Anda di halaman 1dari 21

MAKALAH

PENGANTAR ILMU KELAUTAN DAN OCEANOGRAFI

“SEAGRASS ATAU LAMUN”

OLEH :
VITRAIL GLORIA NANCY MAIRI
17101106020

PROGRAM STUDI SISTEM INFORMASI

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

UNIVERSITAS SAM RATULANGI

MANADO

2019
KATA PENGANTAR

Puji syukur saya panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, atas rahmat
dan hidayah-Nya, sehingga saya dapat menyelesaikan makalah yang berjudul
“SEAGRASS ATAU LAMUN” tepat pada waktunya.

Makalah ini mengandung ulasan mengenai pengertian seagrass atau


lamun, morfologi lamun, habit lamun, karakteristik lamun, peranan lamun, hingga
parameter kualitas air untuk pertumbuhan lamun. Makalah ini juga membahas
tentang pentingnnya komunitas lamun yang memegang peranan penting baik
secara ekologis, maupun biologis di daerah pantai dan estuaria.

Saya ucapkan terimakasih kepada semua pihak yang telah membantu


dalam pembuatan makalah ini. Saya menyadari bahwa dalam pembuatan makalah
ini, masih memiliki banyak kekurangan. Oleh karena itu saya sangat
mengharapkan kritikan dan saran yang bersifat membangun untuk perbaikan
pembuatan makalah selanjutnya.

Semoga makalah yang saya buat ini dapat bermanfaat dan menambah
wawasan serta pengetahuan pembaca mengenai perkembangan hal-hal yang
berhubugan dengan laut, secara khusus seagrass atau lamun.

Manado, 26 Oktober 2019

Penyusun,

Vitrail Gloria N. Mairi


BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Tumbuhan berbunga (Angiospermae) yang mampu beradaptasi secara


penuh di perairan yang salinitasnya cukup tinggi atau hidup terbenam di
dalam air adalah lamun. Lamun memiliki rizhoma, daun, dan akar sejati
(Nontji, 1987; Nasmia, 2012) seperti halnya tumbuhan di darat. Lamun
adalah tumbuhan laut yang hidup pada ekosistem padang lamun (Seagrass
Bed) terutama di daerah tropis dan subtropis. Komunitas lamun memegang
peranan penting baik secara ekologis, maupun biologis di daerah pantai dan
estuaria. Disamping itu juga mendukung aktifitas perikanan, komunitas
kerang-kerangan dan biota avertebrata lainnya (Bastyan and Cambridge,
2008).

Lamun yang terdapat di dunia berkisar antara 50 –60 (Hemminga,


2002; Waycott, 2004) atau 66 jenis (den Hartog dan Kuo, 2006), sedangkan
di Indonesia terdapat 7 marga, yaitu Enhalus, Thalassia, Halophila,
Halodule, Cymodocea, Syrongidium, dan Thalssodendrom(Nontji, 1987),
dan terdiri dari 12 jenis, yaitu Halodule uninervis, H. pinifolia, Cymodocea
rotundata, C. serrulata, Syringodium isoetifolium, Thalassodendron
ciliatum, Enhalus acoroides, Thalassia hemprichii, Halophila ovalis, H.
minor, H. decipiens, dan H. spiulosa(Hutomo,1985). Selanjutnya Hutomo
(1985) menyatakan bahwa terdapat 10jenis lamun di Sulawesi, yaitu
Halodule uninervis, H. pinifolia, Cymodocea rotundata, C. serrulata,
Syringodium isoetifolium, Thalassodendron ciliatum, Enhalus acoroides,
Thalassia hemprichii, Halophila ovalis, dan H. minor.

Pertumbuhan lamun dibatasi oleh suplai nutrien antara lain partikulat


nitrogen dan fosfor yang berfungsi sebagai energi untuk melangsungkan
fotosintesis (Short, 1987). Kedalaman air dan pengaruh pasang surut, serta
struktur substrat mempengaruhi zonasi sebaran jenis-jenislamun dan bentuk
pertumbuhannya. Jenislamun yang sama dapat tumbuh pada habitat yang
berbeda dengan menunjukkan bentuk pertumbuhan yang berbeda dan
kelompok- kelompok jenislamun membentuk zonasi tegakan yang jelas,
baik murni ataupun asosiasi dari beberapa jenis(Kiswara, 1997). Selain itu
faktor lingkungan lainnya juga ikut mempengaruhi pertumbuhan dan
sebaran lamun.

