Anda di halaman 1dari 50

umput Laut

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Definisi Rumput Laut Seaweed dalam dunia pedagangan dikenal sebagai rumput laut, namun sebenarnya dalam dunia ilmu pengetahuan diartikan sebagai alga (ganggang) yang berasal dari bahasa latin yaitu algor yang berarti dingin. Ganggang laut adalah tanaman tingkat rendah yang tidak memiliki perbedaan susnan kerangka seperti akar, batang, dan daun. Meskipun wujudnya tampak seperti ada perbedaan, tetapi sesungguhnya merupakan bentuk thallus belaka. Bentuk thallus ganggang laut bermacam macam, ada yang bulat seperti tabung, kantung, rambut, dan sebagainya (Duddington, 1971). Percabangan thallus bermacam macam ada yang : 1. dichotomus (bercabang dua terus-menerus) 2. pectinate (berderet searah pada satu sisi thallus utama) 3. ferticillate (cabangnya berpusat melingkari aksis atau sumbu utama) 4. sederhana, tidak bercabang. (Aslan,1991) Sifat substansi thallus juga beraneka ragam, yaitu : 1. lunak seperti gelatin (gellatinous) 2. keras diliputi / mengandung zat kapur (calcareous) 3. lunak seperti tulang rawan (cartilagenous) 4. berserabut (spongious). (Aslan,1991) Rumput laut tumbuh di alam dengan melekatkan diri pada karang, lumpur, pasir, batu dan benda keras lainnya. Selain benda mati, rumput lautpun dapat melekat pada tumbuhan lain secara epifitik (Jana-Anggadiredjo, 2006). Rumput laut adalah bentuk poliseluler dari ganggang (algae) yang hidup di laut. Pada umumnya rumput laut dikelompokkan menjadi empat kelas, yaitu : 1. alga hijau (Chlorophyceae) 2. alga hijau biru (Cyanophyceae) 3. alga coklat (Phaeophyceae) 4. alga merah (Rhodopyceae). Rumput laut ini merupakan tanaman yang banyak terdapat di hampir seluruh perairan bagian timur Indonesia. Rumput laut hidup dengan menancapkan atau melekatkan dirinya pada substrat lumpur, pasir, karang, fragmen karang mati, kulit karang, batu ataupun kayu. Faktor faktor yang menentukan pertumbuhan rumput laut adalah : 1. jenis substrat 2. cahaya matahari 3. kondisi laut tempat rumput laut tersebut hidup. Cahaya matahari adalah faktor utama yang sangat dibutuhkan oleh tanaman laut, sehingga pada kedalaman yang sudah tidak tembus cahaya matahari rumput laut tidak dapat tumbuh (Soegiarto et al, 1978).

Kandungan utama rumput laut adalah karbohidrat sebagai polisakarida kompleks berupa serat. Disamping itu rumput laut juga mengandung : 1. protein 2. sedikit lemak 3. abu yang sebagian besar merupakan senyawa garam natrium dan kalium 4. vitamin-vitamin seperti vitamin A, B1, B2, B6, B12 dan C, betakaroten 5. mineral seperti kalium, kalsium, fosfor, natrium, zat besi dan iodium (Jana-Anggadiredjo, 2006). 2.2 Pembagian Rumput Laut Sebagian besar alga laut berwarna indah dan ada yang bercahaya. Pigmen pigmen dari kromatophor menyerap sinar matahari untuk fotosintesis. Berdasarkan warna yang dimiliki masing masing alga ini dibagi menjadi beberapa kelas, yaitu : 1. Alga Merah (Rhodophyceae) Klasifikasi menurut Carpenter dan Niem (1998) adalah sebagai berikut : Kingdom : Plantae Divisi : Rhodophyta Class : Rhodophyceae Ordo : Gigartinales Famili : Solieraciae Genus : Euchema Menurut Aslan (1991) Rhodophyta memiliki ciri ciri umum sebagai berikut : o Thalli (kerangka tubuh tanaman) bulat silindris atau gepeng o Berwarna merah, merah coklat, hijau kuning o Bercabang selang seling tidak teratur di atau tricotomus o Memiliki benjolan (bulat nodule) dan duri duri atau spines o Substansi thalli gelatinous dan atau kartilagenous Divisi Rhodophyta meliputi alga merah yang dapt dibedakan dengan alga eukariotik lain menurut kombinasi dari karakteristiknya. Dalam reproduksi, alga merah tidak memiliki stadia gamet berbulu cambuk. Reproduksi seksualnya melibatkan sel betina yang disebut karpogonia dan gamet jantan yang disebut spermatia (Dawes, 1981; Bold and Wyne, 1985; Sadhori, 1992). Alga pelekat (holdfast) terdiri dari perakaran sel tunggal atau sel banyak. Alga dari divisi ini memilki pigmen fikobilin yang terdiri dari fikoeritrin (berwarna merah) dan fikosianin (berwarna biru), bersifat adaptasi kromatik, yaitu memilki penyesuaian antara proporsi pigmen dengan berbagai kualitas pencahayaan dan dapat menimbulkan berbagai warna pada thalli, seperti merah tua, merah muda, pirang, coklat, kuning, dan hijau. Dalam dinding selnya terdapat selulosa, agar, carrageenan, porpiran, dan selaran (Aslan, 1998). Contoh : Euchema cottoni 2. Alga Coklat (Phaeophyceae) Klasifikasi menurut Bold dan Wyne (1985) : Kingdom : Plantae

Divisio : Phaeophyta Class : Phaeophyceae Ordo : Fucales Famili : Sargassaceae Genus : Sargassum Warna alga ini umumnya coklat. Mempunyai pigmen klorofil a dan c, beta karoten, violasantin, dan fukosantin. Alga coklat ini hampir semuanya merupakan tumbuhan laut dan hanya sedikit yang hidup di air tawar yang diantaranya berukuran sangat besar. Alga coklat berupa tumbuh tumbuhan bercabang berbentuk benang kecil yang halus (ectocarpus), bertangkai pendek dan berthallus lebar (Copstaria, Alaria, dan Laminaria), bentuknya bercabang banyak (Fucus, Agregia) dan dari Pasifik terdapat alga berukuran raksasa dengan tangkai yang panjang dan daunnya seperti kulit yang panjang (Nereocystis, Pelagophycus, Macrocystis), berbentuk rantai seperti sosis yang kopong dan kasar, dan panjangnya 30 cm atau lebih. Saat berreproduksi alga ini memilki stadia gamet atau zoospora berbulu cambuk seksual dan aseksual. Persediaan makanan berupa laminaran (beta 1 3 ikatana glukan). Pada bagian dalam dinding selnya terdapat asam alginik dan alginat. Mengandung pyrenoid dan tilakoid (lembaran fotosintesis). Ukuran dan bentuk thali beragam. Umumnya tumbuh sebagai alga bentik. Contoh : Padina australis, Sargassum sp 3. Alga Hijau (Chlorophyceae) Alga ini berwarna hijau, Chlorophyceae merupakan kelompok alga yang berwarna hijau rumput. Sel selnya mengandung satu sampai beberapa buah kloroplas. Pigmen fotosintetik yang terdapat di dalam plastida terdiri dari klorofil dan b yang jumlahnya sangat banyak sehingga menutupi pigmen lainnya, yaitu karoten dan xanthofil sehingga alga ini berwarna hijau. Contoh Caulerpa sp, Codium sp, Halimeda sp (Soenardjo, 2001). Alga kelas ini juga mempunyai bentuk yang sangat beragam, tetapibentuk umum yang djumpai bentuk filamen dengan septa atau tanpa septa, dan berbentuk lembaran (Romimohtarto, 2001). Perkembangbiakan seksual sebagai berikut isi dari suatu sel biasa tumbuhan yang pipih dan berlapis dua membentuk sel kelamin yang disebut gamet berbulu getar dua. Setelah gamet lepas ke air mereka bersatu berpasangan dan melalui pembelahan sel berkembang menjadi tumbuhan baru yang dikenal dengan sporofit, tetapi biasanya melalui fase benang dulu. Perkembangbiakan dapat juga secara aseksual. Setiap sel biasa dari tumbuhan zoospora berbulu getar empat. Zoospora ini setelah dilepas tumbuh langsung menjadi gametofit yakni tumbuh tumbuhan yang menghasilkan gamet. Perkembangbiakan aseksual dapat pula terjadi dengan fragmentasi yang membentuk tumbuhan tak melekat (Romimohtarto, 2001). 2. Sifat - Sifat Reproduktif Rumput Laut secara Umum Pada tanaman rumput laut dikenal tiga macam pola reproduksi, yaitu: 1. Reproduksi generatif (seksual) dengan gamet 2. Reproduksi vegetatif (aseksual) dengan spora 3. Reproduksi fragmentasi dengan potongan thallus (stek)

Pergiliran keturunan antara seksual dengan aseksual merupakan pembiakan alami yang terjadi pada tanaman rumput laut, sedangkan pembiakan secara stek biasanya banyak dilakukan dalam usaha pembudidayaan rumput laut. 1. Reproduksi Seksual Proses reproduksi seksual pada makroalga (termasuk rumput laut) pada umumnya berlangsung secara anisogami dan oogami yang mana keduanya lazim pula disebut heterogami. Pada makroalga termasuk rumput laut, gamet-gametnya dihasilkan oleh organ-organ khusus gametangia yang terdiri atas dua macam yaitu spermatangia (antheridium) yang menghasilkan sperma, dan oogonium yang menghasilkan sel telur (Bold dan Wynne, 1985 dalam Swasta, 2003). Sperma dan sel telur masing-masing memliki bentuk, ukuran, dan motilitas yang berbeda. Sperma umumnya ukurannya lebih kecil, berflagela dan tidak dapat bergerak. Namun demikian, pada alga merah (Rhodophyta), spermanya tidak berflagela dan dapat bergerak secara ameboid dan disebut spermatia. Spermatia dihasilkan didalam gametangia kecil yang disebut spermatangia. Sementara itu, oogonium pada alga merah berbentuk tonjolan yang disebut trichogyne yang merupakan tempat untuk menerima gamet jantan (sperma). Oogonium pada alga merah lazim disebut Carpogonium, (Bold dan Wynne, 1985 dalam Swasta, 2003). Pembentukan gamet jantan (sperma) dan gamet betina (ovum) dalam suatu proses perkawinan memiliki dua pola yaitu: 1) monoecious yaitu bilamana sperma dan ovum berasal dari satu individu Alga-alga yang melakukan melakukan perkawinan secara monoecious biasanya disebut alga homothallus 2) dioecious yaitu bilamana sperma dan ovum masing-masing berasal dari individu yang berbeda, alga-alga yang melakukan perkawinan secara dioecious biasanya disebut alga heterothallus. (Bold dan Wynne, 1985 dalam Swasta, 2003) Alga memiliki tiga pola siklus hidup secara seksual, yaitu : 1. Pada pola siklus hidup yang pertama terdapat satu tipe individu yang hidup bebas yang bersifat haploid. Dalam hal ini terjadi pembentukan gamet pada alga yang telah matang. Gametgamet ini kemudian akan menyatu membentuk zigot yang bersifat diploid dan dapat mengalami dormansi. Bilamana saatnya tiba (kondisi baik), zigot ini dapat berkecambah, dan pada saat ini intinya mengalami meiosis sehingga menghasilkan zoospora, alpanospora atau juvenile yang seperti dengan alga dewasa dan bersifat haploid. Pola siklus hidup yang pertama ini disebut pula haplobiontik dan dilambangkan dengan symbol H,h dan banyak terjadi pada alga hijau (Chlorophyta) (Bold dan Wynne, 1985 dalam Swasta, 2003). 2. Pada pola sikus hidup yang kedua, satu tipe individu alga yang hidup bebas bersifat diploid. Dalam hal ini meiosis terjadi pada saat pembentukan gamet (gametogenesis) sehingga gamet bersifat haploid, sedangkan individunya bersifat diploid. Pada siklus hidup seperti ini dilambangkan dengan H,d. Individu yang bersifat diploid dapat memperbanyak diri dengan aseksual. Contoh alga yang memiliki pola siklus hidup seperti ini adalah alga hijau yang berbentuk tabung, dan alga batu (Fucales) dari divisi Phaeophyta (Bold dan Wynne, 1985 dalam

Swasta, 2003). Berikut disajikan bagan daur hidup reproduksi haplobiontik diploid (H,d). 3. Pada pola siklus hidup yang ketiga terdapat dua tipe individu yang hidup bebas yaitu individu pengahasil gamet (gametofit) yang bersiofat haploid dan individu penghasil spora (sporofit) yang bersifat diploid. Gamet-gamet yang dihasilkan dapat menyatu membentuk zigot yang tidak mengalami masa dormansi. Zigot ini kemudian tumbuh menjadi sporofit yang bersifat diploid. Dalam hal ini, meiosis terjadi pada saat pembentukan spora (sporogenesis), Spora yang dihasilkan bersifat haploid dan kemudian berkembang menjadi gametofit. Baik sporofit maupun gametofit masing-masing dapat memperbanyak dirinya dengan cara aseksual. Pola siklus hidup seperti ini dikenal dengan diplobiontik yang dilambangkan dengan symbol D,h+d, dan banyak terjadi pada alga merah (Rhodophyta). Siklus hidup diplobiontik ini ada dua macam, yaitu isomorphik dan heteromorphik. Dikatakan isomorphik bilamana gametofit dan sporofit memiliki kesamaan bentuk, sedangkan heteromorphik bilamana gametofit dan sporofit masing-masing bentuknya berbeda. Isomorphik dilambangkan dengan symbol Di,h+d, sedangkan heteromorphik dilambangkan dengan (Bold dan Wynne, 1985 dalam Swasta, 2003). Berikt disajikan bagan tipe daur hidup reproduksi seksual diplobiontik. 2. Reproduksi Aseksual Pada alga, reproduksi aseksual berupa pembentukan suatu individu baru melalui perkembangan spora, pembelahan sel daan fragmentasi. Pembiakan dengan spora berupa pembentukan gametofit dari tertaspora yang dihasilkan dari tetrasporofit. Tipe pembiakan ini umunya terdapat dapa alga merah. Pada alga yang bersel satu, setiap individu mempunyai kemampuan untuk membelah diri dan membetuk individu baru. Pada alga multiseluler seperti Enteromorpha, Polysiphonia, Glacilaria, dan Eucheuma, potongan thallusnya mempunyai kemampuan berkembang meneruskan pertumbuhan (Aslan, 1998). 3. Reproduksi Fragmentasi dengan potongan thallus Dalam usaha budidaya rumput laut, misalnya marga Eucheuma, Glacilaria, umumnya dilakukan dengan penyetekan sebagai bibit untuk dikembangbiakan secara produktif. Dalam hal ini rumpun thalli alga dibuat potongan-potongan dengan ukuran tertentu (30 50 gram) untuk dijadikan bibit. Bibit stek ini ditanam dengan mengikatkannya pada benang-benang nilon diperairan dengan jarak tertentu atau pada rak apung. Pertumbuhannya dapat dilihat dengan bertambah besarnya bibit tersebut. Cepat atau lambatnya pertumbuhan tergantung pada jenis rumput laut dan mutu lingkungan penanaman (Aslan, 1998). 2.1.3 Produk Kimiawi yang Dapat Dihasilkan oleh Rumput Laut Produk kimia yang dihasilkan oleh rumput laut adalah sebagai berikut. 1. Algin Algin merupakan komponen utama dari getah ganggang cokelat (Phaeophyceae). Algin merupakan polimer murni dari asam uronat yang tersusun dalam bentuk rantai linear panjang (Winarmo, 1996). Pada umunya algin terdapat pada semua spesies ganggang yang tergolong dalam kelas Phaeophyceae. Algin dapat diproduksi dari spesies Macrocytis pyrifera, Laminaria sp. dan Sargasum sp. Algin berfungsi sebagai bahan penunjang yang dapat dimanfaatkan oleh industri

makanan sebagai makanan dalam kaleng, pembuatan mentega, pembuatan es krim, pembuatan permen, pembuatan saos, dan lain-lain. Algin juga berfungsi sebagai bahan tambahan yang dimanfaatkan dalam industri tekstil, keramik, fotografi, obat pembasmi serangga, bahan pengawet kayu. Dalam industri farmasi, algin dimanfaatkan untuk pembuatan suspensi, emulsi, tablet, kapsul, plester, dan filter. Khasiat senyawa alginat dalam dunia kesehatan adalah pada pembuatan obat antibakteri, antitumor, penurun tekanan darah tinggi, dan mengatasi gangguan kelenjar. Hal itu karena unsurunsur mineral yang terkandung didalamnya seperti iodium, seng, dan selenium (Winarmo, 1996). 2. Karagenan Karagenan merupakan produk kimia yang dihasilkan oleh rumput laut dari kelas Rhodophyceae (alga merah). Sumber karagenan untuk daerah tropis berasal dari spesies Eucheuma cottoni yang menghasilkan kappa karagenan. Karagenan sangat penting peranannya sebagai stabilitator, bahan pengental, pembentuk gel, pengemulsi dan lain-lain. Sifat ini banyak dimanfaatkan dalam industri makanan, obat-obatan, kosmetik, tekstil, cat, dan pasta gigi. 3. Agar Agar-agar diproduksi dari rumput laut yang terkolong dalam kelas Rhodophyceae (alga merah). Spesies dari kelas Rhodophyceae yang menghasilkan agar-agar yaitu Gracilaria sp., Hypnea sp., dan Gelidium sp. Fungsi utama agar-agar adalah sebagai bahan pemantap, bahan pembuat emulsi, bahan pengental dan bahan pembuat gel. Selain itu, agar-agar juga banyak dimanfaatkan sebagai media pertumbuhan mikroba. BAB III MATERI DAN METODE 3.1 Alat 1. Transek 1x1 m 2. Tali rafia 100 m 3. Plastik 4. Alat tulis (kertas / buku, pensil, bolpoin, penggaris) 5. Kamera digital 6. Masker dan snorkel 7. Sabak 3.2 Cara Kerja 1. Tarik garis lurus pantai sepanjang 100 m kea rah laut menggunakan tali rafia dari bibir pantai. Letakkan transek berukuran 1x1 m pada 20 m pertama dari pantai, 60 m dan 100 m dari titik pertama. Tiap titik dilakukan 1x transek. A1 A2 A3 A4 A8 A7 A6 A5 A9 A10 A11 A12 A16 A15 A14 A13 2. Catat jenis rumput laut, substrat, dan biota yang berada dalam transek, pengulangan dilakukan

