Anda di halaman 1dari 18

BUKU PANDUAN KULIAH KERJA LAPANGAN

IDENTIFIKASI MAKROALGA

Oleh:
HASLINDA YASTI AGUSTIN, S.Si., M.Pd.

JURUSAN TADRIS BIOLOGI


FAKULTAS TARBIYAH DAN ILMU KEGURUAN
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI
(IAIN) TULUNGAGUNG
2018
BAB I
PENDAHULUAN

A. Dasar Teori
Buku panduan ini membahas tentang berbagai macam makroalga yang
berdasarkan penelitian banyak ditemui di sekitar pantai Balekambang, Kecamatan
Bantur, Kabupaten Malang. Menurut Weber Van Bosse, ada sekitar 782 jenis alga
yang tersebar di seluruh wilayah perairan Indonesia, meliputi 179 alga hijau, 134
alga coklat, dan 425 alga merah. Klasifikasi alga laut terutama makroalga, menurut
Dawes (1981) dalam Anggadiredja et al. (2009) terdiri dari 3 Divisi yaitu
Rhodophyta (alga merah), Phaeophyta (alga coklat), dan Chlorophyta (alga hijau).
Sedangkan menurut Van den Hoek et. al., (1995), makroalga terdiri atas 3 Divisi
juga yaitu Chlorophyta (alga hijau), Rhodophyta (alga merah), dan Heterokontophyta
(alga coklat). Ternyata dengan berkembangnya ilmu taksonomi menyebabkan
banyak para ahli mengelompokkan alga pada tingkat Divisi yang sama namanya,
tetapi juga ada yang berbeda nama. Begitu juga ada yang mengelompokkan
Chlorophyceae, Rhodophyceae, dan Phaeophyceae ke dalam takson Classis tetapi
yang lain memasukkannya ke tingkat takson yang yang lebih tinggi yaitu
Subphyllum atau Division. Memang menurut beberapa ahli dasar pengelompokan
alga ini masih sulit untuk ditentukan (De Wreede dan Klinger, 1987).
Makroalga adalah tumbuhan tidak berpembuluh yang tumbuh melekat pada
substrat di dasaran laut. Tumbuhan tersebut tidak memiliki akar, batang, daun,
bunga, buah, dan biji sejati. Menurut Indergaard (1983) makroalga adalah organisme
multiseluler yang besar dengan berat bisa mencapai 200 kg per tanaman. Memiliki
ukuran mulai beberapa centimeter (cm) sampai beberapa meter (m), sehingga
mampu diamati secara langsung (kasat mata). Berdasarkan morfologinya makroalga
tidak memperlihatkan adanya perbedaan antara akar, batang, dan daun. Secara
keseluruhan tanaman ini memiliki morfologi yang mirip,
walaupun sebenarnya berbeda. Palallo (2013) menyatakan
bahwa tubuh makroalga umumnya disebut “thallus”. Thallus
merupakan tubuh vegetatif alga yang belum mengenal
diferensiasi akar, batang, dan daun, sebagaimana yang
ditemukan pada tumbuhan tingkat tinggi. Thallus makroalga
(gambar 1.1) umumnya terdiri atas:
1. “Blade” yang memiliki bentuk seperti daun
2. “Stipe” bagian yang menyerupai batang
3. “Holdfast” bagian yang menyerupai akar.
Pada beberapa jenis makroalga stipe tidak dijumpai, sehingga
blade melekat langsung pada holdfast-nya. Menurut Sze (1986)
Gambar 1.1 tipe holdfast pada makroalga antara lain:
Morfologi
1. makroalga secara Thallus benar-benar diluruskan/menyebar menempel pada
umum substrat (encrusting),
2. Rhizoids/rhizoidal pada pangkal thallus,
3. Heterotrichy (lembaran/lampiran),
4. Discoid, pada jaringan (parenchymatous atau pseudopharenchymatous)
membentuk dasar makroalga yang lebih besar,
5. Haptera (cabang/batang membentuk seperti jari-jari).
Menurut Lunning (1990) makroalga memiliki ciri-ciri umum, yaitu di dalam
sel-sel tubuhnya terdapat pigmen penyerap cahaya yang berupa kloroplas atau
kromatofor, bersifat autotrof (menghasilkan zat organik dan oksigen melalui proses
fotosintesis. Makroalga memiliki substansi yang beranekaragam. Menurut Aslan
(1995), sifat substansi thallus beranekaragam antara lain: ada yang lunak seperti
gelatin (gellatinous), mengandung zat kapur (calcareous), lunak seperti tulang rawan
(cartilaginous), dan berserabut (spongious). Percabangan thallus menurut Aslan
(1995) dalam Palallo (2013) juga bermacam-macam antara lain: dichotomous
(bercabang dua terus menerus), pectinate (berderet searah pada satu sisi thallus
utama), pinnate (bercabang dua-dua pada sepanjang thallus utama secara berselang
seling), ferticillate (cabangnya berpusat melingkari aksis atau sumbu utama), dan ada
pula yang sederhana serta tidak bercabang, seperti pada gambar 1.2.

