Anda di halaman 1dari 40

BAB I

PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Indonesia mempunyai perairan laut yang lebih luas dari pada
daratan, oleh karena itu Indonesia di kenal sebagai negara maritim.
Perairan laut Indonesia kaya akan berbagai biota laut baik flora
maupun fauna. Demikian luas serta keragaman jasad jasad hidup
di dalam yang kesemuanya membentuk dinamika kehidupan di laut
yang saling berkesinambungan.
Pada tahun belakangan ini, perhatian terhadap biota laut
semakin meningkat dengan munculnya kesadaran dan minat setiap
lapisan masyarakat akan pentingnya lautan. Menurut Bengen
(2001) laut sebagai penyedia sumber daya alam yang produktif baik
sebagai sumber pangan, tambang mineral, dan energi, media
komunikasi maupun kawasan rekreasi atau pariwisata. Karena itu
wilayah pesisir dan lautan merupakan tumpuan harapan manusia
dalam pemenuhan kebutuhan di masa datang.
Salah satu biota laut ini adalah rumput laut. Rumput laut
(seaweed) secara biologi termasuk salah satu anggota alga yang

merupakan tumbuhan berklorofil. Rumput laut terdiri dari satu atau


banyak sel, berbentuk koloni, hidupnya bersifat bentik di daerah
perairan yang dangkal, berpasir, berlumpur atau berpasir dan
berlumpur, daerah pasut, jernih dan biasanya menempel pada
karang mati, potongan kerang dan subtrat yang keras lainnya.
Rumput laut bagi masyarakat yang tinggal di sekitar pantai
bukanlah barang yang baru lagi. Mereka telah mengenal dan
memanfaatkan dalam kehidupan sehari-hari, baik sebagai bahan
obat tradisional dan bahan makanan. Dengan demikian berarti
rumput laut mempunyai suatu bahan yang dapat dimanfaatkan
orang untuk kesehatannya.
Beberapa waktu yang lalu,rumput laut hanya dimanfaatkan
sebagai bahan makanan manusia. Seiring berkembangnya zaman
ilmu pengetahuan dan teknologi, pemanfaatan rumput laut telah
meluas ke berbagai bidang seperti pertanian, peternakan, farmasi,
hingga industri.
Sebagai bahan baku, industri berperan cukup penting dalam
proses pengolahan rumput laut menuju produk yang diinginkan oleh
konsumen. Sehingga dalam hal ini, kualitas bahan yang dihasilkan
merupakan

aspek

penting.

Untuk

itu,

diperlukan

beberapa

parameter untuk mengukur seberapa baik kualitas rumput laut

sebagai bahan baku ke berbagai bidang. Salah satu parameter


penting yang harus di ukur yaitu adalah neraca massa.
Neraca massa adalah cabang keilmuan yang mempelajari
kesetimbangan massa dalam sebuah sistem.

Neraca massa

merupakan perhitungan semua bahan yang ada dalam proses.


Ada kalanya

bahan yang digunakan dalam proses berubah

bentuk secara fisik namun tidak berubah jumlah massanya.


Dalam industri menghitung proses yang terjadi pada saat
pengolahan bahan baku menjadi produk akhir. Dalam industri
pengolahan

rumput

laut,

neraca

massa

digunakan

untuk

mengukur massa rumput laut setelah melalui proses apakah


memenuhi standar yang telah ditentukan.

B. RUMUSAN MASALAH
Berdasarkan latar belakang, permasalahan dalam tugas
akhir ini adalah:
a.

Bagaimana proses pembubukan ATC chips menjadi SRC powder.

b.

Berapa laju alir massa (kg/jam) SRC yang tidak lolos proses shifter.

C. TUJUAN PENELITIAN
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui:

a.

Menjelaskan proses pembubukan ATC chips menjadi SRC powder.

b.

Menghitung laju alir massa (kg/jam) yang tidak lolos proses shifter.

D. KEGUNAAN PENELITIAN
Berdasarkan penelitian ini, maka akan menjadi informasi
tentang proses pembubukan ATC chips menjadi SRC powder dan
berapa banyak laju alir massa SRC untuk kg/jam nya yang dapat
digunakan bagi analis atau Quality Control dalam Industri rumput
laut.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. RUMPUT LAUT
Dilihat dari bentuk tumbuhnya, Rumput laut ( sea weed ) atau alga tidak
memperlihatkan adanya perbedaan antara akar, batang dan daun. Secara keseluruhan,
tanaman ini mempunyai morfologi yang mirip walaupun sebenarnya berbeda.
Bentuk-bentuk tersebut sebenarnya hanya thalus belaka. Bentuk thalus rumput laut
ada bermacam-macam, antara lain bulat seperti tabung, pipih, gepeng, bulat seperti
kantong dan rambut dan sebagainya. Thali ini ada yang tersusun uniseluler ( satu sel )
atau multi seluler (banyak sel). Percabangan thalus ada yang dichotomous (bercabang
dua terus menerus), Pectinat (berderet searah pada salah satu thalus utama), pinnate
(bercabang dua-dua pada sepanjang thalus utama secara berselang-seling), ferticillat
(cabangnya berpusat melingkari aksis / sumbu utama) dan ada juga yang sederhana,
tidak bercabang.sifat substansi thali juga beraneka ragam, ada yang lunak seperti
gelatin (gelatinous), keras diliputi atau mengandung zat kapur (calcareous), lunak
seperti tulang rawan (cartilaginous), berserabut (spongeous) dan sebagainya. Struktur
anatomi thali untuk tiap jenis alga berbeda-beda, misalnya pada famili yang sama
antara Eucheuma spinosun dengan Eucheuma cottoni, potongan thalus yang
melintang mempunyai susunan sel yang berbeda. Perbedaan-perbedaan ini membantu
dalam pengenalan berbagai jenis alga baik dalam mengidentifikasi jenis, genus,
maupun famili (Soedarto, 1990).
Pada hakikatnya alga tidak mempunyai akar,batang dan daun yang
mempunyai fungsi seperti pada tumbuhan darat. Seluruh tubuh alga hanyalah terdiri
dari thallus hanya saja beranekaragam untuk berbagai species. Substansinyapun
beranekaragam ada yang lunak,keras mengandung kapur dan berserabut. Alga yang