3x tegak lurus dengan garis pantai. 3. Amati jenis biota yang terlihat pada tiap tiap subtransek. 4. Ambil substrat dengan kedalaman 10 cm pada tiap tiap subtransek. 5. Ayak substrat tersebut dengan air untuk mendapatkan biota yang hidup. 6. Hitung jumlah biota pada setiap subtransek. 7. Gambarkan zonasi ekosistem rumput laut. 8. Catat aktivitas manusia yang ada di sekitar ekosistem tersebut. 9. Foto biota yang didapat. 10. Hitung : Indeks Keragaman (H) H = - ( ni / N ) / Ln ( ni / N) Dimana H : indeks keanekaragaman Shannon Weinner N : jumlah total individu ni : jumlah individu tiap spesies ke i Klasifikasi Indeks Keanekaragaman adalah sebagai berikut : H < 1 : indeks keanekaragaman rendah 1 H 3 : indeks keanekaragaman sedang H > 3 : indeks keanekaragaman tinggi

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Hasil Klasifikasi Kingdom :plantae Divisi :Phaeophyta Kelas :Phaeophyceae Ordo :Dictyoles Family :Dictyotaceae Genus :Padina 5.2 Pembahasan Rumput laut padina sp ditemukan pada substrat karang laut yang berada pada kedalaman kurang lebih 1,5 meter dibawah permukaan laut dan pada jarak kurang lebih 50 meter dari garis pantai.Jenis substansinya adalah cartilageneus.Cartilageneus berupa pasir pasir kasar yang menempel dibagian talusnya. Dari praktilum yang dilakukan kemarin di Teluk Awur kita tidak mendapatkan biota lain.Yang berhasil ditemukan hanya rumput laut jenis Padina sp. Berikut ini ciri-ciri padina sp: Bentuk Thalli seprti kipas Membentuk segment segment lembaran tipis dengan garis berambut radial dan perkapuran terletak pada bagian atas daun

Warna coklat kekuning-kuningan atau kadang memutih karena terdapat perkapuran Holdfast berbentuk cakram kecil berserabut Bagian atas lobus agak melebar dengan pinggiran rata. Berikut merupakan klasifikasi dari Padina sp: Kingdom :plantae Divisi :Phaeophyta Kelas :Phaeophyceae Ordo :Dictyoles Family :Dictyotaceae Genus :Padina Rumput memiliki 3 golongan yaitu: 1. Alga merah Divisi Rhodophyta meliputi algae merah yang dapat dibedakan dengan algae eukariotik lain menurut kombinasi dari karakteristiknya. Dalam reproduksinya algae merah tidak memiliki stadia gamet berbulu cambuk. Reproduksi seksualnya melibatkan sel betina yang disebut karpogonia dan gamet jantan yang disebut spermatia. Alat pelekat (holdfast) terdiri dari perakaran sel tunggal atau sel banyak, Algae dari divisi ini memiliki pigmen fikobilin yang terdiri dari fikoeretrin (berwarna merah) dan fikosianin (berwarna biru), bersifat adaptasi kromatik, yaitu memiliki penyesuaian antara proporsi pigmen dengan berbagai kualitas pencahayaan dan dapat menimbulkan berbagai warna pada thalli seperti: merah tua,merah muda,pirang,coklat,kuning dan hijau.Dalam dinding selnya algae ini terdapat selulosa, agar,carrageenan,porpiran dan selaran. Alga merah memiliki ciri ciri sabagai berikut: Thallus silindris Permukaan licin Warna coklat tua Memiliki duri-duri yang tumbuh melingkari thallus Ujung percabangan meruncing. Contoh : Eucheuma cottonii. 2. Alga Hijau Alga ini berwarna hijau, Chlorophyceae merupakan kelompok alga yang berwarna hijau rumput. Sel-selnya mengandung satu sampai beberapa buah kloroplas.Pigmen fotosintetik yang terdapat di dalam plastida terdiri dari klorofol a dan b yan jumlahnya sangat banyak sehingga menutupi pigmen lainnya yaitu karoten dan xantofil sehingga algae ini berwarna hijau.Perkembangbiakan seksual sebagai berikut isi dari suatu sel biasa tumbuhan yang pipih dan berlapis dua membentuk sel kelamin yang disebut gamet berbulu getar dua.Setelah gamet lepas ke air mereka bersatu berpasangan dan melalui pembelahan sel berkembang menjadi tumbuhan baru yang dikenal dengan sporofit,tetapi biasanya melalui fase benang dulu,perkembangbiakan dapat juga secara aseksual. Setiap sel biasa dari tumbuhan zoospore berbulu getar empat.Zoospora ini setelah dilepas tumbuh langsung menjadi gametofit yakni tumbuh-tumbuhan yang menghasilkan gamet.Perkembangbiakan aseksual dapat pula terjadi dengan fragmentasi yang membentuk tumbuhan tak melekat.

Alga hijau memiliki ciri ciri sabagai berikut: Thallus membentuk stolon merambat dengan mempunyai akar penancap ke substrat dan ramuli timbul pada stolon antara perakaran Berbentuk menyirip tertaur rapat dan tipis dengan ujung ramuli mendua arah Warna hijau muda-hijau tua. Contoh : Halimeda sp,Caulerpa sertularioides 3. Alga coklat Warna alga ini umumnya coklat. Mempunyai pigmen klorifil a dan c, beta karoten,violasantin,dan fukosantin.Alga coklat ini hampir semuanya merupakan tumbuhan laut dan hanya sedikit yang hidup di air tawar yang diantaranya berukuran sangat besar.Alga coklat berupa tumbuh-tumbuhan bercabang berbentuk benang kecil yang halus (Ectocarpus),bertangkai pendek dan berthallus lebar (Copstaria,Alaria,dan Laminaria,bebeapa diantaranya mempunyai lebar 2 m ),bentuknya bercabang banyak (Fucus,Agregia) dan dari Pasifik terdapatalga berukuran rakasadengan tangkai yang panjang dan daunnya seperti kulit yang panjang (Nereocystis,Pelagophycus,Macrocystis),berbentuk rantai seperti sosis yang kopong dan kasar,dan panjangnya 30 cm. Alga coklat memiliki ciri ciri sabagai berikut: Bentuk Thalli seprti kipas Membentuk segment segment lembaran tipis dengan garis berambut radial dan perkapuran terletak pada bagian atas daun Warna coklat kekuning-kuningan atau kadang memutih karena terdapat perkapuran Holdfast berbentuk cakram kecil berserabut Bagian atas lobus agak melebar dengan pinggiran rata. Contoh : Padina australis,Sargassum sp

DAFTAR PUSTAKA Aslan, L.M 1991. Seri Budi Daya Rumput Laut. Kanisius.Yogyakarta Bold, H.C. dan Wynne, M.J. (1985), Introduction to the Algae, Second Edition, Prentice-Hall Mc. Engelwood Cliffs New York. Duddington, C. L. 1971. Beginners Guide to Seaweed. Pelham Book Ltd. London Jana-Anggadiredjo, 2006. Rumput Laut. Penebar Swadaya, Jakarta. Nontji, Anugrah. 1993. Laut Nusantara. Jakarta Djambatan. Romimohtarto, K. dan Sri Juwana. 1999. Biologi Laut Ilmu Pengetahuan Tentang Biota Laut. Pusat Pengembangan Oseanologi LIPI. Jakarta Soegiarto. A., Sulistijo, W.S. Atmadja, H. Mubarak 1978. Rumput Laut (algae) Manfaat, Potensi dan Usaha Budidayannya. LON - LIPI Jakarta Winarno, F., G., 1996, Teknologi Pengolahan Rumput Laut, Pustaka Sinar Harapan, Jakarta. di 01:12 0 komentar Kirimkan Ini lewat EmailBlogThis!Berbagi ke TwitterBerbagi ke Facebook Reaksi:

Mangrove
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Hutan mangrove merupakan komunitas vegetasi pantai tropis yang didominasi oleh beberapa jenis pohon mangrove yang mampu tumbuh dan berkembang pada daerah pasang surut pantai berlumpur. Ekosistem mangrove merupakan ekosistem yang kaya dan menjadi salah satu sumberdaya yang produktif. Hutan mangrove sebagai salah satu sumberdaya kelautan mempunyai peranan yang cukup panting. Secara ekologis berbagai jenis hewan laut hidup di daerah mangrove. 1.2. Tujuan Tujuan praktikum kali ini adalah : 1.Mengetahui, Mangrove jenis apa sajakah yang terdapat pada ekosistem mangrove di Teluk Awur 2.Mengetahui fauna yang hidup pada ekosistem mangrove dan apa pengaruhnya terhadap tumbuhan mangrove. BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Mangrove Asal kata mangrove tidak diketahui secara jelas dan terdapat beberapa pendapat mengenai asal-usulnya (Rusila Noor et al., 1999). Macnae(1968) mengatakan mangrove merupakan perpaduan antara bahasa portugis mangue dan bahasa inggris grove. Sementara Mastaller (1997) dalam Rusila Noor et al., (1999) mengatakan kata mangrove berasal dari bahasa melayu kuno mangi-mangi yang digunakan untuk menerangkan marga Avicennia yang masih digunakan sampai saat ini di Indonesia bagian timur. Kata Mangrove berarti tanaman tropis dan komunitasnya yang tumbuh pada daerah intertidal (Tomlinson,1994; Kitamura et al., 1997). Daerah inetrtidal sendiri adalah wilayah dibawah pengaruh pasang surut sepanjang garis pantai, seperti pantai, estuari, laguna dan river banks (English et al., 1997). Komunitas tumbuhan ini terdiri ari berbagai jenis pohon kayu dan semak yang mampu beradaptasi terhadap kondisi lingkungan peralihan antara daratan dan lautan (Hogart, 1999). Mangrove merupakan ekosistem yang spesifik karena pada umumnya hanya dijumpai di pantai yang berombak relatif kecil atau bahkan terlindung dari ombak, disepanjang delta dan estuari yang dipengaruhi oleh masukan air dan lumpur dari daratan (Macnae, 1968). Manfaat hutan mangrove dan elemen-elemennya baik secara langsung maupun tidak langsung mencakup berbagai sektor. Secara fisik hutan mangrove dengan sistem perakarannya yang kokoh mampu melindungi dan menjaga stbilitas pantai (Budiman dan Suhardjo, 1992). Secara ekologis ekosistem mangrove merupakan habitat alami, daerah pemijahan (spawning ground) serta daerah mencari makan (feeding ground) bagi berbagai jenis biota laut seperti

ikan,krustacea dan gastropod dan biota darat seperti burung,reptil dan mamalia. Mangrove menyediakan habitata bagi berbagai jenis biota laut yang bersifat ekonomis dan bersifat kritis dalam daur hidup mereka. Ekosistem mangrove juga dapat berfungsi sebagai tempat asuhan (nursery ground) pada beberapa kasus (Tomlinson, 1994). Selain itu mangrove sebagai suatu sumberdaya juga sering dimanfaatkan sebagai bahan kontruksi bahan bangunan pantai, bahan baku industri bahan bakar dan perikanan (Budiman dan Suhardjono, 1992).

2.2. Struktur dan Adaptasi Mangrove Terdiri dari 12 genera tumbuhan berbunga (Avicennia, Sonneratia, Rhizophora, Bruguiera, Ceriops, Xilocarpus, Lumnitzera, Laguncularia, Aegiceras, Snaeda dan Conocarpus) yang termasuk dalam 8 famili yang berbeda (Nybakken, 1988). Vegetasi Hutan Mangrove memiliki keanekaragaman jenis yang tinggi, dengan jumlah jenis yang tercatat sebanyak 202 jenis yang terdiri dari 89 jenis pohon, 5 jenis palem, 19 jenis liana, 44 jenis epifit dan 1 jenis sikas. Namun tidak semua jenis mangrove dapat ditemukan pada ekosistem mangrove, paling tidak didalam hutan mangrove terdapat salah satu jenis tumbuhan sejati yang dominan pada hutan mangrove, sepeti famili Rhizophoraceae, Sonneratiaceae, Avicenniaceae, Meliaceae (Bengen, 1999). Mangrove tertentu, seperti Rhizophora sp dan Bruguiera sp mempunyai daur hidup khusus yang diawali dari benih yang ketika masih pada tumbuhan induk berkecambah dan mulai tumbuh dalam semaian tanpa istirahat. Selama waktu tersebut, semaian memanjang dan distribusi beratnya berubah menjadi lebih berat sehingga terlepas dari induknya dan selanjutnya jatuh dan mengapung pada permukaan air, yang selanjtya terbawa oleh arus ke perairan yang cukup dangkal dimana ujung akar dapat mencapai dasar perairan untuk selanjutnya akar dipancangkan dan secara bertahap tumbuh menjadi akar. Adapula propagul atau buah mangrove jenis Rhizophoraceae yang lepas dari induk dan jatuk keperairan dan langsung menancap ke substrat yang kemudian tumbuh akar yang selanjutnya menjadi pohon (Bengen, 1999) Mangrove mempunyai sejumlah adaptasi morfologis dan fisiologis khusus yang memungkinkan mereka dapat tumbuh di wilayah yang berlumpur dan dipengaruhi oleh pasang surut yang relatif asin, Anatara lain dengan daur hidup yang khas yaitu vivipari pada jenis Rhizophoraceae,dimana fase perkecambahan terjadi dipohon induk sedangkan Aegiceras dan Avicennia memiliki bentuk reproduksi yang disebut kriptovivipari, dimana fase perkecambahan (germination) terjadi dipohon induk tetapi masih tertutup oleh kulit buahnya (Hogart, 1999). Mangrove juga memiliki sistem perakaran yang unik dan khas agar dapat hidup di lingkungan yang berlumpur anoksik (Hogart, 1999). Perakaran mangrove secara fisiologis merupakan adapitasi terhadap lingkungan air laut. Scholander dalam Tomlinson (1994) menyatakan bahwa proses pemisahan garam seharusnya terjadi pada ujung akar dan dibantu oleh proses fisiknya. Tomlinson memberikan contoh ultrafiltration yang terjadi ada Aegieras dan Avicennia dimana proses ini menolak 90% pada akar dan meningkat menjadi 97% pada lingkungan yang salinitasnya semakin tinggi.

Bentuk adaptasi lainnya adalah struktur daun yang meiliki kelenjar garam atau salt gland, bagian atas daun Avicennia, Ceriops dan aegiceras terasa asin jika dijilat dan terkadang memperlihatkan kristal-kristal garam dan bagian bawah daun Avicennia tertutup oleh bulu-bulu untuk membantu sekresi air asin dari permukaan daun (Osborne dan Berjak, 1997 dalam Hogart,1999). Tomlinson (1994) menambahkan bahwa proses pengeluaran garam juga dilakukan oleh semua jenis mangrove dengan cara menggugurkan daunnya 2.3. Fungsi dan Manfaat Hutan Mangrove Menurut Bengen (1999) komunitas hutan mangrove memiliki fungsi dan manfaat yang sangat besar bagi ekosistem perairan, antara lain : a.Sebagai peredam gelombang dan angin badai, pelindung dari abrasi, penahan lumpur dan perangkap sedimen. b.Penghasil detritus dari daun mangrove dan dahan pohon mangrove c.Daerah asuhan (nursery ground), daerah pemijahan (spawning ground) ikan, udang dan biota lainnya, dan sebagai daerah mencari makan ( feeding ground). d.Penghasil kayu dan bahan baku kertas. e.Sebagai tempat pariwisata. 2.4. Kondisi Fisik Hutan Mangrove Nybakken (1988) menyatakan bahwasannya kondisi yang mencolok pad ekosistem mangrove adalah terjadinya pendangkalan atau sedimentasi yang sangat tinggi dikarenakan daerah tempat tumbuh mangrove minim atau tidak ada gelombang dan sistem perakaran mangrove yang khas yang menyebabkan air mengalir menjadi lambat karena minim angin sehingga partikel-partikel sedimen lebih cenderung mengendap dan terjadilah proses sedimentasi yang sangat tinggi karena partikel sedimen sulit mengalir keluar. Sirkulasi yang minimal dan Bakteri yang banyak menyebabkan lingkungan bersifat jenuh. Kelimpahan atau banyaknya bakteri disebabkan karena banyaknya sersah daun mangrove yang jatuh dan merangsang bakteri untuk mengurai sersah tersebut. Dalam proses ini bakteri banyak mengkonsumsi oksigen terlarut dalm perairan. 2.5. Elemen Vegetasi Mangrove Flora vegetasi mangrve menurut Tomlinson (1994) terbagi menjadi tiga elemen berdasarkan ciri morfologi dan tempat tumbuh, yaitu elemen mayor atau mangrove sejati, elemen minor dan elemen asosiasi. Ciri-ciri elemen mayor yaitu membentuk tegakan murni, mebentuk morfologi khusus untuk beradaptasi dlam lingkungannya, yang sangat jelas adalah akar nafas, berasosiasi dengan pertukaran gas, memiliki mekanisme pengeluaran garam yang sangat khas. Terdapat 9 genera dari 5 famili yang termasuk dalam elemen mayor, yaitu Genus Avicennia, Laguncularia, Lumnitzera, Nypa, Buguiera, Ceriops, Rhizophora, Sonneratia dan Kandelia. Tetapi perlu dijadikan catatan bahwa terdapat inkonsistensi dalam penggolongan tersebut, seperti contoh Aegiceras sp memiliki mekanisme pengeluaran garam yang termasuk dalam elemen minor (Tomlinson, 1994). Elemen minor biasanya tidak membentuk elemen vegetasi yang mencolok tetapi hanya dijumpai ditepian habitat mangrove dan jarang membentuk tegakan murni, contohnya : Pempis acidula, Aegiceras corniculatum, Excoecaria agallocha dan Xylocarpus granatum.