Gambar 1.2 Tipe percabangan makroalga, (1). Tidak bercabang, (2). Dichotomous,(3). Pinnate
alternate, (4). Pinnate distichous, (5). Tetratichous, (6).Ferticillate, (7). Polystichous, (8).
Pectinate, (9). Monopodial, (10). Sympodial (Aslan, 1995)

Pengamatan makroalga biasanya dilakukan ketika surut maksimum yaitu saat


hari terakhir dan hari pertama penanggalan Hijriyah. Hal ini dilakukan agar
pengamatan bisa berlangsung dalam waktu yang lama, karena persebaran makroalga
sangat luas di daerah pasang surut air laut. Menurut Atmaja dan Sulistijo (1996)
penyebaran makroalga dibatasi oleh daerah litoral dan sub litoral dimana masih
terdapat sinar matahari yang cukup untuk dapat melakukan proses fotosintesis
(gambar 1.3). Di daerah litoral merupakan tempat yang cocok bagi kehidupan alga
karena terdiri atas batuan. Makroalga umumnya dijumpai pada tempat yang cocok
untuk tempat menempel. Sebagai contoh, daerah pantai yang terdiri dari batu-batuan
(rocky shore) adalah tempat yang cocok bagi kehidupan mereka, sehingga kita sering
menjumpai banyaknya makroalga yang hidup di daerah ini. Sebaran jenis makroalga
di perairan disebabkan oleh kecocokan habitatnya. Habitat rumput laut umumnya
adalah pada rataan terumbu karang. Mereka menempel pada substrat benda keras
berupa pasir, karang, pecahan karang mati atau kulit kerang. Sesuai dengan
lingkungan terumbu karang, tempat tumbuh rumput laut kebanyakan jauh dari muara
sungai. Kedalamannya mulai dari garis pasang surut terendah sampai sekitar 40
meter. Habitat alga ini umumnya pada terumbu karang maka sebaran jenis makroalga
mengikuti pula sebaran terumbu karang. Sedangkan untuk kehidupan terumbu
karang diperlukan kejernihan yang tinggi yaitu bebas dari sedimentasi dan salinitas
yang tinggi yaitu 30% atau lebih. Perairan Indonesia semakin ke timur semakin
tinggi kecerahan dan salinitasnya, karena itu struktur dan kondisi terumbu karangnya
semakin baik dan menyebabkan keanekaragaman rumput laut semakin tinggi
(Direktorat Jendral Perikanan, 1997 dalam Palallo, 2013).

