Anda di halaman 1dari 11

MAKALAH

Kultur infusoria

OLEH :

Nama :
Kelas :
Nim :

FAKUTAS
PROGRAM
UNIVERSITAS SULAWESI BARAT ( UNSULBAR)
MAJENE
2019-2020
Kata pengantar
Puji syukur alhamdulillah kami panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena telah
melimpahkan rahmat-Nya berupa kesempatan dan pengetahuan sehingga makalah ini bisa selesai
pada waktunya.

Terima kasih juga kami ucapkan kepada teman-teman yang telah berkontribusi dengan
memberikan ide-idenya sehingga makalah ini bisa disusun dengan baik dan rapi.

Kami berharap semoga makalah ini bisa menambah pengetahuan para pembaca. Namun
terlepas dari itu, kami memahami bahwa makalah ini masih jauh dari kata sempurna, sehingga
kami sangat mengharapkan kritik serta saran yang bersifat membangun demi terciptanya
makalah selanjutnya yang lebih baik lagi.

Majene, 15 oktober

penulis
.Bab 1

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Budidaya merupakan suatu kegiatan pemeliharaan sumber daya hayati yang dilakukan secara
terkontrol untuk diambil manfaat/hasil panennya. Salah satu hal penting dalam budidaya
ikan adalah pakan alami yang merupakan faktor pembatas bagi keberhasilan budidaya.
Kebutuhan pakan alami masih dipasok dari hasil tangkapan di alam yang ketersediaannya
sangat fluktuatif. Oleh karena itu, untuk mengantisipasi hal tersebut diperlukan suatu usaha
budidaya (Khairuman, 2008). Daphnia sp. merupakan pakan alami yang banyak digunakan
dalam pembenihan ikan air tawar. Daphnia sp. merupakan golongan crustasea kecil yang
hidup secara bergerombol diperairan tawar dan banyak mengandung bahan organik atau sisa-
sisa pembusukan tanaman. Kandungan gizi Daphnia sp. kadar air 95%, protein 4%, lemak
0,54%, karbohidrat 0,67, dan abu 0,15% (Suwignyo, 1989). Salah satu permasalahan dalam
budidaya Daphnia sp. adalah sumber nutrien yang kurang mendukung untuk pertumbuhan
populasi Daphnia sp. Pada umumnya kulit pisang belum dimanfaatkan secara nyata, hanya
dibuang sebagai limbah organik saja atau digunakan sebagai makanan ternak seperti
kambing, sapi, dan kerbau. Menurut (Qotimah, 2012), nutrisi kulit pisang cukup 2 lengkap,
seperti karbohidrat, lemak, protein, kalsium, fosfor, zat besi, vitamin B, vitamin C dan air.
Limbah kulit buah pisang merupakan sumber bahan organik yang tersedia cukup melimpah
di sentra produksi keripik pisang. Dalam satu buah pisang, proporsi kulit pisang ± 1/3 bagian
(Basse, 2000). Data produksi pisang di propinsi Lampung rata-rata setiap tahun mencapai
708.703 ton dan menyisakan limbah sebesar 236.234 ton (Lampiran), hal tersebut
menunjukkan bahwa produksi pisang di propinsi lampung cukup tinggi. Limbah kulit buah
pisang dapat dimanfaatkan menjadi kompos yang kemudian dapat dijadikan pupuk organik.
Kompos kulit buah pisang (Mussa spp) memiliki kandungan C-Organik 11,083%, N-Total
0,582%, dan P-Total 1,883% (Lampiran 7) yang dapat dimanfaatkan sebagai sumber nutrien
dalam budiday
B. Rumusan Masalah
1.Morfologi & ukuran infusoria
2. Manfaat & penggunaan infusoria
3. kultur skala laboratorium
4.kultus skala kecil
5. kultur skala missal
DAFTAR ISI

Kata Pengantar………………………………………………………. i

Daftar isi…………….………………………………………………… ii

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang …………………………………………………. 1

B.Rumusan masalah…………………………………………………. 1

BAB II PEMBAHASAN

A. Morfologi & ukuran infusoria ………………………………………… 3

B. Manfaat & penggunaan infusoria ……………………………………… 5

C. kultur skala laboratorium, kecil dan massal ……………………………….6

BAB III PENUTUP

A. Kesimpulan …………….…………………………………………… 11
Bab II
Pembahasan

A. Morfologi dan ukuran infusoria


1. Morfologi
Infusoria adalah sekumpulan jasad renik sejenis zooplankton dan umumnya berukuran
sangat kecil antara 40-100 mikron. Infusoria sebagai pakan alami dapat digunakan
sebagai makanan pertama (first feeding) bagi larva ikan yang mempunyai bukaan mulut
kecil. Secara visual warna infusoria adalah putih dan hidup menggerombol sehingga
akan tampak seperti lapisan putih tipis seperti awan (Wibowo, 2007).
Infusoria adalah salah satu kelas dari philum Protozoa. Berdasarkan alat geraknya,
infusoria dibedakan menjadi 2 yaitu ciliata dan flagellata. Ciliata (latin, cilia = rambut
kecil) atau Ciliophora/Infosoria bergerak dengan cilia (rambut getar) atau infusoria yang
bergerak menggunakan rambut getar (cilia) (Winarsih, et al, 2011).