Elemen Asosiasi jarang ditemukan tumbuh didalam komunitas mangrove yang sebenarnya dan terkadang hanya terdapat pada vegetasi terestrial, contohnya Sesuvium portulacastrum, Ipomoea pes-caprae, Calotropis gigantea (Tomlinson, 1994; Kitamura et al., 1997). 2.6. Faktor-faktor yang mempengaruhi perkembangan mangrove Perkembangan atau Perkembangbiakan mangrove banyak dipengaruhi oleh faktor fisika, kimia dan biologi serta aktifitas manusia, faktor-faktor tersebut antara lain; 1. Suhu Mangrove tumbuh subur pada daerahh tropis dengan suhu udara lebih dari 20o C 2. Salinitas Hogart (1999) menyatakan bahwa mangrove memiliki tipikal tumbuh pada lingkungan dengan salinitas diantara air tawar dan air laut optimum untuk pertumbuhan diantara 28-34 ppt (Aksomkoae, 1993). Mangrove merupakan tumbuhan halophyta yang bersifat euryhalin dimana mampu bertahn hidup pada lingkungan bersalinitas tinggi namun jika kondisi salinitas tinggi terus menerus dapat menyebabkan kematian pada mangrove. 3. Pasang Surut Mangrove sangat khas hidup di daerah pasang surut, oleh karena itu arus laut akan menambah benih mangrove dan pembawa nutrien bagi mangrove ( Chapman, 1984) 4. Substrat Mangrove dapat tumbuh pada substrat berlumpur, berpasir atau pecahan karang, tetapi mangrove paling banyak ditemukan pada daerah yang bersubstrat lumpur seperti pada laguna, delta, teluk dan estuari (chapman, 1984). 5. Perlindungan Terhadap Aksi Gelombang Gelombang yang besar sangat mempengaruhi dan termasuk salah satu faktor yang mempengaruhi siklus hidup mangrove karena semaian mangrove yang akarnya belum kuat dapat rusak dan mati karena arus gelombangnya yang besar. 6. Kompetesi Antar Vegetasi Menurut Tomlinson (1994) kompetensi antar vegetasi adalah salah satu faktor yang menyebabkan terbentuknya Zonasi mangrove. 7. Aktifitas Manusia Aktifitas manusia sanga mempengaruhi regenerasi mangrove, karena sejauh ini banyak kerusakan yang disebabkan oleh ulah manusia baik penebangan maupun aktifitas limbah pabrik yang semakin menjadi pencemaran pada lingkungan mangrove. 2.7. Zonasi Mangrove Bengen (1999) mengemukakan bahwa daerah yang paling dekat dengan laut, substrat agak berpasir sering ditumbuhi oleh Avicennia. Pada zona ini biasanya berasosiasi Sonneratia yang dominan tumbuh pada lumpur dalam yang kaya bahan organik. Lebih kearah darat, hutan mangrove umumnya dijumpai Rhizophora dan pada zona ini biasanya dijumpai Bruguiera dan

Xylocarpus, zona transisi biasanya ditumbuhi oleh Nypa fruticans yang termasuk jenis palem. 2.8. Biota Mangrove Mangrove merupakan habitat bagi berbagai jenis satwa liar seperti primata, reptil dan burung, gastropod. Selain sebagai tempat berlindung dan tempat mencari makan mangrove juga tempat berkembangbiak bagi burung air dan habitat penting bagi ikan dan krustacea yang penting yang bersifat ekonomis. 2.9. Suksesi dan Kematian Menurut Nybakken (1988) kematian mangrove disebabkan oleh perubahan iklim dan aktifitas manusia. Perubahan iklim yang sangat ekstrim sangat berpengruh pada rantai ekosistem mangrove. Ombak dan angin yang besar dapat mencabut dan menghanyutkan mangrove, pencemaran lingkungan juga dapt menghambat pertumbuhan bahkan bisa mematikan mangrove. BAB III MATERI DAN METODE

3.1. Waktu dan Tempat Praktikum Praktikum Ekositem Mangrove dilaksanakan pada: Hari/Tanggal : Sabtu, 21 Mei 2011 Pukul : 09.45 WIB s/d selesai Tempat : Pantai Teluk Awur, Jepara dan Laboraturium Biologi Kampus Teluk Awur Jurusan Ilmu Kelautan FPIK Universitas Diponegoro 3.2. Alat Alat dan bahan yang digunakan selama praktikum adalah o Transek 1 x 1 m, 5 x 5 m, 10 x 10 m, roll meter atau tali raffia 100 m o Kamera digital o Buku Identifikasi o Alat tulis (kertas/buku,pensil,pen,pengaris). 3.3. Cara Kerja oPasang transek kuadran ukuran 1 x 1 m, 5 x 5 m, 10 x 10 m pada titik atau stasiun yang telah ditentukan. oHitung banyak jenis atau spesies mangrove yang terdapat didalam transek kuadran ukuran 1 x 1 m, 5 x 5 m, 10 x 10 m. oMengambil biota mangrove yang terdapat didalam transek kuadran. oMengambil sampel daun mangrove dari masing masing jenis mangrove dan kemudian identifikasikan ciri-cirinya. BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4 . 1. Hasil Pada praktikum Keanekaragaman Hayati Laut tentang Ekosistem Mangrove di dapat hasil sebagai berikut ;

a.Transek kuadran ukuran 1m x 1m o Terdapat 2 jenis seedling atau anakan (dengan ketinggian < 1m) jenis Bruguiera b.Transek kuadran ukuran 5m x 5m, terdapat : o Jenis Rhizipora mucronata : 11 pohon o Jenis Bruguiera : 102 pohon o Jenis Lumnitzera racemosa : 8 pohon o Jenis Rhizopora apiculata : 1 pohon c. Transek kuadran ukuran 10m x 10m, terdapat : o Jenis Bruguiera : 129 pohon o Jenis Aigiseras : 6 pohon o Jenis Rhizopora mucronata : 33 pohon o Jenis Rhizopora apiculata : 2 pohon 4 . 1.1. Flora Pada Ekosistem Mangrove yang terdapat 8 jenis flora mangrove yang ada di dalam transek kuadran, yaitu ; 1. Bruguiera cylindrica 2. Rhizophora apiculata 3. Rhizophora mucronata 4. Excoecaria agallocha 5. Ipomoea Pes-caprae 6. Achantus ilicifolius 7. Aegiceras corniculatum 8. Lumnitzera racemosa 4.1.2. Fauna Fauna yang ditemukan pada ekosistem mangrove adalah Gastropoda. 4.2. Pembahasan 4.2.1. Flora 1. Bruguiera cylindrica Regnum : Plantae Divisi : Spermatophyta Sub Divisi : Angiospermae Class : Dycotyledoneae Famili : Rhizophoraceae Genus : Bruguiera Ciri-ciri : - Nama daerah : tancang putih - Akar : lutut dan banir - Daun :elips, Ujung meruncing, panjang 8-10cm - Tipe Biji : vivipari Bruguiera cylindrica termasuk janis mangrove minor karena dia biasanya dia jarang membentuk tegakan murni. Buah atau propagul spesies ini mengandung karbohidrat yang sangat tinggi dan biasanya digunakan sebagai bahan dasar panganan.

2. Rhizophora apiculata Regnum : Plantae Divisi : Spermatophyta Sub Divisi : Angiospermae Class : Dycotyledoneae Famili : Rhizophoraceae Genus : Rhizophora Ciri-ciri : - Nama daerah : bakau - Akar : tunjang - Daun : elips menyempit, Ujung runcing,tulang daun merah dan panjang 9-18 cm - Tipe Biji : vivipari Rhizophora apiculata atau yang biasanya disebut dengan bakau merah memiliki ciri yang sangat khas yaitu memiliki tulang daun berwarna merah kecoklatan dan daun meruncing dan menyempit. Buahnya atau yang disebut propagul termasuk tipe vivipari dimana buah telah berkecambah saat di pohon, memilik perakaran yang sangat sangat rapat dan biasanya disebut dengan akar tunjang dan akar gantung. 7. Rhizophora mucronata Regnum : Plantae Divisi : Spermatophyta Sub Divisi : Angiospermae Class : Dycotyledoneae Famili : Rhizophoraceae Genus : Baruguiera Ciri-ciri : - Nama daerah : bakau - Akar : tunjang - Daun :tunggal bersilang,elips melebar hingga bulat memnjang, ujung meruncing, tulang daun hijau dan panjang daun 15-20 cm. - Tipe Biji : vivipari Rhizophora mucronata atau disebut juga dengan bakau ini memiliki tulang daun berwarna putih kekuningan, sangat mudah membedakan antara Rhizophora apiculata dengan Rhizophora mucronata yaitu dengan cara melihat akar, daun dan bunga atau buahnya. 8. Excoecaria agallocha Regnum : Plantae Divisi : Spermatophyta Sub Divisi : Angiospermae Class : Dycotyledoneae Famili : Euphobiaceae Genus : Excoecaria Ciri-ciri : - Nama daerah : buta-buta - Akar : nafas

- Daun : elips , ujung runcing,mempunyai getah yang dapat membutakan sementara, panang 6-9 cm - Tipe Biji : normal Excoecaria agallocha atau yang biasanya di kenal dengan buta-buta termasuk jenis mangrove minor, dia memiliki getah pada daun, akar dan batangnya yang dapat membutakan sementara, biasanya masyarakat pesisir menggunakan akar buta-buta untuk mencari ikan dilaut karena akar dari buta-buta mengandung zat tanin yang bisa membuat ikan menjadi pinsan atau mati. 9. Ipomoea pes-caprae Menurut Kitamura et., al (1997) spesies ini meiliki nama lokal katang-katang, daun kacang dan daun barah. Tumbuhan ini tumbuh merambat dan tersebar di tanah. Bunga berwarna merah berbentuk seperti terompet, soliter dan diameter hingga 10 cm. Buah berwarna coklat dengan diameter 1-2 cm bentuknya seperti kapsul. Banyak ditemukan dipantai berpasir. 10. Achantus ilicifolius Nama lokalnya adalah jeruju. Spesies ini merupakan semak dan tingginya hingga 1,5 m. Bunganya berujung lancip berwarna biru terang atau ungu. Daunnya berbentuk sederhana dan berlawanan dengan panjang 5-15 cm dan memiliki duri yang tajam (Kitamura, 1997). 11. Aegiceras corniculatum Regnum : Plantae Divisi : Spermatophyta Sub Divisi : Angiospermae Class : Dycotyledoneae Famili : Myrsinaceae Genus : Aegiceras Ciri-ciri : - Nama daerah : teruntum - Akar : nafas - Daun : bulat telur terbalik hingga elips, ujung membundar, panjang 5-10 cm - Tipe Biji : Kriptovivipari Aegiceras memiliki toleransi yang sangat tinggi terhadap salinitas, tanah dan cahaya yang beragam. Jenis ini pada umumnya tumbuh pada tepi daratan daerah mangrove yang tergenang untuk pasang naik yang normal dan jalur payau secara musiman. Umumnya dijumpai sebagi semak belukar yang bisa hidup dengan tinggi mencapai 4 meter, daunya lonjong dengan panjang 5-10 cm dan daunnya memiliki kelenjar garam untuk mensekresi garam. Proses pengeluaran garam Sangat jelas sekali pada daun Aegiceras, biasanya diatas daun terdapat garam dan mengkilap. Mangrove ini termasuk jenis minor. 8. Lumnitzera racemosa Ciri-ciri : - Nama daerah : kedukduk - Akar : nafas - Daun : bulat telur, menyempit, ujung membundar dan panjang 3-7 cm - Tipe Biji : normal Lumnitzera racemosa berbentuk semak dan tingginya mencapai 5 m, buahnya berwarna

kekuningan dan mengkilap dan bunganya berwarna putih (Kitamura, 1997). Daun Lumnitzera terdapat daging bila di patahkan, warna daun bisa berubah tergantung daerah dan kadar salinitas tempat hidupnya. Mangrove ini termasuk janis minor. BAB V PENUTUP 5.1. Kesimpulan Ekosistem Mangrove merupakan suatu ekosistem peralihan antara darat dan laut. Terdapat di daearah tropik atau subtropik disepanjang pantai yang terlindung dan dapt hidup dengan toleransi salinitas yang tinggi, lama penggenangan, substrat dan morfologi pantainya. Terdapat beberapa jenis flora mangrove yang ditemukan di teluk awur, jepara. Yaitu: Rhizophora apiculata, Rhizophora mucronata, Bruguiera cylindrica, Excoecaria agallocha, Ipomoea pescaprae, Achantus ilicifolius, Aegiceras corniculatum, Lumnitzera racemosa. Fauna yang terdapat pada praktikum di teluk awur jepara adalah jenis gastropoda yang berfungsi untuk mangurai atau memakan sersah daun mangrove dan kemudian mengeluarkanya dalam bentuk feses sehingga substrat pada lingungan mangrove menjadi subur karena terdapat banyak nutrin dan zat hara karena proses tersebut mengingat pergerakan air pada daerah mangrove sangat lamban atau cenderung diam. 5.2 Saran 5.2.1. Sebaiknya praktikum mangrove dilakukan pada dua atau tiga tempat sehingga kita dapat membandingkan dan membedakan tingkat biodiversitasnya. 5.2.2. Sebaiknya praktikan diajari cara memilih stasiun atau titik yang akan digunakan.

