan sosial ekonominya. Oleh karena
itu, strategi penyuluhan perikanan yang akan diterapkan harus selalu memperhatikan tujuan
penyuluhan dan kaitannya dengan keragaman keadaan sasaran, serta harus di upayakan untuk selalu
dapat menembus kendala-kendala yang biasanya muncul dari keragaman-keragaman keadaan sasaran
itu.

Beberapa keragaman yang sering menjadi kendala penyuluhan perikanan adalah:

a. Keragaman zona ekologi perikanan, yang sering kali hanya cocok untuk komoditi-komoditi tertentu
dan teknologi tertentu yang akan diterapkan;

b. Keragaman dalam kemampuannya untuk menyediakan sumberdaya yang diperlukan (pengetahuan,


keterampilan, dana, kelembagaan);

c. Keragaman jenis kelamin, yang bersama-sama dengan nilai-nilai sosial budaya sering muncul
sebagai kendala dalam pelaksanaan penyuluhan perikanan. Untuk itu, perlu diperhatikan bahwa, kaum
perempuan masih sering belum dilibatkan dalam pelaksanaan penyuluhan perikanan, padahal mereka
merupakan tenaga kerja (baik sebagai pengelola maupun pelaksana) yang potensial dalam kegiatan
perikanan; dan

d. Keragaman umur sasaran. Dalam kaitan ini, kelompok pemuda pelaku utama berumur 15-24 tahun
sesungguhnya merupakan sasaran yang potensial, tetapi seringkali juga belum dilibatkan secara aktif
dalam penyuluhan perikanan (baik sebagai sasaran utama penyuluhan maupun sebagai sasaran antara
penyuluh perikanan).

Berkenaan dengan masalah ini, strategi penyuluhan kelautan dan perikanan harus memperhatikan hal-
hal sebagai berikut:

a. Pemetaan wilayah penyuluhan kelautan dan perikanan yang akan di layani, khususnya pemetaan
wilayah berdasarkan keadaan keragaman ekologi perikanannya;

b. Upaya melibatkan seluruh lapisan masyarakat, baik yang berkaitan dengan kategori Pelaku Utama
berdasarkan keinovatifannya, kemampuannya menyediakan sumberdaya, jenis kelamin/gender, dan
umurnya dalam kegiatan penyuluhan perikanan; dan

c. Pengembangan rekomendasi teknologi yang tepat guna.


Kegiatan penyuluhan akan berhadapan dengan sasaran penyuluhan yang sangat beragam, baik ragam
kondisi wilayahnya, maupun keragaman keadaan sosial ekonominya. Karena itu, strategi penyuluhan
kelautan dan perikanan yang akan diterapkan harus selalu memperhatikan tujuan penyuluhan dan
kaitannya dengan keragaman keadaan sasaran, serta harus diupayakan untuk selalu dapat menembus
kendala-kendala yang biasanya muncul dari keragaman-keragaman keadaan sasaran itu.

Beberapa keragaman yang sering menjadi kendala penyuluhan kelautan dan perikanan adalah: (1)
Keragaman zona ekologi perikanan; (2) Keragaman dalam kemampuannya untuk menyediakan
sumberdaya yang diperlukan (pengetahuan, keterampilan, dana, kelembagaan); (3) Keragaman jenis
kelamin; dan (4) Keragaman umur sasaran.

B. Ketenagaan Penyuluhan Kelautan dan Perikanan

Berdasarkan UU No. 16 tahun 2006, yang dimaksud dengan tenaga penyuluh perikanan meliputi
penyuluh PNS, penyuluh swasta, dan/atau penyuluh swadaya. Pada hakekatnya setiap orang yang
mempunyai pengetahuan tentang perikanan dan mampu berkomunikasi dapat menjadi penyuluh
perikanan.

Pelaku penyuluhan perikanan meliputi:

1. Penyuluh PNS adalah Pegawai Negeri Sipil yang diangkat oleh pejabat yang berwenang dalam
jabatan fungsional penyuluh perikanan;

2. Penyuluh Swasta adalah seseorang yang diberi tugas oleh perusahaan yang terkait dengan usaha
perikanan, baik secara langsung atau tidak langsung melaksanakan tugas penyuluhan perikanan, serta
mempnyai kompetensi dalam bidang penyuluhan perikanan; dan

3. Penyuluh Swadaya adalah pelaku utama yang berhasil dalam usahanya dan warga masyarakat
lainnya yang dengan kesadarannya sendiri mau dan mampu menjadi penyuluh perikanan.

C. Materi Penyuluhan Kelautan dan Perikanan

Dalam UU Nomor 16 tahun 2006, disebutkan bahwa:

1 Materi penyuluhan dibuat berdasarkan kebutuhan dan kepentingan pelaku utama dan pelaku usaha
dengan memperhatikan kemanfaatan dan kelestarian sumberdaya perikanan, perikanan, dan
kehutanan.

2 Materi penyuluhan sebagaimana dimaksud diatas berisi unsur pengembangan sumberdaya manusia
dan peningkatan modal sosial serta unsur ilmu pengetahuan, teknologi, informasi, ekonomi,
manajemen, hukum, dan pelestarian lingkungan.
3 Materi penyuluhan dalam bentuk teknologi tertentu yang akan disampaikan kepada pelaku utama
dan pelaku usaha harus mendapat rekomendasi dari lembaga pemerintah, kecuali teknologi yang
bersumber dari pengetahuan tradisional.

4 Lembaga pemerintah pemberi rekomendasi wajib mengeluarkan rekomendasi segera setelah proses
pengujian dan administrasi selesai.

5 Teknologi tertentu sebagaimana dimaksud diatas ditetapkan oleh Menteri.

6 Ketentuan mengenai pemberian rekomendasi pada materi penyuluhan dilaksanakan sesuai dengan
peraturan perundang-undangan.

D. Rangkuman

Berdasarkan UU No 16 tahun 2006, Pihak yang paling berhak memperoleh manfaat penyuluhan
meliputi:

1. Sasaran utama penyuluhan yaitu Pelaku utama kegiatan perikanan adalah nelayan, pembudidaya
ikan, dan pengolah ikan; serta Pelaku usaha, yaitu perorangan warga negara Indonesia atau badan
hukum yang dibentuk menurut hukum Indonesia yang mengelola sebagian atau seluruh kegiatan usaha
perikanan dari hulu sampai hilir.

2. Sasaran antara penyuluhan yaitu pemangku kepentingan lainnya yang meliputi kelompok atau
lembaga pemerhati perikanan, perikanan, dan kehutanan serta generasi muda dan tokoh masyarakat.

3. Sasaran penyuluhan sebenarnya tidak hanya individunya saja, tetapi meliputi juga keluarganya,
kelompok masyarakat yang terlibat langsung maupun tidak langsung dalam usahanya.

4. Tenaga penyuluh perikanan meliputi Penyuluh PNS, penyuluh swasta dan/atau penyuluh swadaya.
Penyuluh PNS adalah Pegawai Negeri Sipil yang diangkat oleh pejabat yang berwenang dalam jabatan
fungsional penyuluh. Penyuluh Swasta adalah seseorang yang diberi tugas oleh perusahaan yang terkait
dengan usaha perikanan, baik secara langsung atau tidak langsung melaksanakan tugas penyuluhan
perikanan. Penyuluh Swadaya adalah penyuluh yang berasal dari pelaku utama perikanan sebagai ketua
kelompok atau kontak pelaku utama perikanan.

