Anda di halaman 1dari 35

PANDUAN PRAKTIKUM

FISIOLOGI BIOTA LAUT

Tim Penyusun

PROGRAM STUDI ILMU KELAUTAN


FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS LAMPUNG
2019

1
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT atas tersusunnya buku panduan


praktikum Fisiologi Biota Laut ini. Buku ini sengaja disusun karena tingginya
tuntutan kebutuhan akan sebuah standar untuk kegiatan praktikum Fisiologi
Biota Laut. Buku panduan Praktikum Fisiologi Biota Laut ini disusun dengan
maksud untuk memudahkan praktikan dalam melakukan praktikum – praktikum
mata kuliah ini. Dalam buku ini disisipkan teori dan gambaran singkat cara
melaksanakan praktikum.
Penyusun mengucapkan terimakasih kepada semua pihak yang telah
memberikan bantuan sehingga panduan ini dapat terselesaikan. Penulis
menyadari masih banyak kekurangan dalam panduan ini. Oleh karenanya, saran
dan masukan yang membangun sangat diharapkan. Akhirnya semoga panduan
praktikum ini bermanfaat bagi pembaca.

Bandar Lampung, Januari 2019

Tim Penyusun

2
PRAKTIKUM I

RESPON ORGANISME LAUT TERHADAP VARIABEL LINGKUNGAN

Pendahuluan
Organisme akuatik hidup pada suatu lingkungan yang selalu berubah-ubah baik harian,
musiman, maupun tahunan. Oleh karena itu organisme akuatik harus melakukan respon
terhadap perubahan lingkungan dengan cara adaptasinya. Adapun respon yang terjadi
pada organisme sehubungan dengan perubahan lingkungan tersebut dapat berupa:

1.Respon biokimia : Aktivitas enzim, biosintesis protein, lemak, kondisi membran sel,
dan komposisi ion cairan.
2.Respon struktur sel/organ/ tubuh: Jumlah sel khlor pada insang dan ketebalan lapisan
mukosa pada esofagus.
3.Respon fisiologis : Konsumsi oksigen, keseimbangan osmotik dan ion, aktivitas
makanan dan pencernanaan, ekskresi dan asimilasi, serta sekresi mucus.
4.Respon tingkah laku : Aktivitas renang dan pemijahan, kebiasaan makan dan cara
makan.

Variabel lingkungan fisik dan kimia yang penting untuk dicermati dan besar pengaruhnya
terhadap lingkungan organisme akuatik adalah suhu, salinitas, kekeruhan, tekanan,
cahaya, oksigen, pH, NH, CO, serta beberapa macam logam berat (Hg, Pb, Cu, dan
Cd).

Adanya perubahan lingkungan serta kemampuan adaptasi dari organisme akuatik


terhadap lingkungannya, maka perlu dilakukan praktikum ini dimaksudkan untuk
mendapatkan informasi tentang kemampuan adaptasi dari suatu organisme terhadap
lingkungannya.

Tujuan
1. Mengetahui respon organisme akuatik terhadap variabel lingkungan (suhu, pH, dan
deterjen)
2. Mengetahui kisaran toleransi organisme akuatik terhadap variabel lingkungan

3
Alat dan Bahan

Alat yang digunakan dalam praktikum, yaitu akuarium/stoples kaca, aerator, termometer,
pH-meter, timbangan digital, gayung, ember, heater(alat pemanas air), lap, pengaduk,
tissue, stopwatch, handtally counter, dan terminal listrik.

Bahan yang digunakan, yaitu ikan nemo, es batu, air panas, aquades, HCl dan NaOH,
surfaktan deterjen.

Metode Kerja
a. Adaptasi organisme terhadap suhu

 Disiapkan terlebih dahulu 5 buah akuarium/stoples kaca yang telah diisi 3 liter air
sebagai tempat untuk uji coba. Akuarium 1 berfungsi sebagai kontrol, akuarium 2,
3, dan 4 untuk perlakuan yang berbeda (panas : 40 0C; dingin : 200C, 100C,),
sedangkan akuarium 5 untuk perlakuan gradual kenaikan suhu.
 Sebelum ikan dimasukkan ke dalam akuarium terlebih dahulu ditimbang dan
dicatat bobot awalnya menggunakan timbangan digital.
 Media air perlakuan berupa air es dan air panas untuk masing-masing perlakuan.
Kemudian siapkan heater dan aerator pada masing-masing akuarium, lalu ikan
dimasukkan dalam akuarium secara bersama-sama.
 Suhu dalam akuarium dijaga agar tetap stabil sesuai dengan perlakuan.
Kemudian diamati tingkah laku ikan dan bukaan operkulum setiap 10 menit
selama 60 menit dan dicatat jumlah hewan uji yang mati selama percobaan.
Timbang bobot akhir dari hewan uji tiap akuarium.

b. Adaptasi organisme terhadap pH

 Terlebih dahulu disiapkan 6 buah akuarium yang diisi 3 liter air dengan berbagai
tingkat pH yang berbeda sebagai tempat untuk uji coba. Akuarium 1 berfungsi
sebagai kontrol, akuarium 2, 3, 4 dan 5 untuk perlakuan yang berbeda (asam :
pH 5 dan 6 ; basa : pH 8 dan 9), sedangkan akuarium 6 untuk perlakuan gradual.
 Sebelum ikan dimasukkan ke dalam akuarium terlebih dahulu ditimbang dan
dicatat bobot awalnya menggunakan timbangan digital.
 Kemudian ikan dimasukkan dalam akuarium secara bersama-sama.

4
 Kemudian diamati tingkah laku ikan dan bukaan operkulum setiap 10 menit
selama 60 menit dan dicatat jumlah hewan uji yang mati selama percobaan.
Timbang bobot akhir dari hewan uji tiap akuarium.

c. Adaptasi organisme akuatik terhadap surfaktan deterjen


 Terlebih dahulu siapkan 5 buah akuarium yang diisi 3 liter air yang telah diberi
surfaktan deterjen yang berbeda konsentrasi sebagai tempat untuk uji coba.
Akuarium 1 berfungsi sebagai kontrol, akuarium 2, 3, dan 4 untuk perlakuan yang
berbeda (tambahkan surfaktan deterjen sebanyak 1 gr, 3 gr, dan 6 gr),
sedangkan akuarium 5 untuk perlakuan gradual.
 Sebelum ikan dimasukkan ke dalam akurium terlebih dahulu ditimbang dan
dicatat bobot awalnya menggunakan timbangan digital.
 Kemudian siapkan aerator pada masing-masing akuarium, lalu ikan dimasukkan
dalam akuarium secara bersama-sama.
 Kemudian diamati tingkah laku ikan dan bukaan operkulum setiap 10 menit
selama 60 menit dan dicatat jumlah hewan uji yang mati selama percobaan.
Timbang bobot akhir dari hewan uji tiap akuarium.
Setelah itu dihitung ketahanan hidup (survival rate) ikan tersebut dan angka kematian
(mortalitas) dengan rumus:

Nt No  Nt
SR = x 100 % M = x 100 %
N0 No

Keterangan :
SR : Survival Rate
Nt : jumlah ikan yang hidup
No : jumlah ikan awal
M : mortalitas

5
Tabel 1. Hasil Pengamatan Tingkah Laku Ikan Terhadap Variabel Lingkungan
Menit Respon Tingkah Bukaan SR M Bobot Bobot Akhir
Kel Perlakuan
ke- Laku Operkulum (%) (%) Awal Ikan Mati Ikan Hidup

10
Suhu 20
1
10°C ...
60
10
20
2 pH 5
...
60

6
PRAKTIKUM 2

OSMOREGULASI

Pendahuluan
Salinitas adalah konsentrasi semua ion – ion terlarut dalam air dan dinyatakan dalam
gram perliter atau bagian perseribu atau promil. Salinitas itu sendiri sangat erat
kaitannya dengan sifat osmotik. Sifat osmotik dari air berasal dari seluruh elektrolit yang
terlarut di dalamnya, semakin tinggi salinitas maka konsentrasi elektrolit semakin tinggi.