DAFTAR PUSTAKA

Tomlinson, P. B. 1994. The Botany of Mangrove. Cambridge Universiy Press. UK. 419 hal Rusila Noor, Y., M. Khazali dan I N. N. Suryadiputra.1999. apanduan Pengenalan Mangrove di Indonesia. PKA/WI-IP.Bogor. 220 hal Macnae, W. 1968. A General Account of The Fauna and Flora of Mangrove Swamps ang Forest in Indo-West Pasific Region. Adv. Marine Biology. 6: 73-270 Kitamura, S., C. Anwar, A. Chaniago dan S. Baba. 1997. Handbook of Mangrove in Indonesia. Bali and Lombok. JICA/ISME.Denpasar. 119 hal Chapman, V.J.C. 1984. Mangrove Biogeography dalm F.D. Poor dan Inka Dor (Eds). Hydrobiology of Mangal. W. Junk Publisher. Boston Hogart, P . J. 1999. The Biology of Mangroves. Oxford University Press, Inc. New York. 228 hal Kennish, M.J. 1990. Ecology of Estuaries. Biological Aspect. Vol. II Crc Press Inc. USA

Aksornkoae, S. 1993. Ecology and Management of Mangrove. IUCN. Bangkok. Thailand. 176 hal di 01:05 0 komentar Kirimkan Ini lewat EmailBlogThis!Berbagi ke TwitterBerbagi ke Facebook Reaksi:

Lamun
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Di laut kita terdapat dua kelompok utama tumbuh-tumbuhan berbunga yang keduanya membentuk ekosistem yang penting di wilayah pantai, yaitu lamun dan mangrove (K. Romimohtarto dan Sri Juwana, 2009). Lamun memiliki perbedaan yang nyata dengan tumbuhan yang hidup terbenam dalam laut lainnya, seperti makro alga atau rumput laut (seaweeds). Tanaman lamun memiliki bunga dan buah yang kemudian berkembang menjadi benih. Pertumbuhan lamun sangat dipengaruhi oleh faktor-faktor internal seperti kondisi fisiologis dan metabolisme; serta faktor eksternal, seperti zat-zat hara dan tingkat kesuburan perairan. Di seluruh dunia diperkirakan terdapat sebanyak 52 jenis lamun, di mana di Indonesia ditemukan sekitar 15 jenis yang termasuk ke dalam 2 famili: (1) Hydrocharitaceae, dan (2) Potamogetonaceae. Jenis yang membentuk komunitas padang lamun tunggal, antara lain: Thalassia hemprichii, Enhalus acoroides, Halophila ovalis, Cymodocea serrulata, dan Thallassodendron ciliatum. Padang lamun merupakan ekosistem yang tinggi produktivitas organiknya, dengan keanekaragaman biota yang juga cukup tinggi. Pada ekosistem ini hidup beraneka ragam biota laut (Gambar 17), seperti ikan, krustasea, moluska (Pinna sp., Lambis sp., Strombus sp.), Ekinodermata (Holothuria sp., Synapta sp., Diadema sp., Archaster sp., Linckia sp.), dan cacing Polikaeta (http://blog.unila.ac.id/ekoefendi/2009/08/21/ekosistem-lamun/) Lamun (seagrasses), atau disebut juga ilalang laut, adalah satu-satunya kelompok tumbuhtumbuhan berbunga yag tercatat di lingkungan laut. Tumbuh tumbuhan ini hidup di habitat perairan pantai yang dangkal. (K. Romimohtarto dan Sri Juwana, 2009). Lamun juga memilki peran terhadap organisme lain secara langsung maupun tak langsung. Salah satunya adalah sebagai habitat dari suatu biota. Oleh karena itu keberadaan lamun sangatlah penting untuk dijaga. 1.2 Tujuan Tujuan dari praktikum kali ini adalah: 1. Mengetahui keanekaragaman biota di ekosistem padang lamun. 2. Mengetahui hubungan / interaksi antar biota pada ekosistem padang lamun. 3. Mampu menganalisa faktor pertumbuhan dari biota yang terdapat pada ekosistem padang lamun. BAB II

TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Lamun Lamun (seagrass) adalah kelompok tumbuhan berbiji tertutup (Angiospermae) dan berkeping tunggal (Monokotil) yang mampu hidup secara permanen di bawah permukaan air laut (Sheppard et al., 1996). Lamun (seagrass) merupakan satu-satunya tumbuhan berbunga (Angiospermae) yang memiliki dan memiliki rhizoma, daun, dan akar sejati yang hidup terendam di dalam laut beradaptasi secara penuh di perairan yang salinitasnya cukup tinggi atau hidup terbenam di dalam air, beberapa ahli juga mendefinisikan lamun (Seagrass) sebagai tumbuhan air berbunga, hidup di dalam air laut, berpembuluh, berdaun, berimpang, berakar, serta berbiak dengan biji dan tunas (Pipit Fitriana,2007).

Gambar 1. Berbagai Macam Jenis Lamun Dalam ekosistem lamun, rantai makanan tersusun dari tingkat-tingkat trofik yang mencakup proses dan pengangkutan detritus organik dari ekosistem lamun ke konsumen yang agak rumit. Sumber bahan organik berasal dari produk lamun itu sendiri, di samping tambahan dari epifit dan alga makrobentos, fitoplankton dan tanaman darat. Zat organik dimakan fauna melalui perumputan (grazing) atau pemanfaatan detritus (K. Romimohtarto dan Sri Juwana, 2009). Secara rinci klasifikasi lamun menurut Den Hartog (1970) dan Menez, Phillips, dan Calumpong (1983) adalah sebagai berikut : Devisi : Anthophyta Kelas : Angiospermae Famili : Potamogetonacea Subfamili : Zosteroideae Genus : Zostera, Phyllospadix, Heterozostera 2.2 Habitat Lamun Lamun tumbuh subur terutama di daerah terbuka pasang surut dan perairan pantai atau goba yang dasarnya berupa lumpur, pasir, kerikil, dan patahan karang mati, dengan kedalaman 4 meter. Padang lamun terbentuk di dasar laut yang masih ditembusi cahaya matahari yang cukup untuk pertumbuhannya (http://dwiajengpramesti.wordpress.com/2010/01/08/lamun-seagrass/). Untuk hidupnya, lamun memerlukan sinar matahari, air yang jernih dan banyak zat makanan. Itulah sebabnya lamun hidup di perairan dekat pantai yang berpasir atau berlumpur (Kiki Anggraini,2008). Hampir semua tipe substrat dapat ditumbuhi lamun, mulai dari substrat berlumpur sampai berbatu. Namun padang lamun yang luas lebih sering ditemukan di substrat lumpur-berpasir yang tebal antara hutan rawa mangrove dan terumbu karang. Sedangkan sistem (organisasi) ekologi padang lamun yang terdiri dari komponen biotik dan abiotik disebut Ekosistem Lamun (Seagrass ecosystem).Habitat tempat hidup lamun adalah perairan dangkal agak berpasir dan sering juga dijumpai di terumbu karang (http://blog.unila.ac.id/ekoefendi/2009/08/21/ekosistemlamun/).

2.3 Morfologi Lamun Seperti tumbuhan pada umumnya, lamun memiliki morfologi antara lain daun, batang dan rhizoma, serta akar. 2.3.1 Daun Seperti semua tumbuhan monokotil, daun lamun diproduksi dari meristem basal yang terletak pada potongan rhizoma dan percabangannya. Meskipun memiliki bentuk umum yang hampir sama, spesies lamun memiliki morfologi khusus dan bentuk anatomi yang memiliki nilai taksonomi yang sangat tinggi. Beberapa bentuk morfologi sangat mudah terlihat yaitu bentuk daun, bentuk puncak daun, keberadaan atau ketiadaan ligula. Contohnya adalah puncak daun Cymodocea serrulata berbentuk lingkaran dan berserat, sedangkan C. Rotundata datar dan halus. Daun lamun terdiri dari dua bagian yang berbeda yaitu pelepah dan daun. Pelepah daun menutupi rhizoma yang baru tumbuh dan melindungi daun muda. Tetapi genus Halophila yang memiliki bentuk daun petiolate tidak memiliki pelepah. Anatomi yang khas dari daun lamun adalah ketiadaan stomata dan keberadaan kutikel yang tipis. Kutikel daun yang tipis tidak dapat menahan pergerakan ion dan difusi karbon sehingga daun dapat menyerap nutrien langsung dari air laut. Air laut merupakan sumber bikarbonat bagi tumbuh-tumbuhan untuk penggunaan karbon inorganik dalam proses fotosintesis. 2.3.2 Batang dan Rhizoma Semua lamun memiliki lebih atau kurang rhizoma yang utamanya adalah herbaceous, walaupun pada Thallasodendron ciliatum (percabangan simpodial) yang memiliki rhizoma berkayu yang memungkinkan spesies ini hidup pada habitat karang yang bervariasi dimana spesies lain tidak bisa hidup. Kemampuannya untuk tumbuh pada substrat yang keras menjadikan T. Ciliatum memiliki energi yang kuat dan dapat hidup berkoloni disepanjang hamparan terumbu karang di pantai selatan Bali, yang merupakan perairan yang terbuka terhadap laut Indian yang memiliki gelombang yang kuat. Struktur rhizoma dan batang lamun memiliki variasi yang sangat tinggi tergantung dari susunan saluran di dalam stele. Rhizoma, bersama sama dengan akar, menancapkan tumbuhan ke dalam substrat. Rhizoma seringkali terbenam di dalam substrat yang dapat meluas secara ekstensif dan memiliki peran yang utama pada reproduksi secara vegetatif. Dan reproduksi yang dilakukan secara vegetatif merupakan hal yang lebih penting daripada reproduksi dengan pembibitan karena lebih menguntungkan untuk penyebaran lamun. Rhizoma merupakan 60-80% biomas lamun. 2.3.3 Akar Terdapat perbedaan morfologi dan anatomi akar yang jelas antara jenis lamun yang dapat digunakan untuk taksonomi. Akar pada beberapa spesies seperti Halophila dan Halodule memiliki karakteristik tipis (fragile), seperti rambut, diameter kecil, sedangkan spesies Thalassodendron memiliki akar yang kuat dan berkayu dengan sel epidermal. Jika dibandingkan dengan tumbuhan darat, akar dan akar rambut lamun tidak berkembang dengan baik. Namun, beberapa penelitian memperlihatkan bahwa akar dan rhizoma lamun memiliki fungsi yang sama dengan tumbuhan darat. Akar-akar halus yang tumbuh di bawah permukaan rhizoma, dan memiliki adaptasi khusus

(contoh : aerenchyma, sel epidermal) terhadap lingkungan perairan. Semua akar memiliki pusat stele yang dikelilingi oleh endodermis. Stele mengandung phloem (jaringan transport nutrien) dan xylem (jaringan yang menyalurkan air) yang sangat tipis. Karena akar lamun tidak berkembang baik untuk menyalurkan air maka dapat dikatakan bahwa lamun tidak berperan penting dalam penyaluran air. Patriquin (1972) menjelaskan bahwa lamun mampu untuk menyerap nutrien dari dalam substrat (interstitial) melalui sistem akar-rhizoma. Selanjutnya, fiksasi nitrogen yang dilakukan oleh bakteri heterotropik di dalam rhizosper Halophila ovalis, Enhalus acoroides, Syringodium isoetifolium dan Thalassia hemprichii cukup tinggi lebih dari 40 mg N.m-2.day-1. Koloni bakteri yang ditemukan di lamun memiliki peran yang penting dalam penyerapan nitrogen dan penyaluran nutrien oleh akar. Fiksasi nitrogen merupakan proses yang penting karena nitrogen merupakan unsur dasar yang penting dalam metabolisme untuk menyusun struktur komponen sel. Lamun sering ditemukan di perairan dangkal daerah pasang surut yang memiliki substrat lumpur berpasir dan kaya akan bahan organik. Pada daerah yang terlindung dengan sirkulasi air rendah (arus dan gelombang) dan merupakan kondisi yang kurang menguntungkan (temperatur tinggi, anoxia, terbuka terhadap udara, dll) seringkali mendukung perkembangan lamun. Kondisi anoksik di sedimen merupakan hal yang menyebabkan penumpukan posfor yang siap untuk diserap oleh akar lamun dan selanjutnya disalurkan ke bagian tumbuhan yang membutuhkan untuk pertumbuhan. Diantara banyak fungsi, akar lamun merupakan tempat menyimpan oksigen untuk proses fotosintesis yang dialirkan dari lapisan epidermal daun melalui difusi sepanjang sistem lakunal (udara) yang berliku-liku. Sebagian besar oksigen yang disimpan di akar dan rhizoma digunakan untuk metabolisme dasar sel kortikal dan epidermis seperti yang dilakukan oleh mikroflora di rhizospher. Beberapa lamun diketahui mengeluarkan oksigen melalui akarnya (Halophila ovalis) sedangkan spesies lain (Thallassia testudinum) terlihat menjadi lebih baik pada kondisi anoksik. Larkum et al (1989) menekankan bahwa transport oksigen ke akar mengalami penurunan tergantung kebutuhan metabolisme sel epidermal akar dan mikroflora yang berasosiasi. Melalui sistem akar dan rhizoma, lamun dapat memodifikasi sedimen di sekitarnya melalui transpor oksigen dan kandungan kimia lain. Kondisi ini juga dapat menjelaskan jika lamun dapat memodifikasi sistem lakunal berdasarkan tingkat anoksia di sedimen. Dengan demikian pengeluaran oksigen ke sedimen merupakan fungsi dari detoksifikasi yang sama dengan yang dilakukan oleh tumbuhan darat. Kemampuan ini merupakan adaptasi untuk kondisi anoksik yang sering ditemukan pada substrat yang memiliki sedimen liat atau lumpur. Karena akar lamun merupakan tempat untuk melakukan metabolisme aktif (respirasi) maka konnsentrasi CO2 di jaringan akar relatif tinggi. 2.4 Padang Lamun Padang lamun merupakan ekosistem pesisir yang ditumbuhi oleh lamun sebagai vegetasi yang dominan. Lamun atau rumput-rumputan laut (seagrass) adalah kelompok tumbuhan berbiji tertutup (Angiospermae) dan berkeping tunggal (monokotil) yang mampu hidup secara permanen di bawah permukaan air laut. Lamun tidak sama dengan rumput laut, yang sebagian jenisnya digunakan sebagai bahan agar-agar, yang sesungguhnya lebih tepat disebut alga laut. Jenis-jenis lamun ini termasuk ke dalam empat suku (familia) yakni Posidoniaceae, Zosteraceae, Hydrocharitaceae, dan Cymodoceaceae. Lamun biasa tumbuh di atas paparan pasir atau lumpur yang terendam air laut dangkal. Karena

perlu berfotosintesis, komunitas lamun berada di antara batas terendah daerah pasang surut sampai kedalaman tertentu di mana cahaya matahari masih dapat mencapai dasar laut. Gambar 2. Padang Lamun Padang lamun merupakan suatu komunitas dengan produktivitas primer dan sekunder yang sangat tinggi, detritus yang dihasilkan sangat banyak, dan mampu mendukung berbagai macam komunitas hewan. 2.5 Sifat Ekologis Keragaman jenis-jenis lamun sesungguhnya tak berapa tinggi. Total hanya sekitar 50 jenis lamun di seluruh dunia (den Hartog 1977 dalam Nybakken 1988). Akan tetapi padang lamun memiliki sifat-sifat ekologis penting sebagai habitat aneka jenis hewan, terutama ikan-ikan kecil dan avertebrata (hewan tak bertulang belakang). Lamun tumbuh dengan padat sampai dengan 4.000 individu/m, sehingga membentuk lapisan serupa permadani (Nybakken 1988). Jenis-jenis lamun ini memiliki morfologi yang kurang lebih serupa, berdaun panjang dan tipis yang tumbuh dari rizoma (akar tinggal) yang menjalar di bawah lapisan pasir. Oleh sebab itu lamun dapat tumbuh rapat dan padat berdekatan. Struktur demikian bersifat meredam gerak arus dan gelombang, sehingga padang lamun yang luas bisa lebih tenang dari lingkungan di sekitarnya. Struktur dan kondisi lingkungan serupa itu pada gilirannya memungkinkan butir-butir debu dan aneka serpih bahan padat yang melayanglayang terbawa air laut terendapkan di paparan lamun. Lingkungan yang tenang, tersedianya banyak sumber makanan serta cover (perlindungan) berupa tutupan vegetasi lamun, telah menarik kehadiran aneka invertebrata dan ikan-ikan kecil. Daundaun lamun juga berasosiasi dengan beberapa jenis alga laut kecil yang bersifat epifit, yang merupakan makanan bagi kebanyakan hewan kecil itu. Dengan demikian tidak mengherankan apabila padang lamun ini menjadi habitat yang kaya jenis-jenis hewan laut. Padang lamun menyebar hampir di seluruh kawasan pesisir di Indonesia. Kedalaman laut yang dapat dicapai oleh ekosistem ini sekitar 50-60 m, bergantung pada topografi dan kecerahan laut setempat. Akan tetapi umumnya padang lamun berada pada kedalaman sekitar 1-10 m atau lebih sedikit. Pada saat surut terendah, padang-padang lamun di tempat dangkal kerap mengering dan terpajan sinar matahari.