B. Rumusan Masalah

Adapun rumusan masalah dari makalah ini yakni :

1. Apa pengertian Lamun atau Seagrass?

2. Bagaimana Morfologi Lamun?

3. Bagaimana Habitat Lamun?

4. Bagaimana Karakteristik Vegetatif Lamun?

5. Bagaimana Peranan Lamun?

6. Bagaimana Kerapatan dan Keanekaragaman Jenis Lamun?

7. Bagaimana Parameter Kualitas Air untuk Pertumbuhan Lamun?


BAB II

PEMBAHASAN

A. Pengertian Lamun

Lamun (seagrass) adalah tumbuhan berbunga (Angiospermae) yang


seluruh proses kehidupan berlangsung di lingkungan perairan laut dangkal
(Susetiono, 2004). Lamun merupakan satu satunya tumbuhan
angiospermae atau tumbuhan berbunga yang memiliki daun, batang, dan
akar sejati yang telah beradaptasi untuk hidup sepenuhnya di dalam air laut
(Tuwo, 2011).
Pola hidup lamun sering berupa hamparan, maka dikenal juga istilah
padang lamun (Seagrass bed) yaitu hamparan vegetasi lamun yang
menutup suatu area pesisir/laut dangkal, terbentuk dari satu jenis atau lebih
dengan kerapatan padat atau jarang. Lamun umumnya membentuk padang
lamun yang luas di dasar laut yang masih dapat dijangkau oleh cahaya
matahari yang memadai bagi pertumbuhannya. Lamun hidup di perairan
yang dangkal dan jernih, dengan sirkulasi air yang baik. Air yang
bersirkulasi diperlukan untuk menghantarkan zat- zat hara dan oksigen,
serta mengangkut hasil metabolisme lamun ke luar daerah padang lamun
(Den Hartog, 1970 dalam Hendra, 2011).
Tumbuhan lamun mempunyai beberapa sifat yang
memungkinkannya hidup dilingkungan laut, yaitu : 1) mampu hidup di
media air asin; 2) mampu berfungsi normal dalam kondisi terbenam; 3)
mempunyai sistem perakaran jangkar yang berkembang baik; 4) mampu
melakukan penyerbukan dan daun generafit dalam keadaan terbenam (Den
Hartog, 1970 dalam Kordi, 2011).
B. Morfologi Lamun

Lamun memiliki bunga, berpolinasi, menghasilkan buah dan


menyebarkan bibit seperti halnya tumbuhan darat. Klasifikasi lamun
adalah berdasarkan karakter tumbuh-tumbuhan. Selain itu, genera di
daerah tropis memiliki morfologi yang berbeda sehingga perbedaan
spesies dapat dilakukan dengan dasar gambaran morfologi dan anatomi
(Tengke, 2010).
Secara morfologi jenis lamun Enhalus acoroides (Gambar 1) akan
tumbuhan tropis yang mempunyai akar kuat dan diselimuti oleh benang-
benang hitam yang kaku. Rhizomanya tertanam di dalam substrat. Pada
akarnya terdapat rambut bisus. Daun-daunnya sebanyak 2 atau 4 helai
yang ujungnya membulat. Panjang daun lebih dari 1 m dan lebar 1,5 cm.
Buah berbentuk bulat telur berukuran 4-7 cm. Lamun tropis tumbuh di
perairan dangkal dengan substrat pasir berlumpur. Lamun ini tumbuh
subur di daerah yang terlindung di pinggir bawah dari mintakat pasang
surut dan di batas atas mintakat bawah litoral.

