Anda di halaman 1dari 22

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Filum Mollusca
Mollusca berasal dari bahasa Romawi milos yang berarti lunak. Jenis
Mollusca yang umumnya dikenal siput, kerang dan cumi-cumi. Kebanyakan
dijumpai di laut dangkal sampai kedalaman mencapai 7000 m, beberapa di air
payau, air tawar, dan darat. Anggota dari Filum Mollusca mempunyai bentuk
tubuh yang sangat berbeda dan beranekaragam, dari bentuk silindris, seperti
cacing dan tidak mempunyai kaki maupun cangkang, sampai bentuk hampir bulat
tanpa kepala dan tertutup kedua keping cangkang besar. Oleh karena itu
berdasarkan bentuk tubuh, bentuk dan jumlah cangkang, serta beberapa sifat
lainnya, filum Mollusca dibagi menjadi 8 kelas, yaitu: 1). Chaetodermomorpha;
2). Neomeniomorpha; 3). Monoplacophora; 4). Polyplacophora; 5). Gastropoda;
6). Pelecypoda; 7). Scaphopoda; dan 8). Cephalopoda (Suwignyo, 2005).

2.2. Gastropoda
Gastropoda berasal dari kata gastros : perut; podos : kaki. Jadi Gastropoda
berarti hewan yang berjalan dengan perutnya. Hewan anggota kelas Gastropoda
umumnya bercangkang tunggal yang terpilin membentuk spiral dengan bentuk
dan warna yang beragam. Cangkang Gastropoda sudah terpilin sejak masa embrio
(Harminto, 2003). Menurut Barnes (1980) dalam Handayani (2006) kelas
Gastropoda merupakan kelas terbesar dari Mollusca lebih dari 75.000 spesies
yang telah teridentifikasi, dan 15.000 diantaranya dapat dilihat bentuk fosilnya.
Fosil dari kelas tersebut secara terus-menerus tercatat mulai awal zaman
Cambrian. Ditemukannya Gastropoda di berbagai macam habitat, seperti di darat
dan di laut. Maka dapat disimpulkan bahwa Gastropoda merupakan kelas yang
paling sukses di antara kelas yang lain.
2.2.1. Morfologi
Morfologi Gastropoda terwujud dalam morfologi cangkangnya. Sebagian
besar cangkangnya terbuat dari bahan kalsium karbonat yang di bagian luarnya


dilapisi periostrakum dan zat tanduk. Cangkang Gastropoda yang berputar ke arah
belakang searah dengan jarum jam disebut dekstral, sebaliknya bila cangkangnya
berputar berlawanan arah dengan jarum jam disebut sinistral. Siput-siput
Gastropoda yang hidup di laut umumnya berbentuk dekstral dan sedikit sekali
ditemukan dalam bentuk sinistral (Dharma, 1988 dalam Handayani, 2006).
Pertumbuhan cangkang yang melilin spiral disebabkan karena pengendapan bahan
cangkang di sebelah luar berlangsung lebih cepat dari yang sebelah dalam (Nontji,
1987 dalam Handayani, 2006).
Gastropoda mempunyai badan yang tidak simetri dengan mantelnya
terletak di bagian depan, cangkangnya berikut isi perutnya terguling spiral ke arah
belakang. Letak mantel di bagian belakang inilah yang mengakibatkan gerakan
torsi atau perputaran pada pertumbuhan siput Gastropoda. Proses torsi ini dimulai
sejak dari perkembangan larvanya (Dharma, 1988 dalam Handayani, 2006).
Struktur umum morfologi Gastropoda terdiri atas: posterior, sutures,
whorl, spiral sculptures, axial, longitudinal, sculpture, posterior canal, aperture,
operculum, plaits on columella, outer lip, columella, anterior canal.













Gambar 2.1. Struktur Umum Morfologi Gastropoda
(Sumber Gambar: Grandmall, 2010).


2.2.2. Anatomi
Struktur anatomi Gastropoda dapat dilihat pada susunan tubuh gastropoda
yang terdiri atas: kepala, badan, dan alat gerak (Handayani, 2006). Kepala
berkembang dengan baik, dilengkapi dua pasang tentakel sebagai alat peraba.
Sepasang di antaranya bersifat retraktil dan dilengkapi sebuah mata. Mulut
dilengkapi dengan lidah perut dan gigi radula. Berdasarkan tipenya, gigi radula
pada Gastropoda dapat dibedakan menjadi 5 tipe yaitu: tipe rhipidoglossate,
docoglossate, taenioglossate, rachiglossate, dan toxoglossate (Harminto, 2003).










Gambar 2.2. Tipe gigi radula pada Gastropoda. a. rhipidoglossate; b.
taenioglossate; c. rachiglossate; d. toxoglossate; e. rachiglossate
(Sumber Gambar: Harminto, 2003).

