BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
tersebut membuat wilayah pesisir menjadi daerah yang relatif sangat subur
dan produktif (Tangke, 2010). Menurut Junaidi., Dkk (2017) Bahwa ekosistem
padang lamun merupakan suatu ekosistem yang kompleks dan mempunyai fungsi
dan manfaat yang sangat panting bagi perairan wilayah pesisir. Secara taksonomi
dangkal wilayah pesisir. Distribusi lamun sangatlah luas, dari daerah perairan
dangkal Selandia baru sampai ke Afrika. Dari 12 genera yang telah dikenal, 7
genera diantaranya berada dan tersebar di wilayah tropis. Diversitas tertinggi ialah
diversitas yang lebih kompleks dibanding yang berada di daerah sedang (Tangke,
2010).
Lamun (seagrass) adalah tumbuhan yang dapat tumbuh dengan baik pada
lingkungan laut dangkal. Semua lamun adalah tumbuhan berbiji satu (monokotil)
yang mempunyai akar, rimpang (rhizoma), daun, bunga dan buah seperti halnya
membentuk hamparan permadani di laut yang dapat terdiri dari satu spesies yang
ekosistem pesisir yang ditumbuhi oleh lamun sebagai vegetasi yang dominan serta
mampu hidup secara permanen di bawah permukaan air laut. (Tangke, 2010).
Sarisma, dkk., (2017) menyatakan bahwa lamun juga merupakan suatu ekosistem
hayati tinggi, sebagai habitat bagi beberapa biota laut dan merupakan ekosistem
yang tinggi produktivitas organiknya, daerah asuhan, tempat mencari makan, dan
Asosiasi padang lamun dan ikan mempunyai keterkaitan yang kuat dalam
siklus makanan terutama bagi ikan-ikan yang bersifat herbivora, Di antara ikan-
ikan pemakan lamun terpenting ialah ikan kakatua, suku Scaridae (Scarus spp dan
Desa karae merupakan salah satu desa yang berada di wilayah kecamatan
Siompu dengan panjang garis pantai kira-kira 10 KM. Dengan potensi wilayah
laut yang luas tersebut menjadikan desa karae berpeluang untuk dimanfaatkan
lebih lanjut dalam bidang kelautan. Salah satu potensi kelautan di Desa karae
adalah ekosistem lamun yang menjadi habitat dan tempat mencari makan bagi
tutupan lamun dengan kelimpahan ikan di perairan desa Karae, kabupaten Buton
Selatan penting untuk dilakukan dengan tujuan untuk melihat sejauh mana
B. Rumusan Masalah
perairan berpasir yang luas dan landai, masyarakat biasanya beraktifitas sebagian
besarnya adalah nelanyan. Perairan ini juga sering kali dijadikan masyarakat
untuk menangkap ikan dengan menggunakan jaring dan bubu. Akan tetapi karena
kelimpahan ikan maka masih saja ditemukan beberapa nelayan menagkap ikan
perairn tersebut.
Selatan?
C. Tujuan Penelitian
Buton Selatan
Selatan
4
D. Manfaat Penelitian
menambah ilmu pengetahuan serta wawasan bagi saya sendiri serta dapat
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Pengertian Lamun
ekologi padang lamun yang di dalamnya terjadi hubungan timbal balik antara
menutupi suatu area pesisir/laut dangkal yasng terbentuk oleh satu jenis lamun
tumbuh dengan baik pada lingkungan laut dangkal. Semua lamun adalah
daun, bunga dan buah seperti halnya dengan tumbuhan berpembuluh yang tumbuh
terdiri dari satu species (monospesific; banyak terdapat di daerah temperate) atau
lebih dari satu species (multispecific; banyak terdapat di daerah tropis) yang
ekosistem pesisir yang ditumbuhi oleh lamun sebagai vegetasi yang dominan serta
mampu hidup secara permanen di bawah permukaan air laut. (Tangke, 2010).