Gambar 1.3 Pembagian zona menurut kedalaman laut

Alga dimanfaatkan manusia dalam banyak cara, misalnya alga merah dan
alga cokelat yang digunakan sebagai pupuk. Banyak alga mensintesis vitamin A dan
D dengan dimakannya alga oleh ikan, maka vitamin-vitamin itu disimpan dalam
organ (seperti hati) ikan itu, kemudian diekstraksi ataupun digunakan secara
langsung sebagai sumber yang kaya akan vitamin bagi konsumsi manusia (seperti
misalnya minyak ikan paus). Alga dimanfaatkan sebagai makanan, terutama di
negara-negara Timur. Orang Jepang membudidayakan dan memanen Porphyra, suatu
ganggang merah, sebagai tanaman pangan. Ganggang merah menghasilkan dua
produk polisakarida yang penting yaitu karaginan (lumut Irlandia) dan agar.
Keduanya ini digunakan untuk bahan pengemulsi, pembentuk sel, dan pengental
dalam banyak makanan kita. Spesies alga ada yang menjadi parasit pada tumbuhan
tingkat tinggi, sebagai contoh ganggang hijau Cephaleuros menyerang daun teh,
kopi, lada, cengkeh, jeruk dan lain-lain di daerah tropika dan menimbulkan amat
banyak kerusakan (Pelczar, 2013). Secara ekologi, komunitas makroalga mempunyai
peranan dan manfaat terhadap lingkungan sekitarnya yaitu sebagai tempat asuhan
dan perlindungan bagi jenis-jenis ikan tertentu (nursery grounds), tempat pemijahan
(spawning grounds), sebagai tempat mencari makanan alami ikan-ikan dan hewan
herbivora (feeding grounds). Dalam segi ekonomi, makroalga sebagai produk alam
merupakan komoditi yang sangat baik untuk dikembangkan mengingat kandungan
kimia yang dimilikinya. Makroalga dimanfaatkan secara luas baik dalam bentuk raw
material (material mentah) seluruh bagian tumbuhan maupun dalam bentuk olahan.
Dalam bentuk raw material di Indonesia digunakan sebagai lalapan, sayuran,
manisan dan asinan, kemudian dari segi biologis, makroalga mempunyai andil yang
besar dalam meningkatkan produktivitas primer, penyerap bahan polutan, penghasil
bahan organik dan sumber produksi oksigen bagi organisme akuatik di lingkungan
perairan (Bold and Wynne, 1985 dalam Lase, 2014).

B. Tujuan Pengamatan
Pengamatan ini bertujuan untuk:
1. Mengidentifikasi jenis makroalga apa saja yang ada di Pantai Balekambang.
2. Mendeskripsikan ciri-ciri tiap jenis makroalga yang ditemukan di pantai
Balekambang
BAB II
MAKROALGA DI PANTAI BALEKAMBANG

1. Ulva Lactuca
Deskripsi spesies ini:
Menyerupai daun selada. Thallus
rumput hijau, lebar dan tipis,
mengkilap, lembar thallus luar
dan bergelombang (margin
lobed). Hidup berkoloni, melekat
pada substrat dengan bantuan
holdfast. Susunan tubuhnya
foliaceaus atau parenkimatis,
yaitu filamen yang pembelahan
sel vegetatif terjadi lebih dari satu
bidang. Dua lapis sel dalam
penampang, sel polyhedral dalam
tampilan permukaan dan diatur
dalam baris yang agak
memanjang. Ukuran: panjang
blades hingga 30 cm.
Habitat: tumbuh di daerah
intertidal terpapar sinar matahari selama pasang surut, di perairan dangkal dekat
pantai.

2. Sargassum crassifolium
Deskripsi spesies ini:
Thallus besar, berwarna coklat
kekuningan, melekat pada substrat
berbatu oleh dengan bantuan
holdfast bentuk diskoid pegangan
erat, bagian dasar besar, silinder
di bagian distal. Cabang primer
sedikit dikompresi, cabang halus
teratur pengganti pada cabang
primer. Lembar talus pada cabang
primer dan sekunder terpasang
vertikal, elips. Margin dentate
kasar, beberapa lembar di bagian
atas dari thallus dengan
karakteristik bermata dua
menjorok keluar. Ketebalan daun
terlihat pada ujung distal dengan adanya mata dua (berbelah dua). Lembar thallus
berbentuk bulat lonjong, dengan panjang 7 mm, kadang dilengkapi dengan duri
pendek. Pada setiap percabangan biasanya terdapat reseptakel yang membentuk
cymes kental. Ukuran thalli hingga 45 cm, ditemukan di batu berkapur dalam
gelombang terpajan rendah intertidal ke daerah subtidal dangkal.