Gambar 1. Enhalus acoroides


Spesies Halophila ovalis (Gambar 2) atau lamun sendok (spoon
grass) adalah lamun yang mempunyai tangkai ramping, berdiameter 1 mm,
hampir tidak berwarna dan merayap. Sepanjang tangkai yang merayap
muncul daun-daun berpasangan ke atas di bawah permukaan air dan akar-
akarnya kecil ramping ke bawah, ke dalam tanah. Daun-daun bundar telur
(oval) tipis berwarna hijau dengan warna kemeah-merahan berukuran
panjang 10-15 mm dan lebar 5-10 mm. Masing-masing daun ditunjang
oleh tangkai (petiole) berukuran panjang 8-15 mm dan diameter 0,5 mm.
Di daerah yang terlindung, lamun sendok membentuk permadani tumbuh-
tumbuhan di antar air surut rata-rata pada pasang surut bulan- setengah dan
air surut rata-rata pada pasang surut purnama, memberikan lingkungan
yang cocok untuk pelekatan alga. Di lingkungan ini lamun sendok
membentuk tajuk (canopy).
Lamun sendok mempunyai bunga berkelamin tunggal dan soliter.
Lamun sendok terdapat di pantai pasir, di paparan terumbu dan di dasar
pasir lumpur dari pasang surut rata-rata sampai batas bawah dari daerah
pasang surut (Romimohtarto dan Juwana, 2001 dalam Kordi, 2011).

Gambar 2. Halophila ovalis

Susetiono (2007) menyatakan bahwa habitat lamun jenis Halophila


minor (Gambar 3) serta helaian daunnya sangat mirip dengan Halophila
ovalis tetapi lebih kecil (0,7-1,4 cm) dan jumlah urut daun juga lebih
sedikit (3-8 pasang), rimpang tipis dan mudah patah, mampu hidup
diperairan yang berlumpur.
Gambar 3. Halophila minor

Spesies Cymodoceae rotundata (Gambar 4) atau dikenal sebagai


lamun ujung bulat (round tipped seagrass) tumbuh di substrat pasir,
kadang pecahan karang dan sedikit berlumpur. Lamun ini mempunyai
daun berukuran panjang 7-
20 cm dan lebar 2-4 mm, mempunyai 7-15 tulang daun dan 2-7 helai daun
perpangkal. Ujung daun halus membulat dan tumpul (Kordi, 2011).

Gambar 4. Cymodoceae rotundata

Sama halnya dengan Cymodocea rotundata, bentuk daunnya


melengkung menyerupai selempang bagian pangkal menyempit dan ke
arah ujung agak melebar. Panjang dan lebarnya juga hampir sama berkisar
5-15 m dan 2-4 mm. Yang membedakannya dengan ujung daun dari
Cymodocea serrulata (Gambar 5) adalah ujung daunnya bergerigi dengan
tulang daun berjumlah 13-17.
Gambar 5. Cymodocea serrulata

Susetiono, (2007) menyatakan bahwa lamun jenis Thalassia


henprichii (Gambar 6) mempunyai rimpang agak membulat, daun tebal
dan agak melengkung. Bunga jantan mempunyai tangkai pendukung
pendek saja,yaitu sekitar 3 cm (atas inzet). Sedangkan bunga betina
tangkai pendukungnya lebih pendek, yaitu berkisar antara 1-1,5 cm dan
buahnya terbagi dalam 8-20 keping yang tidak beraturan.
Umumnya hidup berdampingan dengan jenis lainnya seperti Enhalus
acoroides. Bila mendominasi selalu membentuk kelompok vegetasi yang
rapat (bawah). Spesies Thalassia henprichii tumbuh di substrat berpasir
hingga pada pecahan karang mati dan sering menjadi spesies dominan
pada padang lamun campuran dan melimpah (Kordi, 2011).

Gambar 6. Thalassia hemprichii


H. uninervis (Gambar 7) adalah lamun sublittoral ditemukan dari
pertengahan pasang surut hingga kedalaman 20 m. Umumnya pada
kedalaman antara 0-3 m di laguna sublittoral dan di dekat terumbu karang.
H. uninervis dapat tumbuh di berbagai habitat yang berbeda. Lamun ini
dapat membentuk padang rumput padat bercampur dengan spesies lamun
lain (Carruthers et al, 2007 dalam Hendra, 2011).
Jenis ini termasuk dalam famili Potamogetonaceae. Ciri khas dari
famili ini memiliki bentuk daun Parvozosterids, dengan daun memanjang
dan sempit. Ujung daunnya yang berbentuk trisula dengan satu vena
sentral yang membujur dengan ukuran lebar daun 1-1,7 mm. Umur daun
±55 hari dengan produksi tegakan sebanyak 38 tegakan/tahun (Vermaat et
al, 1995).