Alat-alat yang penting di dalam badan hewan Gastropoda untuk hidupnya
diantaranya ialah alat pencernaan, alat pernafasan serta alat genitalis untuk
pembiakannnya. Saluran pencernaan terdiri atas: mulut, pharynx yang berotot,
kerongkongan, lambung, usus, anus (Handayani, 2006).
Kaki pada hewan Gastropoda memiliki bentuk yang lebar dan pipih. Bagi
yang bercangkang, terputar 180 terhadap kepala dan kaki. Kaki dapat
mengeluarkan lendir untuk memudahkan pergerakan (Harminto, 2003).




Struktur anatomi Gastropoda dapat dilihat pada Gambar 2 berikut ini.












Gambar 2.3. Struktur Anatomi Gastropoda
(Sumber Gambar: Poort & Carlson, 1998).
2.2.3. Cangkang
Cangkang siput digunakan untuk melindungi diri. Ada yang tanpa penutup
dan ada yang dengan penutup atau operculum (operculum). Operkulum ini terbuat
dari zat kapur atau zat tanduk yang lebih luas. Operkulum menunjukkan garis-
garis pertumbuhan dan kadang-kadang dapat digunakan untuk menentukan umur.
Bentuk cangkang setiap jenis berbeda dan mensifati jenis itu. Bentuk cangkang
juga dapat dikaitkan dengan pola habitatnya (Romimohtarto, 2001).
Cangkang gastropoda terdiri dari 4 lapisan. Paling luar adalah
periostrakum, yang merupakan lapisan tipis terdiri dari bahan protein seperti zat
tanduk, disebut conchiolin atau conchin. Pada lapisan ini terdapat endapan pigmen
beraneka warna, yang menjadikan banyak cangkang siput terutama spesies laut
sangat indah warnanya, kuning hijau cemerlang, dengan bercak-bercak merah
arau garis-garis cerah. Periostrakum berfungsi untuk melindungi lapisan
dibawahnya yang terdiri dari kalsium karbonat terhadap erosi (Suwignyo, 2005).
Warna cangkang gastropoda yang beraneka ragam berasal dari mantle.
Mantle siput gastropoda terletak di sebelah depan pada bagian dalam


cangkangnya. Makanannya yang banyak mengandung calsium carbonat dan
pigmen masuk ke dalam plasma darah dan diedarkan ke seluruh tubuh, kemudian
calsium carbonat serta pigmen tersebut diserap oleh mantle, dan kemudian mantle
ini mengeluarkan sel-sel yang dapat membentuk struktur cangkang serta corak
warna pada cangkang. Tergantung dari pada faktor keturunan, struktur cangkang
dapat dibuat tonjolan-tonjolan ataupun duri-duri. Jadi mantel tersebut merupakan
arsitek dalam pembentukan struktur serta corak warna dari cangkang gastropoda
(Handayani, 2006).
Lapisan kalsium karbonat terdiri atas 3 lapisan atau lebih, yang terluar
adalah prismatic atau palisade, lapisan tengah adalah lamella dan paling dalam
adalah lapisan nacre atau hypostracum. Lapisan prismatic terdiri atas Kristal
calcite yang tersusun vertikal, masing-masing diselaputi matriks protein yang
tipis. Lapisan tengah dan lapisan nacre terdiri atas lembaran-lembaran aragonite
dalam matriks organik tipis (Suwignyo, 2005).
Siput-siput yang permukaan luar cangkangnya mengkilap seperti Cypraea
dan Oliva ini dikarenakan mantlenya keluar ke atas permukaan cangkang dan
menyelimutinya dari dua arah yaitu dari sisi kiri dan kanan. Pada umumnya
cangkang siput yang hidup di laut lebih tebal dibandingkan dengan siput darat, hal
ini dikarenakan banyak sekali kapur yang dihasilkan oleh binatang bunga karang
yang hidup di laut. Munculnya warna pada cangkang juga dipengaruhi oleh
intensitas cahaya. Pada perairan yang dangkal biasanya cangkang berwarna sangat
terang, sedangkan pada perairan yang dalam cangkangnya biasanya lebih gelap
(Handayani, 2005).
Tipe cangkang gastropoda terdiri dari 17 tipe yaitu: tipe conical, biconical,
obconical, turreted, fusiform, patelliform, spherical, ovoid, discoidal, involute,
globose, lenticular, obovatus, bulloid, turbinate, cylindrical dan trochoid. Hal
yang perlu diperhatikan dalam mengamati dan menggambar cangkang yaitu:
1. Ukuran cangkang
Panjang cangkang diukur dari ujung anterior sampai ujung posterior. Lebar
cangkang diukur dari sisi ke sisi pada bagian body world yang terlebar.