2.6 Biota Padang Lamun Seperti diuraikan di atas, keragaman spesies lamunnya sendiri tidak seberapa banyak. Di Indonesia sendiri hanya didapati sekitar 12 spesies dari tujuh marga (genus). Jenis-jenis itu tergolong ke dalam suku Hydrocharitaceae (marga-marga Enhalus, Halophila dan Thalassia) dan Potamogetonaceae (Cymodocea, Halodule, Syringodium dan Thalassodendron). Tidak hanya hidup di padang lamun, tumbuhan laut ini juga kerap didapati di sela-sela terumbu karang (Nontji 1987). Meski demikian, padang lamun merupakan salah satu bentuk ekosistem laut yang kaya jenis. Kekayaan ini terutama ditunjukkan oleh jenis-jenis hewan yang hidup di sini, baik sebagai penetap maupun pengunjung yang setia. Aneka jenis cacing, moluska (siput dan kerang), teripang, ketam dan udang, dan berbagai jenis ikan kecil hidup menetap di sela-sela kerimbunan

jurai-jurai lamun. Juga beberapa jenis bulu babi yang hidup dari daun-daun lamun. Gambar 3. Crustacea merupakan salah satu penghuni padang lamun. Di samping itu berbagai jenis hewan dan ikan juga menggunakan padang lamun ini sebagai tempat memijah dan membesarkan anak-anaknya. Di antaranya adalah ikan beronang (Siganus spp.) dan beberapa jenis udang (Penaeus spp.). Beberapa jenis reptil dan mamalia laut juga memanfaatkan padang lamun sebagai tempat mencari makanan. Misalnya penyu hijau (Chelonia mydas), duyung alias dugong (Dugong dugong) di perairan Australasia serta manate (Trichechus manatus) di Karibia. Duyung dan manate adalah mamalia herbivor yang mengkonsumsi lamun sebagai makanan utamanya. Di saat air laut surut, padang lamun yang mengering sementara ini sering pula dikunjungi oleh berbagai jenis burung dan hewan, yang sibuk mencari ikan-ikan dan hewan kecil yang terjebak dan tertinggal di antara kusutnya lamun. Burung-burung merandai dari suku Charadriidae, Scolopacidae dan Burhinidae kerap berdatangan untuk memburu aneka cacing, moluska dan ikan-ikan kecil sebagai makanannya. Demikian pula kuntul karang (Egretta). Di bagian yang dekat daratan sering pula dikunjungi biawak (Varanus) dan monyet kera (Macaca) untuk mencari makanan yang serupa. 2.7 Faktor Lingkungan yang Mempengaruhi Pertumbuhan Lamun Parameter lingkungan utama yang mempengaruhi distribusi dan pertumbuhan ekosistem padang lamun adalah : 2.7.1 Kecerahan Lamun membutuhkan intensitas cahaya yang tinggi untuk melaksanakan proses fotosintesis. Hal ini terbukti dari hasil obserfasi yang menunjukkan bahwa distribusi padang lamun hanya terbatas pada perairan yang tidak terlalu dalam. Namun demikian pengatan di lapangan mengatakan bahwa sebaran komunitas lamun di dunia masih ditemukan hingga kedalaman 90 meter, asalkan kedalaman ini masih dapat cahaya matahari. Beberapa aktivitas yang dapat meningkatkan muatan sedimen pada bahan air akan berakibat pada tingginya kekeruhan perairan, sehingga berfungsi mengurangi penetrasi cahaya. Hal ini dapat mengakibatkan gangguan pada produktivitas primer ekosistem padang lamun (http://fpik.bunghatta.ac.id). Erftemeijer (1993) mendapatkan intensitas cahaya pada perairan yang jernih di Pulau Barang Lompo mencapai 400 u,E/m2/dtk pada kedalaman 15 meter. Sedangkan di Gusung Tallang yang mempunyai perairan keruh didapatkan intensitas cahaya sebesar 200 uJ3/m2/dtk pada kedalaman 1 meter. Pada perairan pantai yang keruh, maka cahaya merupakan faktor pembatas pertumbuhan dan produksi lamun (Hutomo 1997). Hamid (1996) melaporkan adanya pengaruh nyata kekeruhan terhadap pertumbuhan panjang dan bobot E. acoroides. 2.7.2 Suhu Beberapa peneliti melaporkan adanya pengaruh nyata perubahan suhu terhadap kehidupan lamun, antara lain dapat mempengaruhi metabolisme, penyerapan unsur hara dan kelangsungan hidup lamun (Brouns dan Hiejs 1986; Marsh et al. 1986; Bulthuis 1987). Marsh et al. (1986) melaporkan bahwa pada kisaran suhu 25 - 30C fotosintesis bersih akan meningkat dengan meningkatnya suhu. Demikian juga respirasi lamun meningkat dengan meningkatnya suhu,

namun dengan kisaran yang lebih luas yaitu 5-35C. Pengaruh suhu juga terlihat pada biomassa Cymodocea nodosa, dimana pola fluktuasi biomassa mengikuti pola fluktuasi suhu (Perez dan Romero 1992). Penelitian yang dilakukan Barber (1985) melaporkan produktivitas lamun yang tinggi pada suhu tinggi, bahkan diantara faktor lingkungan yang diamati hanya suhu yang mempunyai pengaruh nyata terhadap produktivitas tersebut. Pada kisaran suhu 1035 C produktivitas lamun meningkat dengan meningkatnya suhu. 2.7.3 Salinitas Spesies lamun mempunyai kemampuan toleransi yang berbedabeda terhadap salinitas, namun sebagian besar memiliki kisaran yang lebih besar, yaitu antara 40 o/oo. Nilai salinitas optimum untuk spesies lamun adalah 35 o/oo. Salah satu yang menyebabkan kerusakan ekosistem padang lamun adalah meningkatnya salinitas yang diakibatkan oleh berkurangnya suplai air tawar dari sungai (http://fpik.bunghatta.ac.id). Toleransi lamun terhadap salinitas bervariasi antar jenis dan umur. Lamun yang tua dapat menoleransi fluktuasi salinitas yang besar (Zieman 1986). Ditambahkan bahwa Thalassia ditemukan hidup dari salinitas 3,5-60 /o, namun dengan waktu toleransi yang singkat. Kisaran optimum untuk pertumbuhan Thalassia dilaporkan dari salinitas 24-35 /0. Salinitas juga dapat berpengaruh terhadap biomassa, produktivitas, kerapatan, lebar daun dan kecepatan pulih lamun. Pada jenis Amphibolis antartica biomassa, produktivitas dan kecepatan pulih tertinggi ditemukan pada salinitas 42,5 /o. Sedangkan kerapatan semakin meningkat dengan meningkatnya salinitas, namun jumlah cabang dan lebar daun semakin menurun (Walker 1985). Berbeda dengan hasil penelitian tersebut di atas, Mellors et al. (1993) dan Nateekarnchanalarp dan Sudara (1992) yang melakukan penelitian di Thailand tidak menemukan adanya pengaruh salinitas yang berarti terhadap faktor-faktor biotik lamun. 2.7.4 Substrat Padang lamun hidup pada berbagai macam tipe substrat, mulai dari lumpur sampai sedimen dasar yang terdiri dari endapan lumpur halus sebesar 40%. Kedalaman substrat berperan dalam menjaga stabilitas sedimen yang mencakup 2 hal yaitu pelindung tanaman dari arus air laut, dan tempat pengolahan serta pemasok nutrien. Kedalaman sedimen yang cukup merupakan kebutuhan utama untuk pertumbuhan dan perkembangan habitat lamun (http://fpik.bunghatta.ac.id). Tipe substrat juga mempengaruhi standing crop lamun (Zieman 1986). Selain itu rasio biomassa di atas dan dibawah substrat sangat bervariasi antar jenis substrat. Pada Thalassia, rasio bertambah dari 1 : 3 pada lumpur halus menjadi 1 : 5 pada lumpur dan 1 : 7 pada pasir kasar (Burkholder et al. 1959 dalam Zieman 1986). 2.7.5 Kecepatan arus perairan Produktivitas padang lamun juga dipengaruhi oleh kecepatan arus perairan. Pada saat kecepatan arus sekitar 0.5 m detik-1, jenis turtle grass (Thalassia testudium) mempunyai kemampuan maksimal untuk tumbuh (http://fpik.bunghatta.ac.id).

2.7.6 Kedalaman Kedalaman perairan dapat membatasi distribusi lamun secara vertikal. Lamun tumbuh di zona intertidal bawah dan subtidal atas hingga mencapai kedalaman 30 m. Zona intertidal dicirikan oleh tumbuhan pionir yang didominasi oleh Halophila ovalis, Cymodocea rotundata dan Holodule pinifolia, Sedangkan Thalassodendron ciliatum mendominasi zona intertidal bawah (Hutomo 1997). Selain itu, kedalaman perairan juga berpengaruh terhadap kerapatan dan pertumbuhan lamun. Brouns dan Heijs (1986) mendapatkan pertumbuhan tertinggi E. acoroides pada lokasi yang dangkal dengan suhu tinggi. Selain itu di Teluk Tampa Florida ditemukan kerapatan T. testudinwn tertinggi pada kedalaman sekhar 100 cm dan menurun sampai pada kedalaman 150 cm (Durako dan Moffler 1985). 2.7.7 Nutrient Dinamika nutrien memegang peranan kunci pada ekosistem padang lamun dan ekosistem lainnya. Ketersediaan nutrien menjadi fektor pembatas pertumbuhan, kelimpahan dan morfologi lamun pada perairan yang jernih (Hutomo 1997). Unsur N dan P sedimen berada dalam bentuk terlarut di air antara, terjerap/dapat dipertukarkan dan terikat. Hanya bentuk terlarut dan dapat dipertukarkan yang dapat dimanfeatkan oleh lamun (Udy dan Dennison 1996). Dhambahkan bahwa kapasitas sedimen kalsium karbonat dalam menyerap fosfat sangat dipengaruhi oleh ukuran sedimen, dimana sedimen hahis mempunyai kapasitas penyerapan yang paling tinggi. Di Pulau Barang Lompo kadar nitrat dan fosfet di air antara lebih besar dibanding di air kolom, dimana di air antara ditemukan sebesar 45,5 uM (nitrat) dan 7,1118 uM (fosfet), sedangkan di air kolom sebesar 21,75 uM (nitrat) dan 0,8397 uM (fosfet) (Noor et al 1996). Penyerapan nutrien oleh lamun dilakukan oleh daun dan akar. Penyerapan oleh daun umumnya tidak terlalu besar terutama di daerah tropik (Dawes 1981). Penyerapan nutrien dominan dilakukan oleh akar lamun (Erftemeijer 1993). Mellor et al. (1993) melaporkan tidak ditemukannya hubungan antara faktor biotik lamun dengan nutrien kolom air. 2.8 Peranan Padang Lamun Padang-padang lamun sering kali tumbuh luas menutupi wilayah-wilayah paparan benua. Dengan demikian menciptakan lingkungan dengan produktifitas tinggi yang tak bisa diabaikan. Kisaran produktifitas ini diperkirakan antara 500 1.000 C/m/tahun (McRoy dan McMillan 1977 dalam Nybakken 1988), yang merupakan daerah paling produktif di laut setelah produktifitas plankton dan kebun kelp di daerah dingin. Lamun sendiri tidak banyak dimanfaatkan secara langsung oleh manusia. Hanya ada beberapa jenis yang buahnya digunakan sebagai bahan makanan, itu pun bukan pada skala yang penting. Akan tetapi lamun penting secara ekologi karena menyerap nutrien dari tempat tumbuhnya yang berupa sedimen lumpur dan pasir. Dengan demikian lamun telah mengambil kembali nutrien dari dasar laut dan mengembalikannya ke dalam rantai makanan ekosistem. Sesuatu yang tak bisa dilakukan oleh alga laut yang mengandalkan nutrien yang terkandung dalam air saja. Walaupun begitu, sejauh ini belum banyak diketahui bagaimana rantai energi dan nutrien tersebut selanjutnya berperan dalam ekosistem pesisir yang lebih luas. Selain duyung, manate dan penyu, tidak banyak jenis ikan dan invertebrata yang diketahui memakan daun-daun lamun

ini. Sehingga kemungkinan yang paling besar, lamun ini menyumbang ke dalam ekosistem pantai melalui detritus, yakni serpih-serpih bahan organik (daun, rimpang dll.) yang membusuk yang diangkut arus laut dan menjadi bahan makanan berbagai organisme pemakan detritus (dekomposer). (Nybakken 1988). Gambar 4. Penyu yang merumput (grazzing) pada Padang Lamun Secara fisik, sebagaimana diterangkan di atas, padang lamun juga telah mengubah lingkungan laut menjadi lebih tenang dan memerangkap berbagai sedimen. Perakaran lamun yang membentuk jalinan akar rimpang di bawah lapisan sedimen, telah membantu menstabilkan dasar laut serta melindunginya dari erosi pantai (abrasi) dan pasang surut. Tutupan (coverage) tajuk rumput lamun ini juga memberikan naungan dari cahaya matahari langsung, menciptakan iklim mikro khusus di dasar perairan. Pada saat air laut surut, daun-daun lamun melindungi substrat dari teriknya matahari dan mencegah penghuninya dari kekeringan yang mematikan. 2.9 Lamun Sebagai Kunci Faktor Lingkungan Sebaran dan pertumbuhan lamun ditentukan oleh berbagai faktor kualitas air seperti suhu, salinitas, ketersediaan nutrien, karakteristik dasar perairan, kekeruhan/kecerahan dan iradiasi matahari. Telah diketahui bahwa keterse-diaan nutrien mempengaruhi pertumbuhan, sebaran, morfologi dan daur musiman komunitas lamun. Sementara itu, lamun juga tergantung padan tingkat kecerahan air tertentu agar dapat melakukan proses fotosintesis. Peningkatan kekeruhan dan sedimentasi memberikan dampak menurunnya kesehatan dan produktivitas lamun. Meskipun peristiwa alami telah diketahui menyebabkan kematian padang lamun secara global maupun lokal, bukti-bukti mutakhir memperlihatkan bahwa bertambahnya populasi manusia merupakan penyebab utama hilangnya habitat padang lamun. Meningkatnya aktifitas manusia telah menambah jumlah input nutrien dari daratan dan telah mematikan habitat padang lamun di berbagai wilayah. Kegiatan manusia yang paling mempengaruhi lamun adalah kegiatan-kegiatan di darat yang berdampak mengubah kualitas dan kecerahan air. Aktifitas-aktivitas tersebut meliputi pelepasan nutrien dan sedimen yang berasal dari usaha pertanian dan limbah domestik, pengerukan dan pengurugan, limbah perkotaan, pengembangan daerah hulu dan kegiatan perikanan tertentu seperti pertambakan. Peningkatan nutrien di suatu perairan merupakan faktor penyebab turunnya kualitas perairan yang menstimulasi pertumbuhan rumput laut. Beberapa hasil penelitian menunjukkan bahwa meningkatnya kandungan nutrien berkorelasi dengan penyempitan sebaran padang lamun di beberapa perairan estuaria. Peningkatan nutrien dapat berdampak memperlambat kolonisasi dan pertumbuhan, apabila berlangsung terus menerus maka kemampuan tumbuh dan penyebaran terus menurun sehingga dapat mengakibatkan hilangnya padang lamun. Hilangnya padang lamun akan menyebabkan peru-bahan daur makanan dan diikuti oleh pergantian produsen primer dari tumbuhan bentik ke fitoplankton dan berkurangnya jumlah detritus daun. Dampak nutrien terhadap lamun dapat dibagi dalam empat kategori yaitu: dampak struktural, penyakit, penurunan fotosintesis dan perubahan ekosistem. 2.9.1 Dampak struktural Pada kondisi kandungan nutrien tinggi, lamun menyerap kelebihan nutrien dari perairan. Hal

tersebut dapat menimbulkan "stress" di dalam tumbuhan karena kurangnya ketersediaan ruangan di dalam jaringan interseluler untuk menampung akumulasi nitrat. Sebagai konsekuensinya, banyak nitrat yang akan diubah menjadi amonia sehingga dibutuhkan sejumlah karbon untuk mengkonversikan menjadi asam-asam amino. Apabila hal tersebut berlangsung terus menerus dalam kurun waktu lama, tumbuhan tersebut tidak mampu lagi memfiksasi karbon yang dibutuhkan. Kekurangan karbon di dalam jaringan seluler akhirnya akan memberikan dampak buruk terhadap keutuhan struktur lamun dan akhirnya mematikan tumbuhan tersebut. 2.9.2 Penyakit Stres fisiologis yang disebabkan oleh ketidak-seimbangan pasokan nutrien juga dapat melemahkan tanaman sehingga rentan terhadap penyakit. Hal tersebut mungkin disebabkan berkurangnya produksi senyawa antimikroba pada kondisi nitrat yang berlebihan. 2.9.3 Penurunan fotosistesis Peningkatan tumbuhnya biota penempel di permukaan daun lamun yang disebabkan oleh bertambahnya nutrien yang dapat diserap oleh algae epifitik dapat membatasi sinar matahari yang jatuh di permukaan daun lamun di bawahnya. Pengurangan cahaya yang mencapai khloroplast lamun mengurangi efektifitas fotosintesis. Penurunan efektifitas fotosintesis tersebut akan lebih mempercepat hilangnya keutuhan struktural dan meningkatkan terjangkitnya penyakit. Banyak dokumentasi kasus-kasus mengenai hilangnya padang lamun yang berkaitan dengan eutrofikasi karena peningkatan nutrien di perairan sehingga mengurangi penetrasi cahaya, atau berkurangnya cahaya yang dapat mencapai permukaan daun lamun karena terhalang oleh algae epifitik yang tumbuh di daun lamun. 2.9.4 Perubahan ekosistem Pengayaan nutrien dapat meningkatkan pertumbuhan algae makroskopik maupun mikroskopik pada permukaan daun lamun. Nutrien memang dibutuhkan bagi pertumbuhan lamun, tetapi konsentrasi di tubuhnya lebih rendah daripada di tubuh algae makro. Karena perbedaan rasio di dalam karbon: nitrogen: dan fosfor, algae makro dapat mendominasi lamun pada kondisi nutrien yang berlebihan, baik sebagai epifit maupun spesies yang terapung bebas yang sebenarnya berasal dari bentuk yang menempel. Pertumbuhan epifit yang meningkat, pada akhirnya mengurangi sinar matahari sampai 65 % yang mengurangi laju fotosintesis dan kerapatan daun lamun. Akhirnya merubah komposisi komunitas padang lamun secara keseluruhan. 2.10 Ancaman Kelestarian Padang Lamun Padang lamun diketahui sebagai salah satu habitat yang rentan terhadap kerusakan. Aneka kegiatan manusia diketahui memberikan dampak negatif yang merusak padang lamun (Fairhust & Graham 2003, Terrados & Duarte 2003). Kegiatan pembangunan yang pesat dan perubahan peruntukan lahan di wilayah pantai telah meningkatkan masuknya sedimen ke laut dan menimbulkan eutrofikasi. Bertambahnya pelumpuran ini telah menaikkan konsentrasi lumpur, bahan organik, dan nutrien, serta telah meningkatkan kekeruhan air laut, yang pada gilirannya mengurangi kedalaman laut yang dapat dicapai cahaya matahari. Semua hal-hal ini berpengaruh buruk bagi ekosistem padang lamun. Masuknya lumpur serta berjenis-jenis bahan organik yang dihasilkan aktivitas manusia ke laut juga telah meningkatkan jumlah dan jenis nutrien yang masuk ke padang lamun. Sementara

