BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
tahun 2008 menjadi sebanyak 3905 jiwa dengan 433 jiwa/ha3 (Kel. P.Panggang
dalam Angka 2008) dari jumlah penduduk sebelumnya tahun 2005 sebesar 3.411
jiwa dan kepadatan penduduk sebesar 379 jiwa/ ha3 (Kel. P.Panggang dalam
Angka 2005).
2.2 Lamun
2.2.1
Pengertian Lamun
Lamun (seagrass) adalah tumbuhan berbunga (Angiospermae) yang
Habitat tempat hidup lamun adalah perairan dangkal agak berpasir dan sering juga
dijumpai di terumbu karang (Den Hartog 1970).
2.2.2
: Anthophyta
Kelas
: Angiospermae
Subkelas
: Monocotyledoneae
Ordo
: Helobiae
Famili
: Hydrocharitaceae
Genus
: Thalassia
Spesies
: Thalassia hemprichii
untuk
tumbuh
pada
substrat
yang
keras
menjadikan
Thallasodendron ciliatum memiliki energi yang kuat dan dapat hidup berkoloni
disepanjang hamparan terumbu karang. Struktur rhizoma dan batang lamun
memiliki variasi yang sangat tinggi tergantung dari susunan saluran di dalam
stele. Rhizoma, bersama sama dengan akar, menancapkan tumbuhan ke dalam
substrat. Rhizoma seringkali terbenam di dalam substrat yang dapat meluas secara
ekstensif dan memiliki peran yang utama pada reproduksi secara vegetatif dan
10
reproduksi yang dilakukan secara vegetatif merupakan hal yang lebih penting
daripada reproduksi dengan pembibitan karena lebih menguntungkan untuk
penyebaran lamun. Rhizoma merupakan 60 80% biomas lamun. Seperti semua
tumbuhan monokotil, daun lamun diproduksi dari meristem basal yang terletak
pada potongan rhizoma dan percabangannya. Meskipun memiliki bentuk umum
yang hampir sama, spesies lamun memiliki morfologi khusus dan bentuk anatomi
yang memiliki nilai taksonomi yang sangat tinggi. Beberapa bentuk morfologi
sangat mudah terlihat yaitu bentuk daun, bentuk puncak daun, keberadaan atau
ketiadaan ligula. Anatomi yang khas dari daun lamun adalah ketiadaan stomata
dan keberadaan kutikel yang tipis. Kutikel daun yang tipis tidak dapat menahan
pergerakan ion dan difusi karbon sehingga daun dapat menyerap nutrien langsung
dari air laut. Air laut merupakan sumber bikarbonat bagi tumbuh-tumbuhan untuk
penggunaan karbon inorganik dalam proses fotosintesis.
2.2.3
di laut dangkal yang paling produktif. Di samping itu juga ekosistem lamun
mempunyai peranan penting dalam menunjang kehidupan dan perkembangan
jasad hidup di laut dangkal, sebagai berikut :
1. Sebagai produsen primer : Lamun memiliki tingkat produktifitas primer
tertinggi bila dibandingkan dengan ekosistem lainnya yang ada dilaut dangkal
seperti ekosistem terumbu karang (Thayer et al. 1975).
2. Sebagai habitat biota : Lamun memberikan tempat perlindungan dan tempat
menempel berbagai hewan dan tumbuh-tumbuhan (alga). Disamping itu,
padang lamun (seagrass beds) dapat juga sebagai daerah asuhan, padang
pengembalaan dan makanan berbagai jenis ikan herbivora dan ikan-ikan karang
(coral fishes) (Kikuchi dan Peres 1977).
3. Sebagai penangkap sedimen : Daun lamun yang lebat akan memperlambat air
yang disebabkan oleh arus dan ombak, sehingga perairan disekitarnya menjadi
tenang. Disamping itu, rimpang dan akar lamun dapat menahan dan mengikat
11
2.2.4
1. Suhu
Beberapa peneliti melaporkan adanya pengaruh nyata perubahan suhu
terhadap kehidupan lamun, antara lain dapat mempengaruhi metabolisme,
penyerapan unsur hara dan kelangsungan hidup lamun (Brouns dan Hiejs, 1986).