2. Arah putaran cangkang
Dapat diketahui dengan cara merunut arah putaran cangkang dari apeks
cangkang. Jika arah putaran sesuai dengan putaran arah jarum jam maka
disebut dekstral, contohnya pada Babylonia canaliculata. Sebaliknya jika
arah putaran cangkang berlawanan dengan arah jarum jam disebut sinistral,
contohnya pada Amphidromus sp.






A B
Gambar 2.4. A. Cangkang destral, B. Cangkang Sinistral
(Sumber Gambar: Grandmall, 2010).
3. Jumlah putaran cangkang
Dihitung mulai dari apeks cangkang.
4. Ada tidaknya operculum
Cangkang yang mempunyai operkulum disebut operculale, yang tidak
mempunyai operkulum disebut non operculate. Kalau ada operculum
sebaiknya digambar terpisah dari cangkang dan diberi tipenya. Ada tiga tipe
operculum cangkang gastropoda yaitu paucispiral, multispiral, concentric
(Siahaan, 2008).
2.2.4. Pertumbuhan
Pertumbuhan dari siput dan kerang terjadi jauh lebih cepat diwaktu
umurnya masih muda dibandingkan dengan siput yang sudah dewasa. Ada siput
yang tumbuh terus sepanjang hidupnya, tetapi ada pula yang pertumbuhannya
terhenti setelah dewasa (Handayani, 2006). Karena proses pertumbuhan siput
muda cepat, maka jenis yang muda jauh lebih sedikit ditemukan dibandingkan
dengan yang dewasa.


Umur siput sangat bervariasi, ada beberapa jenis siput darat yang dapat
berkembang biak secara singkat dan dapat mengeluarkan telur-telurnya dua
minggu setelah menetas, tetapi ada juga yang berumur sangat panjang sampai
puluhan tahun. Menurut para ahli, umur siput dapat diperkirakan dengan melihat
alur-alur pada bagian tepi luar cangkang (Handayani, 2006).
2.2.5. Nilai Ekonomis
Gastropoda mempunyai arti penting sebagai makanan berbagai ikan,
burung dan manusia. Larva gastropoda di laut merupakan makanan bagi anak ikan
yang karnivor. Gastropoda laut yang umum dimakan adalah Haliotos (Abalone)
dan Strombus (keong gonggong). Selain sebagai lauk, Abalone telah diekstrak dan
dibuat sebagai makanan tambahan (food suplement) yang berfungsi untuk
mencegah berbagai penyakit.
Gastropoda parasit dan predator mengganggu atau merusak peternakan
tiram dan kerang, misalnya Buccinum, Busycon, Murex, Polinices, dan
Urosalpinx. Sedangkan Glossodoris dan Eubranchus merupakan nudibranchia
yang indah dan diperdagangkan sebagai ikan hias (Suwignyo, 2005).

2.2.6. Klasifikasi
Gastropoda umumnya hidup di laut, pada perairan yang dangkal, dan
perairan yang dalam. Menurut Dharma (1988) dalam Handayani (2006) kelas
Gastropoda dibagi dalam tiga sub kelas yaitu : Prosobranchia, Ophistobranchia
dan Pulmonata.
2.2.6.1. Sub Kelas Prosobranchia
Memiliki dua buah insang yang terletak di anterior. Bukaan mantel
anterior brisi insang dan jantung, rongga visceral terpilin 180 (Harminto, 2003).
Sistem syaraf terpilin membentuk angka delapan, tentakel berjumlah dua buah.
Cangkang umumnya tertutup oleh operkulum. Kebanyakan hidup di laut tetapi
ada beberapa pengecualian, misalnya yang hidup di daratan antara lain dari family
Cyclophoridae dan Pupinidae bernafas dengan paru-paru dan yang hidup di air
tawar antara lain dari family Thiaridae. Sub kelas ini dibagi lagi ke dalam tiga
ordo yaitu : Archaeogastropoda, Mesogastropoda, dan Neogastropoda.


2.2.6.1.1. Ordo Archaeogastropoda
Insang primitif berjumlah satu atau dua buah yang tersusun dalam dua
baris filamen, jantung beruang dua, nefrida berjumlah dua buah. Mereka dapat
ditemukan di laut dangkal yang bertemperatur hangat, menempel dipermukaan
karang di daerah pasang surut serta di muara sungai. Contoh ordo
Achaeogastropoda adalah Haliotis, Trochus, Acmaea.








A B C
Gambar 2.5. Contoh ordo Archaeogastropoda. (A) Acmaea (B) Haliotis
(C) Trochus. (Sumber Gambar: Hegner & Engeman, 1968).