5. Materi penyuluhan dibuat berdasarkan kebutuhan dan kepentingan pelaku utama dan pelaku usaha
dengan memperhatikan kemanfaatan dan kelestarian sumber daya perikanan, perikanan, dan
kehutanan. Materi penyuluhan sebagaimana dimaksud diatas berisi unsur pengembangan sumber daya
manusia dan peningkatan modal sosial serta unsur ilmu pengetahuan, teknologi, informasi, ekonomi,
manajemen, hukum, dan pelestarian lingkungan. Materi penyuluhan dalam bentuk teknologi tertentu
yang akan disampaikan kepada pelaku utama dan pelaku usaha harus mendapat rekomendasi dari
lembaga pemerintah, kecuali teknologi yang bersumber dari pengetahuan tradisional.
E. Latihan

1. Sebutkan dan jelaskan sasaran penyuluhan perikanan!

2. Sebutkan dan jelaskan secara ketenagaan katagori penyuluh perikanan! Dalam kategori penyuluh
apa anda saat ini dan sebutkan salah satu tugas anda?

3. Sebutkan dan pertimbangan dalam menetapkan materi penyuluhan perikanan!

BAB IV

STRATEGI PENYULUHAN KELAUTAN DAN PERIKANAN

A. Perumusan Strategi Penyuluhan Kelautan dan Perikanan

Pentingnya kegiatan penyuluhan yang harus dilaksanakan pada tahapan-tahapan pembangunan


perikanan terdiri atas 6 (enam) tahap, yaitu:

1. Tahapan pra pembangunan. Pada tahapan ini, kegiatan penyuluhan perikanan belum dilaksanakan,
tetapi sedang dipersiapkan.

2. Tahapan eksperimental. Pada tahapan ini, penyuluhan perikanan diharapkan telah mencapai sekitar
1-20 persen Pelaku Utama sasarannya, yakni untuk dijadikan pelaksana pengujian atau demonstrator
pada kegiatan-kegiatan demonstrasi yang dilaksanakan dan dikembangkan oleh para penyuluh
perikanan.

3. Tahapan pengembangan komoditi. Pada tahapan ini, penyuluhan perikanan diharapkan sudah harus
menjangkau 20-40 persen Pelaku Utama, untuk mengadopsi penerapan input-input baru.

4. Tahapan pemantapan komoditi. Pada tahapan ini, penyuluhan diharapkan telah menjangkau 100
persen Pelaku Utama yang dilibatkan dalam keseluruhan proses usahapelaku utama yang mencakup:
alokasi sumberdaya, pengorganisasikan Pelaku Utama, pemasaran (pengendalian harga input dan harga
produk), serta upaya-upaya dalam mengubah perilaku dari Pelaku Utama subsisten ke Pelaku Utama
komersial.
5. Tahapan diversifikasi usaha pelaku utama bernilai tinggi. Pada tahapan ini, penyuluhan diharapkan
sudah menjangkau 100 persen Pelaku Utama yang dilibatkan pada usaha pelaku utama komersial yang
memproduksi produk-produk perikanan bernilai ekonomi tinggi.

6. Tahapan intensifikasi modal. Pada tahapan ini, penyuluhan diharapkan telah menjangkau 100
persen Pelaku Utama yang dilibatkan dalam upaya pemanfaatan lahan secara optimal dengan
penggunaan modal yang semakin insentif (baik untuk investasi maupun eksploitasi).

Di samping itu, perumusan strategi penyuluhan kelautan dan perikanan juga harus diarahkan untuk
meningkatkan keterlibatan kaum perempuan dan generasi muda dalam penyuluhan perikanan. Khusus
yang menyangkut peningkatan peran wanita/perempuan dalam penyuluhan perikanan, perlu
diperhatikan bahwa:

1. Kaum perempuan terbukti memberikan kontribusi yang besar dalam perikanan, tetapi masih jarang
dilibatkan dalam pertemuan-pertemuan atau kegiatan penyuluhan perikanan; dan

2. Kaum perempuan belum memperoleh perhatian yang sederajat dengan kaum pria, baik dalam
kegiatan penyuluhan maupun dalam pelaksanaan seluruh kegiatan perikanan.

Sejalan dengan itu, upaya peningkatan peran generasi muda, perlu dilaksanakan kegiatan-kegiatan
penyuluhan kelautan dan perikanan yang bertujuan untuk menyiapkan mereka sebagai Pelaku Utama
komersial (wirausahawan) yang tangguh di masa depan. Untuk itu, beberapa program/kegiatan yang
perlu dirancang adalah:

1. Pengembangan kepemimpinan, untuk menyiapkan mereka sebagai pelopor pembangunan di masa


depan;

2. Kewarganegaraan, untuk memupuk rasa tanggung jawab sebagai warga negara, yang peka terhadap
masalah-masalah pembangunan nasional dan selalu sadar tentang perlunya pembangunan; serta

3. Pengembangan pribadi, khususnya yang berkaitan dengan perilaku, kepercayaan diri, dan
keterampilan mengemukakan pendapat melalui latihan berorganisasi.

Kegiatan penyuluhan kelautan dan perikanan adalah suatu kegiatan yang memiliki tujuan yang jelas dan
harus dapat dicapai. Oleh sebab itu, setiap pelaksanaan penyuluhan perikanan perlu dilandasi oleh
strategi kerja tertentu demi keberhasilannya untuk mencapai tujuan yang diinginkan.

Dalam kaitan ini, sebelum merumuskan suatu strategi yang ingin diterapkan, setiap kegiatan penyuluhan
kelautan dan perikanan perlu untuk selalu mengingat peranan penyuluhan sebagai perantara atau
penghubung antara “kegiatan penelitian perikanan” (yang selalu berupaya menemukan dan
mengembangkan teknologi perikanan) dan “penerapan teknologi” yang dilaksanakan Pelaku Utama
sebagai pengguna hasil-hasil penelitian.
Lebih lanjut, sebagai pertimbangan penentu strategi yang akan diterapkan, perlu diperhatikan beberapa
hal yang menyangkut:

1) Spesifikasi tujuan penyuluhan untuk mencapai sasaran pembangunan perikanan;

2) Identifikasi kategori Pelaku Utama;

3) Perumusan Strategi penyuluhan untuk penerapan teknologi.

B. Landasan Penyelenggaraan Penyuluhan Kelautan dan Perikanan.

Salah satu hal yang harus diingat sebelum melaksanakan penyuluhan perikanan, adalah perlu adanya
ketegasan tentang kebijakan perikanan dalam kaitan untuk mencapai tujuan pembangunan, baik untuk
tingkat nasional, regional, maupun di tingkat lokal.

Adanya ketegasan mengenai kebijakan perikanan ini, akan sangat menentukan, seberapa jauh aktivitas
yang akan dilaksanakan oleh pengambil kebijakan/keputusan di wilayah dan aparat penyuluhan
perikanan itu sendiri dalam menggerakkan partisipasi masyarakat demi tercapainya tujuan
pembangunan yang diinginkan. Oleh karena itu, strategi awal yang harus diterapkan dalam pelaksanaan
penyuluhan, adalah: harus diupayakan adanya komitmen pengambil keputusan/kebijakan terhadap
pentingnya pembangunan perikanan dan kaitannya dengan pembangunan masyarakat dalam arti luas,
yang dinyatakan dalam bentuk kebijakan perikanan yang realistis sejalan dengan upaya pencapaian
tujuan pembangunan.