sebagian nutrien dibutuhkan untuk tumbuhnya lamun, sebagian nutrien yang lain mungkin menghasilkan efek racun bagi lingkungan lamun. Nutrien yang semakin banyak dalam air juga meningkatkan pertumbuhan alga epifitik yang tumbuh menempel di daun-daun lamun, dan mengurangi kemampuan lamun berfotosintesis. Dengan demikian cukup alasan bagi Terrados dkk. (1998, dalam Terrados dan Duarte 2003) untuk menyebutkan bahwa pelumpuran dan naiknya jumlah liat (clay) dalam air laut melebihi ambang tertentu, akan menurunkan secara tajam kekayaan spesies dan biomassa daun komunitas padang lamun. Sensitivitas jenis-jenis lamun ini berbeda-beda terhadap gangguan tersebut, mulai dari Syringodium yang paling sensitif hingga Enhalus sebagai jenis yang paling tahan. Namun demikian Enhalus pun diketahui cukup terpengaruh oleh pelumpuran dengan berkurangnya pembungaan dan pembentukan buah pada air yang meningkat kekeruhannya. Kematian rumpun-rumpun Enhalus karena siltasi itu pun diduga dapat menurunkan kapasitas reproduksi Enhalus lebih jauh, mengingat pembentukan buah Enhalus berlangsung baik pada kepadatan rumpun yang cukup tinggi. (Terrados dan Duarte 2003). 2.11 Fungsi Padang Lamun Menurut Azkab (1988), ekosistem lamun merupakan salah satu ekosistem di laut dangkal yang paling produktif. Di samping itu juga ekosistem lamun mempunyai peranan penting dalam menunjang kehidupan dan perkembangan jasad hidup di laut dangkal, sebagai berikut : 1. Sebagai produsen primer : Lamun memiliki tingkat produktifitas primer tertinggi bila dibandingkan dengan ekosistem lainnya yang ada dilaut dangkal seperti ekosistem terumbu karang (Thayer et al. 1975). 2. Sebagai habitat biota : Lamun memberikan tempat perlindungan dan tempat menempel berbagai hewan dan tumbuh-tumbuhan (alga). Disamping itu, padang lamun (seagrass beds) dapat juga sebagai daerah asuhan, padang pengembalaan dan makanan berbagai jenis ikan herbivora dan ikan-ikan karang (coral fishes) (Kikuchi & Peres, 1977). 3. Sebagai penangkap sedimen : Daun lamun yang lebat akan memperlambat air yang disebabkan oleh arus dan ombak, sehingga perairan disekitarnya menjadi tenang. Disamping itu, rimpang dan akar lamun dapat menahan dan mengikat sedmen, sehingga dapat menguatkan dan menstabilkan dasar permukaan. Jadi, padang lamun disini berfungsi sebagai penangkap sedimen dan juga dapat mencegah erosi (Gingsuburg & Lowestan, 1958). 4. Sebagai pendaur zat hara : Lamun memegang peranan penting dalam pendauran berbagai zat hara dan elemen-elemen yang langka dilingkungan laut. Khususnya zat-zat hara yang dibutuhkan oleh algae epifit. Sedangkan menurut Philips & Menez (1988), ekosistem lamun merupakan salah satu ekosistem bahari yang produktif, ekosistem lamun pada perairan dangkal berfungsi sebagai : 1. Menstabilkan dan menahan sedimensedimen yang dibawa melalui tekanantekanan dari arus dan gelombang. 2. Daun-daun memperlambat dan mengurangi arus dan gelombang serta mengembangkan sedimentasi. 3. Memberikan perlindungan terhadap hewanhewan muda dan dewasa yang berkunjung ke padang lamun. 4. Daundaun sangat membantu organisme-organisme epifit.

5. Mempunyai produktifitas dan pertumbuhan yang tinggi. 6. Menfiksasi karbon yang sebagian besar masuk ke dalam sistem daur rantai makanan. Selain itu secara ekologis padang lamun mempunyai beberapa fungsi penting bagi wilayah pesisir, yaitu : 1.Produsen detritus dan zat hara. 2. Mengikat sedimen dan menstabilkan substrat yang lunak, dengan sistem perakaran yang padat dan saling menyilang. 3. Sebagai tempat berlindung, mencari makan, tumbuh besar, dan memijah bagi beberapa jenis biota laut, terutama yang melewati masa dewasanya di lingkungan ini. BAB III MATERI DAN METODE 3.1 Waktu dan Tempat Praktikum Praktikum Ekositem Padang Lamun dilaksanakan pada: Hari/Tanggal : Sabtu, 21 Mei 2011 Pukul : 09.45 WIB s/d selesai Tempat : Pantai Teluk Awur, Jepara dan Laboraturium Biologi Kampus Teluk Awur Jurusan Ilmu Kelautan FPIK Universitas Diponegoro 3.2 Alat Alat dan bahan yang digunakan selama praktikum adalah o Transek 1 x 1 m, roll meter atautali raffia 100 m o Sabak o Kamera digital o Masker dan snorkel (peralatan skin dive) o Alattulis (kertas/buku,pensil,pen,pengaris). 3.3 Cara Kerja o Letakkan transek berukuran 1 x 1 meter pada tempat yang terdapat lamun dengan cara acak (random). o Letakkan transek kuadran pada daerah tersebut, transek tersebut memilki 16 kotak dimana setiap kotak akan diidentifikasi. o Hitung tegakan pada transek dan persentase penutupan lamun yang terdapat pada transek. o Identifikasi lamun yang terdapat pada transek baik secara genus maupun spesies. o Identifikasi jenis substrat dimana lamun tersebut melekat. o Ambil biota yang ada pada suatu kotak di transek jika tidak ditemukan lamun pada kotak transek tersebut. o Lakukan pengulangan secara berulang sebanyak 3x di tempat lamun yang berbeda dan catat jenis lamun yang terdapat pada transek. BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil 4.1.1 Hasil Sampling

4.1.1.1 Sampling I A1 2 =25 % A2 0 =0% A3 0 =0% A4 0 =0% A8 1=12,5 A7 0=0% A6 3=50% A5 1 =12,5% A9 0=0% A10 0=0% A11 1=12,5% A12 1=12,5% A16 1=12,5% A15 0=0% A14 0=0% A13 0=0% 4.1.1.2 Sampling II A1 3=50% A2 0=0% A3 0=0% A4 0=0% A8 2=25% A7 1=12,5% A6 3=50% A5 1=12,5% A9 0=0% A10 0=0% A11 1=12,5% A12 1=12,5 A16 2=25% A15 0=0% A14 1=12,5 A13 0=0%

4.1.1.3 Sampling III A1 2=25% A2 0=0% A3 0=0% A4 0=0% A8 1=12,5% A7 0=0% A6 3=50% A5 1=12,5% A9 0=0% A10 0=0% A11 1=12,5% A12 1=12,5% A16 2=25% A15 0=0% A14 0=0% A13 0=0% 4.2 Pembahasan 4.2.1 Sampling I A1 =Terdapat 2 tegakan lamun maka persentasenya sebesar 25% A2 = Tidak terdapat tegakan maka persentasenya adalah 0% A3 = Tidak terdapat tegakan maka persentasenya aadalah 0% A4 = Tidak terdapat tegakan maka persentasenya adalah 0% A5 = Terdapat 1 tegakan maka persentasenya adalah 12,5% A6 = Terdapat 3 tegakan maka persentasenya adalah 50% A7 = Tidak terdapat tegakan dan maka persentasenya adalah 0% A8 = Terdapat 1 tegakan maka persentasenya adalah 12,5% A9 = Tidak terdapat tegakan maka persentasenya adalah 0% A10 = Tidak terdapat tegakan maka persentasenya adalah 0% A11 = Terdapat 1 tegakan maka persentasenya adalah 12,5% A12 = Terdapat 1 tegakan maka persentasenya adalah 12,5% A13 = Tidak terdapat tegakan maka persentasenya adalah 0% A14 = Tidak terdapat tegakan maka persentasenya adalah 0% A15 = Tidak terdapat tegakan maka persentasenya adalah 0% A16 = Terdapat 1 tegakan maka persentasenya adalah 12,5% 4.2.2 Sampling II A1 = Terdapat 3 tegakan maka persentasenya adalah 50%

A2 = Tidak terdapat tegakan maka persentasenya adalah 0% A3 = Tidak terdapat tegakan maka persentasenya adalah 0% A4 = Tidak terdapat tegakan maka persentasenya adalah 0% A5 = Terdapat 1 tegakan maka persentasenya adalah 12,5% A6 = Terdapat 3 tegakan maka persentasenya adalah 50% A7 = Terdapat 1 tegakan maka persentasenya adalah 12,5% A8 = terdapat 2 tegakan maka persentasenya adalah 25% A9 = Tidak terdapat tegakan maka persentasenya adalah 0% A10 = Tidak terdapat tegakan maka persentasenya adalah 0% A11 = Terdapat 1 tegakan maka persentasenya adalah 12,5% A12 = Terdapat 1 tegakan maka persentasenya adalah 12,5% A13 = Tidak terdapat tegakan maka persentasenya adalah 0% A14 = Terdapat 1 tegakan maka persentasenya adalah 12,5% A15 = Tidak terdapat tegakan maka persentasenya adalah 0% A16 = Terdapat 2 tegakan maka persentasenya adalah 25% 4.2.3 Sampling III A1 = Terdapat 2 tegakan maka persentasenya adalah 25% A2 = Tidak terdapat tegakan maka persentasenya adalah 0% A3 = Tidak terdapat tegakan maka persentasenya adalah 0% A4 = Tidak terdapat tegakan maka persentasenya adalah 0% A5 = Terdapat 1 tegakan maka persentasenya adalah 12,5% A6 = Terdapat 3 tegakan maka persentasenya adalah 50% A7 = Tidak terdapat tegakan maka persentasenya adalah 0% A8 = Terdapat 1 tegakan maka persentase nya adalah 12,5% A9 = Tidak terdapat tegakan maka persentasenya adalah 0% A10 = Tidak terdapat tegakan maka persentasnya adalah 0% A11 = Terdapat 1 tegakan maka persentasenya adalah 12,5% A12 = Terdapat 1 tegakan maka persentasenya adalah 12,5% A13 = Tidak terdapat tegakan maka persentasenya adalah 0% A14 = Tidak terdapat tegakan maka persentasenya adalah 0% A15 = Tidak terdapat tegakan maka persentasenya adalah 0% A16 = Terdapat 2 tegakan maka persentasenya adalah 25% 4.3 Penampang Daun Lamun Seperti semua tumbuhan monokotil, daun lamun diproduksi dari meristem basal yang terletak pada potongan rhizoma dan percabangannya. Meskipun memiliki bentuk umum yang hampir sama, spesies lamun memiliki morfologi khusus dan bentuk anatomi yang memiliki nilai taksonomi yang sangat tinggi. Beberapa bentuk morfologi sangat mudah terlihat yaitu bentuk daun, bentuk puncak daun, keberadaan atau ketiadaan ligula. Contohnya adalah puncak daun Cymodocea serrulata berbentuk lingkaran dan berserat, sedangkan C. Rotundata datar dan halus. Daun lamun terdiri dari dua bagian yang berbeda yaitu pelepah dan daun. Pelepah daun menutupi rhizoma yang baru tumbuh dan melindungi daun muda. Tetapi genus Halophila yang memiliki bentuk daun petiolate tidak memiliki pelepah. Anatomi yang khas dari daun lamun adalah ketiadaan stomata dan keberadaan kutikel yang tipis.

Kutikel daun yang tipis tidak dapat menahan pergerakan ion dan difusi karbon sehingga daun dapat menyerap nutrien langsung dari air laut. Air laut merupakan sumber bikarbonat bagi tumbuh-tumbuhan untuk penggunaan karbon inorganik dalam proses fotosintesis. 4.3.1 Enhalus Kingdom : Plantae Divisi : Anthophyta Kelas : Angiospermae Ordo : Helobiae Famili : Hydrocharitaceae Genus : Enhalus Jenis lamun ini disebut juga dengan lamun tropika. Jenis lamun ini memiliki akar yang kuat dan diselimuti oleh benang-benang hitam yang kaku. Daun mempunyai tulang daun, dan terdapat dalam pasangan pelepah bonggol. Pada bagian rhizoma terdapat semacam rambut yang merupakan akar dan akar lainnya yang menjulur ke bawah berwarna putih dan kaku. Tumbuhan ini terdapat di bawah air surut rata-rata pada pasang surut purnama pada dasar pasir lumpuran.(Moriaty,1989). Ciri ciri morfologi dari Enhalus acoroides adalah : o Bentuk fisiknya paling besar dibanding spesies lamun yang lain. o Daun berwarna hijau pekat. o Daunnya panjang dan kebar seperti sabuk. o Lebar daun + 3 cm. o Panjang daun berkisar antara + 30 150 cm. o Rimpangnya berdiameter lebih dari 1 cm. (Moriaty, 1989). 4.3.2 Cymodecea Kingdom : Plantae Divisi : Anthophyta Kelas : Angiospermae Ordo : Helobiae Famili : Cymodoceaceae Genus : Cymodocea Salah satu species dari genus Cymodoceaeadalah .Cymodoceae rotundata .Cymodoceae rotundata merupakan jenis lamun dengan bentuk daun seperti pita tipis yang panjang. Akar tumbuh pada bagian rhizoma yang menjalar mendatar dan memanjang, batang berwarna coklat. Tmbuh-tumbuhan ini terdapat tepat di bawah air surut rata-rata pada pasang surut purnama pada pantai pasir dan pantai lumpuran.(Nybakken,1992). Ciri ciri morfologi dari Cymodocea rotundata adalah : o Tepi daun halus atau licin, tidak bergerigi. o Akar pada tiap nodus terdiri dari 2 3 helai. o Akar tidak bercabang dan tidak mempunyai rambut akar.

o Tulang daun sejajar. o Jumlah tulang daun pada selembar daun adalah + 9 15 buah. o Lebar daun dari samping ke samping + 4 mm. o Jarak antar nodus + 1 cm. o Tiap nodus hanya ada satu tegakan. o Tiap tegakan terdiri dari 3 4 helai daun. (Nybakken, 1992). 4.3.3 Thallasia Divisi :Anthophyta Kelas :Angiospermae Subkelas :Monocotyledonae Ordo :Helobiae Famili :Hydrocharitaceae Genus :Thalassia Thalllasia memilki ciri-ciri: o Rimpang berdiameter 2-4 mm tanpa rambut-rambutkaku o Panjang daun 100-300 mm,lebar daun 4-10 mm Mempunyai epidermis lebih kecil dengan inti sel lebih besar warnanya hijau tua,lebih tua dari enhalus. Bagian horizontalnya lebih jelas terlihat di banding enhalus. Pada jenis lamun Thalassia hemprichii memiliki ciri rimpang berdiameter 2-4 mm tanpa rambut-rambut kaku, panjang daun 100-300 mm, dan lebar daun 2-10 mm, sedangkan pada jenis lamun Holophila spinulosa memiliki cirri daun sampai 22 pasang, tidak miliki tangkai daun, dan tanggai panjang, dan untuk jenis lamun Halodule unerruis meliki ciri ujung daun seperti trisula. 4.4 Biota Ekosistem Padang Lamun Yang Ditemukan 4.4.1 Rissoina spirata Kingdom : Animalia Phylum : Mollusca Class : Gastropoda Ordo : Caenogastropoda Superfamily : Rissooidea Family : Rissoidae Genus : Rissoa Spesies : Rissoina spirata Rissoidae adalah keluarga kecil dan laut menit sangat siput denganoperkulum, laut gastropod dan moluska. Ciri-ciri shell memanjang, tinggi runcing, dari 7-8 whorls agak cembung dengan pelek jahit yang berbeda di bawah ini; whorl tubuh jelas terbatas. Patung whorls puncak menara dari rusuk aksial miring yang fade out pada whorl tubuh atau yang sebelumnya. Spiral patung alur sangat samar. Aperture oval, dengan bibir luar menebal, di dalam halus, dan sebuah kanal siphonal hampir tidak ditunjukkan. spesimen Mediterania 6-8 mm, sampai 14 mm di Laut Merah. Biasanya berwarna putih (http://www.ciesm.org/atlas/Rissoinaspirata.html)

4.4.2 Bittium reticulatum Kingdom : Animalia Phylum : Mollusca Class : Gastropoda Subclass : Prosobranchia Superorder : Caenogastropoda Order : Neotaenioglossa Family : Cerithiidae Genus : Bittium Species : Bittium reticulatum (http://en.wikipedia.org/wiki/Bittium_reticulatum)

Ciri-ciri dari spesies Bittium reticulatum adalah Cangkak memanjang, berbentuk kerucut, sampai dengan 16 cm (biasanya 10-12 cm) saat sedang hamill; apeks atau ujungnya runcing. Cangkang terdiri dari costae yang kuat dan striae spiral, berinteraksi untuk memberikan tuberkel oval empat baris pada whorls lebih rendah, tiga di whorlsatas, tidak ada tuberkel pada punggung spiral terendah setiapwhorl, atau di pegunungan basal whorl terakhir. Satu costa, varix, sering lebih menonjol dibanding yang lain; varix hampir whorlterakhir untuk aperture. Aperture oval, ditarik keluar ke sinussingkat; crenulate bibir luar, tanpa sinus dubur. Bibir batintercermin atas wilayah columella dan dasar whorl terakhir, tidak ada umbilikus. Berwarna coklat pada umumnya. tentakel cephalic panjang,ramping dengan mata pada tonjolan menonjol di pangkalan.Mantel tepi lobed luas, kaki panjang, sempit, dengan marjinanterior bermata dua kali lipat; besar proyek lobus keping penutup insang bagian belakang dari bawah operkulum oval (http://speciesidentification.org) BAB V PENUTUP

5.1 Kesimpulan Ekosistem padang lamun sebenarnya merupakan ekosistem yang kaya akan biota. Aneka jenis cacing, moluska (siput dan kerang), teripang, ketam dan udang, dan berbagai jenis ikan kecil hidup menetap di sela-sela kerimbunan jurai-jurai lamun. Juga beberapa jenis bulu babi yang hidup dari daun-daun lamun. Pada praktikum kali ini kita menemukan bebrapa spesies moluska seperti Bittium reticulatum dan Rissoina spirata. Ekosistem padang lamun juga memilki interaksi atau hubungan antar biota. Seperti contohnya ikan beronang (Siganus spp.) dan beberapa jenis udang (Penaeus spp.) menggunakan padang lamun sebagai tempat memijah dan membesarkan anak-anaknya. Selain itu beberapa jenis reptil dan mamalia laut menggunakan padang lamun sebagai tempat mencari makan. Misalnya penyu hijau (Chelonia mydas), duyung alias dugong (Dugong dugong) di perairan Australasia serta manate (Trichechus manatus) di Karibia. Duyung dan manate adalah mamalia herbivor yang mengkonsumsi lamun sebagai makanan utamanya. Di saat air laut surut, padang lamun yang mengering sementara ini sering pula dikunjungi oleh berbagai jenis burung dan hewan, yang sibuk mencari ikan-ikan dan hewan kecil yang terjebak dan tertinggal di antara kusutnya lamun.