2.2.6.1.2. Ordo Mesogastropoda
Insang sebuah dan tersusun dalam satu baris filamen, jantung beruang satu,
nefridium berjumlah satu buah, mulut dilengkapi dengan radula yang berjumlah
tujuh buah dalam satu baris. Hewan ini hidup di daerah hutan bakau atau pohon-
pohon, laut surut sampai laut lepas pantai dan karang-karang di tepi pantai, laut
dangkal bertemperatur hangat, laut dalam, di balik koral, parasit pada binatang
laut serta di atas hamparan pasir. Contoh ordo Mesogastropoda adalah Crepidula,
Littorina, Campeloma, Pleurocera, Strombus, Charonia, Vermicularia.














Gambar 2.6. Contoh ordo Mesogastropoda. (A) Crepidula (B) Littorina
(C) Campeloma (D) Pleurocera (E) Strombus (F) Charonia
(G) Vermicularia. (Sumber Gambar: Hegner & Engeman, 1968).

2.2.6.1.3. Ordo Neogastropoda
Insang sebuah dan tersusun dalam satu baris filamen, jantung beruang satu
nefridium berjumlah satu buah, mulut dilengkapi dengan radula yang berjumlah
tiga buah atau kurang dalam satu baris. Hewan ini hidup di daerah pasang surut
beriklim tropis, pada batu karang yang bertemperatur panas, laut lepas pantai, laut
dangkal dan laut yang berlumpur. Contoh ordo Neogastropoda adalah Murex,
Conus. Colubraria, Hemifusus.





(B)


(A) (D) (C)

Gambar 2.7. Contoh ordo Neogastropoda. (A) Murex (B) Urosalpinx (C)
Busycon (D) Conus. (Sumber Gambar: Hegner & Engeman,
1968)


2.2.6.2. Sub Kelas Ophistobranchia
Kelompok gastropoda ini memiliki dua buah insang yang terletak di
posterior, cangkang umumnya tereduksi dan terletak didalam mantel, nefridia
berjumlah satu buah, jantung satu ruang dan organ reproduksi berumah satu.
Kebanyakan hidup di laut. Subkelas ini dibagi kedalam delapan ordo yaitu:
2.2.6.2.1. Ordo Cephalaspidea
Cangkang terletak eksternal, besar dan tipis, beberapa jenis mempunyai
cangkang internal, kepala besar dilengkapi dengan Cephalic Shield, parapodia
biasanya ada dan lebar. Contoh ordo Cephalaspidea adalah Bulla.







Gambar 2.8. Bulla , contoh ordo Cephalaspidea
(Sumber Gambar: Hegner & Engeman, 1968)
2.2.6.2.2. Ordo Anaspidea
Cangkang tereduksi jika ada terletak internal, kepala tanpa Cephalic
Shield, rongga mantel pada sisi kanan menyempit dan tertutup oleh parapodia
yang lebar. Contoh ordo Anaspidea adalah Aplysia.







Gambar 2.9. Aplysia, contoh ordo Anaspidea
(Sumber Gambar: Hegner & Engeman, 1968)


2.2.6.2.3. Ordo Thecosomata
Cangkang berbentuk kerucut, rongga mantel besar, parapodia lebar dan
merupakan modifikasi dari kaki yang berfungsi sebagai alat renang, hewan
berukuran mikroskopik dan bersifat planktonik. Contoh ordo Thecosomata adalah
Cavolinia, Limacina, Creseis.










Gambar 2.10. Cavolinia, contoh ordo Thecosomata
(Sumber Gambar: Hegner & Engeman, 1968)
2.2.6.2.4. Ordo Gymnosomata
Tanpa cangkang dan mantel, parapodia sempit, hewan berukuran
mikroskopik dan bersifat planktonik. Contoh ordo Gymnosomata adalah Clione,
Cliopsis, Pneumoderma.








Gambar 2.11. Pneumoderma, contoh ordo Gymnosomata
(Sumber Gambar: Anonim, 2012)


2.2.6.2.5. Ordo Nataspidea
Cangkang terletak internal, eksternal atau tanpa cangkang, rongga mantel
tidak ada plicate gill satu buah, terletak disisi kanan. Contoh ordo Notaspidea
adalah Umbraculum, Pleurobrancus.








Gambar 2.12. Umbraculum, contoh ordo Nataspidea
(Sumber Gambar: Hegner & Engeman, 1968)
2.2.6.2.6. Ordo Acochilidiacea
Tubuh kecil diliputi spikula, tanpa cangkang, insang ataupun gigi, Visceral
mass besar dan memipih pada batas kaki. Misalnya Hedylopsis, Microhedyle.