berkapur (calcareous) misalnya : Halimeda sp. Yang banyak ditemukan di terumbu


karang (Nontji, 1993).
Sebagian besar alga laut berwarna indah dan ada yang bercahaya.
Berdasarkan warna yang dimiliki masing-masing alga, tumbuhan berthalus ini dibagi
menjadi beberapa kelas, yaitu :
1.

Alga merah (Rhodophyceae)


Warna alga merah ini sangat mencolok dan bercahaya. Alga ini merupakan

benda-benda makroskopik yang indah dari jenis-jenis yang kecil sekali ukurannya.
Memiliki pigmen fikobilin, yang terdiri dari fikoeritrin (berwarna merah) dan
fikosianin (berwarna biru). Alga ini bersifat adaptasi kromatik, yaitu mempunyai
penyesuaian antara proporsi pigmen dengan berbagai kualitas pencahayaan dan dapat
menimbulkan berbagai warna pada thali seperti : merah tua, merah muda, pirang,
coklat, kuning dan hijau. Pigmen dari kromatofor terdiri dari klorofil biasa bersamasama dengan xantofil, karoten, dan sebagai tambahan fikoritrin dan fikosianin. Alga
merah biasanya berukuran kecil dan bentuknya lebih beraneka ragam serta jumlahnya
lebih banyak. Semua sel ganda yang paling sederhana adalah bentuk benang
bercabang seperti Polysiphonia, yang bersama-sama dengan jenis alga yang lain
dinamakan sebagai lumut laut. Alga merah yang memiliki ukuran yang paling
panjang adalah kurang lebih 1-2 m (Nybakken, 1992).
Alga ini memiliki persediaan makanan berupa kanji (Floridean starch).
Dalam dinding selnya terdapat selulosa, agar, carragenan, porpiran dan furselaran.
Contoh : Gracillaria, Gellidium, Eucheuma, Hypnea, Gigartina, dan Porpiran
(Nybakken, 1992).
Dalam reproduksinya tidak mempunyai stadia gamet berbulu cambuk.
Reproduksi seksual dengan karpogonia dan spermatia. Pertumbuhannya bersifat
uniaksial (satu sel di ujung thalus) dan multiaksial (banyak sel di ujung thalus). Alat
perekat (holdfast) terdiri dari perakaran sel tunggal atau sel banyak (Nybakken,
1992).

Contoh dari alga merah yaitu :


Eucheuma sp
Menurut Aslan (1991) ciri-ciri umumnya sebagai berikut :
a. Thalli (kerngaka tubuh tanaman ) bulat silindris atau gepeng.
b. Berwarna merah, merah coklat, hijau kuning, dan sebagainya.
c. Bercabang selang-seling tidak teratur, di atau tricotomus.
d. Memiliki benjolan (blunt nodule) dan duri-duri atau spines.
e. Substansi thalli gelatinous dan atau kartilagenous (lunak seperti tulang
rawan).
2.

Alga coklat (Phaeophyceae)


Warna alga ini umumnya coklat. Mempunyai pigmen klorifil a dan c, beta

karoten, violasantin, dan fukosantin. Alga coklat ini hampir semuanya merupakan
tumbuhan laut dan hanya sedikit yang hidup di air tawar yang diantaranya berukuran
sangat besar. Alga coklat berupa tumbuh-tumbuhan bercabang berbentuk benang kecil
yang halus (Ectocarpus), bertangkai pendek dan berthallus lebar (Copstaria, Alaria,
dan Laminaria, bebeapa diantaranya mempunyai lebar 2 m ), bentuknya bercabang
banyak (Fucus, Agregia) dan dari Pasifik terdapatalga berukuran rakasadengan
tangkai yang panjang dan daunnya seperti kulit yang panjang (Nereocystis,
Pelagophycus, Macrocystis), berbentuk rantai seperti sosis yang kopong dan kasar,
dan panjangnya 30 cm atau lebih (Nybakken, 1992).
Contoh dari alga coklat adalah :
Sargassum sp
Ciri-ciri umum dari genus ini menurut Bold dan Wynne (1991) sebagai
berikut :
a. Bentuk thallus umumnya silindris atau gepeng.
b. Cabangnya rimbun menyerupai pohon di darat.
7

c. Bentuk daun melebar, lonjong atau seperti pedang.


d. Mempunyai gelembung udara (bladder) yang umumnya soliter.
e. Warna thallus umumnya coklat.
Klasifikasi Sargassum sp menurut Bold dan Wynne (1985) :

3.