3. Sargassum cristaefolium
Deskripsi spesies ini:
Thalli bulat pada batang
utama dan agak gepeng pada
percabangan, permukaan
halus atau licin. Percabangan
dichotomous dengan daun
bulat lonjong, pinggir
bergerigi, tebal tebal dan
duplikasi (double edged).
Vesikel melekat pada batang
daun, bulat telur atau elips.

4. Padina minor
Deskripsi spesies ini:
Thallus berbentuk lamina seperti
kipas, lamina yang tipis, dan
tumbuh membentuk koloni
dengan holdfast rhizoid.
Memiliki garis lobus berjumlah
7-12 yang berbentuk dari blade
hingga permukaan blade.
Memiliki warna coklat
kekuningan, habitatnya berada
pada substrat berpasir dan batu.
5. Padina pavonica
Deskripsi spesies ini:
Tanaman ini memiliki talus
pipih, 4-10 x 1-7 cm, tegak,
berbentuk kipas, sederhana
atau tersegmentasi menjadi
bagian-bagian yang lebih
kecil. Sepanjang 2-sel talus
tebal (kadang-kadang lebih)
adalah cincin konsentris.
Sebuah rhizoidal jangkar
menempel erat substrat
(biasanya batu).

6. Turbinaria decurens
Deskripsi spesies ini:
Ciri-ciri thalli hampir sama
dengan jenis Turbinaria
lainnya, yang berbeda adalah
bentuk daun yang menyerupai
kerucut segitiga. Hampir
sama dengan jenis lainnya
hanya dalam hal sebaran
terutama sebaran lokal
terdapat lebih banyak di
daerah rataan terumbu bagian
luar atau di tempat-tempat
yang lebih banyak terkena
ombak langsung.
7. Turbinaria ornata
Deskripsi spesies ini:
Thalli tegak dan tangguh ,
warna coklat tua, melekat
pada substrat berbatu oleh
holdfasts yang bercabang
kasar. Daun/blade seperti
turbin/terompet, daun
berdaging dengan batang
silinder, banyak di sepanjang
sumbu tegak, ujung distal
daun diperluas untuk bentuk
agak melingkar dan berdaging
pada tepi blade-nya, yang
digariskan oleh gigi tajam dan
kasar.
Receptakel racemose bercabang,
panjang 5-7 mm, melekat pada
tangkai daun, sekitar 1/3 jarak
dari dasar, bagian distal
bercabang tapi tidak teratur. Ukuran thalli hingga 17 cm. Perbedaan dengan jenis
lainnya, jenis ini memiliki daun yang umumnya seperti corong dengan pinggir
bergerigi. Karakteristik jenis ini adalah pinggir daunnya membentuk bibir dengan
bagian tengah daun melengkung ke dalam.

8. Laminaria sp.
Deskripsi spesies ini:
Thallusnya tersusun atas blade (bagian yang
mirip daun), stipe (bagian yang mirip batang), dan
holdfast (bagian yang mirip akar). Ditemukan
menempel pada batu di tepi pantai yang sedang
surut. Struktur thallusnya halus namun bergerigi
karena pada permukaan blade-nya yang
berbentuk lembaran terdapat semacam duri. Alga ini hampir menyerupai
tumbuhan tingkat tinggi karena tubuh thallusnya yang tinggi sekitar 29 cm.