Osmoregulasi adalah upaya hewan air mengontrol keseimbangan air dan ion antara
tubuh dan lingkunganya atau suatu proses pengaturan tekanan osmose. Kinne (1964)
menyatakan bahwa salinitas berpengaruh langsung terhadap kelangsungan hidup,
konsumsi pakan, laju pertumbuhan, metabolisme dan distribusi ikan. Apabila ikan
berada pada media yang bersalinitas, maka untuk mempertahankan kelangsungan
hidupnya diperlukan proses osmoregulasi. Hal ini penting dilakukan, terutama oleh
organisme perairan karena :
 Harus tejadi keseimbangan antara substansi tubuh dan lingkungan
 Membran sel yang permeabel merupakan tempat lewatnya beberapa substansi
yang bergerak cepat
 Adanya perbedaan tekanan osmose antara cairan tubuh dengan lingkungan
Semakin jauh perbedaan tekanan osmose antara tubuh dan lingkungan, semakin
banyakenergi metabolisme yang dibutuhkan untuk melakukan osmoregulasi sebagai
upaya adaptasi, pengetahuan ini sangat pentin dalam mengelola kualtias air media
pemeliharaan, terutama salinitas.

Pada dasarnya proses osmoregulasi merupakan proses difusi gas dan garam (terutama
Na+ dan Cl-). Difusi Na+ dan Cl- melalui insang tergantung pada luas permukaan, jarak
difusi, perbedaan konsentrasi darah dan air, permeabilitas epitel terhadap garam, dan
trans-epithelial potential (TEP). Pada ikan air tawar, peningkatan luas permukaan atau
pengurangan jarak difusi akan meningkatkan tingkat pelepasan ion. Sebaliknya, apabila
ada penurunan luas permukaan atau peningkatan jarak difusi akan membatasi
pelepasan ion dan pengambilan O2 (Farrell, 2011).

7
Ikan teleost mempertahankan konsentrasi osmotik plasma dalam tubuhnya sepertiga
dari ikan air laut. Pada ikan air tawar, membutuhkan menetralkan perolehan pasif air
dan kehilangan ion dengan memproduksi urin encer yang banyak dan secara aktif
mengambil ion melintasi insang. Di air laut, teleosts harus menetralkan keuntungan pasif
dari ion dan hilangnya air. Ini dilakukan dengan meminum air laut, menyerap air dan
garam melintasi usus, dan mengeluarkan ion monovalen berlebih melintasi insang dan
ion divalen melalui ginjal. Evans (1984) memperkirakan bahwa 95% spesies teleost
bersifat stenohaline, hidup sepenuhnya dalam air tawar atau air laut. 5% sisanya adalah
euryhaline, memiliki kapasitas untuk menahan perubahan besar dalam salinitas
lingkungan, suatu sifat yang tersebar luas di antara garis keturunan teleost dan
tampaknya telah berevolusi berkali-kali. Kapasitas untuk mengembangkan euryhalinitas
ini mungkin menjadi salah satu alasan bahwa teleost dapat ditemukan di hampir semua
habitat perairan.

Menurut Fujaya (2002), pada insang, sel-sel yang berperan dalam osmoregulasi adalah
sel-sel chloride yang terletak pada dasar lembaran-lembaran insang. Studi mengenai
fungsi dan biokimiawi insang teleostei mengindikasikan bahwa insang teleostei
merupakan pompa ion untuk chloride (Cl-), sodium (Na+) dan potasium (K+). Ion Na+
dibutuhkan dalam proses pemompaan NH4+ dan H+ dari dalam tubuh ikan ke
lingkungannya. Hasil pengamatan didapatkan perbandingan berat insang dengan berat
tubuh pada ikan pertama adalah 5,59 yang berarti aktivitas bergerak lebih cepat dengan
berat tubuh yang ideal daripada ikan kedua dengan nilai sebesar 5,04 dengan aktivitas
gerak lebih lamban.

Osmoregulasi beberapa golongan ikan :


Ada 3 pola regulasi ion dan air, yakni :
- Regulasi hipertonik / hipersonik, yaitu pengaturan secara aktif konsentrasi cairan
tubuh yang lebih tinggi dari konsentrasi media, misalnya :pada potadrom (ikan air
tawar).
- Regulasi hipotonik / hipoosmotik, yaitu pengaturan secara aktif konsentrasi cairan
tubuh yang lebih rendah dari konsentrasi media, misalnya : pada oseandrom (ikan
air laut).
- Regulasi isotonik / isoosmotik, yaitu bila konsentrasi cairan tubuh sama dengan
konsentrasi media, misalnya : ikan – ikan yang hidup pada daerah estuari.

8
Ikan air tawar memiliki konsentrasi garam dalam tubuh berkisar antara 8,5 hingga 10,4
ppt yang berarti hipertonik terhadap lingkungannya (Bond, 1979 dalam Watanabe,
2000). Salinitas berhubungan erat dengan proses osmoregulasi dalam cairan tubuh
hewan yang dipelihara. Dan salinitas yang naik turunnya mendadak akan menyulitkan
hewan air dalam mengatur osmoregulasi di dalam tubuhnya. Kematian lebih banyak
terjadi pada perubahan salinitas yang berlangsung mendadak dan di dalam kisaran yang
luas.

Tujuan
Mengevaluasi pengaruh salinitas terhadap fisiologi ikan yang dipaparkan daalam
waktu tertentu.

Alat dan Bahan


Akuarium, Refraktometer, Timbangan digital, Gelas ukur, handtally counter, lidi, lap, dan
tisu. Adapun bahan yang digunakan adalah udang vaname, air laut atau air garam dan
air tawar.

Metode Kerja
Prosedur percobaan penentuan tekanan osmotik (salinitas) media optimum melalui
pengukuran tingkat penurunan bobot tubuh organisme akuatik adalah sebagai berikut :
1. Siapkan media yang memiliki salinitas berbeda, yaitu 30, 25, 20, 15, 10, 5, 0 ppt dan
gradual.
2. Masukkan ke dalam masing – masing media tersebut 3 ekor udang yang telah
dipuasakan selama 24 jam dan telah diketahui beratnya (ukuran ikan yang
digunakan harus seragam, baik panjang maupun beratnya ).
3. Kondisi media harus diusahakan dalam keadaan baik terutama kadar oksigennya.
4. Menghitung laju frekuensi dan laju tutup insang (operkulum) dan bagian dasar mulut
sebagai indikator respon respirasi
5. Menghitung frekuensi dan laju gerakan sirip dada sebagai indikator pergerakan
(locomotion)
6. Mengamati reaksi ikan terhadap sentuhan dengan lidi pada tubuh ikan sebagai
indikator respon syaraf kulit

9
7. Mengamati reaksi ikan terhadap gerakan benda di depan matanya sebagai indikator
sistem syaraf mata
8. Pengamatan tingkah laku ikan dilakukan selama 60 menit kemudian ikan di timbang
beratnya.
9. Hitunglah penurunan berat ikan yang terjadi pada masing – masing media.
10. Hitung juga ikan yang masih hidup untuk menghitung Survival Rate.