Kingdom :

Plantae

Divisio

Phaeophyta

Class

Phaeophyceae

Ordo

Fucales

Family

Sargassaceae

Genus

Sargassum

Species

Sargassum sp

Alga hijau (Chlorophyceae)


Alga hijau ( Chlorophyceae ) merupakan kelompok alga yang berwarna hijau

rumput. Sel-selnya mengandung satu sampai beberapa buah kloroplas. Pigmen


fotosintetik yang terdapat di dalam plastida terdiri dari klorofol a dan b yan
jumlahnya sangat banyak sehingga menutupi pigmen lainnya yaitu karoten dan
xantofil sehingga algae ini berwarna hijau. Contoh : Caulerpa sp. Codium sp,
Halimeda sp (Nybakken, 1992).
Algae kelas ini juga mempunyai bentuk yang sangat beragam, tetapi bentuk
umum yang dijumpai adalah bentuk filamen (seperti benang) dengan septa (sekat)
atau tanpa sekat, dan berbentuk lembaran (Romimohtarto, 2001).
Perkembangbiakan seksual sebagai berikut isi dari suatu sel biasa tumbuhan
yang pipih dan berlapis dua membentuk sel kelamin yang disebut gamet berbulu getar
dua. Setelah gamet lepas ke air mereka bersatu berpasangan dan melalui pembelahan

sel berkembang menjadi tumbuhan baru yang dikenal dengan sporofit,tetapi biasanya
melalui fase benang dulu (Romimohtarto, 2001).
Perkembangbiakan dapat juga secara aseksual. Setiap sel biasa dari
tumbuhan zoospore berbulu getar empat. Zoospora ini setelah dilepas tumbuh
langsung menjadi gametofit yakni tumbuh-tumbuhan yang menghasilkan gamet.
Perkembangbiakan aseksual dapat pula terjadi dengan fragmentasi yang membentuk
tumbuhan tak melekat (Romimohtarto, 2001).
Sebaran alga hijau terdapat terutama di mintakat litoral bagian atas,
khususnya di belahan bawah dari mintakat pasut,dan tepat di daerah bawah pasut
sampai kejelukan 10 meter atau lebih, jadi di habitat yang mendapat penyinaran
matahari bagus. Alga dari kelas ini terdapat berlimpah di perairan hangat (tropik). Di
laut kutub Utara, alga hijau ini lebih jarang ditemukan dan bentuknya kerdil
(Romimohtarto, 2001).
Contoh dari alga hijau adalah :
Halimeda sp
Genus ini mudah dikenali dari pola datar yang jelas, bagian atas berkulit
kapur yang diselingi dengan ruas-ruas non calcareous yang fleksibel. Thallus dari
Halimeda biasanya terikatdisubstrat berpasir secara massive, dengan holdfast yang
berserabut. Permukaan terluar yang datar dari utricle memperlihatkan sebuah
konfigurasi polygonal dari permukaan Thallus. Agaronite crystal telah ada untuk
dikembangkan pada permukaan dinding dalam interutriculer, selama sekirar 36 jam.
Akhirnya daerah tersebut menjadi terisi oleh sekumpulan aragonite crystal yang
tersusun secara acak (Bold dan Wynne, 1985).

Kasifikasi Halimeda sp menurut Bold dan Wynne (1985) sebagai


berikut :
Kingdom :

Plantae

Divisio

Chlorophyta

Class

Chlorophyceae

Ordo

Caulerpales

Family

Udoteaceae

Genus

Halimeda

Species

Halimeda sp

Sisa kapur yang terakumulasi dari Halilmeda menetap secara khusus untuk
membantu pertumbuhan bertahap pada terumbu karang. Bukti dari pendapat ini
datang dari studi penggalian dasr dari karang atoll Funafuti, yang memperlihatkan
bahwa 20 m pertama dari sedimen terdiri dari 80-95% segmen-segmen Halimeda
yang dikenali (Bold dan Wynne,1985).
Halimeda menghasilkan kerak kapur, karenanya dapat memberi sumbangan
yang sangat berarti di daerah tropik. Sendi-sendi dari jenis Halimeda ini tidak
berkapur, karenanya lentur dan alga ini dapat bergerak-gerak dalam air jika air
bergerak (Romimohtarto, 2001).
Untuk penggunaannya di industri, rumput laut yang cenderung lebih banyak
digunakan adalah jenis algae merah. Karena dalam penanamannya lebih mudah dan
dalam pertumbuhannya lebih cepat serta tidak bermusim (Romimohtarto, 2001).
B. NERACA MASSA
Neraca massa adalah cabang keilmuan yang mempelajari
kesetimbangan massa dalam sebuah sistem. Dalam neraca massa,
sistem adalah sesuatu yang diamati atau dikaji. Neraca massa
10

adalah

konsekuensi

logis

dari

Hukum

Kekekalan

Massa yang

menyebutkan bahwa di alam ini jumlah total massa adalah kekal;


tidak

dapat

dimusnahkan

ataupun

diciptakan.

Contoh

dari

pemanfaatan neraca massa adalah untuk merancang reaktor kimia,


menganalisa berbagai alternatif proses produksi bahan kimia, dan
untuk memodelkan pendispersian polusi (Susanto H., 2005).
Menurut Susanto.,H (2005) dalam diktatnya bahwa massa
yang masuk ke dalam suatu sistem harus keluar meninggalkan
sistem tersebut atau terakumulasi di dalam sistem. Konsekuensi
logis hukum kekekalan massa ini memberikan persamaan dasar
neraca massa :
A=B+C
Dimana :
A = massa masuk
B = massa keluar
C = akumulasi massa
Menurut Susanto.,H (2005) dalam diktatnya bahwa [massa
masuk] merupakan massa yang masuk ke dalam sistem, [massa
keluar] merupakan massa yang keluar dari sistem, dan [akumulasi
massa] merupakan akumulasi massa dalam sistem. Akumulasi
massa dapat bernilai negatif atau positif. Pada umumnya, neraca
11

massa dibangun dengan memperhitungkan total massa yang


melalui suatu sistem. Pada perhitungan teknik kimia, neraca massa
juga dibangun dengan memperhitungkan total massa komponenkomponen senyawa kimia yang melalui sistem (contoh: air) atau
total massa suatu elemen (contoh: karbon).
Bila dalam sistem yang dilalui terjadi reaksi kimia, maka ke
dalam persamaan neraca massa ditambahkan variabel [produksi]
sehingga persamaan neraca massa menjadi:
[massa masuk] + [produksi] = [massa keluar] + [akumulasi
massa]