Walaupun padang lamun secara geografis tersebar luas yang diindikasikan oleh
adanya kisaran toleransi yang luas terhadap temperatur tapi pada kenyataannya
spesies lamun di daerah tropik mempunyai toleransi yang rendah terhadap
perubahan temperatur. Kisaran suhu optimal bagi spesies lamun adalah 28-30C
(Dahuri,
2003).
Penelitian
yang
dilakukan
Barber
(1985)
melaporkan
produktivitas lamun yang tinggi pada suhu tinggi, bahkan diantara faktor
lingkungan yang diamati hanya suhu yang mempunyai pengaruh nyata terhadap
produktivitas tersebut. Pada kisaran suhu 10-35C produktivitas lamun meningkat
dengan meningkatnya suhu (Azkab 1999).
2. Salinitas
Toleransi lamun terhadap salinitas bervariasi antar jenis dan umur. Lamun
yang tua dapat mentoleransi fluktuasi salinitas yang besar (Zieman, 1993).
Ditambahkan bahwa Thalassia ditemukan hidup dari salinitas 3,5-60 0/00, namun
dengan waktu toleransi yang singkat. Kisaran optimum untuk pertumbuhan
Thalassia dilaporkan dari salinitas 24-35 0/00 (Azkab 1999).
Salinitas juga dapat berpengaruh terhadap biomassa, produktivitas,
kerapatan, lebar daun dan kecepatan pulih lamun. Pada jenis Amphibolis antartica
12
salinitas, namun jumlah cabang dan lebar daun semakin menurun (Azkab 1988).
3. Kecerahan
Penetrasi cahaya yang masuk ke dalam perairan sangat mempengaruhi
proses fotosintesis yang dilakukan oleh tumbuhan lamun. Lamun membutuhkan
intensitas cahaya yang tinggi untuk proses fotosintesa tersebut dan jika suatu
perairan
mendapat
pengaruh
akibat
aktivitas
pembangunan
sehingga
perairan
juga
berpengaruh
terhadap
kerapatan
dan
faktor pembatas
13
6. Substrat
Lamun dapat ditemukan pada berbagai karakteristik substrat. Di Indonesia
padang lamun dikelompokkan ke dalam enam kategori berdasarkan karakteristik
tipe substratnya, yaitu lamun yang hidup di substrat lumpur, lumpur pasiran, pasir,
pasir lumpuran, puing karang dan batu karang (Kiswara et al. 1985). Sedangkan
di kepulauan Spermonde Makassar, Erftemeijer (1993) menemukan lamun
tumbuh pada rataan terumbu dan paparan terumbu yang didominasi oleh sedimen
karbonat (pecahan karang dan pasir koral halus), teluk dangkal yang didominasi
oleh pasir hitam terrigenous dan pantai intertidal datar yang didominasi oleh
lumpur halus terrigenous. Adanya perbedaan penting antara komunitas lamun
dalam lingkungan sedimen karbonat dan sedimen terrigennous dalam hal struktur,
kerapatan, morfologi dan biomassa (Kiswara et al. 1985).
14
3. Logam berat dan metaloid (seperti raksa, timah hitam, timah, selenium,
dan arsen), umumnya tidak diperlukan dalam kegiatan metabolisme dan
sebagai racun bagi sel dalam konsentrasi rendah.
Miettinen (1987) dalam Saeni (1997) mendefinisikan logam berat sebagai
unsur-unsur kimia dengan bobot jenis lebih besar dari 5 g/cm3, terletak di sudut
kanan bawah daftar berkala, mempunyai affinitas yang tinggi terhadap unsur S
dan biasanya bernomor atom 22 sampai 92 dari periode 3 sampai 7 pada tabel
periodik. Pada kenyataannya, dalam pengertian logam berat ini dimasukkan pula
unsur-unsur metalloid yang memiliki sifat berbahaya seperti logam berat sehingga
jumlahnya mencapai lebih kurang 40 jenis. Beberapa logam berat yang beracun
tersebut adalah As, Cd, Cr, Pb, Hg, Ni dan Zn (Wild 1995).
Menurut Darmono (1995), faktor yang menyebabkan logam berat
termasuk dalam kelompok zat pencemar adalah karena adalnya sifat-sifat logam
berat yang tidak dapat terurai (non degradable) dan mudah diabsorbsi.