Gambar 7. Halodule uninervis

Syringodium isoetifolium (Gambar 8) termasuk dalam Family


Potamogetonaceae dengan ciri-ciri utama yaitu tidak memiliki ligula
seperti pada Family Hydrocaritaceae. Ditemukan di seluruh wilayah Indo-
Barat Pasifik Tropis. Tumbuh dengan kepadatan tinggi tanpa spesies lain.
Namun bila tumbuh dengan spesies lain ukurannya akan lebih kecil. Jenis
lamun ini jarang ditemukan di daerah intertidal dangkal (McKenzie, 2007
dalam Hendra, 2011).
Gambar 8. Syringodium isoetifolium

C. Habitat

Lamun hidup dan terdapat pada daerah mid-intertidal sampai


kedalaman 0,5-10 m, dan sangat melimpah di daerah sublitoral. Jumlah
spesies lebih banyak terdapat di daerah tropik dari pada di daerah ugahari
(Barber, 1985 dalam Tangke, 2010). Habitat lamun dapat dilihat sebagai
suatu komunitas, dalam hal ini suatu padang lamun merupakan kerangka
struktur dengan tumbuhan dan hewan yang saling berhubungan. Habitat
lamun dapat juga dilihat sebagai suatu ekosistem, dalam hal ini hubungan
hewan dan tumbuhan tadi dilihat sebagai suatu proses yang dikendalikan
oleh pengaruh-pengaruh interaktif dari faktor-faktor biologis, fisika,
kimiawi. Ekosistem padang lamun pada daerah tropik dapat menempati
berbagai habitat, dalam hal ini status nutrien yang diperlukan sangat
berpengaruh. Lamun dapat hidup mulai dari rendah nutrien dan melimpah
pada habitat yang tinggi nutrien.
Tangke (2010) menyatakan bahwa lamun pada umumnya dianggap
sebagai kelompok tumbuhan yang homogen. Lamun terlihat mempunyai
kaitan dengan habitat dimana banyak lamun (Thalassia) adalah substrat
dasar dengan pasir kasar. Dinyatakan pula bahwa Enhalus acoroides
dominan hidup pada substrat dasar berpasir dan pasir sedikit berlumpur
dan kadang-kadang terdapat pada dasar yang terdiri atas campuran
pecahan karang yang telah mati.

D. Karakteristik Vegetatif

Lamun menunjukkan adanya bentuk keseragaman yang tinggi pada


reproduksi vegetatifnya. Hampir semua marga lamun memperlihatkan
perkembangan yang baik dari rimpang (rhizome) dan bentuk daun yang
pipih dan memanjang, kecuali pada marga Halophila. Jadi umumnya
lamun akan menjadi kelompok homogen dengan tipe pertumbuhan
"enhalid" (Azkab, 2000).
Menurut Den Hartog (1967) dalam Hendra (2011), karakteristik
pertumbuhan lamun dapat dibagi enam kategori yaitu;
1. Parvozosterids, dengan daun memanjang dan sempit: Halodule,
Zostera
sub-marga Zosterella.
2. Magnozosterids, dengan daun memanjang dan agak lebar: Zostera
sub- marga Zostera, Cymodocea dan Thalassia.
3. Syringodiids, dengan daun bulat seperti lidi dengan ujung
runcing:
Syringodium
4. Enhalids, dengan daun panjang dan kaku seperti kulit atau
berbentuk ikat pinggang yang kasar Enhalus, Posidonia,
Phyllospadix.
5. Halophilids; dengan daun bulat telur, elips, berbentuk tombak atau
panjang, rapuh dan tanpa saluran udara: Halophila
6. Amphibolids, daun tumbuh teratur pada kiri dan kanan: Amphibolis,
Thalassodendron, dan Heterozostera.
E. Peranan Lamun

Padang lamun merupakan habitat bagi beberapa organisme laut.