Dimana :
A = massa masuk
B = produksi
C = massa keluar
D = akumulasi massa
Variabel

[produksi]

pada

persamaan

neraca

massa

termodifikasi merupakan laju reaksi kimia. Laju reaksi kimia dapat


berupa laju reaksi pembentukan ataupun laju reaksi pengurangan.
Oleh karena itu, variabel [produksi] dapat bernilai positif atau

12

negatif. neraca adalah alat pengukur massa pad asuatu benda,dan


neraca memiliki beberapa jenis (Susanto H., 2005).
Neraca massa dapat berjenis integral atau diferensial. Suatu
neraca massa integral menggunakan pendekatan kotak hitam dan
berfokus pada karakteristik menyeluruh dari sistem. Sementara itu,
neraca massa diferensial berfokus pada detail yang terjadi dalam
sistem (yang juga memengaruhi karakteristik menyeluruh). Untuk
membuat suatu neraca massa integral, pada awalnya harus
diidentifikasi batasan sistem, bagaimana sistem terhubung dengan
lingkungan

dan

bagaimana

lingkungan

memengaruhi

sistem

(Susanto H., 2005).


Pada beberapa sistem, batasan sistem dengan mudah dapat
diidentifikasi. Contohnya adalah suatu tangki reaktor dengan
dinding tangki sebagai batas sistem. Pada tangki reaktor ini,
lingkungan memengaruhi sistem melalui saluran masuk tangki dan
saluran keluar tangki. Untuk kasus seperti studi tanah perhutanan,
penetapan vegetasi sebagai

eksternal

atau

internal

sistem

(pendefinisian batasan sistem) sangat tergantung dari fokus dan


tujuan studi yang dilakukan. Untuk membuat suatu neraca massa
diferensial, pada awalnya perlu diidentifikasi detail yang ada dalam

13

sistem. Reaksi yang terjadi dalam sistem dan senyawa kimia apa
saja yang terlibat di dalamnya perlu dengan jelas diketahui
(Susanto H., 2005).

C. SIFAT BUTIRAN
1. Karakteristik Zat Padat
Karakteristik partikel zat padat dalam hal ini partikel zat padat
secara

individu

dikarakterisasikan

dengan

ukuran,bentuk,dan

densitasnya. Partikel zat padat homogen mempunyai densitas yang


sama dengan bahan bongkahan. Partikel-partikel yang didapatkan
dengan memecahkan zat padat campuran,misalnya bijih yang
mengandung

logam,mempunyai

berbagai

densitas,biasanya

mempunyai densitas yang berbeda dari bahan lindaknya. Untuk


ukuran yang bentuknya beraturan,misalnya yang berbentuk bola
dan kubus,ukuran dan bentuknya dapat dinyatakan dengan mudah.
Tetapi,partikel yang bentuknya tak-beraturan(seperti butir-butir
pasir

dan

serpih

mika),istilah

ukuran(size)dan

14

bentuk(shape) tidak begitu jelas dan harus didefenisikan secara


acak (McCabe, Warren L & Smith, 1999).
Pada umumnya, diameter dapat ditentukan untuk setiap
partikel

yang

ekidimensional.

Partikel

yang

tidak

ekidimentional,yaitu yang lebih panjang pada satu arah ketimbang


arah yang lain,partikel itu dikarakterisasikan dengan dimensi utama
yang kedua terpanjang. Selain itu,ada yang dikatakan sebagai
ukuran partikel rata-rata. Ukuran partikel rata-rata untuk campuran
partikel didefinisikan menurut berbagai cara. Yang paling lazim
dipakai adalah diameter pukul-rata volume-permukaan

(McCabe,

Warren L & Smith, 1999).


Untuk penentuan partikel yang sangat halus,dapat ditentukan
dengan

berbagai

metode,antara

lain

dengan

sedimentasi

diferensial,pengukuran porositas pada hamparan enapan,absorpsi


cahaya

di

dalam

suspensi,adsorpsi

gas

pada

permukaan

partikel,dan dengan mencacah secara visual di bawah mikroskop.


Dalam salah satu peranti pengukur,yaitu yang dinamakan pencacah
coulter,suspensi encer partikel di buat di dalam zat cair pembawa
yang bersifat penghantar listrik. Suspensi itu dilewatkan secara
perlahan melalui orifis yang sangat halus. Didalam zat cair melintas

15

orifis itu diberikan penurunan tegangan. Partikel-partikel yang lewat


melalui orifis itu menyebabkan konduktivitas listrik berkurang
sejenak sehingga arus listrik terganggu. Besarnya gangguan itu
sebanding

dengan

volume

partikel,dan

juga,untuk

sebagian,sebanding dengan bentuk partikel dan distribusinya dapat


dihitung secara otomatis (McCabe, Warren L & Smith, 1999).

2. Sifat-sifat massa butiran


Sifat-sifat massa partikel zat padat mempunyai banyak
kesamaan dengan zat cair,lebih-lebih bila partikel itu kering dan
tidak lengket. Massa partikel itu memberikan tekanan ke sisi dan ke
dinding bejana;dan zat padat itu dapat mengalir melalui lubang
atau turun ke dalam cerocok (chute). Namun,dalam beberapa
hal,massa partikel itu sangat berbeda dari zat cair dan gas,karena
partikel-partikelna saling mengait akibat tekanan,sehingga tidak
dapat menggelincir terhadap satu sama lain,kecuali jika gaya yang
diperlukan untuk itu telah mencapai nilai tertentu yang cukup besar.
Berbeda dengan kebanyakan fluida,zat padat bijian dan massa zat

16

padat,jika mengalami gaya distorsi yang tidak terlalu besar,akan


menahan

distorsi

secara

permanen.

