Anda di halaman 1dari 32

LAPORAN HASIL PRAKTIKUM

SISTEMATIKA AVERTEBRATA

Nama ADILLA SHAFA NAFISA


NIM 1900017092
Golongan C1
Asisten Kim Danasjz S

LABORATORIUM BIOLOGI
FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI TERAPAN
UNIVERSITAS AHMAD DAHLAN
2020

DAFTAR NILAI PRAKTIKUM SISTEMATIKA AVERTEBRATA ……/………


Nilai Nilai Nilai
No Judul Praktikum
Pretest Keaktifan Laporan
1
2
3
4
5
6
7
8
9

Yogyakarta,……………….

Mengetahui Asisten,

……………………………

ACARA 3

FILUM MOLLUSCA
A. Capaian Pembelajaran
1. Mengenal filum Mollusca, terutama Monoplacophora, Polyplacophora dan
Gastropoda
2. Mempelajari ciri morfologi dan anatomi yang penting untuk identifikasi
Monoplacophora, Polyplacophora dan Gastropoda
3. Mengenal filum Mollusca, terutama Kelas Bivalvia (Pelecypoda) dan Cephalopoda
4. Mempelajari ciri morfologi dan anatomi yang penting untuk identifikasi Bivalvia dan
Cephalopoda

B. Dasar Teori
Mollusca berasal dari Bahasa Latin yaitu mollis yang berarti lunak, oleh karena
itu ciri utama hewan yang tergolong phylum ini tubuhnya lunak, pada bagian anterior
terdapat kepala, kaki terletak di bagian ventral, dan bagian dorsal berisi organ-organ
viseral. Anggota phylum Mollusca antara lain remis, tiram, cumi-cumi, octopus, dan
siput. Berdasarkan kelimpahan spesiesnya, Mollusca memiliki kelimpahan spesies
terbesar disamping Arthropoda. Diperkirakan spesies Mollusca yang hidup sampai saat
ini sekitar 80.000 sampai 150.000 spesies, dan 350.000 spesies telah menjadi fosil.
Berdasarkan habitatnya Mollusca memiliki rentangan habitat yang cukup lebar mulai dari
dasar laut sampai garis pasang surut tertinggi. Selain itu ada yang hidup di air tawar,
bahkan terkadang ditemukan di habitat terestrial, khususnya yang memiliki kelembaban
tinggi. Sifat hidup Mollusca bervariasi, ada yang hidup bebas namun beberapa spesies
lainnya bersifat parasite pada organisme lain. (Kastawi, 2003, hlm. 181).
Mollusca merupakan filum terbesar dari kingdom animalia. Mollusca dibedakan
menurut tipe kaki, posisi kaki, dan tipe cangkang, yaitu gastropoda, pelecypoda, dan
cephalopoda. Yang pertama yaitu gastropoda, gastropoda adalah kelompok hewan yang
menggunakan perut sebagai alat gerak atau kakinya. Misalnya siput air (Lymnaea sp),
remis (Curbicula javanica) dan bekicot (Achatina fulica). Hewan ini memiliki ciri-ciri
khas berkaki lebar dan pipih pada bagian ventrel tubuhnya. Gastropoda bergerak dengan
lambat menggunakan kakinya. Gastropoda dapat terdiri dari sepasang tentakel yang
panjang dan sepasang tentakel pendek. Pada ujung tentakel yang terdapat mata yang
berfungsi untuk mengetahui gelap dan terang. Sedangkan pada tentakel pendek berfungsi
sebagai alat peraba dan pembau. Gastropoda akuatik bernafas dengan ingsang sdangkan
gastropoda dapat bernafas menggunakan rongga mantel (Mukayat, 1989).
Fillum mollusca merupakan salah satu anggota hewan invertebrata. Anggota
fillum ini antara lain adalah remis, tiram, cumi-cumi, ottopus dan siput. Berdasarkan
kelimpahan spesiesnya mollusca memiliki kelimpahan spesies terbesar disamping
arthopoda. Ciri umum yang dimiliki mollusca adalah tubuhnya bersimetris bilateral, tidak
bersegmen kecuali monoplacopora, memiliki kepala yang jelas dengan organ reseptor
