Kelompok 3:
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS LAMPUNG
2021
I. LATAR BELAKANG
Lamun (seagrass) merupakan salah satu ekosistem yang penting pada daerah
pesisir. Ekosistem lamun berperan penting sebagai produsen dalam jaring
makanan daerah pesisir (Trisnawati, 2012). Secara ekologi lamun mempunyai
beberapa fungsi penting di daerah pesisir, mereka merupakan sumber makanan
penting bagi banyak organisme (dalam bentuk detritus) (Nybakken, 1992). Saat
ini perhatian orang terhadap ekosistem lamun tidak seperti perhatian terhadap
ekosistem mangrove maupun ekosistem terumbu karang. Padahal secara ekologis
lamun juga mempunyai peranan yang cukup besar. Padang lamun telah diketahui
sebagai salah satu ekosistem paling produktif di perairan pesisir atau laut dangkal
(Takaendengan dan Azkab, 2010).
Menurut Kiswara dan Hutomo (1985), lamun biasanya tumbuh pada substrat
pasir, pasir berlumpur, lumpur lunak dan karang. Lamun dapat ditemukan hampir
di seluruh wilayah perairan di Indonesia. Dari 50 jenis lamun yang ada, di
Indonesia ditemukan 12 jenis lamun yaitu Syringosium isooetifolium, Cymodocea
rotundata, Thalassia hemprichii, Halophila ovalis, Halophila spinulosa,
Halophila minor, Halophila decipiens, Halodule pinifolia, Halodule uninervis,
Thalassondendran ciliatum, Cymodocea serrulata, dan Enhalus acoroides.
Arsitektural pada lamun terdiri dari faktor fisik dan biologis yaitu antara lain:
1. Hidrodinamik, proses yang memiliki pengaruh lebih besar pada arsitektur
dalam tempat tidur dari tempat tidur retikulat daripada di dalam yang
berkelanjutan, mengingat yang pertama lebih banyak terkena gerakan air
(Fonseca et al., 1983). Beberapa penelitian menunjukkan bahwa padang
lamun cenderung lebih terfragmentasi di tempat Gerakan air yang kuat dan
memiliki gerakan yang lebih kontinu morfologi di lingkungan energi
rendah. Selain pergerakan air, sifat fisika-kimiawi dari sub stratum dan
geomorfologi dasar laut dapat menjadi faktor tambahan yang
berkontribusi.
2. Peningkatan kekeruhan kolom air, timbul dari resuspensi sedimen (Gacia
dan Duarte, 2001) dari patch dengan sedimen lunak yang diselingi tempat
tidur retikulat yang akan menyebabkan penurunan jumlah cahaya yang
tersedia untuk tanaman di tipe bedengan.
3. Penggembalaan, yang mungkin lebih intens pada retikulat tempat tidur,
karena adanya tambalan dan 'koridor' pasir gundul akan memungkinkan
mobilitas besar yang lebih tinggi pada herbivora (Cebria´n et al., 1996).
Faktor lingkungan fisik dan biotik juga memiliki besaran pengaruh yang
berbeda terhadap lamun yang berbeda jenis, misalnya arus. Tindakan
gelombang dapat diantisipasi, karena dapat menyebabkan pengaruh fisik yang
lebih besar, stres pada retikulat. Hal tersebut dikarenakan sebelumnya
memiliki rasio tepi ke area yang lebih besar. Resuspensi sedimen, berasal dari
petak berpasir yang diselingi tempat tidur retikulat akan kurangi jumlah
cahaya yang tersedia untuk tanaman yang terletak di tempat tidur retikulat
baik secara langsung melalui pengurangan air transparansi, dan secara tidak
langsung melalui peningkatan jumlah epifit yang ada pada permukaan daun
dengan respon terhadap peningkatan kadar nutrisi di kolom air. Sehingga
menyebabkan penurunan laju fotosintesis dan rata-rata biomassa pucuk, rata-
rata CSD pada tiga tingkat spasial:
a. Besar.
b. Sedang.
c. Kecil.