C. Alternatif Teknologi Kelautan dan Perikanan

Teknologi perikanan, pada dasarnya dapat dibedakan menjadi 4 (empat) macam, yaitu: teknologi hemat
tenaga, teknologi hemat-lahan, teknologi yang berskala netral, dan teknologi tepat guna, yang masing-
masing memiliki karakteristik sendiri serta menuntut kondisi wilayah tertentu untuk dapat disuluhkan
dengan baik.

Sehubungan dengan itu, pemilihan strategi penyuluhan harus memperhatikan tipe-tipe teknologi
perikanan yang ingin disuluh untuk diterapkan para Pelaku Utama sasarannya. Baik yang berkaitan
dengan kesesuaian teknologi dengan kondisi wilayah karakteristik teknologi itu sendiri, maupun
karakteristik Pelaku Utama yang dijadikan sasaran penyuluhannya.

Untuk itu, dalam menerapkan teknologi juga harus mengacu pada UU No. 16 Tahun 2006 tentang SP3K
pasal 28 ayat (1) yang menyatakan bahwa Materi penyuluhan dalam bentuk teknologi tertentu yang
akan disampaikan kepada pelaku utama dan pelaku usaha harus mendapat rekomendasi dari lembaga
pemerintah, kecuali teknologi yang bersumber dari pengetahuan tradisional. Selanjutnya pada pasal 28
ayat (2) menyatakan bahwa Lembaga pemerintah pemberi rekomendasi wajib mengeluarkan
rekomendasi segera setelah proses pengujian dan administrasi selesai. Untuk itu, teknologi tertentu
yang dimaksud adalah teknologi yang diperkirakan dapat mengganggu lingkungan hidup, mengganggu
kesehatan dan ketentraman masyarakat, dan menimbulkan kerugian harus telah ditetapkan oleh
Menteri Kelautan dan Perikanan.

Implikasinya, sesuai pasal pasal 35 ayat (1) yang menyatakan bahwa setiap penyuluh PNS yang
melakukan penyuluhan dengan materi teknologi tertentu yang belum mendapat rekomendasi
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 28 ayat (1) dikenakan sanksi administratif berdasarkan peraturan
perundang-undangan bidang kepegawaian dengan memperhatikan pertimbangan dari organisasi profesi
dan kode etik penyuluh. Senada dengan itu, sesuai pasal 35 ayat (3) dan (4) menyatakan bahwa setiap
penyuluh swasta dan penyuluh swadaya yang melakukan penyuluhan dengan materi teknologi tertentu
yang belum mendapat rekomendasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 28 ayat (1) dikenakan sanksi
administratif berupa pencabutan sertifikat sebagai penyuluh dengan memperhatikan pertimbangan dari
organisasi profesi dan kode etik penyuluh. Kecuali bagi penyuluh swadaya yang menerapkan materi
teknologi yang bersumber dari pengetahuan tradisional.

D. Strategi Difusi Inovasi

Sudah sejak lama, strategi penyuluhan yang dilaksanakan selalu mengacu kepada teori difusi, yakni
menggunakan Pelaku Utama lapisan atas (perintis)sebagai sasaran utama penyuluhan. Strategi ini
dipilih, karena proses adopsi inovasi akan relatif lebih cepat. Untuk itu, melalui proses difusi, diharapkan
para Pelaku Utama-perintis ini akan dijadikan anutan oleh para Pelaku Utama yang lain. Akan tetapi,
strategi ini ternyata berakibat pada semakin lebarnya kesenjangan keadaan sosial-ekonomi antar
kelompok Pelaku Utama. Hal ini terjadi, karena:

1. Keengganan kelompok perintis untuk menyebarluaskan keberhasilan kepada kelompok pelaku


utama yang lain; dan

2. Keengganan kelompok Pelaku Utama yang lain untuk meniru keberhasilan Pelaku Utama perintis,
baik karena ketidak mampuan mereka untuk memenuhi persyaratan teknis (karena tidak cukup memiliki
pengetahuan, keterampilan, dan dana) maupun ketidakberanian mereka untuk menghadapi resiko
kegagalan.

Keadaan seperti itu, mendorong para peserta WSRRD (World Conference on Agrarian Reform and Rural
Development) pada tahun 1979 untuk mengeluarkan rekomendasi tentang upaya “peningkatan
pertumbuhan dengan pemerataan”. Dengan demikian, setiap upaya penyuluhan perikanan kiranya perlu
mengkaji kembali strategi penyuluhan yang menjamin semua kelompok Pelaku Utama dapat
menikmati/memperoleh informasi penyuluhan perikanan secara seimbang.

E. Rangkuman
Pentingnya kegiatan penyuluhan yang harus dilaksanakan pada tahapan-tahapan pembangunan
perikanan yang terdiri atas 6 (enam) tahap, yaitu: (1) Tahapan pra pembangunan; (2) Tahapan
ekperimental; (3) Tahapan pengembangan komoditi; (4) Tahapan pengembangan komoditi; (5) Tahapan
diversifikasi usaha; dan (6) Tahapan intensifikasi modal.

Peranan penyuluhan sebagai perantara atau penghubung antara “kegiatan penelitian perikanan”(yang
selalu berupaya menemukan dan mengembangkan teknologi perikanan) dan “penerapan teknologi”
yang dilaksanakan Pelaku Utama sebagai pengguna hasil-hasil penelitian.

Pertimbangan penentu strategi penyuluhan kelautan dan perikanan yang akan diterapkan, perlu
diperhatikan beberapa hal yang menyangkut:

1. Spesifikasi tujuan penyuluhan untuk mencapai sasaran pembangunan perikanan.

2. Identifikasi kategori Pelaku Utama

3. Perumusan Strategi penyuluhan untuk penerapan teknologi

4. Pemilihan metoda penyuluhan yang diterapkan.

ii.

F. Latihan

Sebutkan dan Jelaskan tahapan pembangunan perikanan dalam proses penyuluhan menurut!

Gambarkan dan jelaskan keterkaitan penelitian dan penyuluhan perikanan!

Bagaimana peranan penyuluhan perikanan dalam pembangunan perikanan?

Sebutkan dan Jelaskan beberapa pertimbangan dalam menentukan strategi penyuluhan perikanan!

BAB V

SIKAP, ETIKA DAN MORAL PENYULUH PERIKANAN

Keberhasilan melaksanakan tugas sebagai pegawai negeri apakah dia sebagai penyuluh, peneliti, guru
dosen atau pejabat struktural, staf pendukung administrasi, kebun, laboratorium dll, banyak di
pengharuhi oleh sikap seseorang, dalam hal ini kemampuan seorang pegawai negeri dapat beradapsi
lingkungan pekerjaannya. Dalam bekerja mampu/tidak mengembangkan kerjasama secara horizontal
dan vertikal, artinya kemampuan mengembangkan dari hasil kerja individu tersebut.
Dalam karier seseorang dapat dilihat bahwa pengaruh sikap sangat menonjol. Seperti yang dikemukakan
Lembaga Bina Wiraswasta (LBW) Jakarta bahwa keberhasilan seseorang dipengaruhi oleh :

- Jerih payah/usaha 25 %

- Pendidikan Formal 15 %

- Sikap 60 %

Data tersebut menunjukkan bahwa pengaruh sikap terhadap karier seseorang sangat berperanan
penting. Pendapat lain mengemukakan bahwa hasil pendapatan/rezeki setiap orang ditentukan oleh
tingkat kerajinan, daya upaya dengan memanfaatkan waktu 24 jam sehari dan sisanya 60 % ditentukan
oleh sikap (kekuatan) mental orang itu.

