Anda di halaman 1dari 9

DAMPAK KENAIKAN MUKA AIR LAUT DI KOTA BANJARMASIN

(Tugas Mitigasi Bencana Pesisir dan Laut)

Diajukan untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Mitigasi Bencana Pesisir dan Laut

Dosen Pengampu: Eko Efendi, S.T., M.Si.

Disusun Oleh :

Ira Septiliana 1914221028

PROGRAM STUDI ILMU KELAUTAN


JURUSAN PERIKANAN DAN KELAUTAN
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS LAMPUNG
2021
I. PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Pemanasan global dapat menyebabkan terjadinya perubahan kedudukam muka laut termasuk
di Indonesia yang memiliki luas perairan sekitar 70% dari luas keseluruhan wilayahnya.
Indonesia yang merupakan negara kepulauan yang terdiri dari lebih 17.000 pulau dengan
total luas daratan 195 juta hektar. Pemanasan global yang sering disebut dengan istilah
Global Warming dapat terjadi karena meningkatnya kadar gas CO2, CH4, CFC dan gas
lainnya yang mempengaruhi lapisan ozon di atmosfer. Pemanasan global ini akan
menyebabkan mencairnya es abadi di pegunungan serta di kutub utara dan kutub selatan
(Artik dan Antartika). Hal ini merupakan faktor penyebab kenaikan permukaan air laut (Sea
Level Rise). Kenaikan air laut yang diakibatkan oleh pemanasan global ini dalam kurun
waktu lama akan menyebabkan kenaikan ketinggian muka air laut sehingga akan
mempertinggi abrasi pantai, erosi garis pantai, penggenangan suatu wilayah daratan dan bisa
menenggelamkan pulau-pulau kecil serta meningkatnya intensitas dan frekuensi banjir
(IPCC,2001).

Pemanasan global dapat menyebabkan terjadinya perubahan kedudukan muka laut termasuk
di Indonesia yang memiliki luas perairan sekitar 70% dari luas keseluruhan wilayahnya.
Sebagian kota-kota besar berada di pesisir pantai. Sehingga pengaruh sea level rise (SLR)
bagi Indonesia memiliki pengaruh besar. Indonesia yang merupakan negara kepulauan yang
terdiri dari lebih 17.000 pulau dengan total luas daratan 195 juta hektar. Terdapat lima pulau
besar yaitu Sumatera, Jawa, Kalimantan, Sulawesi dan Papua. Indonesia memiliki panjang
garis pantai sekitar 81.000 km (Kementerian Kelautan dan Perikanan, 2010). Pengamatan
perubahan kedudukan air laut dilakukan melalui pengamatan pasut di pantai sudah dilakukan
sejak beberapa tahun yang lalu. Cakupan daerah yang dapat diamati dengan metode ini tidak
seluas satelit altimetri. Pengamatan pasut di pantai hanya akurat pada daerah laut dangkal
yang dekat dengan pantai. Dengan memperlihatkan dampak-dampak yang terjadi akibat
pemanasan global dan perubahan iklim yang terjadi maka perlu dilakukan penelitian guna
mengetahui kenaikan muka air laut yang terjadi di Indonesia khususnya di daerah pesisir.
Salah satu daerah studi yang bisa dilakukan sebagai lokasi studi penelitian tersebut adalah
perairan di banjarmasin.
1.2 Tujuan
Makalah ini bertujuan untuk mengidentifikasi kerugian dan permasalah aspek fisik dan sosial
pada kawasan permukiman perkotaan akibat kenaikan muka air laut.
II. PEMBAHASAN

2.1 Peta Spasial

Beberapa peta spasial proyeksi kenaikan muka laut untuk tahun 2010, 2050, dan 2100
ditunjukkan pada gambar-gambar berikut :

Gambar 1. Kenaikan muka laut Banjarmasin tahun 2010

Gambar 2. Kenaikan muka laut Banjarmasin tahun 2050


Gambar 3. Kenaikan muka laut Banjarmasin tahun 2100

Ketiga gambar tersebut di atas, yaitu Gambar 1, 2, dan 3 menunjukkan genangan air yang
diakibatkan oleh kenaikan muka laut hingga tahun 2100. Beberapa kecamatan di Banjarmasin
mengalami dampak dari kenaikan muka laut tersebut. Diantaranya adalah kecamatan
Banjarmasin Tengah, Banjarmasin Utara, Banjarmasin Barat, dan Banjarmasin Selatan.
Daratan yang hilang karena terendam air dapat dilihat melalui Tabel 1 berikut:

Tabel 1. Luas daratan Banjarmasin yang hilang karena kenaikan muka laut

Tahun Luas daratan yang hilang


(km2 )
2010 0.530
2050 1.039
2100 2.581

2.2 Kenaikan Muka Air Laut akibat Pemanasan Global


Perubahan iklim sebagai implikasi pemanasan global, yang disebabkan oleh kenaikan gas-gas
rumah kaca terutama karbondioksida (CO2) dan metana (CH4), mengakibatkan dua hal
utama yang terjadi di lapisan atmosfer paling bawah, yaitu fluktuasi curah hujan yang tinggi
dan kenaikan muka laut. Sebagai negara kepulauan, Indonesia paling rentan terhadap
kenaikan muka laut. Telah dilakukan proyeksi kenaikan muka laut untuk wilayah Indonesia,
hingga tahun 2100, diperkirakan adanya kenaikan muka laut hingga 1.1 m yang yang
berdampak pada hilangnya daerah pantai dan pulau-pulau kecil seluas 90.260 km2. Kota
Banjarmasin sebagai ibu kota dari Kalimantan Selatan dengan luas daratan 72 km2 dan
datarannya yang rendah serta dilalui oleh sungai Barito yang menjadi jalur menuju laut Jawa,
juga memiliki tingkat kerawanan terhadap kenaikan muka laut yang cukup tinggi. Proyeksi
kenaikan muka laut di wilayah Banjarmasin telah dilakukan untuk tahun 2010, 2050 dan
2100. Tinggi muka laut menurut proyeksi tersebut diantaranya adalah mencapai ketinggian
0.37 m untuk tahun 2010, 0.48 m untuk tahun 2050, dan 0.934 untuk tahun 2100.

2.3 Analisis Fenomena Yang Akan Terjadi


Berkenaan dengan proyeksi kenaikan muka laut, telah dilakukan penelitian oleh peneliti
sebelumnya, yaitu proyeksi kenaikan muka laut untuk wilayah Indonesia. Hasil proyeksi
tersebut menunjukkan wilayah Indonesia mengalami kehilangan daratan-daratan akibat
kenaikan muka laut. Jika diambil hasil proyeksi untuk tahun 2010, 2050, dan 2100 dengan
luas daratan yang hilang secara berturut-turut seluas 7408 km2 , 30120 km2 , dan 90260 km2
(Susandi, dkk., 2008), maka sekitar 0.03% luas daratan yang hilang tersebut adalah bagian
dari daratan Banjarmasin. Daratan yang hilang di wilayah Banjarmasin ini diakibatkan karena
sungai Barito yang mengalir di antara Kota Kalimantan dan Kabupaten Barito Kuala
mendapatkan massa air kiriman dari laut Jawa. Permukaan sungai Barito menjadi naik
sebagai akibat kenaikan muka laut di laut Jawa karena perubahan iklim. Banjir yang terjadi
disebabkan karena daratan Banjarmasin yang rendah, sehingga permukaan air sungai Barito
yang lebih tinggi menyebabkan meluapnya air ke daratan.

2.4 Dampak Fisik dan Sosial Akibat Kenaikan Muka Air Laut
Daratan Banjarmasin yang hilang karena kenaikan muka laut menurut proyeksi yang
dilakukan akan berdampak juga pada beberapa sektor perekonomian di Banjarmasin.
Estimasi dampak fisik dan sosial yang terjadi sebagai akibat dari genangan air di Banjarmasin
adalah :

1. Terganggunya lalu lintas jalan raya.


2. Munculnya genangan-genangan air di wilayah perkotaan.
3. Berkurangnya lahan-lahan produktif di sektor pertanian.
4. Bekunya aktifitas-aktifitas industri dan bisnis diakibatkan kerusakan/terganggunya
infrastruktur-infrastruktur.
Melihat berbagai dampak kenaikan muka laut di Banjarmasin dan kerugian yang
disebabkannya, maka banyak sekali tindakan-tindakan yang perlu dilakukan baik oleh
pemerintah pusat, pemerintah daerah Banjarmasin maupun masyarakat lokal. Kegiatan
adaptasi terhadap kenaikan muka laut seperti pembuatan tanggul di pinggir Sungai Barito,
relokasi penduduk di sekitar sungai ke daerah yang lebih tinggi serta pembangunan rumah
panggung merupakan salah satu usaha yang dapat dilakukan untuk mengurangi dampak
kenaikan muka laut di Banjarmasin.
III. PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Dari penjelasan yang telah di tulis kembali, dapat disimpulkan bahwa, dampak yang dapat
dirasakan langsung dari perubahan iklim terhadap daerah pesisir ialah kenaikan pada muka
air laut. Peristiwa tersebut diklasifikasikan menjadi dua, yaitu kenaikan muka laut jangka
panjang dan kenaikan muka laut jangka pendek. Kemudian pada kenaikan permukaan air laut
disebabkan oleh perubahan iklim sebagai implikasi pemanasan global, yang disebabkan oleh
kenaikan gas-gas rumah kaca terutama karbondioksida (CO2) dan metana (CH4),
mengakibatkan dua hal utama yang terjadi di lapisan atmosfer paling bawah, yaitu fluktuasi
curah hujan yang tinggi dan kenaikan muka laut.
DAFTAR PUSTAKA

IPCC, SRES (Special Reports on Emission Scenarios), 2001.


Susandi, A, The impact of international greenhouse gas emissions reduction on Indonesia.
Report on Earth System Science, Max Planck Institute for Meteorology, Jerman,2004.
Susandi, A., Y. Firdaus dan I. Herlianti. 2008. Impact of Climate Change on Indonesian Sea
Level Rise with Referente to It’s Socioeconomic Impact. EEPSEA Climate Change
Conference, Bali.
Ustun, Aydin et.al. 2006. An Evaluation of SRTM3 Data : Validity, Problems, and Solutions.
Selcuk University.

Anda mungkin juga menyukai