Gambar 2.13. Microhedyle, contoh ordo Acochilidiacea
(Sumber Gambar: Hegner & Engeman, 1968)
2.2.6.2.7. Ordo Sacoglossa
Dengan atau tanpa cangkang, radula dan buccal area, mengalami
modifikasi menjadi alat penusuk dan pengisap alga. Contoh ordo Sacoglossa
adalah Berthelinia.











Gambar 2.14. Berthelinia, Contoh ordo Sacoglossa
(Sumber Gambar: Hegner & Engeman, 1968)
2.2.6.2.8. Ordo Nudibranchia
Cangkang tereduksi, tanpa insang sejati, bernafas dengan insang sekunder
yang terdapat di sekeliling anus, rongga mantel tidak ada, permukaan dorsal tubuh
dilengkapi cerata berupa tonjolan dari kelenjar pencernaan. Contoh ordo
Nudibranchia adalah Glossodoris.






Gambar 2.15. Glosodoris, contoh ordo Nudibranchia
(Sumber Gambar: Hegner & Engeman, 1968)
2.2.6.3. Sub Kelas Pulmonata
Bernapas dengan paru-paru, cangkang berbentuk spiral, kepala dilengkapi
dengan satu atau dua pasang tentakel, sepasang diantaranya mempunyai mata,
rongga mentel terletak di interior, organ reproduksi hermaprodit atau berumah
satu. Sub kelas ini dibagi menjadi dua ordo yaitu :
2.2.6.3.1. Ordo Stylomatophora
Tentakel berjumlah dua pasang, sepasang diantaranya mempunyai mata di
ujungnya, kebanyakan anggotanya teresterial. Misalnya Achatina, Triodopsin,
Limax.







A C


B
Gambar 2.16. Contoh ordo Stylomatophora. (A) Triodopsis (B) Limax (C)
Achatina. (Sumber Gambar: Hegner & Engeman, 1968)

2.2.6.3.2. Ordo Basomatophora
Tentakel berjumlah dua pasang, sepasang diantaranya mempunyai mata
didepannya, kebanyakan anggotanya hidup di air tawar, kosmopolitan. Contoh
ordo Basomatophora adalah Physa.










Gambar 2.17. Contoh ordo Basomatophora. (A) Lymnaea (B) Physa (C)
Helisoma (D) Ferrissia. (Sumber Gambar: Hegner & Engeman,
1968)




2.3. Keanekaragaman, Kepadatan dan Dominansi
Keanekaragaman (diversitas) adalah istilah untuk menunjukkan variasi
atau variabilitas makhluk hidup. Ada dua konsep keanekaragaman (keragaman)
spesies yang terdapat dalam komunitas, yakni :
1. Kekayaan spesies (spesies richness), yakni jumlah atau cacahan spesies yang
ada di komunitas tersebut.
2. Heterogenitas, yakni penggabungan dari konsep kelimpahan relative (nisbi).
Artinya dalam menganalisa keanekaragaman spesies yang terdapat pada suatu
komunitas, disamping faktor jumlah (cacah) spesies yang ada di komunitas
tersebut, faktor kelimpahan relative dari masing-masing spesies yang terdapat
pada komunitas itu turut diperhitungkan (Ginting, 2010).
Menurut primack dkk (1998) dalam Handayani (2006) keanekaragaman
jenis menunjuk seluruh jenis pada ekosistem, sementara Desmukh (1992) dalam
Handayani (2006) menyatakan bahwa keanekaragaman jenis sebagai jumlah jenis
dan jumlah individu dalam satu komunitas. Jadi keanekaragaman jenis adalah
menunjuk pada jumlah jenis dan jumlah individu setiap jenis.
Kepadatan adalah kerapatan atau kepadatan populasi dalam area yang
ditempatinya. Dalam memperbandingkan dua atau lebih komunitas dengan indeks
keanekaragaman yang berbeda, jumlah spesies yang ada dan jumlah individu
dalam tiap-tiap spesies biasanya tampak akan tetapi derajat kesamaan dalam
distribusi individu atas spesies tidak tampak (Ginting, 2010).
Dominansi adalah jenis individu yang paling banyak jumlahnya.
Dominansi merupakan pengendalian nisbi yang diterapkan makhluk atas
komposisi spesies dalam komunitas. Derajat dominansi terpusat di dalam satu,
beberapa atau banyak spesies dapat dinyatakan dengan indeks dominansi, yaitu
jumlah kepentingan tiap-tiap spesies dalam hubungan dengan komunitas secara
keseluruhan (Ginting, 2010).