A. Sikap

Sikap adalah cara orang menghadapi sesuatu; cara berperilaku; potensi kejiwaan/mental seseorang,
sikap ini menyebabkan timbulnya pola dan cara berpikir tertentu pada manusia dan sebaliknya pola
berpikir itu mempengaruhi tindakan dan kelakuannya. Sikap adalah bagian mental seseorang yang
bersangkutan lagsung dengan motif hidupnya, pegalaman hidup masa lampau, pengertian-pengertian
tentang barang, manusia, lingkungan dan ide-ide.

Manusia tidak dilahirkan dengan sikap tertentu. Sikap dibentuk sepanjang perkembangannya. Peranan
sikap di dalam kehidupan manusia sangat besar sebab jika sudah terbentuk pada manusia, ia akan turut
menentukan cara manusia itu bertingkah laku terhadap objek-objek sikapnya. Adanya sikap
menyebabkan manusia bertindak secara khas terhadap objek-objeknya. Sikap adalah pandangan atau
perasaan yang disertai kecenderungan untuk bertindak terhadap objek tertentu. Sikap senantiasa
diarahkan kepada sesuatu, artinya tidak ada sikap tanpa objek. Sikap ada dua macam, yaitu sikap sosial
dan sikap individual. Sikap sosial dinyatakan dalam kegiatan yang sama dan berulang terhadap objek
sosial dan biasanya dilakukan oleh sekelompok orang atau suatu masyarakat, misalnya : Penghormatan
terhadap bendera kebangsaan dalam perayaan hari nasional seperti 17 Agustus bagi bangsa Indonesia.

Sikap individual dimiliki oleh seseorang, bukan oleh kelompok, misalnya kesukaan atau ketidaksukaan
terhadap binatang, orang atau hal tertentu. Sikap individual menyangkut menyangkut objek-objek yang
bukan menjadi perhatian sosial.

Ciri-ciri sikap, yaitu :

1. Sikap tidak dibawa seseorang sejak ia lahir, melainkan dibentuk sepanjang perkembangannya.

2. Sikap dapat berubah-ubah, oleh karena itu sikap dapat dipelajari.

3. Sikap tidak berdiri sendiri, melainkan selalu berkaitan dengan suatu objek.
4. Objek suatu sikap dapat tunggal atau jamak. Contoh : Hitler membenci seluruh keturunan orang
Yahudi (objek jamak), seorang anak membenci ayahnya (objek tunggal).

5. Sikap mengandung motivasi dan perasaan. Pengetahuan mengenai suatu objek tanpa disertai
motivasi belum berarti sikap. Orang yang tahu bahwa kebersihan rumah sangat bermanfaat bagi
kesehatan belum berarti bahwa dia memiliki sikap tertentu terhadap kebersihan. Kalau orang itu
tergerak untuk hidup dalam rumah yang bersih, baru dia memiliki sikap.

Dalam melaksanakan tugas manusia hidup ini nampaknya apa saja yang perlu menentukan pilihan,
termasuk dalam pengembangan diri sendiri, apakah mau tetap saja, bahkan lalu akan tertinggal karena
yang lain maju, lalu disebut netral yang mengarah/menjurus pasif yang menghasilkan negatif ; atau
kalau kita maju, yaitu bersikap positif yang mampu nanti menjamin keberhasilan dan sebagainya yang
dianggap lebih menguntungkan. Jadi pikiran yang paling tepat adalah pikiran untuk bersikap positif
karena :

a. Tidak bersikap positif mengembangkan kerugian berarti tidak menguntungkan.

b. Bersikap negatif, menjauhkan kemajuan dan menutup kemungkinan sukses

c. Bersikap positif berarti membawa cakrawala hidup yang lebih luas dan penuh kesempatan untuk
mencapai apa yang diharapkan.

Bersikap positif mencakup atau berkaitan pikiran dengan seluruh kepribadian manusia, karenanya sikap
positif akan menyentuh rasa bahagia atau sukses. Sikap positif seseorang secara singkat dapat
dijelaskan sebagai berikut :

1. Sikap yang tahu batas kemampuan sendiri, yaitu mengetahui kekuatan, kemampuan yang dimiliki

2. Bersedia selalu memperbaiki diri, mengembangkan kemampuannya, dinamis

3. Berpikir sehat (logis dan wajar) dan selalu bertindak realitis serta selalu optimis

4. Tidak mudah putus asa

5. Mampu mengendalikan diri

6. Akomodatif, mudah bekerjasama dengan siapa saja

7. Cinta kebenaran, berkeyakinan dan orang yang beriman kepada Tuhan Yang Maha Esa.

Orang-orang yang dianggap oleh masyarakat orang yang dapat bekerja baik adalah kebanyakan orang
yang memiliki Sikap Positif.

Orang yang dianggap tidak mampu bekerja baik dan banyak menimbulkan kesulitan sesama,
pekerjaannya atau jasa bagi dirinya adalah orang yang memiliki sikap negatif, sikap negatif itu adalah :
1. Keadaaan emosinya tidak dewasa yag setiap saat mudah meledak

2. Kurang mudah mengikuti situasi dan mudah tergelincir kearah yang merusak

3. Mudah merasa sulit dalam pekerjaannya dan peka terhadap nasib buruknya

4. Bila tidak ada pembimbing/atasan/pengawas segera prestasi kerja menurun

5. Tidak dapat memilih/menyesuaikan pekerjaan yang tepat

6. Punya kesulitan-kesulitan pribadi sehingga pekerjaannya tidak dihadapi dengan penuh perhatian

7. Kesehatannya tidak dijaga

8. Melaksanakan pekerjaan tanpa atau dibawah standar

9. Bekerja selalu tanpa perencanaan

10. Selalu ragu-ragu atau menduga-duga

11. Tidak suka belajar, mudah patah semangat

12. Selalu iri, dengki dan buruk sangka

13. Kurang bertanggungjawab

Berdasarkan uraian diatas dapat dikemukakan bahwa pilihan dan memiliki sikap positif dalam setiap
keadaan itu adalah modal untuk mendapat kemajuan atau memperoleh pemecahan masalah yang
dihadapi, yang sifatnya menjangkau masa depan. Untuk memperoleh sikap itu tidaklah mudah,
meskipun untuk sementara orang kadang-kadang seperti menemu atau mudah saja. Keadaan terakhir
ini mungkin tidak benar, karena sikap positif yang betul-betul menjamin keberhasilan, memerlukan atau
menjangkau pemanfaatan pikiran yang unggul.

B. Etika

Di dalam kehidupan sehari-hari sering kali kita menggunakan kata etika, etiket, ataupun moral untuk
mengungkapkan perasaan kita kepada lawan bicara. Bahkan di dalam pembicaraan sehari-hari yang kita
jumpai baik dalam lingkungan kampus maupun luar kampus, kalangan kaum intelektual, profesional,
politikus sampai kalangan bawah di pasar-pasar, opelet, dan sebagainya ungkapan tersebut seolah-olah
sudah menjadi menu sehari-hari. Namun demikian, yang menjadi pertanyaan apakah kita sudah
mengetahui arti yang sebenarnya dari istilah-istilah tersebut? Sekarang mari kita simak beberapa contoh
penggunaan kata-kata tersebut dalam kehidupan sehari-hari, seperti : “Pelanggaran etika bisa terjadi
dimana saja”, “Cara penyampaian gagasan yang demikian rasa-rasanya kurang berpegang pada etika
yang ada”, “Moral para elite politik kita perlu diperbaiki”, atau kata yang sering kali dianggap
mempunyai makna yang sama dengan etika, Yaitu “etiket”, seperti : “ Etiket mengirim e-mail”, “Etiket
masyarakat Sunda berbeda dengan etiket masyarakat Batak”, dan lain sebagainya.