dapat tumbuh, hal ini senada dengan pernyataan Husni (2006), Bahwa lamun
perlu suatu kemampuan berkolonisasi sehingga dapat hidup sukses di laut yaitu
6
kemampuan untuk hidup pada media air asin (garam), mampu berfungsi normal
terbenam dan dapat berkompetisi dengan organisme lain dalam keadaan kondisi
B. Klasifikasi lamun
Divisi : Anthophita
Kelas : Angiospermae
Subkelas : Monocotyledoneae
Ordo : Helobiae
Famili : Potamogetonaceae
Genus : Halodule
Spesies : Halodule pinvolia
Spesies : Halodule uninervis
Genus : Cymodocea
Spesies : Cymodocea rotundata
Spesies : Cymodocea serulato
Genus : Syringodium
Spesies : Syringodium isoetifolium
Genus: Thalassodendron Spesies : Thalassodendron ciltatum
Famili : Hydrocharitaceae
Genus : Enhalus
Spesies :Enhalus acoroides
Genus : Thalassia
Spesies: Thalassia hemprichii
7
Genus : Halophila
Spesies : Halophila spinulosa
Spesies : Halophila decipiens
Spesies : Halophila minor
Spesies : Halophila avails
perairan dengan substrat dasar pasir, pasir berlumpur, lumpur dan kerikil karang
bahkan ada jenis lamun yang mampu hidup di dasar batu karang. Lamun dijumpai
terbentuk pada hamparan padang lamun, terutama pada padang lamun dengan tipe
vegetasi campuran. Zonasi lamun yang terbentuk juga dipengaruhi oleh bentuk
topografi lokasi padang lamun berada. Padang lamun membentuk tiga zonasi
terbuka saat air surut (0–1 m); zona II berupa daerah pasang surut namun tetap
terendam air pada saat air surut ( 1– 5 m); dan zona III berupa daerah laut selalu
terendam air, tidak terpengaruh dengan pasang surut (5– 35 m), (Zurba, 2018).
Menurut Tangke (2010) bahwa Lamun juga hidup dan terdapat pada daerah mid-
penting bagi berbagai biota laut selain terumbu karang dan mangrove. Hal ini
sesuai dengan pernyataan Husni (2006), bahwa peranan ekosistem padang lamun
di laut dangkal antara lain, sebagai produsen primer; sebagai stabilisator dasar
9
perairan, sebagai pendaur hara, sebagai sumber makanan dan sebagai tempat
asuhan bagi biota laut. Menururt adrim (2006) bahwa Lamun mempunyai
berbagai peranan bagi kehidupan dan penghidupan ikan yaitu, sebagai daerah
asuhan dan perlindungan, sebagai makanan ikan-ikan itu sendiri dan sebagai
demikian semakin banyak hamparan padang lamun semakin banyak pula ikan-
hal ini sesuai dengan pernyataan Hutomo (1985) Bahwa kelimpahan ikan lebih
BAB III
METODE PENELITIAN
Sulawesi Tenggara.
Alat dan bahan yang digunakan pada penelitian ini dapat dilihat pada
tabel:1
11
C. Prosedur Penelitian
Prosedur penelitian meliputi survey pendahuluan, penentuan stasiun
1. Survey Pendahuluan
penentuan titik stasiun, penentuan metode penelitian, survei awal lapangan dan
ekosistem lamun cukup luas. Ekosistem lamun yang berada dibagian Barat Desa
Karae ini merupakan keterwakilan dari berbagai jenis lamun yang ada di perairan
Stasiun 1 : Terletak di panati Desa Karae, stasiun ini memiliki persen penutupan
122o32’21”14 BT
Stasiun 2 : Terletak di bagian Timur pantai Desa lapara, stasiun ini memiliki
Stasiun 3 : Terletak di bagian Barat Desa Karae, stasiun ini memiliki persen
LS, 122032’05,95” BT
Berikut adalah sketsa peletakkan transek dalam stasiun pengambilan data sampel
3. Pengambilan Data
a. Ikan
- Jaring Insang
bulan gelap, saat air laut pasang menjelang surut, jaring dibiarkan dan diangkat
Jaring insang yang digunakan dengan ukuran mata jaring 1 inci, 1 ½ inci,
dan 2 inci, panjang jaring setiap mesh size yaitu 30 m, tinggi jaring setiap mesh
size yaitu 1 m (sarisma, Dkk., 2017). Ikan ditangkap dengan jaring insang yang
dipasang dengan posisi tegak lurus terhadap arah arus diatas hamparan lamun.
- Bubu
berdasarkan fase bulan terang dan bulan gelap, saat air laut pasang menjelang
Bubu yang digunakan terbuat dari bambu yang dianyam berbentuk segi
empat dengan ukuran panjang 1 m, lebar 75 cm dan tinggi 25 cm. Dalam 1 kali
14
Gambar: 5 bubu
b. Lamun
dengan melihat persen penutupan lamun dan jenis lamun dalam transek pada tiap
titik pengamatan. Setiap stasiun diletakan transek garis tegak lurus dari garis
dengan 3 kali ulangan pada tiap stasiun (Rahmawati, Dkk., 2014). Adapun jika
dalam pengamatan ditemukan jenis lamun yang belum teridentifikasi maka akan
D. Analisis Data
nilai penutupan lamun pada setiap kotak kecil dalam kuadrat dan membaginya
Persamaan 1.
penutupan lamun setiap kuadrat, yaitu hasil dari persamaan 1, pada seluruh
transek di dalam satu stasiun. Kemudian hasil penjumlahan dibagi dengan jumlah
Persamaan 2.