Hewan yang hidup pada padang lamun ada yang merupakan penghuni
tetap ada pula yang bersifat sebagai pengunjung. Hewan yang datang
sebagai pengunjung biasanya untuk memijah atau mengasuh anaknya
seperti ikan. Selain itu, ada pula hewan yang datang mencari makan
seperti sapi laut (Dugong dugon) dan penyu (turtle) yang makan lamun
Syringodium isoetifolium dan Thalassia hemprichii (Soedharma, 2007).
Soedharma (2007), menyatakan bahwa di daerah padang lamun,
organisme melimpah karena lamun digunakan sebagai perlindungan dan
persembunyian dari predator dan kecepatan arus yang tinggi dan juga
sebagai sumber bahan makanan baik daunnya maupun epifit atau detritus.
Jenis-jenis polichaeta dan hewan–hewan nekton juga banyak didapatkan
pada padang lamun. Lamun juga merupakan komunitas yang sangat
produktif sehingga jenis-jenis ikan dan fauna invertebrata melimpah di
perairan ini. Lamun juga memproduksi sejumlah besar bahan bahan
organik sebagai substrat untuk algae, epifit, mikroflora dan fauna.
Padang lamun ini dihuni berbagai macam spesies hewan, yang
berasosiasi dengan padang lamun. Di perairan Pabama dilaporkan 96
spesies hewan yang berasosiasi dengan beberapa jenis ikan. Di Teluk
Ambon ditemukan 48 famili dan 108 jenis ikan adalah sebagai penghuni
lamun, sedangkan di Kepulauan Seribu sebelah utara Jakarta di temukan
78 jenis ikan yang berasosiasi dengan padang lamun. Selain ikan, sapi laut
dan penyu serta banyak hewan invertebrata yang berasosiasi dengan
padang lamun, seperti: Pinna sp, beberapa Gastropoda, Lambis lambis,
Strombus, teripang, bintang laut, beberapa jenis cacing laut dan udang
(Peneus doratum) yang ditemukan di Florida Selatan (Susetiono, 2004).
Apabila air sedang surut rendah sekali atau surut purnama, sebagian
padang lamun akan tersembul keluar dari air terutama bila komponen
utamanya adalah Enhalus acoroides, sehingga burung-burung berdatangan
mencari makan di padang lamun ini (Nontji, 1987 dalam Hendra, 2011).
Menurut Azkab (1988) dalam Hendara (2011), peranan lamun di
lingkungan perairan laut dangkal sebagai berikut:
1. Sebagai produsen primer
Lamun mempunyai tingkat produktivitas primer tertinggi bila
dibandingkan dengan ekosistem lainnya yang ada di laut dangkal seperti
ekosistem terumbu karang (Thayer, et al., 1975 dalam Hendra, 2011).
2. Sebagai habitat biota
Lamun memberikan tempat perlindungan dan tempat menempel
berbagai hewan dan tumbuh-tumbuhan (alga). Disamping itu, padang
lamun (seagrass beds) dapat juga sebagai daerah asuhan, padang
pengembalaan dan makan dari berbagai jenis ikan herbivora dan ikan–ikan
karang (coral fishes) (Kikuchi & Peres, 1977 dalam Hendra, 2011).
3. Sebagai penangkap sedimen
Daun lamun yang lebat akan memperlambat air yang disebabkan
oleh arus dan ombak, sehingga perairan di sekitarnya menjadi tenang.
Disamping itu, rimpang dan akar lamun dapat menahan dan mengikat
sedimen, sehingga dapat menguatkan dan menstabilkan dasar permukaaan.
Jadi padang lamun yang berfungsi sebagai penangkap sedimen dapat
mencegah erosi (Hutomo & Azkab, 1987 dalam Hendra, 2011).