Bertens (2004) dalam bukunya “Etika”, memberikan tiga pengertian pada etika, yaitu :

Pertama, kata “etika” bisa dipakai dalam arti : nilai-nilai dan norma-norma moral yang menjadi
pegangan bagi seseorang atau suatu kelompok dalam mengatur tingkah lakunya.

Kedua, “etika” berarti juga : kumpulan asas atau nilai moral. Dimaksudkan dengan kumpulan asas atau
nilai moral disini adalah “kode etik”, yang disepakati diantara anggota suatu kelompok atau organisasi.

Ketiga, “etika” mempunyai arti : ilmu tentang yang baik atau yang buruk. Etika disini sama artinya
dengan filsafat moral.

Berdasarkan uraian-uraian tersebut di atas, dapat disimpulkan bahwa etika adalah :

a. Nilai-nilai atau norma yang menjadi pedoman bagi seseorang atau kelompok dalam mengatur
tingkah lakunya;

b. Norma yang disepakati oleh anggota kelompok atau organisasi untuk menjalankan organisasinya

c. Ilmu mempelajari tentang yang baik atau yang menyimpang.

Sedangkan etiket adalah tata cara atau adat (kebiasaan) yang berlaku bagi masyarakat tertentu.
Beberapa ahli membagi etika menjadi umum dan etika khusus, sebagai berikut:

a. Etika Umum

Etika umum berbicara mengenai norma dan nilai moral, kondisi-kondisi dasar bagi manusia untuk
bertindak secara etis, bagaimana manusia mengambil keputusan etis, teori-teori etika, lembaga-
lembaga normatif, dan semcamnya. Etika umum sebagai ilmu atau filsafat moral dapat dianggap sebagai
etika teoritis, kendati istilah ini sesungguhnya tidak tepat karena bagaimanapun juga etika selalu
berkaitan dengan perilaku dan kondisi praktis dan aktual dari manusia dalam kehidupan sehari-hari dan
tidak punya semata-mata bersifat teoritis.

b. Etika Khusus

Etika adalah penerapan prinsip-prinsip atau norma-norma moral dasar dalam bidang kehidupan yang
khusus. Dalam hal ini, norma dan prinsip moral dipandang dalam konteks kekhususan bidang kehidupan
manusia yang khusus tertentu. Dengan kata lain, etika khusus sebagai refleksi kritis rasional
meneropongi dan merefeleksi kehidupan manusia dengan mendasarkan diri pada norma dan nilai moral
yang ada di satu pihak dan situasi khusus dari bidang kehidupan dan kegiatan khusus yang dilakukan
setiap orang atau kelompok dalam satu masyarakat.
Etika khusus lalu dianggap sebagai etika harapan karena aturan normatif yang bersifat umum diterapkan
secara khusus sesuai dengan kekhususan dan kekhasan bidang kehidupan dan kegiatan khusus tertentu.
Maka dapat dikatakan bahwa etika khusus merupakan kontekstualisasi aturan moral umum dalam
bidang dan situasi konkret.

Etika khusus terdiri dari tiga, yaitu :

1) Etika Individual

Etika individual lebih menyangkut kewajiban dan sikap manusia terhadap dirinya sendiri. Slah satu
prinsip yang secara khusus relevan dalam etika individual ini adalah prinsip integrasi pribadi, yang
berbicara mengenai perilaku individual tertentu dalam rangka menjaga dan mempertahankan nama
baiknya sebagai pribadi moral.

2) Etika Sosial

Etika sosial membahas mengenai kewajiban dan hak, sikap dan pola perilaku manusia sebagai mahluk
sosial dalam interaksinya dengan sesamanya. Tentu saja sebagaimana hakikat manusia yang bersifat
ganda, yaitu sebagai mahluk individual dan sosial, etika individual dan etika sosial berkaitan erat satu
sama lain, bahkan dalam arti tertentu sulit untuk dilepaskan dan dipisahkan satu sama lain.

3) Etika Lingkungan Hidup

Etika lingkungan hidup merupakan cabang etika khusus yang akhir-akhir ini semakin ramai dibicarakan.
Etika lingkungan berbicara mengenai hubungan antara manusia baik sebagai mahluk individu maupun
sebagai kelompok dengn lingkungan alam yang lebih luas dalam totalitasnya, dan hubungan antara
manusia yang satu dengan manusia yang lainnya yang berdampak langsung atau tidak langsung pada
lingkungan hidup secara keseluruhan.

Kata yang mirip sekali dengan etika dan seiring juga digunakan dalam komunikasi sehari-hari adalah
etos, misalnya penggunaan kata : “etos kerja”, “Bagaimana membangkitkan etos profesionalisme dan
menjadi perusahaan yang mampu bertahan dalam jangka panjang”. Dalam bahasa inggris “ethos”
berarti cir-ciri atau sikap dari individu, masyarakat, atau budaya dari suatu kegiatan tertentu. Dengan
istilah “etos kerja”, dimaksudkan sebagai ciri-ciri atau sikap seseorang atau sekelompok orang terhadap
suatu pekerjaan.

Dalam etos kerja terkandung nilai-nilai positif dari pribadi atau kelompok yang melaksanakan pekrjaan,
seperti : displin, tanggung jawab, dedikasi, integritas, transparasi, dan sebaginya. Lebih jauh etos
dipandang sebagai semangat dan sikap batin tetap seseorang atau sekelompok orang terhadap kegiatan
tertentu yang di dalamnya termuat nilai-nilai moral tertentu.

C. Moral
Moralitas atau moral adalah istilah yang berasal dari bahasa Latin: mos (jamak: mores) yang berarti cara
hidup atau kebiasaan. Secara harfiah istilah moral sebenarnya berarti sama dengan istilah etika, tetapi
dalam prakteknya istilah moral atau moril sebenarnya telah jauh berbeda dari arti harfiahnya. Moral
atau morale dalam bahasa inggris dapat diartikan sebagai semangat atau dorongan batin dalam diri
seseorang untuk melakukan atau tidak melakukan sesuatu. Moral atau moralitas ini dilandasi oleh nilai-
nilai tertentu yang diyakini oleh seseorang atau organisasi tertentu sebagai sesuatu yang baik atau
buruk, sehingga bisa membedakan mana yang patut dilakukan dan mana yang tidak sepatutnya
dilakukan.

Kata yang cukup dekat dengan “etika” adalah “moral”. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, moral
adalah (ajaran tentang) baik buruk yang diterima umum mengenai perbuatan, sikap, kewajiban, dan
sebagainya, ahlak, budi pekerti, susila. Dari uraian tersebut diatas nampak bahwa secara etimologis
“moral” sama dengan “etika”, sekalipun bahasa asalnya berbeda, yaitu nilai-nilai dan norma-norma yang
menjadi pegangan bagi seseorang, atau suatu kelompok dalam mengatur tingkah lakunya. Kita
mengatakan, misalnya, “Perbuatan seseorang tidak bermoral” adalah bahwa kita menganggap
perbuatan orang itu melanggar nilai-nilai dan norma-norma etis yang berlaku dalam masyaraka. Moral
dipakai untuk perbuatan yang sedang dinilai, sedangkan etika dipakai untuk pengkajian sistem nilai yang
ada.