Parameter yang Diamati


1. Respon respirasi (gerakan operculum) dan gerakan sirip dada.
2. Kelangsungan Hidup (SR)

Nt
SR  x100
No
Keterangan Nt = Jumlah organisme pada akhir percobaan
No = Jumlah organisme pada awal percobaan
3. Pertumbuhan bobot negatif (penurunan bobot) atau SGR ( Spesific Growth Rate)
selama percobaan :

LnWt  LnWo
SGR  x100
t
Keterangan : Wo = Berat rata – rata pada awal percobaan
Wt = Berat rata – rata pada akhir percobaan
t = Selisih hari ikan yang hidup dengan ikan yang mati

4. Kriteria salinitas optimum didasarkan pada penurunan bobot rata – rata individu yang
terkecil.

10
Respirasi merupakan proses pertukaran oksigen dan karbondioksida antara suatu
organisme dengan lingkungannya. Oksigen sangat berperan dalam kehidupan, yaitu
sebagai zat yang dibutuhkan untuk mengoksidasi zat makanan (karbohidrat, lemak, dan
protein) untuk mendapatkan energi (Affandi, 2002). Komponen pada sistem pernapasan
organisme akuatik adalah alat pernapasan (insang), oksigen, karbondioksida, dan darah
(butir-butir darah merah, Hb). Prinsip pernapasan yaitu proses pertukaran gas yang
terjadi secara difusi. Pada proses difusi terjadi satu aliran molekul gas dari lingkungan
yang konsentrasi gasnya tinggi ke lingkungan yang konsentrasi gasnya rendah.

Mekanisme pernapasan pada organisme akuatik terbagi menjadi dua bagian, yaitu
inspirasi dan ekspirasi. Proses inspirasi pada ikan terjadi ketika mulut ikan terbuka,
rongga bucco-pharynx dan rongga insang menggelembung dan selaput operkulum
tertutup, pada keadaan ini air masuk (terhisap). Proses ekspirasi terjadi ketika mulut
dalam keadaan tertutup, rongga bucco-pharynx dan rongga insang berkontraksi
(menyempit) selaput operkulum terbuka, pada keadaan ini air mengalir dari rongga
mulut dan rongga insang ke arah luar melalui insang. Pada saat air melewati insang
terjadi pertukaran gas.

Faktor-faktor yang menpengaruhi tingkat konsumsi oksigen pada organisme akuatik


terdiri dari faktor luar dan faktor dalam (Affandi, 2002). Faktor luar terdiri dari tekanan
parsial oksigen, suhu (peningktan suhu dapat diikuti dengan peningkatan laju
metabolisme), makanan, salinitas, dan kandungan karbondioksida dalam air. Faktor
dalam yang mempengaruhi tingkat konsumsi oksigen antara lain ukuran ikan, jenis ikan
dan faktor lain seperti aktifitas (yang aktif berenang perlu lebih banyak O2), pemuasaan,
kondisi kesehatan, dan jenis kelamin ikan (ikan betina membutuhkan lebih banyak O2).

Tujuan
1. Mendapatkan salinitas optimum bagi pertumbuhan biota akuatik
2. Mengetahui respon organisme akuatik terhadap konsentrasi oksigen

11
Alat dan Bahan
Akuarium, Toples kaca, Refraktometer, Timbangan digital, Gelas ukur, handtally
counter, lidi, lap, lilin malam, DO meter, dan tisu. Adapun bahan yang digunakan adalah
ikan nila, mas, dan lele, air laut atau air garam dan air tawar.

Metode Kerja

Adaptasi organisme akuatik terhadap perubahan konsentrasi oksigen

 Siapkan sampel ikan air tawar (Ikan lele & ikan mas) dan 4 buah toples kaca
sebagai wadah ikan. Terlebih dahulu ikan ditimbang bobot awalnya.
 Kemudian dimasukkan ke dalam stoples berisi air yang telah dihitung DO awal,
kemudian ditambah dengan air sampai memenuhi stoples. Hindari timbulnya
gelembung udara pada saat stoples ditutup dengan plastik wrap/lilin malam,
kemudian diamkan selama 30 menit. Amati bukaan operkulum ikan tiap 3 menit
 Setelah 30 menit buka plastik wrap/lilin malam tersebut kemudian ukur kadar
oksigen yang telah dikonsumsi oleh ikan
menggunakan DO meter.
 Setelah itu hitung kebutuhan oksigen selama 30 menit dan oksigen gram per
menit untuk tiap-tiap jenis ikan dengan rumus :

 Kebutuhan O2 selama 30 menit


X = DO awal – DO akhir
 Kebutuhan O2 gram per menit
X’ = xg x 30
Keterangan:
X = nilai konsumsi Oksigen mg/l
X’ = nilai kebutuhan O2 gram per menit
xg = bobot ikan (gram)

12
PRAKTIKUM 3

KONTRAKSI OTOT JANTUNG IKAN

Pendahuluan
Sistem jantung pada ikan merupakan organ sirkulasi darah dalam tubuh yang sifatnya
tertutup. Jantung ikan terletak pada ruang perikardial di sebelah posterior insang.
Kontraksi otot jantung ikan merupakan salah satu sarana untuk mengkonversi energi
kimia menjadi energi mekanik dalam bentuk tekanan dalam aliran darah. Jantung ikan
terdiri dari dua ruang yaitu atrium yang mempunyai dinding yang tipis dan ventrikel yang
mempunyai dinding yang tebal.

Secara garis besar jalannya aliran darah pada jantung ikan yaitu ductus cuvieri, vena
hepaticus, sinus venosus, atrium, ventrikel dan corus arteriosus. Susunan sel jantung
yang demikian ini yang membuat jantung tetap dapat berdetak meskipun telah terpisah
dari saraf pusat selama cadangan energi masih tersedia.

Jantung memiliki peranan yang sangat penting dalam kerjanya memompa darah dari
dan ke seluruh tubuh agar sistem metabolisme dan energi berjalan dengan baik. Kerja
jantung akan optimal bila jantung berada dalam kondisi yang sesuai. Sistem kerja
jantung ikan memiliki dua mekanisme gerak yaitu sistole dan diastole. Sistole adalah
keadaan pada saat ventrikel menyempit dan berkontraksi sedangkan diastole adalah
keadaan pada saat ventrikel mengembang dan relaksasi. Sinus venosus secara
fungsional memiliki pace maker untuk mengatur kerja otot jatung.

Tujuan

Untuk mengamati bagaimana kerja otot jantung tanpa pengaruh organ tubuh lain dan
mengetahui ketahanan jantung diluar tubuh ikan Mas serta untuk membuktikan bahwa
otot jantung adalah otot lurik tetapi bekerja seperti otot polos.

Alat dan Bahan

Alat yang digunakan dalam praktikum ini adalah alat bedah, cawan petri, stopwatch,
baki, kaca pembesar, timbangan, lap atau tisu, dan alat tulis. Bahan yang digunakan

13
adalah ikan mas yang besar dan yang kecil, larutan NaCl fisiologis, Akuades, dan
detergen.

Metode Kerja

 Terlebih dahulu ikan yang masih hidup dipingsankan terlebih dahulu dengan cara
menusuk bagian saraf otaknya dengan menggunakan jarum bertangkai.
 Kemudian ikan dibedah dengan menggunakan gunting bedah, dimulai dari anus
kearah depan sampai ke insang (lakukan dengan hati-hati jangan sampai jantung
terpotong).
 Setelah itu organ jantung dipisahkan dan diletakkan dalam cawan petri yang
berisi masing-masing larutan NaCl fisiologis, akuades, dan detergen
 Dilakukan pengamatan dengan menghitung detak jantung ikan setiap detik
sampai jantung ikan tidak berdetak lagi.

14
PRAKTIKUM 4

PROFIL DARAH

Pendahuluan
Darah terdiri dari plasma darah dan sel – sel darah. Darah tersebut merupakan cairan
yang mengalir dalam tubuh melalui saluran vaskuler, membawa berbagai macam bahan
yang dibutuhkan bagi kehidupan seluruh sel – sel dalam tubuh dan menampung sisa –
sisa hasil metabolisme serta diangkut ke organ ekresi. Darah ikan berfungsi mengangkut
oksigen ke sel – sel jaringan tubuh dan membawa sisa hasil metabolisme berupa
karbondioksida dari sel jaringan tubuh tersebut, selain membawa nutrien dan hormon.