2.4. Ekosistem Pantai
Ekosistem atau sistem ekologis terdiri atas berbagai macam komunitas
dalam suatu daerah geografis besar. Istilah ekosistem telah diperkenalkan oleh
Tansley pada tahun 1935, dan ide ekosistem digunakan untuk menjelaskan
hubungan antara komunitas biotik dengan berbagai faktor fisika dan kimia
lingkungan. Konsep ekosistem memberikan suatu model lingkungan untuk
mengevaluasi kerja dari berbagai sistem biologis pada suatu skala besar
(Brahmana, 2001).
Pantai merupakan daerah yang mempunyai kedalaman kurang dari 200
meter. Pada pantai terdapat daerah litoral yaitu daerah yang berada diantara
pasang tertinggi dan air surut terendah atau disebut daerah intertidal (Nybaken,
1992). Adanya nutrien di dalam air dan arus serta didukung oleh faktor kimia dan
fisika menjadikan pantai sebagai perairan yang kaya keanekaragaman jenis. Suhu
dan salinitas merupakan parameter-parameter fisik yang penting untuk kehidupan
organisme di perairan pantai. Kisaran suhu untuk hidup aktif organisme pantai
adalah 0 sampai 35C (Nontji, 1987 dalam Handayani, 2006).
Dasar lautan dapat di bedakan menjadi tiga daerah atau Zona yaitu :
a. Zona litoral yaitu daerah yang masih dapat ditembus oleh cahaya sampai
dasar perairan 0 200 meter.
b. Zona neritik yaitu daerah perairan yang masih ada cahaya, tetapi remang-
remang 200 2000 m.
c. Zona abisal yaitu daerah perairan yang tidak lagi dapat ditembus oleh cahaya,
daerah ini mencapai kedalaman lebih dari 2000 meter (Romimohtarto &
Juwana, 2001).





















Gambar 2.18. Diagram bagian-bagian lingkungan laut
(Sumber Gambar: Romimohtarto & Juwana, 2001)

Menurut Nyabakken (1992) di lihat dari struktur tanah dan bahan
penyusunnya pantai intertidal dapat dibedakan atas 3 jenis, yaitu:
a. Pantai Berbatu
Daerah ini tersusun dari bahan kertas dan merupakan dasar paling padat
makro organismenya dan mempunyai keanekaragaman besar, baik spesies hewan
maupun spesies tumbuhan. Hamparan tumbuhan vertikal pada zona intertidal
berbatu amat beragam, tergantung pada kemiringan permukaan berbatu, kisaran
pasang surut, dan keterbukaannya terhadap gerakan ombak. Keterangan yang
paling jelas mengenai terjadinya zona ini adalah bahwa zona-zona tersebut
terbentuk dari hasil kegiatan pasang surut di pantai dan oleh karena itu
mencerminkan perbedaan toleransi organisme terhadap peningkatan keterbukaan
terhadap udara dan hasilnya adalah kekeringan dan suhu yang ekstrim. Faktor
biologis yang utama adalah persaingan, pemangsa, dan grazing (herbivora).





b. Pantai Berpasir
Pantai pasir intertidal umum terdapat di seluruh dunia dan lebih terkenal
dari pada pantai berbatu, karena pantai pasir ini merupakan tempat yang dipilih
untuk melakukan berbagai aktivitas rekreasi.
c. Pantai Berlumpur
Pantai berlumpur tidak dapat berkembang dengan hadirnya gerakan
gelombang. Karena itu, pantai berlumpur hanya terbatas pada daerah intertidal
yang benar-benar terlindung dari aktivitas gelombang laut terbuka. Kelompok
makro fauna yang dominan di daerah pantai berlumpur ini sama dengan yang
terdapat di pantai pasir yaitu berbagai cacing Polikaeta, Moluska Bivalvia, dan
Krustacea besar dan kecil, tetapi dengan jenis yang berbeda tipe cara makan yang
dominan di dataran lumpur adalah pemakan deposit dan pemakan bahan yang
melayang (suspemi) sama halnya seperti pantai pasir, contohnya Tiram telinida
yang kecil dari genus Macoma atau Scrobicularia.

2.5. Faktor Fisika Kimia Lingkungan Perairan
2.5.1. Suhu
Suhu merupakan faktor yang banyak mendapat perhatian dalam
pengkajian kelautan. Suhu merupakan faktor pembatas bagi pertumbuhan dan
distribusi makhluk hidup (Odum, 1993). Suhu mempengaruhi proses metabolisme
dan biokimia seperti aktivitaas enzim dan konsumsi oksigen, pertumbuhan dan
reproduksi serta morfologi seperti bentuk cangkang Mytilus edulis (Levinton,
1982 dalam Sitorus, 2008). Suhu air pada kisaran 27-31
0
C juga dianggap cukup
layak untuk kehidupan mollusca seperti tiram mutiara.
Menurut Brahmana (2001) Seluruh spesies yang hidup dalam lingkungan
laut, terbatas pada satu kisaran sempit dari suhu. Beberapa spesies dapat bertahan
hidup dalam waktu tertentu dengan temperatur rendah, biasanya pada satu tingkat
tidak aktif, tetapi beberapa spesies alga hijau biru dan bakteri dapat beradaptasi
pada temperatur lingkungan ekstrim 90C. Umumnya sebagian besar spesies
lautan adalah stenothermal, yaitu organisme yang hanya mampu untuk
mentoleransi pada satu kisaran temperature sempit. Adanya variasi temperature