Dari uraian tersebut di atas, dapat ditarik kesimpulan bahwa moral adalah suatu ajaran tentang sikap
dan perilaku yang dianggap baik atau buruk oleh masyarakat. Ajaran moral adalah ajaran, wejangan,
khotbah, atau peraturan, apakah lisan atau tertulis tentang bagaimana manusia harus hidup dan
bertindak agar menjadi manusia yang baik. Sumber langsung ajaran moral adalah berbagai orang dalam
kedudukan yang berwenang, seperti orang tua, guru, para pemuka masyarakat dan agama, serta tulisan
para bijak seperti kitab Wulangreh karangan Sri Sunan Pakubuwono IV.

Moral, dalam pengertian umum menaruh penekanan kepada karakter atau sifat-sifat individu yang
khusus, diluar ketaatan kepada peraturan. Maka moral merujuk kepada tingkah laku yang bersifat
spontan seperti rasa kasih, kemurahan hati, kebesaran jiwa, dan sebagainya.

1. Penyuluh Perikanan

Penyuluh Perikanan sebagai unsur utama sumber daya manusia aparatur negara mempunyai peran
yang menentukan keberhasilan penyelenggaraan pemerintahan dan pembangunan. Sosok Penyuluh
Perikanan yang mampu memainkan peranan tersebut adalah Penyuluh Perikanan yang mempunyai
kompetensi yang di indikasikan dari sikap dan perilakunya yang penuh dengan kesetiaan dan ketaatan
kepada negara, bermoral dan bermental baja, profesional, sadar akan tanggung jawab sebagai pelayan
publik, serta mampu mejadi perekat persatuan dan kesatuan negara.

Penyuluh Perikanan sebagaai apartur Negara dalam menjalankan tugas memberikan pelayanan kepada
masyarakat harus secara profesional, jujur, adil, dan merata dalam penyelenggaraan tugas negara,
pemerintah, dan pembangunan. Dalam melaksanakan tugasnya Penyuluh Perikanan berpegang teguh
pada prinsip-prinsip kode etik:
a. Penyuluh Perikanan adalah warga Negara kesatuan republic Indonesia yang berdasarkan pancasila,
yang bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa dan bersikap hormat menghormati antara sesama warga
Negara yang memeluk agama/kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa.

b. Penyuluh Perikanan sebagai Aratur Negara, Abdi Negara dan Abdi Masyarakat, setia dan taat
sepenuhnya kepada pancasila, UUD 1945, Negara dan Pemerintah serta mengutamakan kepentingan
Negara diatas kepentingan diri sendiri, seseorang atau golongan.

c. Penyuluh Perikanan menjungjung tinggi kehormatan Negara, pemerintah, dan martabat Penyuluh
Pertanian , serta mentaati segala peraturan-peraturan, perundang-undangan, peraturan kedinasan, dan
perintah-perintah atasan dengan kesadaran, pengabdian, dan tanggungjawab. Penyuluh Perikanan
memberikan pelayanan terhadap masyarakat sebaik-baiknya sesuai dengan bidang tugasnya masing-
masing

d. Penyuluh Perikanan tetap memelihara keutuhan, kekompakan, persatuan, dan kesatuan negara dan
bangsa Indonesia serta korps Penyuluh Perikanan .

Kode etik tersebut menjadi pedoman sikap, tingkah laku dan perbuatan bagi pewagai negeri , maka
sangsi terhadap pelanggaran kode etik adalah sanksi moril.

D. Rangkuman

Sikap adalah cara orang menghadapi sesuatu; cara berperilaku; potensi kejiwaan/mental seseorang,
sikap ini menyebabkan timbulnya pola dan cara berpikir tertentu pada manusia dan sebaliknya pola
berpikir itu mempengaruhi tindakan dan kelakuannya. Sikap adalah bagian mental seseorang yang
bersangkutan lagsung dengan motif hidupnya, pegalaman hidup masa lampau, pengertian-pengertian
tentang barang, manusia, lingkungan dan ide-ide.

Sikap individual dimiliki oleh seseorang, bukan oleh kelompok, misalnya kesukaan atau ketidaksukaan
terhadap binatang, orang atau hal tertentu. Sikap individual menyangkut menyangkut objek-objek yang
bukan menjadi perhatian sosial.

Ciri-ciri sikap, yaitu :

1. Sikap tidak dibawa seseorang sejak ia lahir, melainkan dibentuk sepanjang perkembangannya.

2. Sikap dapat berubah-ubah, oleh karena itu sikap dapat dipelajari.

3. Sikap tidak berdiri sendiri, melainkan selalu berkaitan dengan suatu objek.

4. Objek suatu sikap dapat tunggal atau jamak. Contoh : Hitler membenci seluruh keturunan orang
Yahudi (objek jamak), seorang anak membenci ayahnya (objek tunggal).

5. Sikap mengandung motivasi dan perasaan. Pengetahuan mengenai suatu objek tanpa disertai
motivasi belum berarti sikap. Orang yang tahu bahwa kebersihan rumah sangat bermanfaat bagi
kesehatan belum berarti bahwa dia memiliki sikap tertentu terhadap kebersihan. Kalau orang itu
tergerak untuk hidup dalam rumah yang bersih, baru dia memiliki sikap.

Jadi pikiran yang paling tepat adalah pikiran untuk bersikap positif karena :

a. Tidak bersikap positif mengembangkan kerugian berarti tidak menguntungkan.

b. Bersikap negatif, menjauhkan kemajuan dan menutup kemungkinan sukses

c. Bersikap positif berarti membawa cakrawala hidup yang lebih luas dan penuh kesempatan untuk
mencapai apa yang diharapkan.

Tiga pengertian pada etika, yaitu :

Pertama, etika: nilai-nilai dan norma-norma moral yang menjadi pegangan bagi seseorang atau suatu
kelompok dalam mengatur tingkah lakunya.

Kedua, “etika” berarti juga : kumpulan asas atau nilai moral. Dimaksudkan dengan kumpulan asas atau
nilai moral disini adalah “kode etik”, yang disepakati diantara anggota suatu kelompok atau organisasi.

Ketiga, “etika” mempunyai arti : ilmu tentang yang baik atau yang buruk. Etika disini sama artinya
dengan filsafat moral.

Moralitas atau moral adalah istilah yang berasal dari bahasa Latin: mos (jamak: mores) yang berarti cara
hidup atau kebiasaan. Secara harfiah istilah moral sebenarnya berarti sama dengan istilah etika, tetapi
dalam prakteknya istilah moral atau moril sebenarnya telah jauh berbeda dari arti harfiahnya. Moral
atau morale dalam bahasa inggris dapat diartikan sebagai semangat atau dorongan batin dalam diri
seseorang untuk melakukan atau tidak melakukan sesuatu.

Dari uraian tersebut di atas, dapat ditarik kesimpulan bahwa moral adalah suatu ajaran tentang sikap
dan perilaku yang dianggap baik atau buruk oleh masyarakat.

Moral, dalam pengertian umum menaruh penekanan kepada karakter atau sifat-sifat individu yang
khusus, diluar ketaatan kepada peraturan. Maka moral merujuk kepada tingkah laku yang bersifat
spontan seperti rasa kasih, kemurahan hati, kebesaran jiwa, dan sebagainya.