Berdasarkan warna dan fungsinya darah dikelompokkan menjadi sel darah merah
(eritrosit) dan sel darah putih (leukosit). Eritrosit pada ikan merupakan sel yang paling
banyak jumlahnya. Bentuknya hampir sama untuk segala jenis ikan, berinti seperti pada
burung dan reptil. Eritrosit berjumlah rata-rata 20.000 sampai 3.000.000 sel/mm3 dan
berdiameter 7–36 μm.

Eritrosit mengandung haemoglobin yang berfungsi membawa oksigen dari insang


kejaringan tubuh, molekul haemoglobin merupakan suatu protein dalam eritrosit.
Beberapa parameter yang dapat mempelihatkan perubahan patologi pada darah ikan
adalah kadar hematokrit, hemoglobin, jumlah sel darah putih dan merah. Jumlah eritrosit
ikan mas adalah 1.43 x106 sel/mm3.

Jumlah Sel Darah


Sel darah merah ikan mempuanyai inti, berfungsi untuk mengikat oksigen. Eritrosit
berwarna merah kekuningan, bentuknya lonjong, kecil dan ukurannya sekitar 7 – 36
mikron. Eritrosit yang matang berentuk oval hingga bundar, inti kecil dengan sitiplasma
dalam jumlah yang besar. Sel darah putih ikan tidak berwana. Jumlah sel darah puith
tiap – tap mm3 darah ikan berkisar 20.000 – 150.000 butir. Bentuk sel darah putih ini
lonjong sampai bulat.

15
Diferensial Leukosit
Leukosit menjadi dua golongan, yaitu agranulosit dan granulosit. Agranulosit
digolongkan menjadi limfosit , trombosit dan monosit. Sedangkan granulosit dibagi
menjadi basofil, eosinofil dan neutrofil. Limfosit berukuran lebih kecil dari eritrosit dan
ukurannya bervariasi 6 – 11 μm, sel ini ditandai dengan bentuknya yang bundar dan
sejumlah kecil sitoplasma non granula berwaena biru cerah atau ungu pucat dalam
pewarnaan Wright & Giemsa. Ciri khusus trombosit adalah lingkaran sitoplasma tipis di
sekeliling inti, yang berwarna cerah dengan pewarnaan Wright & Giemsa. Ukuran rata –
rata trombosit adaalh 4 x 7 sampai 15 x 13 μm. Trombosit berperan penting dalam
proses pembekuan darah dan juga berfungsi untuk mencegah kehilangan cairan tubuh
pada kerusakan – kerusakan dipermukaan tubuh.

Monosit berbentuk oval atau bundar, berdiameter 8 – 15 μm, dengan nukleus oval
berdekatan tepi sel dan mengisi sebagian isi sel serta jumlahnya sedikit dari populasi sel
darah putih kecuali kalau ada infeksi di jaringan atau aliran darah. Bersama dengan
makrofag – makrofag jaringan setempat, monosit memfagositisiter sisa – sisa jaringan
yang hancur dan penyebab – penyeab penyakit. Kadang – kadang inti juga terletak di
tengah. Monosit ikan kira – kira 0.1% dari sirkulasi populasi leukosit dan secara
morfologi bentuknya hampir sama dengan monosit mamalia.

Neutrofil merupakan sel darah putih yang meninggalkan pembuluh darah mengandung
vakuola yang berisi lisozim untuk menghancurkan oranisme yang dimakannya,
berbentuk bundar dan berukuran besar (diameter 9 -13 μm) dengan jumlah sitoplasma
yang besar dan mengandung granula. Sitoplasma berwarna biru cerah atau ungu pucat,
sementara inti berwarna biru gelap. Morfologi neutrofil ikan hampir mirip dengan
mamalia meskipun kadarnya pada ikan teleos berbeda – beda. Jumlah neutrofilnya juga
hampir sama dengan mamalia (3-6 x 103 /mm3), tetapi proporsinya dalam leukosit
sangat rendah (Roberts, 1978).

Alat dan Bahan


Alat-alat yang digunakan adalah gelas obyek, hemacytometer, siring, pipet Sahli, tabung
Sahli, pipet berskala, kaca penutup, mikroskop listrik, sedangkan bahan-bahan yang

16
digunakan adalah darah ikan nila (Oreochromis niloticus), larutan HCl 0.1 N, Giemsa,
Larutan Hayem, Na–Sitrat, Alkohol 50%, dan akuades.

Metode Kerja
Prosedur kerja praktikum ini adalah sebagai berikut:
a. Pengambilan Sampel Darah
Pengambilan darah dilakukan melalui vena caudalis yang berada di bawah
vertebrae sebanyak volume siring suntikan, lalu dimasukkkan 1 tube yang
sebelumnya telah dibasahi oleh Na-sitrat.

b. Parameter yang Diamati


Parameter yang diamati dalam praktikum ini adalah sebagai berikut:
1. Kadar Hematokrit
Perhitungan kadar hematokrit dilakukan dengan cara salah satu ujung tabung
hematokrit dicelupkan kedalam tabung yang berisi darah sehingga darah naik ke
tabung hematokrit sampai ¾ bagian. Setelah itu, ujung tabung ditutup dengan
crystoseal dengan cara ujung tabung ditancapkan kedalam crystoseal sampai 1
mm. Selanjutnya, disentrifus dengan kecepatan 3000 rpm selama 5 menit,
kemudian bagian yang mengendap dan total endapan dengan cairan diukur
dalam 100% sebagai berikut:

Hematokrtit = (bagian yang mengendap )/(endapan +cairan ) x 100 %

2. Perhitungan Sel Darah Merah (Eritrosit)


Jumlah eritrosit dihitung menurut Blaxhall dan Daisley (1973). Perhitungan
eritrosit dilakukan sebagi berikut
 Sampel darah dihisap dengan pipet berskala sampai 0.5 selanjutnya hisap
larutan Hayem sampai skala 101, goyangkan agar bercampur homogen
 Buang tetesan pertama, berikutnya diteteskan ke dalam hemacytometer dan
tutup dengan kaca penutup
 Perhitungan dilakukan pada 5 kotak kecil hemasitometer.

17
 eritrosit   sel eritrosit terhitung x 10 4 sel / mm 3

3. Perhitungan Sel Darah Putih ( Lekosit)


Total lekosit dihitung menurut Blaxhall dan Daisley (1973). Perhitungan total
lekosit dilakukan sebagi berikut:
- Sampel darah dihisap dengan pipte berskala 0.5 dilanjutkan dengan
menghisap larutan Turk’slip sampai skala 11, goyangkan pipet agar
bercampur homogen,
- Buang tetesan pertama, tetesan berikutnya dimasukkan ke dalam
hemasitometer dan tutup dengan kaca penutup
- Perhitungan dilakukan pada 5 kotak besar hemasitometer

 lekosit   sel lekosit terhitung x 50 sel / mm 3

4. Diferensial Lekosit
Hitung jenis lekosit dilakukan mengikuti menurut Blaxhall dan Daisley (1973).
Perhitungan total lekosit dilakukan sebagi berikut:
- Buat sedian ulas darah, keringkan di udara, fiksasi dengan methanol 5 menit
- Bilas dengan akuades, keringkan , warnai dengan pewarna Giemsa 15 menit
- Cuci dengan air mengalir dan keringkan di antara kertas tissue
- Hitung jenis – jenis lekosit sampai berjumlah 100 sel.