Jumlah penutupan
lamun seluruh transek
rata−rata% Penutupan Lamun=
Jumlah kuadrat
seluruh transek
Penutupan lamun per jenis dihitung untuk menentukan jenis lamun yang
menjumlah nilai persentase penutupan setiap jenis lamun pada setiap kuadrat
seluruh transek dan membaginya dengan jumlah kuadrat pada stasiun tersebut.
Persamaan 3.
Untuk menghitung kelimpahan ikan digunakan satuan area karena gill net
yang digunakan memiliki panjang 30 m dan panjang line transek pada setiap
persamaan 4.
n
D= Keterangan :
A
D = Kelimpahan ikan (Ind/area)
17
antara dua variable (persen tutupan lamun dan kelimpahan ikan) tanpa melihat
bentuk hubungan dari keduanya. Ukuran yang digunakan untuk mengukur derajat
yang dinyatakan dengan notasi ”r” yang sering dikenal dengan nama “Koefisien
Persamaam 5.
nƩ x i y i−( Ʃ xi ) (Ʃ y i)
r xy = 2
√ {nƩ x −¿ ¿
i
Keterangan:
dianalisis dengan analisis regresi linear dengan formula (Fakhri, Dkk., 2016).
Persamaan 6.
y=a+b x Keterangan:
DAFTAR PUSTAKA
Adrim, M. 2006. Asosiasi ikan di padang lamun. Oseana. Volume 31(4) : 1-7.
Ansal, M.H., Priosambodo, D., Magdalena, L., Salam, M.A., 2017. Struktur
Komunitas Padang Lamun Di Perairan Kepulauan Waisai Kabupaten
Raja Ampat Papua Barat. Jurnal Ilmu Alam Dan Lingkungan. Vol. 8
(15): 29 – 37.
Azkab, H., 1999. Pedoman Inventarisasi Lamun. Oseana, Volume XXIV, Nomor
1, 1999 : 1- 16
Fakhri A. S., Riyantini, I., Juliandri P. J., Hamdani. H., Korelasi Kelimpahan
Ikan Baronang (Siganus Spp) Dengan Ekosistem Padang Lamun Di
Perairan Pulau Pramuka Taman Nasional Kepulauan Seribu, Jurnal
Perikanan Kelautan Vol. VII No. 1 (165-171)
Novianti, M., Widyorini, N., Suprapto, D., 2013. Analisis Kelimpahan Perifiton
Pada Kerapatan Lamun Yang Berbeda Di Perairan Pulau Panjang, Jepara.
Journal Of Management Of Aquatic Resourcesvolume 2, Nomor 3, ,
Halaman 219-225
Odum, Z.P. 1993. Dasar-dasar Ekologi. Edisi ke-3. Universitas Gajah Mada.
Yogyakarta.
Prisilia, S., Adi, W., Febrianto, A., 2018. Struktur Komunitas Ikan Pada
Ekosistem Lamun Di Pantai Puding Kabupaten Bangka Selatan. Badan
Perencanaan Pembangunan Penelitian Dan Pengembangan Daerah
Kabupaten Bangka Selatan, Toboali
20
Rahmawati, S., Irawan, A., Supriyadi, I.H. Azkab, M.H. 2014. Panduan
Monitoring Padang Lamun. Pusat Penelitian Oseanografi Lembaga Ilmu
Pengetahuan Indonesia.
Saraswati, Solichin, A., Hartoko, A., Suharti, S.R., 2016. Hubungan Kerapatan
Lamun Dengan Kelimpahan Larva Ikan Di Pulau Pramuka, Kepulauan
Seribu Jakarta. Journal Of Maquares. Vol. 5 (3): 111-118.
Sarisma, D., ramli, Ira. M., 2017. hubungan kelimpahan ikan dengan kepadatan
lamun di perairan pulau hoga kecamatan kaledupa kabupaten wakatobi.
Jurnal Sapa Laut. Vol. 2(4): 103-112
Setyobudiandi, I., Sulistiono., Yulianda, F., Kusmana, C., Hariyadi S., Dammar,
A., Sembiring, A., Bahtiar. 2009. Sampling dan Analisis Data Perikanan
Dan Kelautan, Terapan Metode Pengambilan Contoh di Wilayah Pesisir
dan Laut. Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan. Institute Pertanian
Bogor. Bogor. 312.
Tangke, U. 2010, ekosistem padang lamun manfaat, funsi dan rehabilitasi, Jurnal
Ilmiah agribisnis dan Perikanan (agrikan UMMU-Ternate). Vol. 1: (9-
29).
White, W.T., Last, P.R., Dharmadi, Faizah, R., Chodrijah, U., Prisantoso, B.I.,
Pogonoski, J.J., Puckridge, M., Blaber, S.J.M., 2013. Indonesia.
Austalian centre for international agricultural research.