Bila

gaya

itu

cukupbesar,barulah terjadi kegagalan,dan satu lapisan partikel akan


menggelincir

terhadap

lapisan

yang

lain.

Namun,dalam

hal

itu,terdapat gesekan yang cukup besar antara satu lapisan dengan


lapisan lainnya (McCabe, Warren L & Smith, 1999).
Masa zat padat mempunyai sifat-sifat khusus sebagai berikut:
a. Tekanannya

tidak

sama

ke

segala

arah.

Pada

umumnya,tekanan yang diberikan pada satu arah akan


membangkitkan tekanan ke arah-arah lain,namun lebih kecil
dari tekanan yang diberikan. Nilainya adalah minimum pada
arah yang tegak lurus terhadap tekanan yang diberikan.
Nilainya adalah minimum pada arah yang tegak lurus
terhadap yangtekanan yang diberikan.
b. Tegangan geser yang diperlukan pada permukaan suatu
massa ditransmisikan diseluruh massa partikel itu kecuali bila
telah terjadi kegagalan.
c. Densitas massa bisa bermacam-macam, bergantung pada
tingkat pemampatan butir-butir yang bersangkutan.

17

Bergantung pada sifat-sifat alirannya,zat padat butiran dibagi


atas dua kelompok,yaitu yang kofesif, dan nonkofesif. Bahan yang
nonkofesif seperti biji-bijian, pasir dan suban (chip) plastik, dapat
mengalir dengan mudah dari bin atau silo. Zat padat yang kohesif,
seperti lempung basah, mempunyai ciri sulit mengalir melalui
bukaan (McCabe, Warren L & Smith, 1999).
D. AYAKAN
1. Pengayakan
Pengayakan adalah sebuah cara pengelompokan butiran,
yang akan dipisahkan menjadi satu atau beberapa kelompok.
Dengan demikian dapat dipisahkan anatara partikel lolos ayakan
(butiran halus) dan yang tertinggal di ayakan ( butiran kasar).
Ukuran

butiran

tertentu

yang

masihdapat

melintasi

ayakan

dinyatakan sebagai butiran batas (McCabe, Warren L & Smith,


1999).
Pengayakan merupakan pemisahan berbagai campuran
partikel padatan yang mempunyaI berbagai ukuran bahan dengan
menggunakan ayakan. Proses pengayakan juga digunakan sebagai
alat pembersih, pemisah kontaminan yang ukurannya berbeda
dengan

bahan

baku.

Pengayakan

memudahkan

kita

untuk

18

mendapatkan serbuk dengan ukuran yang seragam. Dengan


demikian pengayakan dapat didefinisikan sebagai suatu metoda
pemisahan berbagai campuran partikel padat sehingga didapat
ukuran partikel yang seragam serta terbebas dari kontaminan yang
memiliki

ukuran

yang

berbeda

dengan

menggunakan

alat

pengayakan (McCabe, Warren L & Smith, 1999).


Pengayakan

dengan

berbagai

rancangan

telah

banyak

digunakan dan dikembangkan secara luas pada proses pemisahan


bahan-bahan

pangan

berdasarkan

ukuran.

Pengayakan

yaitu

pemisahan bahan berdasarkan ukuran mesin atau lubang ayakan.


Bahan yang mempunyai ukuran lebih kecil dari diameter lubang
akan lolos dan bahan yang mempunyai ukuran lebih besar akan
terjerap pada permukaan lubang ayakan. Bahan-bahan yang lolos
melewati lubang ayakan mempunyai ukuran yang seragam dan
bahan yang terjerap dikembalikan untuk dilakukan penggilingan
ulang (McCabe, Warren L & Smith, 1999).

19

2. Teknik Pengayakan
Pengayakan merupakan suatu metode yang digunakan untuk
mendapatkan ukuran partikel yang diinginkan. Metode ini memiliki
dua teknik yang dapat diaplikasikan, yaitu teknik pengayakan
manual dan teknik pengayakan mekanik. Berikut adalah penjelasan
mengenai teknik pengayakan manual dan teknik pengayakan
mekanik (McCabe, Warren L & Smith, 1999).
Pada pengayakan manual, bahan dipaksa melewati lubang
ayakan, umumnya dengan bantuan sebilah kayu atau sebilah bahan
sintetis atau dengan sikat. Beberapa farmakope memuat spesifikasi
ayakan

denagn

lebar

lubang

tertentu.

Sekelompok

partikel

dikatakan memiliki tingkat kehalusan tertentu jika seluruh partikel


dapat melintasi lebar lubang yang sesuai (tanpa sisa di ayakan).
Dengan demikian ada batasan maksimal ukuran partikel (McCabe,
Warren L & Smith, 1999).
Pengayakan mekanik

adalah proses pemisahan secara

mekanik berdasarkan perbedaan ukuran partikel. Pengayakan


(screening) dipakai dalam skala industri, sedangkan penyaringan
(sieving) dipakai untuk skala laboratorium.