18
PRAKTIKUM 5

PENCERNAAN

Pendahulan

Pencernaan adalah proses penyederhanaan makanan melalui mekanisme fisika dan


kimia sehingga makanan berubah dari senyawa kompleks menjadi senyawa sederhana
untuk selanjutnya diserap dan diedarkan ke seluruh tubuh dan digunakan pada proses
metabolisme. Proses pencernaan makanan dimungkinkan karena adanya enzim, seperti
amilase, protease dan lipase. Enzim merupakan katalisator biologis yang dihasilkan oleh
sel makhluk hidup untuk membantu proses biokimia. Enzim bekerja dengan cara
menempel pada permukaan molekul zat-zat yang bereaksi dan dengan demikian
mempercepat proses reaksi.

Selama proses pencernaan, satu molekul komponen pakan akan berikatan dengan
enzim yang aktif melalui mekanisme yang khas dan selektif, dalam hubungan yang
disebut lock and key. Selama proses metabolisme, enzim sebagai katalisator akan
mempercepat proses perombakan dengan membebaskan energi pengaktifan dari bahan
pakan yang dikonsumsi. Setiap jenis enzim akan memiliki kemampuan yang berbeda
dalam mencerna suatu bahan makanan terkait dengan keselektifan enzim tersebut.
Untuk itu perlu diuji bagaimana kerja beberapa enzim dari sumber yang berbeda
terhadap pemecahan protein dan lemak. Praktikum ini dilakukan secara invitro sehingga
mudah untuk diamati.

Tujuan
Tujuan dari praktikum ini adalah untuk mengetahui enzim yang paling efektif untuk
pemecahan protein dan hidrolisis lemak.

Alat dan Bahan


Alat yang digunakan dalam praktikum ini adalah gelas ukur, tabung erlenmyer, tabung
reaksi, pipet tetes, kertas saring, blender, sedangkan bahan yang digunakan adalah
enzim papain, enzim bromelin, daging ikan, cairan empedu ikan, minyak goreng,
aquades, HCl, NaOH.

19
Metode Kerja
a) Pembuatan ekstrak enzim papain dan bromelin
1. Hancurkan buah pepaya/buah nanas dengan menggunakan blender
2. Tambahkan akuades (dengan perbandingan daging buah dan akuades adalah
1:2)
3. Saring dengan menggunakan kertas saring
4. Ekstrak enzim merupakan cairan hasil saringan

b) Pencernaan protein
1. Siapkan 3 buah tabung reaksi yang telah diisi 3 potong daging ukuran 5x5x5
mm3
2. Tambahkan akuades sebanyak 5 ml dan ekstrak enzim papain/bromelin
sebanyak 2,5 ml kedalam masing-masing tabung reaksi
3. Tabung 1 ditambahkan 5 tetes NaCl (perlakuan suasana asam), tabung 2
ditambahkan 5 tetes NaOH (perlakuan suasana basa), dan tabung 3 sebagai
perlakuan suasana netral (tanpa penambahan asam atau basa)
4. Kocok dengan kuat masing-masing tabung reaksi setiap 15 menit selama 1 jam
masa inkubasi
5. Setelah satu jam, isi tabung reaksi dikeluarkan dan disaring dengan
menggunakan kain kasa
6. Amati perubahan warna yang terjadi pada setiap cairan hasil saringan
7. Tabung reaksi dengan cairan terkeruh mengandung zat terlarut yang banyak dan
menandakan jenis enzim yang paling efektif.

c) Pencernaan lemak
1. Siapkan 2 buah tabung reaksi yang telah diisi 5 ml akuades
2. Masukkan 2 ml minyak goreng ke dalam masing-masing tabung reaksi
3. Tambahkan 1 ml cairan empedu pada tabung 1 dan 1 ml akuades (sebagai
kontrol) pada tabung 2
4. Kocok dengan kuat masing-masing tabung reaksi setiap 10 menit selama 1 jam
masa inkubasi
5. Amati kestabilan larutan pada setiap tabung reaksi

20
PRAKTIKUM 6

PERTUMBUHAN

Pendahuluan

Pertumbuhan ikan adalah perubahan panjang atau berat pada suatu individu atau
populsi yang merupakan respon terhadap perubahan makanan yang tersedian. Laju
pertumbuhan organisme perairan tergantung dari kondisi lingkungan ketersediaan
makanan dimana organisme itu berada. Bila dilihat lebih lanjut, pertumbuhan merupakan
proses biologis yang kompleks dimana terdapat banyak faktor lyang mempengaruhinya
yaitu faktor luar dan faktor dalam. Faktor dalam terdiri dari keturunan, jenis kelamin,
umur, parasit dan penyakit. Faktor luar terdiri dari ukuran makanan, jumlah ikan, jenis
makanan dan kondisi lingkungan seperti suhu perairan dan kualitas air. Sedangkan
factor lingkungan yang mempengaruhi laju pertumbuhan dan konsumsi pakan adalah
suhu , oksigen terlarut, salinitas, dan kadar amoniak terlarut. Pertumbuhan terdiri dari
beberapa macam :
1. Pertumbuhan mutlak, yaitu ukuran rata-rata ikan pada umur tertentu seperti panjang
rata-rata ikan pada umur satu tahun.
2. Pertumbuhan nisbi yaitu panjang atau berat yang dicapai ikan dalam satu periode
waktu tertentu dihubungkan dengan panjang atau berat awal periode tersebut.

Adapun tujuan utama dalam mengkaji aspek umur dan pertumbuhan adalah: 1)
mengetahui sebaran kelompok umur yang menunjang produksi sektor perikanan yang
bersangkutan, 2) menduga laju mortalitas (alami & penangkapan) yang mempengaruhi
stock ikan tersebut, dan sekaligus menduga tingkat pengusahaanya (eksploitation rate),
dan 3) menilai tingkat sustaining power dan “potential yield’ stock tersebut.

Tujuan
1. Mengetahui perkembangan yang dialami melalui analisis parameter panjang, berat,
dan morfologi ikan.
2. Memprediksi pola pertumbuhan ikan, faktor kondisi, kelompok umur.
3. Menduga pola perkembangan populasi ikan.

21
Alat dan Bahan
Alat yang digunakan dalam praktikum pertumbuhan adalah penggaris, timbangan, botol
film (sampel), kertas label, jarum pentul, alat bedah, baki, alat tulis, kantong plastik, dan
tisu/kain lap, sedangkan bahan yang digunakan adalah ikan nila dan formalin 4%.
Metode Kerja
1. Siapkan alat dan bahan yang digunakan
2. Keringkan ikan dengan tisu/kain lap
3. Tandai ikan dengan memberi nomor pada setiap ikan dengan menggunakan kertas
label
4. Ukur panjang ikan meliputi panjang total (total length), panjang cagak dan panjang
baku (dalam satuan cm)
5. Timbang berat ikan (satuan gr) dengan timbangan digital
6. Tentukan kelamin pada setiap ikan
7. Setiap ikan diamati kelengkapan sirip-siripnya dan kemudian ditulis rumus-rumus
siripnya
8. Ikan dibedah dengan menggunakan alat bedah, kemudian ambil gonad ikan
9. Timbang gonad dan tentukan tingkat kematangan gonad (TKG)
10. Kemudian masukkan ke dalam botol film dan awetkan menggunakan formalin 4%
11. Simpan awetan gonad untuk pengamatan praktikum reproduksi

Pengumpulan dan Analisis Data


Data yang dikumpulkan pada praktikum ini adalah data nomor ikan, panjang total (L),
panjang cagak, panjang baku, berat ikan (W), TKG, Jenis kelamin, IKG.
Tabel 1. Tabel Pengumpulan Data

Panjang Berat Jenis TK Berat


No. Ikan Kel. IKG
Ikan (cm) Ikan (gr) Kelamin G Gonad (gr)

1
2
N

22
Analisis Pertumbuhan Panjang dan Berat
Analisis pertumbuhan panjang dilakukan dengan model Von Bartalanffy (VBP) :
a. Membuat selang kelas panjang atau berat dari data N ikan yang didapat kemudian
menentukan frekuensi setiap selang kelas.
b. Menentukan titik tengah selang, nilai log F, dan Δ log F pada masing-masing selang.
c. Menentukan kelompok ukuran (cohort) berdasarkan model Batacharya dengan
melakukan pendekatan untuk menduga tingkat pertumbuhan. Penurunan Δ log F
minimal 3 kali berurutan disebut 1 cohort.