dalam harian atau variasi musimaan sangat mempengaruhi metabolisme dan
aktivitas spesies. Tenyata kebanyakan spesies dapat betahan hidup dalam
temperatur turun daripada temperatur naik, dengan perubahan temperature yang
sama (misal temperature turun 10C, lebih tahan daripada temperatur naik 10C).
2.5.2. pH
pH sangat penting sebagai parameter kualitas air karena mengotrol tipe
dan laju kecepatan reaksi beberapa bahan air. Selain itu ikan dan makhluk-
makhluk akuatik lainnya hidup pada selang pH antar 7-8, 5, dengan diketahuinya
nilai pH maka kita akan tahu apakah air tersebut sesuai atau tidak untuk
menunjang kehidupan mereka. Besar pH berkisar dari 0 (sangat asam) sampai
dengan 14 (sangat basa/alkalis) nilai pH kurang dari 7 menunjukkan lingkungan
yang asam, diatas 7 menunjukkan basa dan pH sama dengan tujuh disebut sebagi
netral (Sitorus, 2008).
Menurut Romimohtarto (1985) dalam Sitorus (2008) pH air laut
permukaan Indonesia pada umumnya bervariasi dari lokasi ke lokasi 6, 0-8, 5
perubahan pH dapat mempunyai akibat buruk terhadap kehidupan biota laut.
Khususnya pada filum mollusca contohnya tiram mutiara berkisar 7, 8-8, 6.
2.5.3. Salinitas
Salinitas (S) merupakan jumlah gram dari garam terlarut dalam 1000 gram
air laut (setelah seluruh bromide telah diganti khlorine, seluruh karbon telah
diubah ke oksidasi dan seluruh materi organik telah diuraikan). Salinitas biasanya
dinyatakan dalam bagian per 1000 (simbol: ). Walaupun persen (%) dan garam
per kilogram dapat digunakan. Salinitas pada perairan laut lepas berkisar 33
sampai 38, dengan rata-rata pada 35 dan di perairan pantai biasanya lebih
rendah dari laut karena adanya pengenceran dari aliran sungai ke laut (Brahmana,
2001).
Pada gradien salinitas bergantung pada musim, topografis, pasang surut
dan jumlah air tawar yang masuk. Menurut Romimohtarto (1985) dalam Sitorus
(2008) Variasi salinitas mengalami estuari di Indonesia berkisar antara 15-32.
Hasil penelitian kerang hijau (Perna viridis) memberikan petunjuk bahwa salinitas
yang 15 dapat menyebabkan kematian kerang tersebut. Pada salinitas 18


keberhasilan menempel kerang darah (Anadara granosa) lebih tinggi. Tiram
hidup dalam perairan dengan salinitas yang lebih rendah daripada salinitas untuk
kerang hijau (Perna viridis) dan kerang darah, (Anadara granosa).
2.5.4. Oksigen Terlarut (DO/Dissolved Oxygen)
Oksigen terlarut adalah satu faktor penting dalam sistem perairan. Oksigen
terlarut merupakan kebutuhan dasar bagi organisme akuatik termasuk bentos,
karena digunakan untuk respirasi . Kehidupan di air dapat bertahan jika ada
oksigen terlarut minimum sebanyak 4 mg/l, selebihnya tergantung kepada
ketahanan organisme, derajat keaktifan, kehadiran pencemar, temperatur air dan
sebagainya. Jumlah okxigen terlarut meningkat sejalan dengan menurunnya suhu
dan menurun dengan naiknya salinitas, (Levinton, 1982 dalam Sitorus, 2008).
2.5.5. Biological Oxygen Demand (BOD)
Pengukuran BOD kepada kemampuan mikroorganisme untuk
menguraikan senyawa organik. Pengukuran yang umumnya dilakukan oleh
mikroorganisme dalam air untuk memecah bahan organik yang ada di dalam air
lingkungan tersebut (Wadhana, 1995 dalam Sitorus, 2008). Angka BOD yang
tinggi menunjukkan terjadinya pencemaran organik di perairan. Nilai konsetrasi
BOD
5
menunjukkan kualitas suatu perairan masih tergolong baik apabila
konsumsi O
2
selama periode 5 hari berkisar 5 mg/l (Brower,et all, 1990 dalam
Sitorus, 2008).