Burung-burung merandai dari suku Charadriidae, Scolopacidae dan Burhinidae kerap berdatangan untuk memburu aneka cacing, moluska dan ikan-ikan kecil sebagai makanannya. Demikian pula kuntul karang (Egretta). Di bagian yang dekat daratan sering pula dikunjungi biawak (Varanus) dan monyet kera (Macaca) untuk mencari makanan yang serupa. Disini dapat kita ketahui bahwa lamun juga berperan penting dalam rantai makanan. Parameter lingkungan utama yang mempengaruhi distribusi dan pertumbuhan ekosistem padang lamun antara lain kecerahan, suhu, salinitas, substrat, kecepatan arus perairan, dan kedalaman nutrient. Faktor - faktor tersebut mempunyai pengaruh langsung maupun tidak langsung terhadap pertumbuhan dan distribusi lamun pada suatu perairan. 5.2 Saran Agar mendapatkan hasil yang maksimal dalam sampling, sebaiknya menggunakan teknik menyelam yang baik seperti yang sudah diajarkan, sehingga tidak memperkeruh air yang mengakibatkan kesusahan dalam sampling dan menentukan prosentase penutupan. Diharapkan menggunakan peralatan skin dive agar sampling semakin mudah dan semakin akurat. DAFTAR PUSTAKA Anggraini, Kiki.2008. Mengenal ekosistem perairan.Jakarta:Grasindo. Azkab, M.H.1988.Pertumbuhan dan produksi lamun, Enhalus acoroides di rataan terumbu di Pari Pulau Seribu.Dalam: P3O-LIPI, Teluk Jakarta: Biologi,Budidaya, Oseanografi,Geologi dan Perairan.Jakarta:Balai Penelitian Biologi Laut, Pusat Penelitian dan Pengembangan OseanologiLIPI. Azkab,M.H.1999.Kecepatan tumbuh dan produksi lamun dari Teluk Kuta, Lombok.Dalam:P3OLIPI, Dinamika komunitas biologis pada ekosistem lamun di Pulau Lombok. Jakarta : LIPI. Azkab,M.H. 1999.Pedoman Invetarisasi Lamun.Oseana 1: 1-16. Fairhurst, R.A. and K.A. Graham.2003.Seagrass bed-sediment Characteristics of Manly Lagoon. In: Freshwater Ecology Report 2003.Sydney:Department of Environmental Sciences, University of Technology. Fitriana, Pipit.2007.Hewan Laut; Buku Pengayaan Seri Flora dan Fauna.Jakarta:Ganeca Exact. Hutomo, H.1997.Padang Lamun Indonesia : Salah Satu Ekosistem Laut Dangkal yang belum banyak dikenal.Jakarta:Jurnal Puslitbang OseanologiLIPI. Nontji, A.1987.Laut Nusantara.Jakarta:Penerbit Djambatan. Nybakken,J.W.1988.Biologi Laut Suatu Pendekatan Ekologis.Jakarta:Gramedia. PKSPL (Pusat Kajian Sumberdaya Pesisir dan Lautan).1999.Perumusan kebijakan pengelolaan hayati laut Sulawesi Selatan.Proyek kerjasama BAPEDAL dengan Kajian Sumberdaya Pesisir dan Lautan.Institut Pertanian Bogor. Raharjo,Y.1996.Community Based Management di Wilayah Pesisir.Pelatihan Perencanaan Wilayah Pesisir Secara Terpadu. Pusat Kajian Pesisir dan Lautan, Institut Pertanian Bogor. Romimohtarto, Kasijan dan Sri Juwana.2009.Biologi Laut.Jakarta:Djambatan Terrados, J. and C.M. Duarte.2003.Southeast Asian Seagrass Ecosystem Under Stress: have we improved? http://blog.unila.ac.id/ekoefendi/2009/08/21/ekosistem-lamun/ (diakses hari Sabtu tanggal 4 Juni 2011 pukul 09.50) http://dwiajengpramesti.wordpress.com/2010/01/08/lamun-seagrass/ (diakses hari Sabtu tanggal 4 Juni 2011 pukul 10.15)

http://fpik.bunghatta.ac.id (diakses hari Minggu tanggal 5 Juni 2011 pukul 08.00) http://speciesidentification.org/species.php?species_group=mollusca&menuentry=soorten&id=5 77&tab=classificatie (diakses hari Minggu tanggal 5 Juni 2011 pukul 15.20) http://en.wikipedia.org/wiki/Bittium_reticulatum (diakses hari Minggu tanggal 5 Juni 2011 pukul 15.20) http://www.boldsystems.org/views/taxbrowser.php?taxid=95910 (diakses hari Minggu tanggal 5 Juni 2011 pukul 15.43) http://en.wikipedia.org/wiki/Cymodocea (diakses hari Minggu tanggal 5 Juni 2011 pukul 15.43) http://perikananunila.wordpress.com/2009/07/31/ekosistem-lamun/ (diakses hari Minggu tanggal 5 Juni 2011 pukul 16.00) http://hendar08.blogspot.com/2011/04/konservasi-lamun.html (diakses hari Minggu tanggal 5 Juni 2011 pukul 16.05) http://www.eol.org/pages/35152 (diakses hari Minggu tanggal 5 Juni 2011 pukul 16.24) .

zee 17
blog marine scientist

Sabtu, 11 Juni 2011

Rumput Laut
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Definisi Rumput Laut Seaweed dalam dunia pedagangan dikenal sebagai rumput laut, namun sebenarnya dalam dunia ilmu pengetahuan diartikan sebagai alga (ganggang) yang berasal dari bahasa latin yaitu algor yang berarti dingin. Ganggang laut adalah tanaman tingkat rendah yang tidak memiliki perbedaan susnan kerangka seperti akar, batang, dan daun. Meskipun wujudnya tampak seperti ada perbedaan, tetapi sesungguhnya merupakan bentuk thallus belaka. Bentuk thallus ganggang laut bermacam macam, ada yang bulat seperti tabung, kantung, rambut, dan sebagainya (Duddington, 1971). Percabangan thallus bermacam macam ada yang : 1. dichotomus (bercabang dua terus-menerus) 2. pectinate (berderet searah pada satu sisi thallus utama) 3. ferticillate (cabangnya berpusat melingkari aksis atau sumbu utama) 4. sederhana, tidak bercabang. (Aslan,1991) Sifat substansi thallus juga beraneka ragam, yaitu : 1. lunak seperti gelatin (gellatinous) 2. keras diliputi / mengandung zat kapur (calcareous) 3. lunak seperti tulang rawan (cartilagenous) 4. berserabut (spongious). (Aslan,1991) Rumput laut tumbuh di alam dengan melekatkan diri pada karang, lumpur, pasir, batu dan benda keras lainnya. Selain benda mati, rumput lautpun dapat melekat pada tumbuhan lain secara epifitik (JanaAnggadiredjo, 2006). Rumput laut adalah bentuk poliseluler dari ganggang (algae) yang hidup di laut. Pada umumnya rumput laut dikelompokkan menjadi empat kelas, yaitu : 1. alga hijau (Chlorophyceae) 2. alga hijau biru (Cyanophyceae) 3. alga coklat (Phaeophyceae) 4. alga merah (Rhodopyceae).

Rumput laut ini merupakan tanaman yang banyak terdapat di hampir seluruh perairan bagian timur Indonesia. Rumput laut hidup dengan menancapkan atau melekatkan dirinya pada substrat lumpur, pasir, karang, fragmen karang mati, kulit karang, batu ataupun kayu. Faktor faktor yang menentukan pertumbuhan rumput laut adalah : 1. jenis substrat 2. cahaya matahari 3. kondisi laut tempat rumput laut tersebut hidup. Cahaya matahari adalah faktor utama yang sangat dibutuhkan oleh tanaman laut, sehingga pada kedalaman yang sudah tidak tembus cahaya matahari rumput laut tidak dapat tumbuh (Soegiarto et al, 1978). Kandungan utama rumput laut adalah karbohidrat sebagai polisakarida kompleks berupa serat. Disamping itu rumput laut juga mengandung : 1. protein 2. sedikit lemak 3. abu yang sebagian besar merupakan senyawa garam natrium dan kalium 4. vitamin-vitamin seperti vitamin A, B1, B2, B6, B12 dan C, betakaroten 5. mineral seperti kalium, kalsium, fosfor, natrium, zat besi dan iodium (Jana-Anggadiredjo, 2006). 2.2 Pembagian Rumput Laut Sebagian besar alga laut berwarna indah dan ada yang bercahaya. Pigmen pigmen dari kromatophor menyerap sinar matahari untuk fotosintesis. Berdasarkan warna yang dimiliki masing masing alga ini dibagi menjadi beberapa kelas, yaitu : 1. Alga Merah (Rhodophyceae) Klasifikasi menurut Carpenter dan Niem (1998) adalah sebagai berikut : Kingdom : Plantae Divisi : Rhodophyta Class : Rhodophyceae Ordo : Gigartinales Famili : Solieraciae Genus : Euchema Menurut Aslan (1991) Rhodophyta memiliki ciri ciri umum sebagai berikut : o Thalli (kerangka tubuh tanaman) bulat silindris atau gepeng o Berwarna merah, merah coklat, hijau kuning o Bercabang selang seling tidak teratur di atau tricotomus o Memiliki benjolan (bulat nodule) dan duri duri atau spines o Substansi thalli gelatinous dan atau kartilagenous

Divisi Rhodophyta meliputi alga merah yang dapt dibedakan dengan alga eukariotik lain menurut kombinasi dari karakteristiknya. Dalam reproduksi, alga merah tidak memiliki stadia gamet berbulu cambuk. Reproduksi seksualnya melibatkan sel betina yang disebut karpogonia dan gamet jantan yang disebut spermatia (Dawes, 1981; Bold and Wyne, 1985; Sadhori, 1992). Alga pelekat (holdfast) terdiri dari perakaran sel tunggal atau sel banyak. Alga dari divisi ini memilki pigmen fikobilin yang terdiri dari fikoeritrin (berwarna merah) dan fikosianin (berwarna biru), bersifat adaptasi kromatik, yaitu memilki penyesuaian antara proporsi pigmen dengan berbagai kualitas pencahayaan dan dapat menimbulkan berbagai warna pada thalli, seperti merah tua, merah muda, pirang, coklat, kuning, dan hijau. Dalam dinding selnya terdapat selulosa, agar, carrageenan, porpiran, dan selaran (Aslan, 1998). Contoh : Euchema cottoni 2. Alga Coklat (Phaeophyceae) Klasifikasi menurut Bold dan Wyne (1985) : Kingdom : Plantae Divisio : Phaeophyta Class : Phaeophyceae Ordo : Fucales Famili : Sargassaceae Genus : Sargassum Warna alga ini umumnya coklat. Mempunyai pigmen klorofil a dan c, beta karoten, violasantin, dan fukosantin. Alga coklat ini hampir semuanya merupakan tumbuhan laut dan hanya sedikit yang hidup di air tawar yang diantaranya berukuran sangat besar. Alga coklat berupa tumbuh tumbuhan bercabang berbentuk benang kecil yang halus (ectocarpus), bertangkai pendek dan berthallus lebar (Copstaria, Alaria, dan Laminaria), bentuknya bercabang banyak (Fucus, Agregia) dan dari Pasifik terdapat alga berukuran raksasa dengan tangkai yang panjang dan daunnya seperti kulit yang panjang (Nereocystis, Pelagophycus, Macrocystis), berbentuk rantai seperti sosis yang kopong dan kasar, dan panjangnya 30 cm atau lebih. Saat berreproduksi alga ini memilki stadia gamet atau zoospora berbulu cambuk seksual dan aseksual. Persediaan makanan berupa laminaran (beta 1 3 ikatana glukan). Pada bagian dalam dinding selnya terdapat asam alginik dan alginat. Mengandung pyrenoid dan tilakoid (lembaran fotosintesis). Ukuran dan bentuk thali beragam. Umumnya tumbuh sebagai alga bentik. Contoh : Padina australis, Sargassum sp 3. Alga Hijau (Chlorophyceae) Alga ini berwarna hijau, Chlorophyceae merupakan kelompok alga yang berwarna hijau rumput. Sel selnya mengandung satu sampai beberapa buah kloroplas. Pigmen fotosintetik yang terdapat di dalam plastida terdiri dari klorofil dan b yang jumlahnya sangat banyak sehingga menutupi pigmen lainnya, yaitu karoten dan xanthofil sehingga alga ini berwarna hijau. Contoh Caulerpa sp, Codium sp, Halimeda

sp (Soenardjo, 2001). Alga kelas ini juga mempunyai bentuk yang sangat beragam, tetapibentuk umum yang djumpai bentuk filamen dengan septa atau tanpa septa, dan berbentuk lembaran (Romimohtarto, 2001). Perkembangbiakan seksual sebagai berikut isi dari suatu sel biasa tumbuhan yang pipih dan berlapis dua membentuk sel kelamin yang disebut gamet berbulu getar dua. Setelah gamet lepas ke air mereka bersatu berpasangan dan melalui pembelahan sel berkembang menjadi tumbuhan baru yang dikenal dengan sporofit, tetapi biasanya melalui fase benang dulu. Perkembangbiakan dapat juga secara aseksual. Setiap sel biasa dari tumbuhan zoospora berbulu getar empat. Zoospora ini setelah dilepas tumbuh langsung menjadi gametofit yakni tumbuh tumbuhan yang menghasilkan gamet. Perkembangbiakan aseksual dapat pula terjadi dengan fragmentasi yang membentuk tumbuhan tak melekat (Romimohtarto, 2001). 2. Sifat - Sifat Reproduktif Rumput Laut secara Umum Pada tanaman rumput laut dikenal tiga macam pola reproduksi, yaitu: 1. Reproduksi generatif (seksual) dengan gamet 2. Reproduksi vegetatif (aseksual) dengan spora 3. Reproduksi fragmentasi dengan potongan thallus (stek) Pergiliran keturunan antara seksual dengan aseksual merupakan pembiakan alami yang terjadi pada tanaman rumput laut, sedangkan pembiakan secara stek biasanya banyak dilakukan dalam usaha pembudidayaan rumput laut. 1. Reproduksi Seksual Proses reproduksi seksual pada makroalga (termasuk rumput laut) pada umumnya berlangsung secara anisogami dan oogami yang mana keduanya lazim pula disebut heterogami. Pada makroalga termasuk rumput laut, gamet-gametnya dihasilkan oleh organ-organ khusus gametangia yang terdiri atas dua macam yaitu spermatangia (antheridium) yang menghasilkan sperma, dan oogonium yang menghasilkan sel telur (Bold dan Wynne, 1985 dalam Swasta, 2003). Sperma dan sel telur masing-masing memliki bentuk, ukuran, dan motilitas yang berbeda. Sperma umumnya ukurannya lebih kecil, berflagela dan tidak dapat bergerak. Namun demikian, pada alga merah (Rhodophyta), spermanya tidak berflagela dan dapat bergerak secara ameboid dan disebut spermatia. Spermatia dihasilkan didalam gametangia kecil yang disebut spermatangia. Sementara itu, oogonium pada alga merah berbentuk tonjolan yang disebut trichogyne yang merupakan tempat untuk menerima gamet jantan (sperma). Oogonium pada alga merah lazim disebut Carpogonium, (Bold dan Wynne, 1985 dalam Swasta, 2003). Pembentukan gamet jantan (sperma) dan gamet betina (ovum) dalam suatu proses perkawinan memiliki dua pola yaitu: 1) monoecious yaitu bilamana sperma dan ovum berasal dari satu individu Alga-alga yang melakukan melakukan perkawinan secara monoecious biasanya disebut alga homothallus