9. Actinotrichia fragilis
Deskripsi spesies ini:
Thallus bulat mengeras dan
permukaan kasar.
Membentuk rumpun rimbun
dengan percabangan
dichotomous (mendua arah).
Melekat pada substrat
dengan alat tempel
(holdfast) yang kecil
berbentuk cakram. Warna
merah muda, orange, atau
kadang-kadang pirang.
Panjang alga mencapai 6 cm. Alga ini hidup pada batu karang yang terletak di bagian
laut yang lebih dalam, rataan terumbu, padang lamun, yang umumnya selalu
terendam air (zona subtidal), serta memiliki sebaran yang luas.

10. Caulerpa peltata


Deskripsi spesies ini:
Thallus memiliki panjang
hingga 8,5 cm. Cabang yang
berdiri memiliki bentuk daun
seperti anggur, warna thallus
hijau, bentuknya tubular, dan
terdapat bintil-bintil kecil.
Hidup sebagai bentos (melekat
pada batu) di perairan
dangkal.

11. Galaxaura rugosa


Deskripsi spesies ini:
Thallus silindris berbuku-buku
pendek (sekitar 1-1,5 cm),
permukaan licin,
cartilogeneus. Percabangan
dichotomous tidak teratur
membentuk rumpun yang
merimbun di bagian atas.
Ujung thallus tumpul dan agak
membentuk lubang. Tinggi
rumpun dapat mecapai sekitar
5-7 cm. Tumbuh melekat ke
substrat dengan alat perekat berupa cakram. Keadaan warna tidak selalu tetap,
kadang-kadang berwarna hijau, hijau kuning, abu-abu atau merah. Tumbuh melekat
pada batu di bagian dalam dan luar rataan terumbu.

12. Acanthophora spicifera


Deskripsi spesies ini:
Memiliki duri-duri pendek di
sekitar thallusnya. Bentuk thallus
silindris, berumpun lebat dengan
percabangan bebas atau ke segala
arah, tumbuh tegak, memiliki
substansi cartilaginous (lendir),
tampak berwarna coklat tua atau
kekuning-kuningan (warna juga
dipengaruhi oleh kedalaman laut)
kadang berwarna merah sampai
ungu. Tubuhnya  melekat di atas
batu karang dan mengandung zat
kapur. Terdapat holdfast sebagai
alat untuk menempel pada
substrat. Bagian tangkai utama yang berada di atas holdfast disebut dengan main
axis, kemudian bagian yang bercabang disebut primary branch. Apabila sudah mati
akan berwarna putih dan mudah patah.

13. Acanthophora muscoides


Deskripsi spesies ini:
Thallus silindris, berduri tumpul seperti bulatan lonjong merapat yang terdapat di
hampir seluruh permukaan thalli. Percabangan tidak teratur, gembal merimbun di
bagian atas rumpun, warna coklat tua. Tinggi rumpun dapat dapat mencapai sekitar
15 cm. Tumbuh melekat pada batu di daerah rataan terumbu, biasanya di tempat
yang selalu tergenang air dan sering terkena ombak langsung.

14. Halimeda tuna

Des

Deskripsi spesies ini:


Bentuk blade menyerupai kipas yang bersegmen, bentuk kipas setengah lingkaran
dengan sedikit gelombang di sekeliling tepi segmennya, tekstur kaku dan berkapur.
Kapur pada permukaan blade menyebabkan warna talus hijau keputihan, berkoloni,
kelengkapan tubuh berupa holdfast dan blade, stipe tidak dapat dibedakan dengan
blade, talus berwarna hijau dan melekat pada substrat bebatuan.
15. Halimeda opuntia

Deskripsi spesies ini:


Alga hijau dengan tinggi thallus 8 cm, yang sangat kaku dan berbentuk seperti ginjal
yang bercabang, berlekuk tiga atau tumpang tindih dan tidak teratur, dengan lebar
0,7 cm serta tinggi 0,5 cm. Banyak dijumpai pada daerah terumbu karang yang
kondisi pantainya tenang dan agak terlindung, hidup membuat koloni atau
berkelompok dan mempunyai perekat berupa rhizoid yang tersebar dan membungkus
segmen. Jenis ini terdapat di bawah air surut rata-rata pada pasut bulan-setengah
pada pantai berbatu dan paparan terumbu.