4. Sebagai pendaur zat hara


Lamun memegang peranan penting dalam pendauran berbagai zat
hara dan elemen-elemen yang langka di lingkungan laut. Khususnya zat-
zat hara yang dibutuhkan oleh algae dan epifit.
Philips & Menez (1988) dalam Hendra (2011), menyatakan bahwa,
lamun juga sebagai komoditi yang sudah banyak dimanfaatkan oleh
masyarakat baik secara tradisional maupun secara modern. Secara
tradisional lamun telah dimanfaatkan untuk : 1) Kompos dan pupuk, 2)
Cerutu dan mainan anak-anak, 3) Dianyam menjadi keranjang, 4)
Tumpukan untuk pematang, 5) Mengisi kasur, 6) Ada yang dimakan, dan
7) Dibuat jaring ikan. Pada zaman modern ini, lamun telah dimanfaatkan
untuk : 1) Penyaring limbah, 2) Stabilizator pantai, 3) Bahan untuk pabrik
kertas, 4) Makanan, 5) Obat-obatan, dan 6) Sumber bahan kimia.
Spesies yang terkenal adalah Enhalus acoroides yang dikenal
sebagai samo-samo atau lamun tropis (tropical ellgrass). Spesies ini
dimanfaatkan bijinya oleh penduduk Kepulauan Seribu sebagai bahan
makanan. Bijinya dikumpulkan dan dimasak seperti halnya menanak nasi.
Lamun tropis ini mempunyai bunga jantan yang putih dengan tangkai yang
pendek, bunga betinanya bertangkai panjang dengan kelopak kemerah-
merahan dan mahkota yang putih, sedangkan buah berambut (Nontji, 1987
dalam Kordi, 2011).

F. Kerapatan dan Keanekaragaman Jenis Lamun (Seagrass)

Kerapatan merupakan hal mendasar untuk mempelajari


pertumbuhan lamun maupun mengestimasi produksi. Dalam penelitian
Takaendengan (2010) di Perairan Kema, Minahasa Utara menunjukkan
bahwa kerapatan pada setiap jenis lamun mempunyai variasi yang secara
kuantitatif terdapat perbedaan pada setiap lokasi. Kerapatan bervariasi dari
masing-masing jenis lamun berkisar antara 17- 1601 tegakan/m2.
Kerapatan tertinggi rata-rata adalah jenis Thalassia hemprichii 1601
tegakan/m2 yang dijumpai pada lokasi 2 (pantai Kaburukan) dan yang
terendah Halophila ovalis (17 tegakan/m2 ) di lokasi 1 (pantai Tasikoki).
Untuk Halodule pinifolia yang hanya ditemukan pada lokasi 3 (pantai
Lilang) memiliki kerapatan rata-rata 324/tegakan/m2. Selain itu juga
Thassodendron ciliatum hanya dijumpai di lokasi 4 (pantai Makalisung)
dengan jumlah kerapatan rata-rata 143/tegakan/m2.
Menurut Nur (2004), tingginya kerapatan jenis lamun sangat terkait
dengan jumlah jenis yang ditemukan dan kemungkinan sangat terkait
dengan karekteristik habitat seperti kedalaman, dan jenis substrat yang
sangat mendukung untuk pertumbuhan dan keberadaan lamun karena
sangat terkait dengan penetrasi cahaya yang dibutuhkan oleh lamun dalam
proses fotosintesis. Rendahnya kerapatan jenis pada stasiun disebabkan
oleh sedikitnya jumlah jenis yang mampu beradaptasi terhadap faktor
lingkungan dan memiliki kedalaman yang tinggi dibandingkan dengan
stasiun lainnya dan memiliki substrat pasir berlumpur sehingga jenis
lamun yang ditemukan hanya terdiri dari Thalassia hemprichii, Enhalus
acoroides dan Cymodocea rotundata.
Azkab (2006) melaporkan bahwa di dunia tercatat sekitar 58 jenis
lamun yang dapat dijumpai dalam skala besar dan menutupi dasar perairan
yang luas untuk membentuk suatu padang lamun (Seagrass bed). Di
perairan Indonesia tercatat 12 jenis lamun yang tumbuh yaitu : Halodule
pinifolia (miki) den Hartog, H. uninervis (forsskal) Asherson, Cymodoceae
rotundata Ehrenberg & Hemprich ex Ascherson, C.serrulata (R. Brown)
Ascherson & Magnus, Syringodium isoetifolium (Ascherson) Dandy,
Thalassodendon ciliatum (Forsskal), Enhalus acoroides (Linnaeus f.)
Royle, Thalassia hemprichii (Ehrenberg) Ascherson, H. decipiens
Ostenfeld, H. minor (Zollinger) den hartog dan H. spinulosa (R. Brown)
Ascherso.
Keanekaragaman hayati lamun yang paling tinggi dapat dijumpai
di perairan Teluk Flores dan Lombok, masing-masing terdapat 11 spesies.
Keanekaragaman spesies lamun di perairan Indonesia bagian barat lebih
kecil dibandingkan dengan di perairan Indonesia timur. Fortes (1990)
dalam Kordi (2011) menduga bahwa tingginya keanekaragaman spesies
lamun di Indonesia bagian timur disebabkan oleh posisi daerah ini lebih
dekat dengan daerah pusat penyebaran lamun di perairan Indo-Pasifik,
yaitu Filipina yang memiliki 16 spesies dan Australia Barat yang memiliki
17 spesies.