E. Latihan

1. Sebutkan pengertian sikap pada penyuluhan perikanan dan berikan contohnya!

2. Sebutkan pengetian etika pada penyuluh perikanan dan berikan contohnya!

3. Sebutkan pengetian moral pada penyuluh perikanan dan berikan contohnya!


BAB VI

PENUTUP

Modul Dasar - Dasar Penyuluhan ini menguraikan Pengertian, Asas, Falsafah, Tujuan dan Fungsi
Penyuluhan Kelautan dan Perikanan serta Penyelenggaraan Penyuluhan Perikanan.

Demikianlah paparan Dasar - Dasar Penyuluhan yang telah kami tuangkan didalam modul ini,
semoga dapat menambah kajian dan pemahaman para peserta diklat, dalam rangka memberikan
keseragaman terhadap warna pengajaran pada diklat jabatan fungsional ini.

Penulis menyadari akan keterbatasan kami dalam menyajikan modul ini, untuk itu kami
mengharapkan koreksi seperlunya, guna kesempurnaan dalam penulisan modul ini, akhirnya kami
haturkan terima kasih kepada semua pihak yang telah terkait langsung dalam penulisan modul ini,
mudah-mudahan kehadiran modul ini dapat memberikan manfaat bagi kita semua.

KUNCI JAWABAN

BAB II

1. Falsafah penyuluhan yang penting dalam penyelenggaraan penyuluhan perikanan antara lain: (1)
Penyuluh harus bekerja sama dengan masyarakat, dan bukan bekerja untuk masyarakat; (2) Penyuluh
tidak boleh menciptakan ketergantungan, tetapi justru harus mampu mendorong kemandirian; (3)
Penyuluhan harus selalu mengacu pada terwujudnya kesejahteraan hidup masyarakat; dan (4)
Penyuluhan harus mengacu pada peningkatan harkat dan martabat manusia sebagai individu, kelompok,
dan masyarakat umumnya.

2. Asas menurut UU No. 16 Tahun 2006 tentang Sistem Penyuluhan Perikanan, Perikanan dan
Kehutanan, sesuai dengan Pasal 2, penyuluhan perikanan diselenggarakan berasaskan demokrasi,
manfaat, kesetaraan, keterpaduan, keseimbangan, keterbukaan, kerja sama, partisipatif, kemitraan,
berkelanjutan, berkeadilan, pemerataan, dan bertanggung gugat.
3. Prinsip-prinsip penyuluhan: (1) Mengerjakan, artinya kegiatan penyuluhan harus sebanyak mungkin
melibatkan masyarakat untuk mengerjakan/menerapkan sesuatu; (2) Akibat, artinya kegiatan
penyuluhan harus memberikan akibat atau pengaruh yang baik atau bermanfaat; dan (3) Asosiasi,
artinya setiap kegiatan penyuluhan harus dikaitkan dengan kegiatan lainnya.

3. Eksplanasi fungsi menurut UU No. 16 Tahun 2006 tentang Sistem Penyuluhan Pertanian, Perikanan
dan Kehutanan, sebagaimana termaktub dalam Pasal 4, yaitu:

a. memfasilitasi proses pembelajaran pelaku utama dan pelaku usaha;

b. mengupayakan kemudahan akses pelaku utama dan pelaku usaha ke sumber informasi, teknologi,
dan sumberdaya lainnya agar mereka dapat mengembangkan usahanya;

c. meningkatkan kemampuan kepemimpinan, manajerial, dan kewirausahaan pelaku utama dan


pelaku usaha;

d. membantu pelaku utama dan pelaku usaha dalam menumbuhkembangkan organisasinya menjadi
organisasi ekonomi yang berdaya saing tinggi, produktif, menerapkan tata kelola berusaha yang baik,
dan berkelanjutan;

e. membantu menganalisis dan memecahkan masalah serta merespon peluang dan tantangan yang
dihadapi pelaku utama dan pelaku usaha dalam mengelola usaha;

f. menumbuhkembangkan kesadaran pelaku utama dan pelaku usaha terhadap kelestarian fungsi
lingkungan; dan

g. melembagakan nilai-nilai budaya pembangunan perikanan yang maju dan modern bagi pelaku
utama secara berkelanjutan.

BAB III

1. Berdasarkan UU No 16 tahun 2006, Pihak yang paling berhak memperoleh manfaat penyuluhan
meliputi:

a. Sasaran utama penyuluhan yaitu Pelaku utama kegiatan perikanan adalah nelayan,
pembudidaya ikan, dan pengolah ikan; serta Pelaku usaha, yaitu perorangan warga negara Indonesia
atau badan hukum yang dibentuk menurut hukum Indonesia yang mengelola sebagian atau seluruh
kegiatan usaha perikanan dari hulu sampai hilir.

b. Sasaran antara penyuluhan yaitu pemangku kepentingan lainnya yang meliputi kelompok atau
lembaga pemerhati perikanan, perikanan, dan kehutanan serta generasi muda dan tokoh masyarakat.

c. Sasaran penyuluhan sebenarnya tidak hanya individunya saja, tetapi meliputi juga keluarganya,
kelompok masyarakat yang terlibat langsung maupun tidak langsung dalam usahanya.
d. Ketenagaan penyuluh perikanan meliputi 1) Penyuluh PNS, 2) Penyuluh swasta dan/atau 3)
Penyuluh swadaya. Penyuluh PNS adalah Pegawai Negeri Sipil yang diangkat oleh pejabat yang
berwenang dalam jabatan fungsional penyuluh. Penyuluh Swasta adalah seseorang yang diberi tugas
oleh perusahaan yang terkait dengan usaha perikanan, baik secara langsung atau tidak langsung
melaksanakan tugas penyuluhan perikanan. Penyuluh Swadaya adalah penyuluh yang berasal dari
pelaku utama perikanan sebagai ketua kelompok atau kontak pelaku utama perikanan.

2. Materi penyuluhan dibuat berdasarkan kebutuhan dan kepentingan pelaku utama dan pelaku usaha
dengan memperhatikan kemanfaatan dan kelestarian sumber daya perikanan, perikanan, dan
kehutanan. Materi penyuluhan sebagaimana dimaksud diatas berisi unsur pengembangan sumber daya
manusia dan peningkatan modal sosial serta unsur ilmu pengetahuan, teknologi, informasi, ekonomi,
manajemen, hukum, dan pelestarian lingkungan. Materi penyuluhan dalam bentuk teknologi tertentu
yang akan disampaikan kepada pelaku utama dan pelaku usaha harus mendapat rekomendasi dari
lembaga pemerintah, kecuali teknologi yang bersumber dari pengetahuan tradisional.

BAB IV

1. Ada 6 tahapan pembangunan menurut Kulp (1977), yaitu: (1) Tahapan pra pembangunan; (2) Tahapan
ekperimental; (3) Tahapan pengembangan komoditi; (4) Tahapan pengembangan komoditi; (5) Tahapan
diversifikasi usaha; dan (6) Tahapan intensifikasi modal.