Batang hitam menunjukkan sarana untuk tempat tidur kontinu, batang putih
menunjukkan sarana untuk tempat tidur retikulat. tingkat pertumbuhan yang
lebih rendah dan perubahan arsitektur tanaman secara karakteristik. Tempat
tidur pada lamun berfungsi sebagai tempat makan dan pembibitan bagi
banyak spesies (Mazzella et al., 1992), termasuk secara komersial pada ikan
(Bell dan Harmelin-Vivien, 1982).
Selain yang telah dijelaskan sebelumnya, fitur arsitektural pada lamun juga
dapat berbentuk akar. Lamun membentuk kisi akar-rimpang padat, yang
dikenal sebagai “matte”, yang terkadang dapat berkembang menjadi beberapa
meter (Romero et al., 1994). Morfologi dasar pada lamun dipengaruhi oleh
kejadian alam dan proses lingkungan seperti badai, arus dan sedimentasi serta
aktivitas antropogenik seperti pukat pembangunan pesisir dan pekerjaan
rehabilitasi pantai, penahan kapal dan polusi. Sebagai akibat dari morfologi
tersebut maka menjadikan lapisan tidak merata seperti kumpulan petak-petak
yang terisolasi.
Oleh karena itu, akibat tekanan lingkungan yang seperti itu akan berdampak
pada tanaman di dalam bedengan retikulat, menghasilkan arsitektural
perbedaan antara dua jenis yang berbeda. beberapa fisik dan karakteristik
lingkungan biologis mungkin berbeda antara tepi dan bagian dalam padang
lamun. Hal ini termasuk dalam arsitektur padang lamun (Bowden, 2001) dan
kelimpahan fauna terkait karakteristik arsitektural dasar samudera pada suatu
angka skala spasial, bervariasi antara puluhan kilometer dan beberapa meter.
Balestri (2003) mencatat secara signifikan bahwa perbedaan variabilitas
terdeteksi di tingkat spasial puluhan kilometer dan beberapa ratus meter.
Perubahan tipe dasar (kontinyu/reticulate) yang mungkin dihasilkan dari
antropogenik atau fragmentasi habitat alami dapat mempengaruhi arsitektur
habitat di dalam hamparan lamun.
DAFTAR PUSTAKA
Bowden, D. A., Rowden, A. A., Attrill, M. J. 2001. Effect of Patch Size and In-
Patch Location on The Infaunal Macroinvertebrate Assemblages of
Zostera Marina Seagrass Beds. Journal of Experimental Marine Biology
and Ecology 259, 133–154.
Cebria´n, J., Duarte, C.M., Marba`, N., Enriquez, S., Gallegos, M., Olesen, B.
1996. Herbivory on Posidonia Oceanica: Magnitude and Variability in The
Spanish Mediterranean. Marine Ecology Progress Series 130, 147–155.
Den Hartog, C. 1970. Sea Grasses of The World. North Holland Publishing.
Amsterdam, London pp. 272.
Fonseca, M. S., Zieman, J. C., Thayer, G. W., Fisher, J. S. 1983. The Role of
Current Velocity in Structuring Eelgrass (Zostera Marina) Meadows.
Estuarine, Coastal and Shelf Science 17, 367–380.
Gacia, E., Duarte, C. M. 2001. Sediment Retention by a Mediterranean Posidonia
Oceanica Meadow: The Balance Between Deposition and Resuspension.
Estuarine, Coastal and Shelf Science 52, 505–514.
Kiswara, W dan M. Hutomo. 1985. Habitat dan Sebaran Geografik Lamun. Jurnal
Oseana Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia. XII (1): 21- 30.
Mazzella, L., Buia, M.C., Gambi, M.C., Lorenti, M., Russo, G.F., Scipione, M.B.,
Zupo, V. 1992. Plant-Animal Trophic Relationships in The Posidonia
Oceanica Ecosystem of The Mediterranean Sea: A Review. In: John,
D.M., Hawkins, S.J., Price, J.H. (Eds.), Plant Animal Interactions in The
Marine Benthos. Systematics Association Special Volume No 46.
Clarendon Press, Oxford, UK, Pp. 165–187.
Romero, J., Pe´Rez, M., Mateo, M.A., Sala, E. 1994. The Below Ground Organs
of The Mediterranean Seagrass Posidonia Oceanica as a Biogeochemical
Sink. Aquatic Botany 47, 13–19.