Berdasarkan penelitian toksisitas akut terhadap organisme air dan akibatnya yaitu
LC-50 selama 48 jam disimpulkan bahwa urutan logam dari toksisitas paling
tinggi ke paling rendah adalah sebagai berikut:
Hg2+ > Cd2+ > Ag+ > Ni2+ > Pb2+ > As2+ > Cr2+ > Sn2+ > Zn2+
Menurut Bryan (1976), kekuatan racun logam berat terhadap ikan dan
organisme lainnya dipengaruhi oleh beberapa faktor, antara lain:
1. Bentuk ikatan kimia dari logam yang larut dalam air
2. Pengaruh interaksi antara logam dan jenis racun lainnya
3. Pengaruh lingkungan seperti temperature, kadar garam, pH atau kadar
oksigen dalam air
4. Kondisi hewan, fase siklus hidup, besarnya organisme, jenis kelamin,
dan kecukupan kebutuhan nutrisi.
5. Kemampuan hewan untuk menghindar dari kondisi buruk (polusi)
6. Kemampuan untuk beradaptasi terhadap racun
15
organik, suhu, tekstur, mineral liat, kadar unsur lain dan lain-lain. pH adalah
faktor penting yang menentukan transformasi logam. Penurunan pH secara umum
meningkatkan ketersediaan logam berat kecuali Mo dan Se (Klein dan Trayer
1995). Pada tanah, semakin halus teksturnya semakin tinggi kekuatannya untuk
mengikat logam berat. Oleh karena itu, tanah yang bertekstur liat memiliki
kemampuan untuk mengikat logam berat lebih tinggi daripada tanah berpasir.
Logam berat mungkin diabsorbsi dan diakumulasi dalam jaringan hidup.
Kemampuan beberapa logam berat dalam berikatan dengan asam amino
mengikuti urutan sebagai berikut : Hg > Cu > Ni > Pb > Co > Cd (Hutagalung
1991).
Organisme yang pertama terpengaruh akibat penambahan polutan logam
berat ke tanah atau habitat lainnya adalah organisme dan tanaman yang tumbuh di
tanah atau habitat tersebut. Dalam ekosistem alam terdapat interaksi antar
organisme baik interaksi positif maupun negatif yang menggambarkan bentuk
transfer energi antar populasi dalam komunitas tersebut. Dengan demikian
pengaruh logam berat tersebut pada akhirnya akan sampai pada hierarki rantai
makanan tertinggi yaitu manusia. Logam-logam berat diketahui dapat mengumpul
di dalam tubuh suatu organisme dan tetap tinggal dalam tubuh untuk jangka waktu
lama sebagai racun yang terakumulasi (Saeni 1997).
2.3.2
16
17
pada tubuh dan menyebabkan penyakit osteomalacia (rasa sakit pada persendian
tulang belakang, tulang kaki) dan bittlebones (kerusakan tulang).
Logam
kadmium
akan
mengalami
proses
biotransformasi
dan
bioakumulasi dalam organisme hidup (tumbuhan, hewan dan manusia). Logam ini
masuk ke dalam tubuh bersama makanan yang dikonsumsi dan telah
terkontaminasi oleh logam kadmium dan atau persenyawaannya. Dalam tubuh
biota perairan jumlah logam yang terakumulasi akan terus mengalami
peningkatan dengan adanya proses biomagnifikasi di badan perairan (Palar 1994).
2.3.3
18
hati, kuku, jaringan lemak, dan rambut. Accidental poisoning seperti termakannya
senyawa timbal dalam konsentrasi tinggi dapat mengakibatkan gejala keracunan
timbal seperti iritasi gastrointestinal akut, rasa logam pada mulut, muntah, sakit
perut dan diare (Darmono 1995).
2.3.4
(2003) dapat terjadi lewat beberapa bagian tumbuhan, yaitu : (1) akar, terutama
untuk zat anorganik dan zat hidrofilik; (2) daun bagi zat yang lipofilik; dan (3)
stomata untuk memasukkan gas. Adapun proses absorpsinya sendiri terjadi seperti
pada hewan dengan berbagai mekanisme difusi, hanya isitilah yang digunakan
berbeda, yakni translokasi. Transpor ini terjadi dari sel ke sel menuju jaringan
vaskuler agar dapat didistribusikan ke seluruh bagian tumbuhan. Difusi katalitis
terjadi dengan ikatan benang sitoplasma yang disebut plasmodesmata. Misalnya
transpor zat hara dari akar ke daun dan sebaliknya transpor makanan atau hidrat
karbon dari daun ke akar.