Tabel 2. Tabel Analisis Data Pertumbuhan


L W Log L x Log Faktor
No Ikan Log L Log W Log L2
(mm) (gram) W kondisi
1
2
...
N
Σ

Analisis Hubungan Panjang dan Berat


Dalam menganalisa pertumbuhan dengan menggunakan parameter panjang dan berat
adalah dengan rumus W = a L b (Bal dan Rao, 1984). Model pertumbuhan ini mengikuti
pola hukum kubik dari 2 parameter yang dijadikan dasar analisis. Dengan pendekatan
regresi linier maka hubungan kedua parameter tersebut dapat dilihat dengan rumus.
Nilai b digunakan untuk menduga laju pertumbuhan kedua parameter yang dianalisa.
Asumsi hukum kubik ini adalah bahwa idealnya seluruh ikan dimana setiap pertambahan
panjang akan menyebabkan pertambahan berat dengan kuantitas tiga kali lipatnya. Tapi
kenyataan ini berbeda dari setiap ikan, karena adanya pengaruh dari musim dan jenis
kelamin.
Log W x  ( Log L) 2   Log L x  ( Log L x Log W )
Log a 
N x  ( Log L )  ( Log L) 2
2

b
 Log W  ( N x Log a)
 Log L

23
berdasarkan pola hubungan linier maka dapat dilihat bahwa:
Log W = Log a + b Log L atau Y = a + bx

Korelasi parameter dari hubungan panjang dan berat dapat dilihat dari nilai konstanta b
(sebagai penduga tingkat kedekatan hubungan kedua parameter) yaitu, dengan
hipotesis:
1. Bila b = 3, dikatakan hubungan yang isometrik (pola pertumbuhan panjang sama
dengan pola pertumbuhan berat).
2. Bila b ≠ 3, dikatakan memiliki hubungan allometrik, yaitu:
a) bila b > 3 Allometrik positif (pertambahan berat lebih dominan).
b) Bila b < 3 Allomterik negatif (pertambahan panjang lebih dominan).

Di lapangan kita seringkali dihadapkan pada permasalahan yang sulit untuk memberikan
kesimpulan atau ketetapan pada nilai yang didapat. Untuk mengantisipasi kelemahan
tersebut maka perlu diadakan uji statistik. Uji yang kita pakai adalah uji parsial (uji t).
Dimana kita dihadapkan pada proses atau usaha untuk melakukan penolakan atau
penerimaan terhadap hipotisis yang kita buat (Steel and Torrie, 1989).
Hipotesis:
Ho :b=3
H1 :b≠3
1   0
Thit 
S1
dimana Sß1 adalah simpangan koefisien b yang dapat ditentukan dari model rumus
sebagai berikut:
KTG
S 2 1  sedangkan S1  S 2 1
 ( Xi  X )
nxKTG
S 2 1  dimana KTG dapat dicari melalui Analisa Varians
n X 2  ( X ) 2
n
JKT   (Yi  Y ) 2
i 1
n ( Yi ) 2
  Yi 
i 1 n
( Yi ) 2
JKG  b' X 'Y  dimana
n

24
 Yi 
b'  bo , b1  sedangkan X 'Y   
 XiYi

Melalui perkalian matriks maka dapat ditemukan nilai JKR. Sedangkan JKG adalah
pengurangan dari JKT-JKR. KTG didapat dari hasil pembagian JKG dengan derajat
bebas.
Kaidah keputusan adalah dengan membandingkan hasil Thitung dengan T tabel pada
selang kepercayaan 95 %. Jika:
T hit > T tabel keputusan kita adalah menolak hipotesis nol
T hit < T tabel Keputusan kita adalah menerima hipotesis nol
Untuk lebih meyakinkan, maka kita coba melihat sebaran nilai koefisien b dari data
yang kita olah dengan rumus:
 
b1  S1 x t (n  2)  b1  b1  S1 x t (n  2)
2 2
n = jumlah data yang diuji

Kisaran nilai koefisien b ini bisa menjelaskan peluang untuk menerima atau menolak
hipotisis yang kita buat.
Dalam konteks lain yang dipakai untuk melihat pertumbuhan panjang dan berat secara
parsial adalah konsep yang digunakan oleh Von Bartalanffy, dimana harus ada
beberapa parameter yang harus diketahui lebih dahulu. Pada model pertumbuhan ini
terlihat parameter mana diantara parameter amatan yang mengalami proses
pertumbuhan yang cepat atau sebaliknya. Model tersebut adalah (WHO, 1992):
Lt  L x 1  exp ( K x (t  to))
Wt  L x 1  exp ( K x (t  to))
Keterangan
L∞ = panjang infinitif, yaitu panjang dugaan yang tidak mungkin dicapai
oleh ikan yang kita amati.
K = Koefisien pertumbuhan
t = umur (waktu)
to = umur ikan pada waktu nol (biasanya negatif)

25
Dengan mengetahui pertumbuhan maksimal dari panjang dan berat ikan tersebut maka
kita dapat melakukan pendugaan terhadap waktu efisien dari sutu jenis ikan dalam
kolam budidaya. Sehingga waktu keuntungan bisa lebih baik dengan watu yang tepat.
Dari model yang didapat antara parameter panjang dan berat, maka selanjutnya
ditentukan bentuk kurva pertumbuhan kedua parameter tersebut berdasarkan urutan
waktu, yaitu dengan model:
W (t )  aL3 (t )
Pola ini mengikuti hukum kubik seperti telah disebutkan diatas.

Faktor kondisi
Faktor kondisi yaitu keadaan atau kemontokan ikan yang dinyatakan dalam angka –
angka berdasarkan pada data dan berat. Pengamataan kondisi ikan dapat dilihat dari
tiga model pengamatan
1. Kt = kondisi yang diamati berdasarkan panjang total.
2. Ks = kondisi yang diamati berdasarkan data panjang standar (baku).
3. Kf = kondisi yang diamati bardasarkan data panjang cagak.

Dalam menganalisis kondisi ikan, terlebih dahulu ikan dikelompokkan berdasarkan jenis
kelaminnya. Ikan yang mempunyai jenis kelamin yang sama dilihat koefisien
pertumbuhan (model gabungan panjang dan berat (b)). Setelah pola pertumbuhan
panjang tersebut diketahui, maka baru dapat ditentukan kondisi dari ikan tersebut yaitu:
 Jika pertumbuhan ikan yang ditemukan isometrik (b=3) atau setelah dilakukan uji t
diketahui bahwa hipotesis nol adalah 3, maka model yang dipakai adalah (Bal dan
Rao 1984 ):
W .105
K (t , s , f ) 
L3

 Sedangkan jika pola pertumbuhan yang ditemukan adalah model pertumbuhan


allometrik setelah dilakukan uji t, maka model yang dilakukan:
W
K (t , s , f ) 
aLb
W


Dimana; K: factor kondisi; W: berat ikan(gram); L: panjang ikan(mm); a,b: konstanta.

26
Faktor kondisi dapat naik dan dapat turun. Keadaan ini merupakan indikasi dari musim
pemijahan bagi ikan khususnya bagi ikan-ikan betina. Faktor kondisi juga dipengaruhi
oleh indeks relatif penting makanan dan pada ikan betina dipengaruhi oleh indeks
kematangan gonad. Ikan yang cenderung menggunakan cadangan lemaknya sebagai
sumber tenaga selama proses pemijahan, sehingga akibatnya ikan mengalami
penurunan faktor kondisi.