G. Parameter Kualitas Air Untuk Pertumbuhan Lamun (Seagrass)

Faktor yang mempengaruhi tingkat pertumbuhan padang lamun


adalah parameter kualitas air antara lain sebagai berikut:
1. Suhu
Beberapa peneliti melaporkan adanya pengaruh nyata perubahan
suhu terhadap kehidupan lamun, antara lain dapat mempengaruhi
metabolisme, penyerapan unsur hara dan kelangsungan hidup lamun
(Brouns dan Hiejs, 1986 dalam Hendra, 2011).

Walaupun padang lamun secara geografis tersebar luas yang


diindikasikan oleh adanya kisaran toleransi yang luas terhadap temperatur
tapi pada kenyataannya spesies lamun di daerah tropik mempunyai
toleransi yang rendah terhadap perubahan temperatur. Kisaran suhu
0
optimal bagi spesies lamun adalah 28-30 C (Dahuri, 2003). Suhu
mempengaruhi proses-proses fisiologi yaitu proses fotosintesis, laju
respirasi, pertumbuhan dan reproduksi. Proses fisiologis tersebut akan
menurun tajam apabila temperatur perairan berada di luar kisaran optimal
tersebut (Nybakken, 1992 dalam Nur, 2004). Demikian juga respirasi
lamun meningkat dengan meningkatnya suhu, namun dengan kisaran yang
lebih luas yaitu 5-35°C (Azkab, 1999).
Penelitian yang dilakukan Barber (1985) dalam Hendra (2011),
melaporkan produktivitas lamun yang tinggi pada suhu tinggi, bahkan
diantara faktor lingkungan yang diamati hanya suhu yang mempunyai
pengaruh nyata terhadap produktivitas tersebut. Pada kisaran suhu 10•35
°C produktivitas lamun meningkat dengan meningkatnya suhu (Azkab,
1999).
2. Salinitas
Toleransi lamun terhadap salinitas bervariasi antar jenis dan umur.
Lamun yang tua dapat mentoleransi fluktuasi salinitas yang besar (Zieman
1993 dalam Hendra 2011). Ditambahkan bahwa Thalassia ditemukan
hidup dari salinitas 3,5- 60 0/00, namun dengan waktu toleransi yang
singkat. Kisaran optimum untuk pertumbuhan Thalassia dilaporkan dari
salinitas 24-35 0/00 (Azkab, 1999).
Salinitas juga dapat berpengaruh terhadap biomassa, produktivitas,
kerapatan, lebar daun dan kecepatan pulih lamun. Pada jenis Amphibolis
antartica biomassa, produktivitas dan kecepatan pulih tertinggi ditemukan
pada salinitas 42,5 0/00. Sedangkan kerapatan semakin meningkat dengan
meningkatnya salinitas, namun jumlah cabang dan lebar daun semakin
menurun (Azkab, 1988 dalam Hendra 2011)
3. Derajat keasaman (pH)
Derajat keasaman adalah suatu ukuran tentang besarnya
konsentrasi ion hidrogen dan menunjukkan apakah suatu perairan itu
bersifat asam atau basa, dimana kemasaman merupakan suatu parameter
yang dapat menentukan produktivitas suatu perairan. Pada umumnya pH
air laut tidak banyak bervariasi karena adanya sistem karbondioksida
dalam laut yang berfungsi sebagai penyangga yang cukup kuat (Nontji,
1993 dalam Nur, 2004).
Kaswadji (1997) dalam Nur (2004) mengatakan bahwa suatu
perairan dengan pH 5,5 – 6,5 dan pH yang lebih dari 8,5 merupakan
perairan yang tidak produktif, perairan dengan pH 6,5-7,5 termasuk dalam
perairan yang masih produktif dan perairan dengan pH antara 7,5 – 8,5
mempunyai tingkat produktifitas yang tinggi.
4. Kecerahan
Lamun membutuhkan intensitas cahaya yang tinggi untuk