Tumbuhan
memiliki
kemampuan
untuk
menyerap
ion-ion
dari
lingkungannya ke dalam tubuh melalui membran sel. Dua sifat penyerapan ion
oleh tumbuhan adalah (1) faktor konsentrasi, yaitu kemampuan tumbuhan dalam
mengakumulasi ion sampai tingkat konsentrasi tertentu, bahkan dapat mencapai
beberapa tingkat lebih besar dari konsentrasi ion di dalam mediumnya; dan (2)
perbedaan kuantitatif dalam kebutuhan hara yang berbeda pada tiap jenis
tumbuhan (Fitter dan Hay 1991).
Sel-sel akar tumbuhan umumnya mengandung konsentrasi ion yang lebih
tinggi daripada medium di sekitarnya. Sejumlah besar eksperimen menunjukan
adanya hubungan antara laju pengambilan ion dengan konsentrasi ion yang
menyerupai hubungan laju reaksi yang dihantarkan enzim dengan konsentrasi
substratnya. Analogi ini menunjukkan adanya makanisme khusus dalam membran
sel yang hanya sesuai untuk suatu ion tertentu dan dapat menyerap ion tersebut,
sehingga pada konsentrasi substrat yang tinggi berperan pada laju maksimum
hingga mencapai laju pengambilan jenuh (Fitter dan Hay 1991).
19
20
Ada tiga jalan yang dapat ditempuh oleh air dan ion-ion yang terlarut
bergerak menuju sel-sel xylem dalam akar, yaitu (1) melalui dinding sel (apoplas)
epidermis dan sel-sel korteks; (2) melalui sistem sitoplasma (simplas) yang
bergerak dari sel ke sel; dan (3) melalui sel hidup pada akar, dimana sitosol dari
setiap sel membentuk suatu jalur (Rosmarkam dan Nasih 2002).
Absorpsi unsur hara pada tumbuhan ditentukan oleh berbagai faktor biotik
dan abiotik. Faktor biotik antara lain status hormonal, fase pertumbuhan,
metabolisme, morfologi tumbuhan, densitas daun, bentuk daun (sempit atau
lebar), berbulu atau berlapis, mudah tidaknya menjadi basah, umumnya daun yang
muda lebih sulit mengabsorpsi daripada yang sudah tua. Sedangkan faktor abiotik
antara lain suhu, sinar/radiasi, kelembapan, dan kualitas tanah (Soemirat 2003).
Tumbuhan yang tumbuh di air akan terganggu oleh bahan kimia toksik
dalam limbah (sianida, khlorine, hipoklorat, fenol, derivat bensol dan campuran
logam berat). Pengaruh polutan terhadap tumbuhan dapat berbeda tergantung pada
macam polutan, konsentrasinya dan lamanya polutan itu berada. Gejala adanya
pencemaran pada tumbuhan sangat bervariasi dan tidak spesifik. Pada konsentrasi
tinggi tumbuhan akan menderita kerusakan akut dengan menampakkan gejala
seperti klorosis, perubahan warna, nekrosis dan kematian seluruh bagian
tumbuhan. Di samping perubahan morfologi juga akan terjadi perubahan kimia,
biokimia, fisiologi dan struktur tumbuhan (Luncang 2005).
Hasil-hasil penelitian pada tumbuhan dikatakan bahwa tumbuhan
cenderung mengakumulasi logam-logam berat yang terdapat pada ekosistem yang
bersangkutan. Hal ini tidak lepas dari peranan mikrob-mikrob tanah yang
membantu tumbuhan untuk mengakumulasi logam berat tersebut, baik mikrob
yang mengkonsumsi logam berat itu sendiri ataupun mikrob yang bersatu dengan
jenis tanaman tertentu untuk mengakumulasi logam berat. Sebagian besar logam
berat ini merupakan deposit di dinding sel-sel perakaran dan daun (Merian 1994).