kepala yang bersifat khusus. Pada permukaan ventral dinding tubuh terdapat kaki berotot
yang secara umum digunakan untuk bergerak, dinding tubuh sebelah dorsal meluas
menjadi satu pasang atausepasang lipatan yaitu mantel atau pallium. Fungsi mantel
adalah mensekresikan cangkang dan melengkapi rongga mantel yang didalamnya berisi
insang (Yusminah, 2007).
Reproduksi umumnya mollusca menguntungkan bagi manusia, namun ada juga
yang merugikan. Peran mollusca yang menguntungkan bagi manusia antara lain adalah
sebagai berikut: sumber makanan berprotein tinggi, misalnya tiram batu Aemaeba sp.
kerang Anadera sp. kerang hijau Mytilus viridis, Tridacna sp. sotong Sepia sp. cumi-cumi
(Loligo sp.) remis (corbicula javanica) dan bekicot (achatina fulica). Sebagai perhiasan,
misalnya tiram mutiara (pinctada margaritifera) (Jasin, 1992).
Lubang anus dan eksketori umumnya membuka kedalam rongga mantel. Saluran
penceraan berkembang baik. Sebuah rongga bakal yang umumnya mengandung radula
berbentuk seperti proboscis. Esophagus merupakan perkembangan dari syomodeum yang
umumnya merupakan daerah pertengahan saluran pencernaan yaitu hati. Sedangkan
daerah posterior saluran pencernaan terdiri atas usus panjang yang terakhir dengan anus.
Memiliki sistem peredaran darah dan jantung. Jantung dibedakan atas aurikel dan
ventrikel. Meskipun memiliki pembuluh darah namun darah biasanya mengalami
sirkulasi ruang terbuka. Darah mengandung homosianin, merupakan pigmen respirasi
(Jasin, 1992).
Mollusca memiliki rumah secara umum berbentuk spesial, kaki untuk merayap.
Bentuk kepala jelas, dengan tentakel dan mata. Dalam ruang bukal (pipi) terdapat radula
(pita bergigi). Pernapasan dengan insang, paru-paru atau keduanya. Hidup dilaut, di air
tawar, dan didarat. Memiliki kelamin terpisah atau hermaprodit, ovipar atau ovovivipar.
Contoh: bekicot (Helix aspersa), siput laut (Fissurella sp.) dan siput air tawar (Lymnaea
javanica), (Melania sp.) (Suwignyo, 2005). Tidak semua hewan mollusca memiliki
cangkok. Anggota jelas Aplacorphora tidak memiliki cangkok, sedangkan kelas
chepalopoda juga tidak memiliki sangkok atau jika ada mereduksi, pada mollusca lainnya
cangkok terlihat nyata dan berfungsi penting yaitu penyokong tubuh molluscca yang
lunak dan menjaga dari serangan predator (Jutje, 2006).
Coelenterata fillum mollusca merupakan salah satu anggota hewan invertebrata.
Anggota fillum ini antara lain adalah remis, tiram, cumi-cumi, octopus dan siput.
Berdasarkan kelimpahan spesies terbesar disamping arthropoda. Ciri umum yang dimiliki
mollusca adalah tubuhnya bersimetris bilateral, tidak bersegmen, kcuali monoplacopora,
memiliki kepala yang bersifat khusus. Pada permukaan ventral dinding tubuhnya terdapat
kaki berotot yang secara umum digunakan untuk bergerak, dinding tubu sebelah dorsal
meluas menjadi satu pasang lipatan yaitu mantel atau palium. Fungsi mantel adalah
mensekresikan cangkang dan melingkupi rongga mantel yang didalamnya berisi insang.
Lubang anus dan eksketori umumnya membuka kedalam rongga mantel. Saluran
pencernaan berkembang baik. Sebuah rongga bakal yang umumnya mengandung radula
berbentuk seperti proboscis. Memiliki sistem peredaran darah dan jantung (Rusyana,