Cohort (Kelas Ukuran)


Seringkali ikan yang akan kita panen tidak merata ukurannya, sehungga akan
mempengaruhi nilai pasaran nantinya. Salah satu cara untuk menyeragamkan adalah
dengan melakukakan penebaran dengan umur yang sama untuk budidaya atau dengan
selektifitas alat tangkap untuk ikan laut lepas. Ikan yang berada diperairan terbuka sulit
sekali ditentukan umurnya. Maka alternatif yang ditempuh adalah dengan membuat
pengelompokan tersebut berdasarkan ukuran.

Metode ini dikembangkan oleh Bathacarya (1967) dalam WHO (1992). Penentuan kelas
ukuran ini adalah untuk menentukan ukuran tangkap dari populasi tersebut. Kelompok
ukuran ini sangat dipengaruhi oleh pertumbuhan panjang ikan. Maka dari itu
dikembangkan analisis ini dari model pendugaan panjang ikan tersebut. Adapun prinsip-
prinsip yang dikembangkan adalah:
1. Tentukan selang kelas ukuran panjang dari ikan yang diamati secara statistik.
2. Tentukan frekwensi masing-masing kelas ukuran tersebut.
3. Lakukan transformasi nilai panjang agar data yang kita pakai lebih baik
4. Tentukan nilai beda dari hasil transformasi tersebut dengan mengurangi nilai kedua
dengan nilai pertama, demikian seterusnya sampai proses pengurangan selesai.
5. Buat nilai tengah dari kelas ukuran panjang tersebut (nilai kelas terendah untuk
kelas ukuran yang pendek atau yang sempit rangenya).
6. Tentukan dan hitung nilai yang mengalami penurunan dari tranformasi beda
frekwensi (Y). Minimal ada tiga nilai yang menurun yang baru bisa dikatakan
sebagai satu kohort (kelas ukuran).
7. Lakukan proses regresssi linier dari nilai (X) dan (y)
8. Tentukan rata-rata dari kohort yang ditemukan.

27
a
Rataan L 
b
Dimana a dan b adalah koefisien yang ditemukan dari regresi.
9. Tentukan standart deviasinya
1
SD 
b
b = koefisien dari regresi.
buat plot dari nilai X dan Y kemudian plot garis dari persamaan regresinya.

28
PRAKTIKUM 7
REPRODUKSI

PENDAHULUAN
Gonad merupakan alat kelamin bagian dalam. Menurut Effendie (1997), gonad
terdiri dari testes yang berfungsi sebagai penghasil sperma dan ovarium yang berfungsi
sebagai penghasil ovum. Penentuan TKG (tingkat kematangan gonad) IKG (indeks
kematangan gonad) sangat penting dilakukan, karena berguna untuk mengetahui
perbandingan antara gonad yang masak dengan stok yang ada di perairan, ukuran
pemijahan, musim pemijahan, lama pemijahan, dalam suatu siklus.
Penentuan tingkat pematangan gonad dapat dilakukan melalui dua cara yaitu:
1. Secara Morfologis
Yaitu berdasarkan ukuran dari gonad tersebut yang diamati secara visual. Model
ini banyak dilakukan dan dipakai oleh para peneliti, terutama ikan yang ukuran
gonadnya besar dan dapat dilihat dengan mata telanjang. Kemudahan metoda ini yaitu
lebih cepat dan praktis sehingga lebih menghemat waktu penelitian. Kelemahannya
adalah tingkat ketelitian yang rendah.
2. Secara Histologis
Yaitu dengan cara mengamati perkembangan gonad melalui fase perkembangan
sel dari gonad tersebut. Metode ini banyak dipakai oleh ikan yang gonadnya kecil dan
mikroskopis. Metode ini lebih teliti tetapi memerlukan waktu yang lama sehingga
kurang praktis untuk penelitian di lapangan dan waktu yang terbatas.
Berdasarkan hasil tersebut, kemudian para ahli mengembangkan banyak metode
dalam penentuan tingkat kematangan gonad ikan. Metode tersebut mereka kemukakan
berdasarkan hasil penelitian terahadap jenis tertentu, sehingga sering juga terjadi
penggunaan metode secara ganda untuk satu jenis ikan. Hal itu boleh saja asal
didukung dengan hasil riset yang benar dan bisa diterima oleh semua pihak.
TKG adalah tahap tertentu perkembangan gonad sebelum dan sesudah ikan
memijah (Effendie, 1979). Standar penentuan dapat dipakai TKG dari ikan Belanak
(Mugil desumein) modifikasi dari Casie dalam Effendie dan Surbaja. Keterangan tentang
Tingkat Kematangan Gonad ikan diperlukan untuk menentukan atau mengetahui
perbandingan antara ikan yang sudah matang gonad dengan yang belum dari ikan yang
ada dalam perairan, dari umur ikan atau ukuran ikan yang pertama-tama matang gonad.
Beberapa faktor yang sangat mempengaruhi saat pertama kali ikan matang gonad
antara lain; perbedaan spesies, umur, ukuran dan sifat fisiologis individu. Sedangkan
faktor luar yang berpengaruh adalah suhu, arus, adanya individu yang berjenis kelamin
berbeda dan temapt berpijah yang sesuai.
Perubahan yang terjadi dalam gonad pada setiap kematangannya secara
kuantitatif dapat dilihat atau diketahui dengan melihat nilai IKG. IKG (indeks kematangan
gonad) atau GSI (gonado somatic index), yaitu nilai dalam % sebagai hasil
perbandingan berat gonad dengan berat tubuh ikan. Pertumbuhan IKG akan sama
dengan/proposional dengan TKG. IKG akan jadi maksimal pada saat akan terjadi
pemijahan.

29
Tabel Klasifikasi tingkat kematangan Gonad
No TKG Betina Jantan
Ovari seperti benang, panjang
Testes seperti benang, lebih pendek,
1 I sampai ke depan tubuh, warna
ujungnya di ringga tubuh, warna jernih
jernih, permukaan licin
Ukuran lebih besar, pewarnaan Ukuran testes lebih besar, pewarnaan
2 II gelap kekuning-kuningan, telur putih susu, bentuk lebih jelas dari
belum terlihat jelas TKG I
Ovari berwarna kuning, secara Permukaan testes nampak bergerigi,
3 III morfologi telur sudah kelihatan warna makin putih, dalam keadaan
butirnya dengan mata diawetkan mudah putus
Ovari makin besar, telur berwarna Seperti TKG III tampak lebih jelas
kuning, mudah dipisahkan, butir testes makin pejal dan rongga tubuh
4 IV
minyak tak tampak, mengisi ½ - mulai penuh, warna putih susu
2/3 rongga tubuh, usus terdesak
Ovari berkerut, dinding tebal, butir
Testes bagian belakang kempis dan
5 V telur sisa terdapat di dekat
bagian dekat pelepasan masih terisi
pelepasan