16. Halimeda macroloba


Deskripsi spesies ini:
Thallus membentuk seperti
rumpun, memiliki bentuk blade
yang bercabang-cabang dan
bentuk blade-nya seperti kipas
yang sedikit membulat. Panjang
secara keseluruhan adalah 16 cm,
panjang dan lebar setiap blade
berbeda-beda yaitu 1-1,5 cm.
Tekstur blade-nya tebal dan
sedikit licin dengan warna blade-
nya adalah hijau terang. Thallus
melekatkan diri pada substrat  
dengan rhizoid, thalus berupa
segmen ringan, substansinya
gelatinous.

BAB III
METODE PENGAMATAN

Tidak ada metode khusus yang perlu dilakukan dalam pengamatan makroalga
ketika Kuliah Kerja Lapangan (KKL) kali ini, karena keterbatasan waktu
pengamatan. Mahasiswa hanya perlu melakukan jelajah bebas bersama kelompoknya
masing-masing, kemudian mencatat spesiesnya, mendeskripsikan cirinya,
menggambar dan memfoto makroalga apa saja yang mereka temukan saat itu.

No Nama Spesies Ciri-ciri Gambar


DAFTAR RUJUKAN

Anggadiredja., J. T., Zatnika, A., Purwoto, H., & Istiani, S. 2006. Rumput laut;
Pembudidayaan, pengolahan dan pemasaran komoditas perikanan potensial.
Penebar Swadaya. Jakarta.
Aslan, L. M. 1990. Budidaya Alga Laut. Penerbit Kanisus. Yogyakarta.
Atmadja, W.S., Kadi, A., Sulistijo, dan Satari, R. 1996. Pengenalan Jenis-Jenis
Rumput Laut di Indonesia. Puslitbang Oseanologi, LIPI. Jakarta.
Atmajaya, W.S., 1999. Sebaran dan Beberapa Aspek Vegetasi Rumput Laut
(MakroAlga) Di Perairan Terumbu Karang Indonesia. Puslitbang Oseanologi
–LIPI. Jakarta.
Sze, P. Algae. Second edition.Wm.c.Brown Publishers. Dubuque, Melbourne,
Australia, Oxford, England.256 p
Dawes, C.J. 1981. Marine Botany. Jhon Wiley and sonc.inc. Published
dimultanconly. Canada.
Dawson, E.Y. 1966. Marine Botany and Introduction. Hollt, Rinehart and Winston,
Inc. New York Chicago, San Fransisco, Toronto, London. 371 pp
Dinas Kelautan dan Perikanan. 2007. Budidaya rumput laut. DKP. Banten.
Lase, M. 2014. Keanekaragaman Makroalga Di Sekitar Pantai Desa Fodo Kota
Gunungsitoli. Departemen Biologi FMIPA USU. 
Lunning, K. 1990. Seaweeds: Their Environment, Biogeography, and Ecophysiology.
A Wiley Interscience Publication.
Nurmiyati, dkk. 2013. Pemetaan Diversitas Makroalga di Pantai Selatan Gunung
Kidul. Laporan Hibah Peneliti Pemula DP2M UNS.
Palallo, A. (2013). Distribusi Makroalga Pada Ekosistem Lamun dan Terumbu.
Karang di Pulau Bone Batang, Kec. Ujung Tanah, Kelurahan Barrang
Lompo, Makassar. Makassar: Program Studi Ilmu Kelautan, Jurusan Ilmu
Kelautan, Fakultas Ilmu Kelautan dan Perikanan, Universitas Hassanudin. (E-
Jurnal).
Van den Hoek, C., D.G. Mann, and H.M. Jahns (1995). Algae: an introduction to
phycology. Cambridge University Press (623 pp).

Anda mungkin juga menyukai