20

Produk dari proses pengayakan/penyaringan ada 2 (dua), yaitu :


a. Ukuran lebih besar daripada ukuran lubang-lubang ayakan
(oversize).
b. Ukuran yang lebih kecil daripada ukuran lubang-lubang
ayakan (undersize)
Menurut McCabe, Warren L & Smith (1999) dalam bukunya
bahwa dalam proses industri, biasanya digunakan material yang
berukuran tertentu dan seragam. Untuk memperoleh ukuran
yang seragam, maka perlu dilakukan pengayakan. Pada proses
pengayakan zat padat itu dijatuhkan atau dilemparkan ke
permukaan pengayak. Partikel yang di bawah ukuran atau yang
kecil (undersize), atau halusan (fines), lulus melewati bukaan
ayak, sedang yang di atas ukuran atau yang besar (oversize),
atau buntut (tails) tidak lulus. Pengayakan lebih lazim dalam
keadaan kering.
Pengayakan

secara

mekanik

(pengayakan

getaran,

guncangan, atau kocokan) dilakukan dengan bantuan mesin, yang


umumnya mempunyai satu set ayakan dengan ukuran lebar lubang
standar yang berlainan (McCabe, Warren L & Smith, 1999).

21

Suatu ayakan terdiri dari bingkai ayakan dan jaringan ayakan


dalam hal ini dikenal dengan istilah mesh. Mesh adalah jumlah
lubang per inchi kuadrat. Biasanya jaringan tersebut dilengkapi
dengan peralatan lain sesuai dengan jenis ayakan, misalnya pada
ayakan

goyang

bingkai

ayakan

dihubungkan

dengan batang

penggerak ke roda gerak. Alat pengayak mekanik yang biasa


digunakan

di

dalam

industri

yaitu

vibrating

sceener/shifter

(McCabe, Warren L & Smith, 1999).


Vibrating screener/shifter merupakan alat yang digunakan
untuk memisahkan padatan dengan cairan dengan menggunakan
peralatan penyaringan berlapis serta adanya nilai mesh saringan
yang berbeda-beda. Peralatan ini memanfaatkan getaran dan
tambahan air yang memudahkan bahan yang hendak dipisahkan
bisa

lewat

saringan.

Getaran

yang

dihasilkan,

selain

untuk

meratakan permukaan bahan yang akan disaring juga berfungsi


untuk mengarahkan bahan yang tidak tersaring, dalam hal ini
ampas, untuk masuk ke saluran keluar, sedangkan untuk larutan
yang telah terpisahkan akan keluar melalui saluran yang berada di
bawah

saringan/filter.

Ciri-ciri

dari

Vibrating

screener/shifter

diantaranya, yaitu :

22

a. Memiliki kapasitas penyaringan yang tinggi


b. Mudah dalam pemeliharaan dan desain yang tersusun rapi dan
rapat
c. Luas daerah getaran (fibrasi) dapat mudah berubah dari
keseimbangan berat
d. Tahan lama
e. Dapat digunakan dalam ukuran dan kapasitas yang berbedabeda
McCabe, Warren L & Smith (1999) dalam bukunya bahwa
Vibrating screener/shifter bisa diartikan sebagai alat pemisahan
mekanis dengan pola pengayakan dan penyaringan yang ukuran
bahan disesuaikan dengan kain (screen) yang digunakan kain
(screen) berlaku sebagai saringan, saringan yang digunakan pada
alat ini dapat dibuat tersusun bertingkat atau hanya terdiri atas
satu saringan. Saringan yang digunakan memiliki nilai mess yang
menyatakan jumlah lubang per 1 mm2. Saringan yang digunakan
pada alat Vibrating screener/shifter umunya memiliki nilai mess 100
sampai 200. Saringan bertingkat dengan nilai mess sama akan
memperbaiki kualitas dan keseragaman hasil, sedangkan saringan
23

bertingkat dengan nilai mess berbeda akan menghasilkan beberapa


produk dengan keseragaman berbeda.
Bahan yang diayak bergerak-gerak diatas ayakan,
berdesakan melalui lubang kemudian terbagi menjadi fraksi-fraksi
yang berbeda. Hal ini dapat terjadi sebagai akibat dari perubahan
posisi permukaan ayakan atau melalui pergeseran bahan yang
diayak.

Beberapa

mesin

pengayak

bekerja

dengan

gerakan

melingkar atau elipsoid terhadap permukaan ayakan. Pada jenis


ayakan statis, bahan yang diayak dipaksa melalui lubang dengan
menggunakan bantuan udara kencang atau air deras (McCabe,
Warren L & Smith, 1999).

3. Standar Ayakan
Teknik pengayakan yang dilakukan tentunya memiliki tujuan dalam
pembuatan suatu sediaan farmasi. Untuk mendapatkan ukuran
partikel yang diinginkan maka terdapat beberapa standar ayakan
yang biasanya digunakan dalam pembuatan sediaan farmasi.
Standar ayakan yang akan dibahas kali ini adalah Standar Amerika,

24

Standar Tyler dan Standar menurut United States Pharmacopeia


( USP ) (Suharto I., 1998).
Mengayak adalah metode yang paling umum digunakan untuk
mengukur distribusi ukuran partikel karena murah , sederhana , dan
cepat dengan variasi yang sedikit antara para operator. Meskipun
limit bawah dari pemakaian biasanya diperkirakan sebesar 50
mikron, ayakan mikromesh dapat digunakan untuk memperpanjang
batas bawah sampai 10 mikron (Suharto I., 1998).
Sebuah ayakan terdiri dari suatu panci dengan dasar kawat
kasar dengan lubang lubang segi empat. Di Amerika Serikat
digunakan

dua

standar

ayakan.