Indeks Gonad merupakan indikator untuk mengukur kematangan seksual ikan


betina. Bervariasinya nilai IG dan modus didalam distribusi frekuensi diameter telur
dapat digunakan untuk menduga pola pemijahan dan frekuensi pemijahan ikan tersebut.
Fekunditas adalah jumlah telur masak sebelum dikeluarkan pada saat ikan
memijah (disebut juga dengan fekunditas mutlak). Sedangkan fekunditas nisbi adalah
jumlah telur per satuan berat atau panjang (Nikolsky dalam Effendie, 1979). Fekunditas
total adalah fekunditas (telor keseluruhan yang dihasilkan ikan) selama hidupnya mulai
dari produksi pertama kali sampai dengan terakhir (Royce, 1972).
Diameter telur adalah garis tengah atau ukuran panjang dari suatu telur dengan
mikrometer yang berskala yang sudah ditera. Fekunditas dan diameter yang diamati
berasal dari ikan yang mencapai tahap perkembangan TKG III dan IV. Menurut Effendie
(1997), sebelum terjadi pemijahan, sebagian besar hasil metabolisme dimanfaatkan bagi
keperluan perkembangan gonadnya, dan gonad akan semakin besar baik ukuran
maupun diameter telurnya.
Selain itu proses atau kebiasaan pemijahan ikan juga dipengaruhi oleh kondisi
lingkungan. Sebagai contoh ikan lemuru bermigrasi kedekat pantai untuk mengadakan
pemijahan, karena salinitas yang rendah berpengaruh terhadap maturitas gonad. Selain
itu pengaruh angin musoon juga signifikan terhadap kebiasaan pemijahan.
Fekunditas ikan perairan tawar jauh lebih rendah daripada fekunditas ikan laut
atau ikan yang bermigrasi. Fekunditas individu bukan merupakan gambaran dari
kapasitas reproduksi suatu populasi ikan karena fekunditas suatu stock tidak hanya
tergantung pada individu tetapi juga waktu ikan matang gonad serta periode dan
frekuensi pemijahan.
Nikolsky (1963) menyatakan bahwa fekunditas ikan berhubungan erat dengan
lingkunganya, karena lingkungan dapat mempengaruhi pertumbuhan panjang dan berat

30
tubuh ikan. Sedangkan berat dan panjang secara langsung berhubungan dengan
fekunditas. June (1971) menyebutkan bahwa berat ovari dapat digunakan untuk
menduga fekunditas dan agar dapat memperoleh hasil yang tepat , maka hubungan
fekunditas dengan berat ovari harus diteliti selama beberapa tahun

TUJUAN
- Tujuan yang ingin dicapai yaitu suatu pemahaman bagi mahasiswa tentang
bagaimana membedakan tingkat kematangan dari gonad suatu jenis individu ikan.
- Untuk mengetahui jumlah telur dari seekor hewan uji
- Untuk mengetahui ukuran telur terhadap perkembangan individu menjelang
pemijahan

ALAT DAN BAHAN


Alat dan bahan yang dipakai pada praktikum ini adalah alat bedah lengkap, botol
semple (botol film), timbangan digital, tisue, cawan petri (petridisk), gelas ukur 10 ml,
pipet tetes, mikroskop dengan mikrometer yang sudah ditera, gelas objek, gelas
penutup. bahan yang digunakan adalah air pengenceran, pengawet (formalin 4%) dan
telur contoh.

METODE KERJA
Ikan yang sudah diukur panjang dan beratnya di keringkan. Lakukan pembedahan
dan perhatikan letak gonad ikan. Tentukan jenis kelaminnya Berdasarkan klasifikasi
diatas tentukan TKGnya. Gonad diangkat dan dipisahkan dari usus dengan hati-hati,
jangan sampai ada bagian gonad yang putus. Gonad yang sudah terpisah dikeringkan
dengan tisu, kemudian ditimbang (catat berat gonad tersebut). Gonad yang sudah
ditimbang diawetkan dengan formalin 4%.

PENGUMPULAN DAN ANALISA DATA


Menghitung fekunditas

Dalam analisis Fekunditas (metode yang digunakan adalah metode gabungan dari
beberapa metode yang ada yaitu sbb (Effendie, 1979):
1. Menghitung langsung : Telur langsung dihitung satu persatu
2. Metode Volumetrik : yaitu dengan pengenceran telur

X : x V :v
X = jumlah telur yang akan dicari
x = jumlah telur contoh
V = volume seluruh gonad
v = volume gonad contoh

31
3. Gaya Grafimetrik : prinsipnya sama dengan volumetrik, bedanya hanya pada ukuran
volume diganti dengan ukuran berat
4. Cara gabungan (hitung grafimetrik dan volumetrik). Metoda yang dipakai adalah
metode gabungan (metode yang ke-4).

Langkah kerjanya adalah sebagai berikut: Timbang berat total gonad TKG III
dan IV yang akan dihitung. Ambil 5 bagian telur contoh secara acak dari satu
gonad yang akan diamati, kemudian ditimbang seluruh gonad contoh tersebut.
Hitung volume gonad contoh tersebut. Encerkan gonad contoh sampai 10 atau
15 cc. Ambil gonad yang sudah diencerkan tadi sebanyak 1 cc dengan
menggunakan pipet tetes. Hitung jumlah telur yang ada pada 1 cc tersebut.
Hitung fekunditasnya.

Langkah-langkah pengukuran diameter telur


Pisahkan ikan yang mempunyai TKG III dan TKG IV. Ambil 50 butir telur yang
masih utuh, dari masing-masing gonad yang mempunyai TKG III dan TKG IV tersebut.
Letakan berjejer diatas gelas obyek (conton dubawah ini):
OOOOOOOOOOOOOOOOOOOOOOOOOOOOO

OOOOOOOOOOOOOOOOOOOOOOOOOOOOO

OOOOOOOOOOOOOOOOOOOOOOOOOOOOO

Amati dibawah mikroskop dengan metoda penyapuan kemudian catat nilai dari
diameter telurnya. Lakukan masing-masing 50 butir untuk tiap ekor gonad (hal ini
supaya didapatkan gambaran yang sebenarnya dari sebaran ukuran telur yang ada di
ikan tersebut).

E. ANALISA DATA
1. Indeks kematangan gonad (IKG)
IKG adalah perbandingan dari berat gonad terhadap tubuh ikan. Nilai IKG
sebenarnya bisa dijadikan tingkat kematangan gonad. Peningkatan IKG akan seiring
dengan meningkatnya tingkat kematangan gonad ikan tersebut:
BG
IKG  x 100%
BT
Keterangan simbol:
BG= Berat Gonad (gram)
BT= Berat Tubuh (gram)

32
SR (Sek Ratio) yaitu bagian dari jantan atau betina dalam populasi. Nilai dari
proporsi berdasarkan sex ini diamati karena adanya perbedaan tingkah laku sex, kondisi
lingkungan, dan penangkapan.

2. Rasio Kelamin
Proporsi penting untuk melihat perbandingan (rasio) dari masing-masing jenis
kelamin ikan yang ada diperairan. Pendugaan rasio ini kemudian dibutuhkan sebagai
bahan pertimbangan dalam produksi, rekrutimen dan konservasi sumberdaya ikan
tersebut. Tahap selanjutnya dapat dilakukan proses estimasi dalam pengelolaan
sumberdaya untuk keberlanjutannya.
A
Pj  x 100%
B
Keterangan simbol:
Pj = Proporsi jenis (Jantan/betina)
A = Jumlah jenis ikan tertentu (jantan/betina)
B = Jumlah total individu ikan yang ada
Standar deviasi dari rasio kelamin tersebut adalah tersebut adalah:

pq
Sd 
n

Keterangan:
n = jumlah ikan yang diamati
Untuk selanjutnya, dalam melihat sebaran kelamin ikan pada selang kepercayaan 95%
adalah :

pq pq
p  1,64 x  p  1,64 x
n n
keterangan:
p = peluang terima
q = Peluang sisa (1- p)
n = jumlah ikan
1,64 = nilai tabel Z pada selang kepercayaan 95%.
Proporsi ini kemudian akan menentukan kira-kira berapa dugaan ikan untuk jenis
kelemin tertentu di perairan .

33
3. Fekunditas
Rumus untuk menghitung fekunditas adalah sebagai berikut:

G xV x X
F
Q
Keterangan :
F = Fekunditas yang dicari
G = Berat Gonad Total
V = Volume pengenceran
X = Jumlah telur yang ada dalam 1cc
Q = Berat telur contoh

34
35

Anda mungkin juga menyukai