. Klasifikasi Protozoa

a. Klasifikasi
 Cilliata
 Kingdom : Animalia
 Phylum : Protozoa
 Subclass : Cilliata
 Class : Holotriohea
 Order : Hymonostimatida
 Famili : Holotrichidae
 Genus : Paramecium
 Species : Paramecium caudatum
(Sumber : Hegner. 1968)

 Flagellata
 Kingdom : Animalia
 Phylum : Protozoa
 Subclass : Mastigophora
 Class : Phytomastigoporea
 Ordo : Euglenida
 Famili : Euglenidae
 Genus : Euglena
 Spesies : Euglena viridis
(Sumber : Hegner. 1968)

b. Morfologi

Morfologi Paramecium caudatum

Morfologi Euglena viridis


c .Paramecium memiliki tubuh yang seluruhnya atau sebagian ditutupi oleh cilia atau
rambut getar, mempunyai satu makronukleus dan satu atau lebih mikronukleus,
Paramecium bereproduksi secara vegetatif dengan pembelahan melintang, makronukleus
membelah secara amitosis sedangkan mikronukleus secara mitosis. Paramecium memiliki
tubuh streamline yang dapat digunakan untuk berenang. Laju renang dibantu oleh silia yang
menutupi permukaan tubuh. Paramecium bergerak dengan kecepatan 1500 µ/detik atau
lebih. Selama bergerak, silia membuat gerakan yang simultan dari anterior ke posterior,
disebut ritme metakronal (Laila dan Gandis, 2011).
d. Euglena memiliki tubuh yang menyerupai gelendong dan diselimuti oleh pelikel
Euglena viridis. Ukuran tubuhnya 35 – 60 mikron dimana ujung tubuhnya meruncing
dengan satu bulu cambuk. Hewan ini memilki stigma (bintik mata berwarna merah) yang
digunakan untuk membedakan gelap dan terang. Euglena juga memiliki kloroplas yang
mengandung klorofil untuk berfotosintesis. Euglena memasukkan makanannnya melalui
sitofaring menuju vakuola dan ditempat inilah makanan yang berupa hewan – hewan
kecil dicerna (Menurut Pennak, 1989).

e. Habitat
Infusoria umumnya hidup di air tawar, misalnya di sawah-sawah yang banyak
jeraminya, namun ada juga diantaranya hidup di air laut.Makanannya terdiri dari bakteri,
dan protozoa lainnya yang lebih kecil, ganggang renik, ragi dan detritus yang halus. Oleh
karena itu infusoria biasanya pennghuni perairan yang tercemar, yang sedang mengalami
pembusukan (Anonymus, 1990).

2. Ukuran infusoria
Infusoria memiliki Ukuran bervariasi antara 25micron - 300 micron, jadi
cukup kecil untuk dimakan oleh benih ikan. Biasanya Infusoria banyak
ditemukan di air yang mengandung bahan organik, seperti air dari kolam ikan
yang berwarna hijau, terutama di tempat-tempat yang sedang mengalami
pembusukan berat.Infusoria juga makan ganggang renik, ragi, dan bahan
organik yang halus. walaupun termasuk protozoa, tapi infusoria bisa dilihat
dengan mata secara langsung. kalau dilihat, akan tampak seperti bintik putih
yang bergerak-gerak.

B. Manfaat dan penggunaan infusoria

Untuk memanfaatkan infusoria sebagai pakan alami ikan, berikut cara mengulturnya:

 Siapkan wadah untuk kulturnya. Bisa memakai botol bekas air mineral ukuran 1,5
liter yang dipotong bagian atasnya.
 Bibit infusoria bisa dicari di selokan ataupun kolam ikan. Mengambilnya, langsung
ciduk saja air di bagian pinggir. Bibit tersebut dihindarkan dari sinar matahari
langsung. Lebih baik Anda mencarinya pada pagi hari karena lebih efektif.
 Wadah buat kultur infusoria diisi air ¾ wadah. Selain itu, perlu diisi dengan bahan
makanan untuk infusoria. Bahan makanannya bebas, bisa pakai sayuran, tempe, pelet
jamuran, daun bayam lebar, dan jenis sayuran lainnya yang berwarna hijau.
Rebus bahan makanan untuk infusoria sampai jadi bubur (atau sangat matang), dan
kemudian dibusukkan.
 Masukkan bibit infusoria ke wadah kultur. Setelah itu, tutup dengan kain biar sirkulasi
udara lancar.
 Simpan di tempat yang terlindung dari sinar matahari langsung.
 4 hingga 5 hari kemudian, infusoria bisa dipanen. Bisa dilihat infusoria berkembang
biak jadi banyak, dan wadah jadi penuh bintik-bintik putih.