Pada

skala

standar

Tyler

perbandingan lebar lubang pada urutan ayakan adalah . Skala


standar Tyler didasarkan pada ukuran lubang (0,0029) pada kasa
yang mempunyai 200 lubang pada setiap 1 inci , yaitu 200-mesh.
Skala Standar Amerika yang dianjurkan oleh Biro Standar Nasional
umumnya menggunakan perbandingan , tetapi didasarkan pada
lubang 1 mm (18-mesh). Kedua ayakan standar ini dapat dilihat
pada tabel 2.1 .
Tabel 2.1. Rancangan dan Dimensi Ayakan Menurut Standar
Amerika dan Standar Tyler.

25

Sambungan Tabel 2.1.

26

Sumber

Ign

Suharto, 1998.
Prosedurnya
meliputi
penggoyangan
sampel

secara

mekanis.

Melalui

suatu seri urutan ke


ayakan yang lebih
halus,

dan

penimbangan
bagian dari sampel
yang tertinggal pada masing masing ayakan. Tipe gerakan yang
mempengaruhi pengayakan : gerakan vibrasi yang paling efesien
diikuti berturut turut dengan pengetukan dari samping , dari
bawah, gerakan memutar dengan pengetukan , dan gerakan
memutar. Waktu merupakan faktor penting pada pengayakan.
Beban

atau ketebalan serbuk per satuan luas dari ayakan

mempengaruhi waktu pengayakan. Untuk satu set ayakan tertentu


kira kira sebanding dengan beban ayakan. Oleh karena itu pada

27

analisis ukuran dengan cara mengayak, tipe gerakan , waktu


pengayakan , dan beban harus distandardisasi (Ign Suharto, 1998).
Partikel dari serbuk obat mungkin berbentuk sangat kasar
dengan ukuran 10.000 mikron atau 10 mm atau mungkin juga
sangat halus mencapai ukuran koloidal , 1 mikron atau lebih kecil.
Agar ukuran partikel serbuk ini mempunyai standar maka USP
menggunakan suatu batasan dengan istilah Very Coarse, Coarse,
Moderately Coarse , Fine dan Very Fine (sangat kasar, kasar ,
cukup kasar , halus dan sangat halus ), yang dihubungkan dengan
bagian serbuk yang mampu melalui lubang lubang ayakan yang
telah distandardisasi yang berbeda beda ukurannya , pada suatu
periode waktu tertentu ketika diadakan pengadukan dan, biasanya
pada

alat

pengaduk

ayakan

secara

mekanis.

Tabel

6-

menggambarkan Nomor Standar Ayakan dan masing masing


lubang ayakannya dinyatakan dalam milimeter dan mikrometer.
Ayakan untuk menguji dan mengukur bahan farmasi biasanya
merupakan anyaman yang mungkin terbuat dari kawat kuningan ,
perunggu atau kawat lain yang cocok atau tidak diberi lapisan (Ign
Suharto, 1998).

28

Tabel 2.2. Standar Nomor Ayakan Dan Lubang Ayakan.

Sumber : Ign Suharto,1998.


a. Very Coarse powder ( serbuk sangat kasar atau nomor 8 ) semua
partikel serbuk dapat melewati lubang ayakan nomor 8 dan tidak
lebih dari 20% melewati lubang ayakan No. 60.
b. Coarse powder (serbuk kasar atau nomor 20 ) semua partikel
serbuk dapat melewati lubang ayakan nomor 20 dan tidak lebih dari
40% yang melewati lubang ayakan nomor 60.

29

c. Moderately Coarse ( serbuk cukup kasar atau nomor 40 ) semua


partikel serbuk dapat melewati lubang ayakan nomor 40 dan tidak
lebih dari 40% melewati lubang ayakan nomor 80.
d. Fine Powder (serbuk halus atau nomor 60 ) semua partikel serbuk
dapat melewati lubang ayakan nomor 60 dan tidak lebih dari 40%
melewati ayakan nomor 100.
e. Very Fine powder ( serbuk sangat halus atau nomor 80) semua
partikel serbuk dapat melewati lubang ayakan nomor 80 dan tidak
ada limitasi bagi yang lebih halus.
Penentuan ukuran partikel dan percobaan pembagian serbuk
dapat dikerjakan dengan pengayakan; yaitu melewati serbuk
dengan goncangan mekanis menembus suatu susunan ayakan yang
diketahui ukurannya dan berurutan dari ukuran yang besar ke
ukuran yang lebih kecil , serta penentuan bagian serbuk yang
melewati atau tertahan pada masing masing ayakan (Ign Suharto,
1998).

E. KERANGKA BERPIKIR
Indonesia merupakan negara yang kaya akan hasil alamnya,
baik dalam pertanian, perairan, maupun kelautan. Faktor ini
menyebabkan

banyaknya

dibangun

industri-industri

untuk

30

mengolah hasil alam tersebut agar tidak semuanya di ekspor ke


luar negeri.
Banyaknya kekayaan alam yang dimiliki indonesia dalam
sektor

kelautan

khususnya

rumput

laut

membuat

banyak

perusahaan dibangun khusus untuk mengolah hasil alam tersebut


menjadi produk yang bermanfaat. Salah satu perusahaan tersebut
adalah PT.Bantimurung Indah. Perusahaan ini dibangun khusus
untuk mengolah rumput laut lokal menjadi bahan setengah jadi.
Rumput laut yang diperoleh dari berbagai daerah di Indonesia
ini di masukkan ke dalah pabrik untuk di olah. Setelah melewati
banyak

proses

mulai

dari

pencucian,pemasakan

hingga

pengeringan sampai diperoleh hasil berbentuk ATC(Alkali Treated


Cottoni). ATC adalah bentuk rumput laut tipe cottoni berbentuk chip
kering.
ATC

chips

inilah

yang

kemudian

di

olah

dalam

mesin

pembubukan sehingga dapat menghasilkan sebuah produk yang


bisa dipasarkan. Produk ini dalam bahasa pabrik disebut SRC (Semi
Refine Cottoni) . SRC merupakan rumput laut tipe cottoni yang telah
berbentuk bubuk halus dan bersih.