2. Keterkaitannya seperti terlihat dalam skema pada Gambar di bawah ini.

Informasi

pemecahan masalah-masalah

yang dihadapi Pelaku Utama

PENELITIAN PENYULUHAN PENERAPAN

KELAUTAN PERIKANAN KELAUTAN PERIKANAN TEKNOLOGI


Informasi

tentang masalah-masalah

yang dihadapi Pelaku Utama

3. Peranan penyuluhan sebagai perantara atau penghubung antara “kegiatan penelitian


perikanan”(yang selalu berupaya menemukan dan mengembangkan teknologi perikanan) dan
“penerapan teknologi” yang dilaksanakan Pelaku Utama sebagai pengguna hasil-hasil penelitian

4. Pertimbangan penentu strategi penyuluhan kelautan dan perikanan yang akan diterapkan, perlu
diperhatikan beberapa hal yang menyangkut:

a. Spesifikasi tujuan penyuluhan untuk mencapai sasaran pembangunan perikanan.

b. Identifikasi kategori Pelaku Utama

c. Perumusan Strategi penyuluhan untuk penerapan teknologi

d. Pemilihan metoda penyuluhan yang diterapkan.

BAB V

1. Sikap adalah cara orang menghadapi sesuatu; cara berperilaku; potensi kejiwaan/mental seseorang,
sikap ini menyebabkan timbulnya pola dan cara berpikir tertentu pada manusia dan sebaliknya pola
berpikir itu mempengaruhi tindakan dan kelakuannya. Objek suatu sikap dapat tunggal atau jamak.
Contoh : Hitler membenci seluruh keturunan orang Yahudi (objek jamak), seorang anak membenci
ayahnya (objek tunggal).

Contoh: Sikap mengandung motivasi dan perasaan. Pengetahuan mengenai suatu objek tanpa disertai
motivasi belum berarti sikap. Orang yang tahu bahwa kebersihan rumah sangat bermanfaat bagi
kesehatan belum berarti bahwa dia memiliki sikap tertentu terhadap kebersihan. Kalau orang itu
tergerak untuk hidup dalam rumah yang bersih, baru dia memiliki sikap.

2. Tiga pengertian pada etika, yaitu :

Pertama, etika: nilai-nilai dan norma-norma moral yang menjadi pegangan bagi seseorang atau suatu
kelompok dalam mengatur tingkah lakunya.

Kedua, “etika” berarti juga : kumpulan asas atau nilai moral. Dimaksudkan dengan kumpulan asas atau
nilai moral disini adalah “kode etik”, yang disepakati diantara anggota suatu kelompok atau organisasi.

Ketiga, “etika” mempunyai arti : ilmu tentang yang baik atau yang buruk. Etika disini sama artinya
dengan filsafat moral.
3. Moralitas atau moral adalah istilah yang berasal dari bahasa Latin: mos (jamak: mores) yang berarti
cara hidup atau kebiasaan. Moral atau morale dalam bahasa inggris dapat diartikan sebagai semangat
atau dorongan batin dalam diri seseorang untuk melakukan atau tidak melakukan sesuatu.

Dari uraian tersebut di atas, dapat ditarik kesimpulan bahwa moral adalah suatu ajaran tentang sikap
dan perilaku yang dianggap baik atau buruk oleh masyarakat. Contoh: moral merujuk kepada tingkah
laku yang bersifat spontan seperti rasa kasih, kemurahan hati, kebesaran jiwa, dan sebagainya.
DAFTAR PUSTAKA

Anonimous, 2006, Undang –Undang Republik Indonesia Nomor 16 tentang Sistem penyuluhan
Pertanian, Perikanan dan Kehutanan.

………….,2008. Peraturan Men Pan No. 19 Tahun 2008 tentang Jabatan Fungsional Penyuluh Perikanan
dan Angka Kreditnya.

Anwar. S, 2000. Kontribusi Penyuluhan Pembangunan Dalam Mendukung Otonomi Daerah. Disajikan
Seminar Pemberdayaan Sumberdaya Manusia Menuju Terwujudnya Masyarakat Madani di Bogor, 25-26
September 2004.

Mosher. T, 1966, Menggerakkan dan Membangun Perpelaku utamaan, Jakarta: CV .Yasaguna

Margono Slamet, 1989. “Kumpulan Bacaan Penyuluhan Perpelaku utamaan”.. Institut Perpelaku
utamaan Bogor.

Mardikanto. T, 1993. Penyuluhan Pembangunan Perpelaku utamaan. Sebelas Maret University Press,
Surakarta.

Marzuki, S. 1999. Dasar-dasar Penyuluhan Pertanian. Universitas Terbuka. Jakarta.

Roger,E.M., F.F. Shoemaker, 1986. Memasyarakatkan Ide-Ide Baru. Penerjemah Hanafi,A. Usaha
nasional, Surabaya. Terjemahan dari Commuication Of Innovations.

Setiana L., 2005. Teknik Penyuluhan dan pemberdayaan Masyarakat. Penerbit Graha Indonesia. Ciawi.
Bogor.
Zakaria, 2006. Modul Dasar-Dasar Penyuluhan Perpelaku utamaan. Pusat Manajemen Pelatihan
Sumberdaya Manusia Pertanan, Ciawi. Bogor

DAFTAR RIWAYAT HIDUP PENYUSUN

Abdul Hanan, SP, M.Si, putra dari ALM Hamdan Nurani, Dan khodijhah, dilahirkan di Kec. Cikajang Kab.
Garut Prov. Jawa Barat, 16 Agustus 1964. Anak 3 orang (Ari Yunan Nurani, Aldi Yunan Nurani, dan Aqilah
Nurafifah Yunan Nurani) dari Istri Yuyun Yuningsih SST,Pi. Istri sampai sekarang bekerja pada Dinas
Peternakan dan Perikanan Kab. Bogor.

Riwayat pendidikan penyusun. Sekolah SD dan SMP di Kec. Cikajang, Kemudian pada tahun 1982
meneruskan pendidikan kedinasan di Sekolah Usaha Perikanan Bogor (SUPM) dan lulus pada tahun
1985, pada tahun 1998 memperoleh kembali tugas belajar di Pendidikan Ahli Penyuluhan Perpelaku
utamaan Jurusan Perikanan di Bogor dan tamat tahun 2001. Setelah lulus ijin belajar ke Universitas
Nusa Bangsa Bogor Jurusan Sosial Ekonomi Perpelaku utamaan dan Lulus Tahun 2002. Pada tahun 2003
mengikuti tes program S2 dan alhamdulilah lulus dan mendapat tugas belajar kembali di Institut
Perpelaku utamaan Bogor mengambil Jurusan Penyuluhan Pembangunan dan selesai tahun 2005.

Riwayat pekerjaan, setelah lulus di SUPM langsung dimintta bekerja sebagai tenaga teknis di SUPM
Bogor, setelah SUPM menjadi D3 APP menjadi Dosen bidang penyuluhan, demikian pula setelah menjadi
Sekolah Tinggi Perikanan Jurusan Penyuluhan Perikanan masih Dosen pada bidang penyuluhan. Tahun
2006 diminta membantu di Pusat Pengembangan Penyuluhan Badan Pengembangan Sumberdaya
Kelautan dan Perikanan Kementrian Kelautan dan Perikanan sebagai Kepala Subidang Kelembagaan
pada Bidang Kelembagaan dan Ketenagaan. Namun sampai sekarang masih tetap mengajar sebagai
Dosen Luar Biasa pasa STP Jurusan Penyuluhan Perikanan. Disamping itu sering juga sebagai
instruktur/fasilitator pada kegiatan pelatihan bagi penyuluh perikanan, maupun tenaga Penyuluh
Kontrak dan penyiapan Tenaga Pendamping Nasional Pemberdayaan Masyarakat (PNPM) Mandiri,
maupun pelatihan bagi masyarakt dan penumbuhan/pengembaangan kelompok pelaku utama
perikanan.

Anda mungkin juga menyukai