2.6. Kerangka Konseptual
Kawasan pesisir pantai merupakan daerah terjadinya interaksi di antara
tiga unsur alam utama yaitu, daratan, perairan, dan udara. Proses interaksi tersebut
berlangsung sejak ketiga unsur ini terbentuk. Pantai mempunyai bagian yang
berupa daerah air pasang dan air surut, yang disebut daerah Intertidal. Daerah ini
pada waktu air surut akan terbuka, sedangkan pada saat air pasang akan terendam
air laut. Keadaan yang spesifik ini dan tekanan yang disebabkan oleh terbuka dan
terendamnya daerah ini menimbulkan perkembangan komunitas hewan yang
spesifik pula. Air laut merupakan wahana bagi organisme hidup di laut yang
merupakan salah satu komponen di ekosistem. Sebagai komponen dan ekosistem,


maka air laut harus dijaga kelestariannya selama masih dapat diperbaharui, karena
apabila air laut sudah tercemar atau kelestariannya hilang maka semua organisme
yang ada di laut akan mati.
Pantai Timur Serdang Bedagai memiliki garis pantai yang cukup panjang.
Di sepanjang garis Pantai Timur Serdang Bedagai memiliki banyak nama pantai,
diantaranya Pantai Mutiara 88, Pantai Gudang Garam, Pantai Pondok Permai,
Pantai Cermin, Pantai Kuala Putri, Pantai Klang, dan Pantai Sialang Buah. Di
pantai-pantai tersebut cukup banyak terdapat hewan Gastropoda yang
beranekaragam. Untuk mengetahui keanekaragaman jenis-jenis hewan Gastropoda
tersebut perlu dilakukan Inventarisasi terhadap hewan Gastopoda.
Gastropoda merupakan hewan yang berjalan dengan perutnya. Gastropoda
umumnya memiliki cangkang tunggal atau bercangkang tunggal yang terpilin
membentuk spiral dengan bentuk dan warna yang beranekaragam. Gastropoda
umumnya hidup di laut tetapi ada sebagian yang hidup di darat. Gastropoda
mempunyai peranan yang penting, baik dari segi ekologi maupun ekonomi.
Beberapa Gastropoda mempunyai nilai penting secara ekonomi karena
cangkangnya dapat digunakan untuk berbagai hiasan yang mahal, seperti
Cypraea, Murex, dan Trochus. Selain itu beberapa Gastropoda juga dapat
berperan sebagai sumber bahan makanan seperti Cymbiola yang diambil
dagingnya untuk dikonsumsi, sedangkan dari segi ekologi yang berperan sebagai
konsumen, contohnya adalah Cellana radiate.
Keberadaan Gastropoda juga sangat dipengaruhi oleh faktor-faktor fisika
perairan yaitu suhu, pH, salinitas, DO, dan BOD dimana semua faktor tersebut
berpengaruh terhadap kelimpahan, keanekaragaman, dominansi dan pola
sebarannya Gastropoda itu sendiri. Dalam ekosistem untuk mengetahui komunitas
hewan yang terdapat di dalamnya perlu dilakukan pengambilan sampel dan
melakukan analisis data. Keanekaragaman hayati ditunjukkan antara lain, oleh
variasi bentuk, ukuran, jumlah (frekuensi), warna, dan sifat-sifat lain makhluk
hidup. Keanekaragaman jenis seringkali disebut heterogenitas jenis, yaitu
karakteristik unik dari komunitas suatu organisasi biologi dan merupakan
gambaran struktur dari komunitas. Setiap sistem lingkungan memiliki


keanekaragaman yang berbeda. Komunitas yang mempunyai keanekaragaman
tinggi lebih stabil dibandingkan dengan komunitas yang memiliki
keanekaaragaman jenis rendah.
Dominasi merupakan spesies yang mendominasi pada suatu komunitas
pada tiap habitat. Indeks dominasi digunakan untuk mengetahui pemusatan dan
penyebaran jenis-jenis dominan. Jika dominasi lebih terkonsentrasi pada satu
jenis, nilai indeks dominasi akan meningkat dan sebaliknya jika beberapa jenis
mendominasi secara bersama-sama maka nilai indeks dominasi akan rendah.
Untuk dapat melakukan analisis data dari sampel yang ada, sebelumnya pada
penelitian ini akan menggunakan metode adalah teknik surve dan purposive
sampling dengan melakukan cuplikan sengaja pada garis garis transek di dalam
plot pengamatan pada setiap pantai tempat penelitian yang akan dilaksanakan
berdasarkan pertimbangan-pertimbangan tertentu, misalnya berdasarkan rona
lingkungan perairan pantai.

Anda mungkin juga menyukai