Setelah itu SRC siap di ekspor ke beberapa negara di Asia dan

31

Eropa. Seperti China, Jepang, Belanda, Argentina, dan negaranegara lainnya. Di negara-negara tersebut SRC powder ini tentunya
akan diolah kembali sesuai dengan kebutuhan produk yang akan
mereka buat.

32

DIAGRAM ALIR PROSES PENGOLAHAN RUMPUT


LAUT DI PT. BANTIMURUNG INDAH
PT.BANTIMURUNG INDAH MAROS

RUMPUT LAUT

33

BAB III
METODE PENELITIAN
ATC CHIPS

A. TEMPAT DAN WAKTU


HOPPER untuk pelaksanaan penelitian
Tempat yang digunakan
dilakukan di pabrik proses pembubukan ATC chips menjadi SRC
powder di PT.Bantimurung Indah Maros.
ACM PULVERIZER
Waktu pelaksanaan penelitian dilaksanakan sejak tanggal 2
April 2014 sampai dengan 7 mei 2014.
DUST COLLECTOR
B. ALAT DAN BAHAN
Alat yang digunakan dalam penelitian adalah :
SHIFTER
1. Vibrating Screener/shifter
2. Alat tulis
3. Kamera

SRC POWDER

Bahan yang digunakan dalam penelitian adalah :


1. ATC chips
2. SRC powder
C. JENIS PENELITIAN

PACKING

EKSPORT

Penelitian ini merupakan jenis penelitian kualitatif. Data


dikumpulkan melalui survey untuk melakukan pengumpulan
data pada perusahaan PT. Bantimurung Indah Maros.

D. TEKNIK PENGUMPULAN DATA

34

Teknik

pengumpulan

data

yang

digunakan

dalam

penelitian ini ada 2, yaitu :


1. Pengamatan langsung yaitu teknik pengambilan data dengan
melakukan pengamatan langsung di perusahaan di pabrik
pengolahan

ATC

chips

menjadi

SRC

powder

untuk

mengumpulkan data primer.


2. Studi pustaka yaitu teknik mengumpulkan data dengan
mencari literatur yang relevan dengan laporan di arsip
perusahaan untuk mengumpulkan data sekunder.

E. ANALISIS DATA
Data yang dikumpulkan berupa laju alir massa SRC per
detik yang masuk ke dalam shifter dan laju alir massa yang
keluar per detik dari shifter. Data tersebet dimuat dalam satu
tabel.

35

BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
A. HASIL
Data pengamatan yang diperoleh selama penelitian yaitu :
V0powder
SRC
(kg)

Kada
r air
ATC
(%)

Kada
r air
SRC
(%)

Basis
hope
r (kg)

162

144

12

11

30

0.11244

0.06112

2.

600
60

162

144

12

11

30

0.11190

0.06002

3.

0
60

162

144

12

11

30

0.11240

0.06110

Rat

0
600

162

144

12

11

30

0,11224

0,06074

No.

V0
ATC
(kg)

1.

V0
kering

ATC
(kg)

Qinput (gr/s)

Qoutput
(gr/s)

arat
a
Sumber : Data Primer, 2014
B. PEMBAHASAN
Perhitungan neraca massa di sekitar shifter.
A = B + C dimana :
A = massa yang masuk ke dalam shifter
36

B = massa yang keluar dari shifter


C = massa yang tertinggal dalam shifter

A = Qinput
C=?

80 m
100 m

B = Qoutput

QInput =0,11224667

gr 0,11224 x 103
=
kg / jam
s
1
3600

= 404,0880 x 10-3 kg/jam


= 0,4040880 kg/jam
QOutput =0,06074667 gr / s=

0,06074 x 103
kg / jam
1
3600

= 218,6880 x 10-3 kg/jam


= 0,218688 kg/jam
A=B+C

37

0,4040880

0,218688 + C
C

0,4040880

0,218688
C

0,1854

kg/jam
Jadi, volume SRC yang tidak lolos dan diolah kembali masuk ke
dalam hopper dalam mesin shifter adalah sebanyak 0,1854 kg/jam.

38

BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
A. KESIMPULAN
Kesimpulan yang dapat diperoleh dari penelitian ini adalah
sebagai berikut :
1. Presentase penyusutan kadar air dalam proses perubahan ATC
menjadi SRC adalah 11,3 % per sekali sistem batch.
2. Volume SRC yang tidak lolos dalam proses shifter dan diolah
kembali ke dalam hopper adalah sebanyak 0,1854 kg/jam.
B. SARAN
Saran yang dapat diambil dari penelitian ini adalah agar
variasi

data

dan

parameter

pengamatan

ditambah

untuk

memperoleh informasi yang akurat dalam menganalisis peralatan


dan produk dalam industri rumput laut .

39

DAFTAR PUSTAKA
Ign Suharto. 1998. Sanitasi , Keamanan , dan Kesehatan Pangan dan
Alat Industri. Bandung.

McCabe, Warren L & Smith, J.C. 1999. Operasi Teknik Kimia. Alih
Bahasa Jasiji, E.Ir. Edisi ke-4. Penerbit Erlangga : Jakarta.

Swinkels JJM. 1985. Sources of Starch, its Chemistry and Physics. Di


dalam : Starch Conversion Technology. Van Beynum GMA, Roels
A, editor. New York : Marcel Dekker.

40

Anda mungkin juga menyukai