melaksanakan proses fotosintesis. Hal ini terbukti dari hasil observasi yang
menunjukkan bahwa distribusi padang lamun hanya terbatas pada daerah
yang tidak terlalu dalam. Namun demikian, pengamatan di lapangan
menunjukkan bahwa sebaran komunitas lamun di dunia masih ditemukan
hingga kedalaman 90 meter, asalkan pada kedalaman ini masih dapat
ditembus cahaya matahari (Dahuri, 2003).
5. Kedalaman
Kedalaman perairan dapat membatasi distribusi lamun secara
vertikal. Lamun tumbuh di zona intertidal bawah dan subtidal atas hingga
mencapai kedalaman 30 m. Zona intertidal dicirikan oleh tumbuhan pionir
yang didominasi oleh Halophila ovalis, Cymodocea rotundata dan
Holodule pinifolia, sedangkan Thalassodendron ciliatum mendominasi
zona intertidal bawah. Kedalaman perairan juga berpengaruh terhadap
kerapatan dan pertumbuhan lamun (Hutomo, et al, 1987 dalam Hendra,
2011 ).
6. Substrat
Hampir semua tipe substrat atau dasar perairan dapat ditumbuhi
oleh tumbuhan lamun, dari substrat berlumpur sampai berbatu, namun
ekosistem padang lamun yang luas umumnya dijumpai pada substrat
lumpur berpasir tebal. Substrat seperti ini umumnya berada diantara
ekosistem Mangrove dan Terumbu Karang. Tumbuhan lamun dapat hidup
pada berbagai macam tipe sedimen, mulai dari lumpur sampai karang.
Syarat utama dari substrat yang dikehendaki oleh lamun adalah kedalaman
sedimen atau substrat yang cukup dalam. Ada dua manfaat dari sedimen
yang dalam yaitu dasar perairan lebih stabil, dan dapat menjamin pasokan
nutrien ke tumbuhan lamun (Tuwo, 2011).
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Lamun (seagrass) adalah tumbuhan berbunga (Angiospermae) yang
seluruh proses kehidupan berlangsung di lingkungan perairan laut dangkal.
Lamun merupakan satu satunya tumbuhan angiospermae atau tumbuhan
berbunga yang memiliki daun, batang, dan akar sejati yang telah
beradaptasi untuk hidup sepenuhnya di dalam air laut. Lamun hidup dan
terdapat pada daerah mid-intertidal sampai kedalaman 0,5-10 m, dan
sangat melimpah di daerah sublitoral.
Padang lamun merupakan habitat bagi beberapa organisme laut.
Hewan yang hidup pada padang lamun ada yang merupakan penghuni
tetap ada pula yang bersifat sebagai pengunjung. Hewan yang datang
sebagai pengunjung biasanya untuk memijah atau mengasuh anaknya
seperti ikan. Selain itu, ada pula hewan yang datang mencari makan
seperti sapi laut (Dugong dugon) dan penyu (turtle) yang makan lamun
Syringodium isoetifolium dan Thalassia hemprichii.
DAFTAR PUSTAKA

Azkab, M.H. (A). 2000. Pedoman Inventarisasi Lamun. Jurnal. Oseana, Volume
XXIV, Nomor 1, 1999 : 1- 16.
Abdullah, Taufiq. 2017. Jenis-jenis Lamun di Indonesia. Makalah. Blogger :
http://taufiqabd.blogspot.com/2017/04/makalah-jenis-jenis-lamun-di-
indonesia.html (diakses pada 26 Oktober 2019)
Hasiru, Dewi. 2015. Lamun. Makalah. Blogger :
http://dewihasiru.blogspot.com/2015/11/makalah-lamun.html (diakses
pada 26 Oktober 2019)
Eki, NY. 2014. Lamun. Jurnal. Universitas Negeri Gorontalo :
http://eprints.ung.ac.id/2082/6/2012-2-54242-633408025-bab2-
22012013102408.pdf (diakses pada 26 Oktober 2019)

Anda mungkin juga menyukai