Kegunaan infusoria

 Jerami kita bersihkan pada air yang bersih untuk menghilangkan kotoran yang menempel
seperti lumur dan sisa pestisida, selanjutnya jerami kita cincang halus lalu direbus dengan air
bersih selama 15 menit. Kemudian dinginkan, setelah di dinginkan lalu di saring dengan kain
belacu.
 Sebelum wadah kita gunakan, terlebih dahulu kita bersihkan (Wadah dari fiber glass, bak
semen atau ember).
 Air media yang telah disaring ditampung dalam wadah tersebut dan selanjutnya bibit
diinokulasikan serta diberi aerasi.
 Setelah 3 hari air sudah ditumbuhi infusoria dan dapat digunakan sebagai bibit.
 Pemanenan dapat dilakukan 7-8 hari masa pemeliharaan.Pemanenan dapat dilakukan
dengan menciduk air dalam wadah pemeliharaan dengan cara penyifonan, kemudian disaring
dengan planktonet. Selanjutnya air yang ditampung dalam planktonet dimasukkan kedalam
ember siap untuk benih ikan.

C. Manfaat skala Laboratorium , skala kecil , dan skala missal

Kultur pakan alami skala laboratorium :


Metode kultur larva yang digunakan untuk skala HSRT adalah dengan cara kultur
bertingkat, dari volume 10 ml, 250 ml, 1 liter, hingga 10 liter.

Cara kultur larva skala laboratorium dapat dilakukan sebagai berikut :


Baca Juga

 Mengenal Kerang Darah (Anadara granosa)


 Mengenal Ikan Bandeng Chanos chanos
 Aspek Fisik dan Kimia Air Untuk Budidaya Perikanan
-> Perangkat gelas dicuci kemudian disterilkan dengan cara direbus hingga mendidih
selama 30 menit.
-> Air laut dengan salinitas 30 ppt diberi kaporit 10 ppm dan dibiarkan selama 12 jam
kemudian dinetralkan dengan natrium thiosulfat 5 ppm. Setelah itu, dipupuk dengan
media walne dan diinokulasikan dengan bibit Chlorella sp.

Kultur Pakan Alami Skala Semi-massal


Kultur skala semi-massal dilakukan di luar laboratorium. Air yang digunakan
bervolume 150 liter hingga 1,5 ton. Pemupukan dilakukan dengan menggunakan pupuk
semi-massal. Bibit yang digunakan berasal dari kultur skala laboratium dengan
kepadatan awal sekitar 2 jutasel/mil.

Langkah-langkah untuk melakukan kultur larva skala semi-massal sebagai berikut :


-> Wadah yang akan digunakan dibersihkan dengan sabun kemudian dibilas dengan air
tawar hingga bersih. Air laut bersalinitas 30-35 ppt disaring dengan filter bag dan diberi
kaporit 10 ppm. Setelah itu, diaerasi kuat dan dibiarkan sekitar 12 jam kemudian
dinetralkan dengan natrium thiosulfat 5 ppm.
-> Setelah 5-6 hari dilakukan pemanenan dengankepadatan 12-16 juta sel/ml kemudian
ditransfer ke kultur skala massal.

Kultur Pakan Alami Skala Massal


Kultur skala massal merupakan kelanjutan dari kultur semimassal yang digunakan
dalam wadah bak beton yang berukuran minimal 10 meter kubik. Pemupukan yang
dilakukan menggnakan pupuk massal

Langkah-langkah untuk melakukan kultur massal yaitu :


->Bak dan aerasi yang digunakan untuk kultur dibersihkan dengan kaporit agar bebas
dari kotoran dan organisme lain yang mengganggu selama proses kultur berlangsung.
-> Air laut dengan salinitas 30-35 ppt diberi kaporit sebanyak 10 ppm kemudian
dibiarkan sekitar 12 jam dan diberi aerasi yang kuat. Setelah itu, air laut dinetralkan
dengan natrium thiosulfat 5 ppm.
-> Bibit yang digunakan sebanyak 20% dari total volume air dengan kepadatan awal
kultur 1-2 juta sel/ml.
Bab III
Penutup

A. Kesimpulan

Infusoria adalah salah satu kelas dari philum Protozoa. Berdasarkan alat geraknya,
infusoria dibedakan menjadi 2 yaitu ciliata dan flagellata. Ciliata (latin, cilia = rambut
kecil) atau Ciliophora/Infosoria bergerak dengan cilia (rambut getar) atau infusoria yang
bergerak menggunakan rambut getar (cilia) (Winarsih, et al, 2011).

Anda mungkin juga menyukai