2) dioecious yaitu bilamana sperma dan ovum masing-masing berasal dari individu yang berbeda, algaalga yang melakukan perkawinan secara dioecious biasanya disebut alga heterothallus. (Bold dan Wynne, 1985 dalam Swasta, 2003) Alga memiliki tiga pola siklus hidup secara seksual, yaitu : 1. Pada pola siklus hidup yang pertama terdapat satu tipe individu yang hidup bebas yang bersifat haploid. Dalam hal ini terjadi pembentukan gamet pada alga yang telah matang. Gamet-gamet ini kemudian akan menyatu membentuk zigot yang bersifat diploid dan dapat mengalami dormansi. Bilamana saatnya tiba (kondisi baik), zigot ini dapat berkecambah, dan pada saat ini intinya mengalami meiosis sehingga menghasilkan zoospora, alpanospora atau juvenile yang seperti dengan alga dewasa dan bersifat haploid. Pola siklus hidup yang pertama ini disebut pula haplobiontik dan dilambangkan dengan symbol H,h dan banyak terjadi pada alga hijau (Chlorophyta) (Bold dan Wynne, 1985 dalam Swasta, 2003). 2. Pada pola sikus hidup yang kedua, satu tipe individu alga yang hidup bebas bersifat diploid. Dalam hal ini meiosis terjadi pada saat pembentukan gamet (gametogenesis) sehingga gamet bersifat haploid, sedangkan individunya bersifat diploid. Pada siklus hidup seperti ini dilambangkan dengan H,d. Individu yang bersifat diploid dapat memperbanyak diri dengan aseksual. Contoh alga yang memiliki pola siklus hidup seperti ini adalah alga hijau yang berbentuk tabung, dan alga batu (Fucales) dari divisi Phaeophyta (Bold dan Wynne, 1985 dalam Swasta, 2003). Berikut disajikan bagan daur hidup reproduksi haplobiontik diploid (H,d). 3. Pada pola siklus hidup yang ketiga terdapat dua tipe individu yang hidup bebas yaitu individu pengahasil gamet (gametofit) yang bersiofat haploid dan individu penghasil spora (sporofit) yang bersifat diploid. Gamet-gamet yang dihasilkan dapat menyatu membentuk zigot yang tidak mengalami masa dormansi. Zigot ini kemudian tumbuh menjadi sporofit yang bersifat diploid. Dalam hal ini, meiosis terjadi pada saat pembentukan spora (sporogenesis), Spora yang dihasilkan bersifat haploid dan kemudian berkembang menjadi gametofit. Baik sporofit maupun gametofit masing-masing dapat memperbanyak dirinya dengan cara aseksual. Pola siklus hidup seperti ini dikenal dengan diplobiontik yang dilambangkan dengan symbol D,h+d, dan banyak terjadi pada alga merah (Rhodophyta). Siklus hidup diplobiontik ini ada dua macam, yaitu isomorphik dan heteromorphik. Dikatakan isomorphik bilamana gametofit dan sporofit memiliki kesamaan bentuk, sedangkan heteromorphik bilamana gametofit dan sporofit masing-masing bentuknya berbeda. Isomorphik dilambangkan dengan symbol Di,h+d, sedangkan heteromorphik dilambangkan dengan (Bold dan Wynne, 1985 dalam Swasta, 2003). Berikt disajikan bagan tipe daur hidup reproduksi seksual diplobiontik. 2. Reproduksi Aseksual Pada alga, reproduksi aseksual berupa pembentukan suatu individu baru melalui perkembangan spora,

pembelahan sel daan fragmentasi. Pembiakan dengan spora berupa pembentukan gametofit dari tertaspora yang dihasilkan dari tetrasporofit. Tipe pembiakan ini umunya terdapat dapa alga merah. Pada alga yang bersel satu, setiap individu mempunyai kemampuan untuk membelah diri dan membetuk individu baru. Pada alga multiseluler seperti Enteromorpha, Polysiphonia, Glacilaria, dan Eucheuma, potongan thallusnya mempunyai kemampuan berkembang meneruskan pertumbuhan (Aslan, 1998). 3. Reproduksi Fragmentasi dengan potongan thallus Dalam usaha budidaya rumput laut, misalnya marga Eucheuma, Glacilaria, umumnya dilakukan dengan penyetekan sebagai bibit untuk dikembangbiakan secara produktif. Dalam hal ini rumpun thalli alga dibuat potongan-potongan dengan ukuran tertentu (30 50 gram) untuk dijadikan bibit. Bibit stek ini ditanam dengan mengikatkannya pada benang-benang nilon diperairan dengan jarak tertentu atau pada rak apung. Pertumbuhannya dapat dilihat dengan bertambah besarnya bibit tersebut. Cepat atau lambatnya pertumbuhan tergantung pada jenis rumput laut dan mutu lingkungan penanaman (Aslan, 1998). 2.1.3 Produk Kimiawi yang Dapat Dihasilkan oleh Rumput Laut Produk kimia yang dihasilkan oleh rumput laut adalah sebagai berikut. 1. Algin Algin merupakan komponen utama dari getah ganggang cokelat (Phaeophyceae). Algin merupakan polimer murni dari asam uronat yang tersusun dalam bentuk rantai linear panjang (Winarmo, 1996). Pada umunya algin terdapat pada semua spesies ganggang yang tergolong dalam kelas Phaeophyceae. Algin dapat diproduksi dari spesies Macrocytis pyrifera, Laminaria sp. dan Sargasum sp. Algin berfungsi sebagai bahan penunjang yang dapat dimanfaatkan oleh industri makanan sebagai makanan dalam kaleng, pembuatan mentega, pembuatan es krim, pembuatan permen, pembuatan saos, dan lain-lain. Algin juga berfungsi sebagai bahan tambahan yang dimanfaatkan dalam industri tekstil, keramik, fotografi, obat pembasmi serangga, bahan pengawet kayu. Dalam industri farmasi, algin dimanfaatkan untuk pembuatan suspensi, emulsi, tablet, kapsul, plester, dan filter. Khasiat senyawa alginat dalam dunia kesehatan adalah pada pembuatan obat antibakteri, antitumor, penurun tekanan darah tinggi, dan mengatasi gangguan kelenjar. Hal itu karena unsur-unsur mineral yang terkandung didalamnya seperti iodium, seng, dan selenium (Winarmo, 1996). 2. Karagenan Karagenan merupakan produk kimia yang dihasilkan oleh rumput laut dari kelas Rhodophyceae (alga merah). Sumber karagenan untuk daerah tropis berasal dari spesies Eucheuma cottoni yang menghasilkan kappa karagenan. Karagenan sangat penting peranannya sebagai stabilitator, bahan pengental, pembentuk gel, pengemulsi dan lain-lain. Sifat ini banyak dimanfaatkan dalam industri makanan, obat-obatan, kosmetik, tekstil, cat, dan pasta gigi. 3. Agar

Agar-agar diproduksi dari rumput laut yang terkolong dalam kelas Rhodophyceae (alga merah). Spesies dari kelas Rhodophyceae yang menghasilkan agar-agar yaitu Gracilaria sp., Hypnea sp., dan Gelidium sp. Fungsi utama agar-agar adalah sebagai bahan pemantap, bahan pembuat emulsi, bahan pengental dan bahan pembuat gel. Selain itu, agar-agar juga banyak dimanfaatkan sebagai media pertumbuhan mikroba. BAB III MATERI DAN METODE 3.1 Alat 1. Transek 1x1 m 2. Tali rafia 100 m 3. Plastik 4. Alat tulis (kertas / buku, pensil, bolpoin, penggaris) 5. Kamera digital 6. Masker dan snorkel 7. Sabak 3.2 Cara Kerja 1. Tarik garis lurus pantai sepanjang 100 m kea rah laut menggunakan tali rafia dari bibir pantai. Letakkan transek berukuran 1x1 m pada 20 m pertama dari pantai, 60 m dan 100 m dari titik pertama. Tiap titik dilakukan 1x transek. A1 A2 A3 A4 A8 A7 A6 A5 A9 A10 A11 A12 A16 A15 A14 A13 2. Catat jenis rumput laut, substrat, dan biota yang berada dalam transek, pengulangan dilakukan 3x tegak lurus dengan garis pantai. 3. Amati jenis biota yang terlihat pada tiap tiap subtransek. 4. Ambil substrat dengan kedalaman 10 cm pada tiap tiap subtransek. 5. Ayak substrat tersebut dengan air untuk mendapatkan biota yang hidup. 6. Hitung jumlah biota pada setiap subtransek. 7. Gambarkan zonasi ekosistem rumput laut. 8. Catat aktivitas manusia yang ada di sekitar ekosistem tersebut. 9. Foto biota yang didapat. 10. Hitung : Indeks Keragaman (H) H = - ( ni / N ) / Ln ( ni / N) Dimana H : indeks keanekaragaman Shannon Weinner

N : jumlah total individu ni : jumlah individu tiap spesies ke i Klasifikasi Indeks Keanekaragaman adalah sebagai berikut : H < 1 : indeks keanekaragaman rendah 1 H 3 : indeks keanekaragaman sedang H > 3 : indeks keanekaragaman tinggi

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Hasil Klasifikasi Kingdom :plantae Divisi :Phaeophyta Kelas :Phaeophyceae Ordo :Dictyoles Family :Dictyotaceae Genus :Padina 5.2 Pembahasan Rumput laut padina sp ditemukan pada substrat karang laut yang berada pada kedalaman kurang lebih 1,5 meter dibawah permukaan laut dan pada jarak kurang lebih 50 meter dari garis pantai.Jenis substansinya adalah cartilageneus.Cartilageneus berupa pasir pasir kasar yang menempel dibagian talusnya. Dari praktilum yang dilakukan kemarin di Teluk Awur kita tidak mendapatkan biota lain.Yang berhasil ditemukan hanya rumput laut jenis Padina sp. Berikut ini ciri-ciri padina sp: Bentuk Thalli seprti kipas Membentuk segment segment lembaran tipis dengan garis berambut radial dan perkapuran terletak pada bagian atas daun Warna coklat kekuning-kuningan atau kadang memutih karena terdapat perkapuran Holdfast berbentuk cakram kecil berserabut Bagian atas lobus agak melebar dengan pinggiran rata. Berikut merupakan klasifikasi dari Padina sp: Kingdom :plantae Divisi :Phaeophyta Kelas :Phaeophyceae Ordo :Dictyoles Family :Dictyotaceae

Genus :Padina Rumput memiliki 3 golongan yaitu: 1. Alga merah Divisi Rhodophyta meliputi algae merah yang dapat dibedakan dengan algae eukariotik lain menurut kombinasi dari karakteristiknya. Dalam reproduksinya algae merah tidak memiliki stadia gamet berbulu cambuk. Reproduksi seksualnya melibatkan sel betina yang disebut karpogonia dan gamet jantan yang disebut spermatia. Alat pelekat (holdfast) terdiri dari perakaran sel tunggal atau sel banyak, Algae dari divisi ini memiliki pigmen fikobilin yang terdiri dari fikoeretrin (berwarna merah) dan fikosianin (berwarna biru), bersifat adaptasi kromatik, yaitu memiliki penyesuaian antara proporsi pigmen dengan berbagai kualitas pencahayaan dan dapat menimbulkan berbagai warna pada thalli seperti: merah tua,merah muda,pirang,coklat,kuning dan hijau.Dalam dinding selnya algae ini terdapat selulosa, agar,carrageenan,porpiran dan selaran. Alga merah memiliki ciri ciri sabagai berikut: Thallus silindris Permukaan licin Warna coklat tua Memiliki duri-duri yang tumbuh melingkari thallus Ujung percabangan meruncing. Contoh : Eucheuma cottonii. 2. Alga Hijau Alga ini berwarna hijau, Chlorophyceae merupakan kelompok alga yang berwarna hijau rumput. Selselnya mengandung satu sampai beberapa buah kloroplas.Pigmen fotosintetik yang terdapat di dalam plastida terdiri dari klorofol a dan b yan jumlahnya sangat banyak sehingga menutupi pigmen lainnya yaitu karoten dan xantofil sehingga algae ini berwarna hijau.Perkembangbiakan seksual sebagai berikut isi dari suatu sel biasa tumbuhan yang pipih dan berlapis dua membentuk sel kelamin yang disebut gamet berbulu getar dua.Setelah gamet lepas ke air mereka bersatu berpasangan dan melalui pembelahan sel berkembang menjadi tumbuhan baru yang dikenal dengan sporofit,tetapi biasanya melalui fase benang dulu,perkembangbiakan dapat juga secara aseksual. Setiap sel biasa dari tumbuhan zoospore berbulu getar empat.Zoospora ini setelah dilepas tumbuh langsung menjadi gametofit yakni tumbuh-tumbuhan yang menghasilkan gamet.Perkembangbiakan aseksual dapat pula terjadi dengan fragmentasi yang membentuk tumbuhan tak melekat. Alga hijau memiliki ciri ciri sabagai berikut: Thallus membentuk stolon merambat dengan mempunyai akar penancap ke substrat dan ramuli timbul pada stolon antara perakaran Berbentuk menyirip tertaur rapat dan tipis dengan ujung ramuli mendua arah Warna hijau muda-hijau tua. Contoh : Halimeda sp,Caulerpa sertularioides

3. Alga coklat Warna alga ini umumnya coklat. Mempunyai pigmen klorifil a dan c, beta karoten,violasantin,dan fukosantin.Alga coklat ini hampir semuanya merupakan tumbuhan laut dan hanya sedikit yang hidup di air tawar yang diantaranya berukuran sangat besar.Alga coklat berupa tumbuh-tumbuhan bercabang berbentuk benang kecil yang halus (Ectocarpus),bertangkai pendek dan berthallus lebar (Copstaria,Alaria,dan Laminaria,bebeapa diantaranya mempunyai lebar 2 m ),bentuknya bercabang banyak (Fucus,Agregia) dan dari Pasifik terdapatalga berukuran rakasadengan tangkai yang panjang dan daunnya seperti kulit yang panjang (Nereocystis,Pelagophycus,Macrocystis),berbentuk rantai seperti sosis yang kopong dan kasar,dan panjangnya 30 cm. Alga coklat memiliki ciri ciri sabagai berikut: Bentuk Thalli seprti kipas Membentuk segment segment lembaran tipis dengan garis berambut radial dan perkapuran terletak pada bagian atas daun Warna coklat kekuning-kuningan atau kadang memutih karena terdapat perkapuran Holdfast berbentuk cakram kecil berserabut Bagian atas lobus agak melebar dengan pinggiran rata. Contoh : Padina australis,Sargassum sp

DAFTAR PUSTAKA Aslan, L.M 1991. Seri Budi Daya Rumput Laut. Kanisius.Yogyakarta Bold, H.C. dan Wynne, M.J. (1985), Introduction to the Algae, Second Edition, Prentice-Hall Mc. Engelwood Cliffs New York. Duddington, C. L. 1971. Beginners Guide to Seaweed. Pelham Book Ltd. London Jana-Anggadiredjo, 2006. Rumput Laut. Penebar Swadaya, Jakarta. Nontji, Anugrah. 1993. Laut Nusantara. Jakarta Djambatan. Romimohtarto, K. dan Sri Juwana. 1999. Biologi Laut Ilmu Pengetahuan Tentang Biota Laut. Pusat Pengembangan Oseanologi LIPI. Jakarta Soegiarto. A., Sulistijo, W.S. Atmadja, H. Mubarak 1978. Rumput Laut (algae) Manfaat, Potensi dan Usaha Budidayannya. LON - LIPI Jakarta Winarno, F., G., 1996, Teknologi Pengolahan Rumput Laut, Pustaka Sinar Harapan, Jakarta. di 01:12 Kirimkan Ini lewat EmailBlogThis!Berbagi ke TwitterBerbagi ke Facebook Reaksi:

0 komentar: Poskan Komentar Posting Lebih Baru Posting Lama Beranda Langgan: Poskan Komentar (Atom)

Cari Blog Ini

Entri Populer

Morfologi Dasar Laut Sebagai akibat dari pergerakan lempeng - lempeng di bumi, terbentuklah relief. Tidak hanya di daratan yang memiliki relief namun juga di lau...

Mengenai Saya
seazee_witheart Lihat profil lengkapku

Pengikut Arsip Blog

2011 (15) o Agustus (2) o Juni (9) LAPORAN ZOOPLANKTON Rumput Laut Mangrove Lamun Ekosistem Terumbu Pantai Berpasir Ekstraksi Karaginan Uji Lemak / Minyak o Mei (4) seazee_witheart@yahoo.co.id. Diberdayakan oleh Blogger.

Microsoft Macworld - Google, Microsoft and Apple letters aim to keep regulators at bay powered by

Anda mungkin juga menyukai