2011).
Pernapasan digunakan dengan insang atau paru-paru, mantel atau oelha bagian
epidermis. Alat ekskresi berupa ginjal. Sistem saraf terdiri atas tiga pasang ganglion yaitu
ganglion cerebral, ganglion visceral, dan ganglion pedal yang ketiganya dihubungkan
oleh tali-tali saraf longitudinal. Alat reproduksi umumnya terpisah atau bersatu dam
pembuahan internal atau eksternal (Campbell, 2003).
Ciri umum yang dimiliki anggota Mollusca adalah:
1. Tubuh bersimetri bilateral, tidak bersegmen, kecuali pada Monoplacophora;
2. Memiliki kepala yang jelas dengan organ reseptor kepala yang bersifat
khusus;
3. Coelom mereduksi, dinding tubuh tebal dan berotot;
4. Pada permukaan ventral dinding tubuh terdapat kaki berotot yang secara
umum digunakan untuk bergerak;
5. Dinding tubuh sebelah dorsal meluas menjadi satu atau dua sepasang lipatan
yaitu mantel atau pallium. Fungsi mantel adalah mensekresi cangkang dan
melingkupi rongga mantel yang di dalamnya berisi insang;
6. Lubang anus dan ekskretori umumnya membuka ke dalam rongga mantel;
7. Saluran pencernaan berkembang baik. Sebuah rongga bukal yang umumnya
mengandung radula berbentuk seperti proboscis;
8. Memiliki sistem peredaran darah dan jantung;
9. Organ ekskresi berupa ginjal yang berjumlah sepasang atau terkadang hanya
berjumlah satu buah;
Phylum Mollusca dapat dibagi menjadi lima kelas, yaitu Polyplacophora,
Gastropoda, Bivalvia (Pelecypoda), Monoplacophora dan Cephalopoda
1. Gastropoda
Sekitar tiga-perempat dari semua spesies Mollusca yang masih ada
merupakan gastropoda. Kebanyakan gastropoda hidup di laut, namun ada
pula banyak spesies yang hidup di perairan tawar. Beberapa gastropoda telah
beradaptasi dengan kehidupan di darat, termasuk bekicot dan siput telanjang,
(Campbell, 2010, hlm. 251).
Karakteristik yang khas dari classis gastropoda adalah proses
perkembangan yang disebut torsi (torsion). Ketika embrio gastropoda
berkembang, massa viseralnya berotasi hingga 180°, menyebabkan anus dan
rongga mantel hewan itu melipat ke atas kepalanya. Setelah torsi, beberapa
organ yang sebelumnya bilateral bisa mengalami reduksi ukuran, sementara
organ yang lain mungkin hilang pada salah satu sisi tubuh. Torsi tidak boleh
dicampuradukkan dengan pembentukan cangkang mengumpar, yang
merupakan proses perkembangan independen (Campbell, 2010, hlm. 251).
Kebanyakan gastropoda memiliki satu cangkang spiral tunggal yang
menjadi tempat persembunyian hewan apabila terancam. Cangkang seringkali
berbentuk kerucut namun berbentuk pipih pada abalon dan limpet.
Kebanyakan gastropoda memiliki kepala yang jelas dengan mata pada ujung
tentakel. Gastropoda benar-benar bergerak selambat bekicot secara harfiah
dengan gerakan kaki yang bergelombang atau dengan silia, seringkali
meninggalkan jejak lendir ketika lewat. Kebanyakan gastropoda
menggunakan radulanya untuk memakan alga atau tumbuhan, dan radulanya
termodifikasi untuk mengebor lubang pada cangkang Mollusca yang lain atau
untuk mencabik-cabik mangsa. Pada siput konus, gigi radula bertindak
sebagai panah racun yang digunakan untuk melumpuhkan mangsa (Campbell,
2010, hlm. 251-252).
Gastropoda di Lihat dari Ventral & Dorsal Ventral Dorsal terdiri atas:
Suture; posterior canal; aperture; Gigi; columella; bibir luar Siphonal;
umbillicus. Kepala Pada kepala terdapat sepasang tentakel yang dapat
dipanjang-pendekkan. Mulut Pada mulut terdapat lidah parut dan gigi rahang.
Pada mulut terdapat radula atau alat pengunyah. Gigi tersusun dalam 2 set.
Jumlah gigi pada gastropoda antara 16-750000 buah. Kaki Kaki adalah organ
yang dipergunakan untuk merayap secara perlahan-lahan. Kaki gastropoda
terletak dibagian belakang kepalanya, yaitu dibagian bawah dari badannya.
Alat geraknya dapat mengeluarkan lendir untuk memudahkan pergerakannya.
Struktur anatomi Gastropoda dapat dilihat pada susunan tubuh gastropoda
yang terdiri atas kepala, badan, dan alat gerak. Pada kepala terdapat sepasang
alat peraba yang dapat dipanjang pendekkan. Pada alat peraba ini terdapat titik
mata untuk membedakan terang dan gelap. Pada mulut terdapat lidah parut
dan gigi rahang. Di dalam badannya terdapat alat-alat penting untuk hidupnya
diantaranya ialah alat pencernaan, alat pernafasan serta alat genitalis untuk
pembiakannya. Saluran pencernaan terdiri atas mulut. Pharynx yang berotot,
kerongkongan, lambung, usus, anus. Alat geraknya dapat mengeluarkan
lendir, untuk memudahkan pergerakannya (Wati, 2013).
Tubuh siput Gastropoda terdiri dari empat bagian utama, yaitu kepala,
kaki, isi perut dan mantle. Mantle siput gastropoda terletak di sebelah depan
pada bagian dalam cangkangnya. Makanannya yang banyak mengandung
calsium carbonat dan pigment masuk ke dalam plasma darah dan diedarkan ke
seluruh tubuh, kemudian calsium carbonat serta pigmen tersebut diserap oleh
mantle, dan kemudian mantle ini mengeluarkan sel-sel yang dapat membentuk
struktur cangkang serta corak warna pada cangkang. Tergantung dari pada
faktor keturunan, struktur cangkang dapat dibuat tonjolan-tonjolan ataupun
duri-duri. Jadi mantel tersebut merupakan arsitek dalam pembentukan struktur
serta corak warna dari cangkang. Lapisan struktur cangkang dinamakan
lapisan prismatic (Dharma, 1988).
Celah-celah kecil dalam mantel dari beberapa jenis siput menghasilkan
benda lainnya yang diletakkan di bagian luar cangkang yang disebut
periostracum. Siput-siput yang permukaan luar cangkangnya mengkilap
seperti Cypraea dan Oliva ini dikarenakan mantlenya keluar ke atas
permukaan cangkang dan menyelimutinya dari dua arah yaitu dari sisi kiri dan
kanan. Pada umumnya cangkang siput yang hidup di laut lebih tebal
dibandingkan dengan siput darat, hal ini dikarenakan banyak sekali kapur
yang dihasilkan oleh binatang bunga karang yang hidup di laut. Munculnya
warna pada cangkang juga dipengaruhi oleh intensitas cahaya. Pada perairan
yang dangkal biasanya cangkang berwarna sangat terang, sedangkan pada
perairan yang dalam cangkangnya biasanya lebih gelap (Romimohtarto,
2001).
Siput darat tidak memiliki insang yang merupakan ciri khas dari sebagian
besar gastropoda akuatik. Sebagain gantinya, lapisan rongga mantel berfungsi
sebagai paruparu, menukarkan gas-gas pernapasan dengan udara (Campbell,
2010, hlm. 252).
2. Bivalvia
Mollusca dari classis Bivalvia mencakup banyak spesies kima, tiram,
kerang, dan remis. Bivalvia memiliki cangkang yang terbagi menjadi dua
belahan. Kedua belahan itu dihubungkan oleh engsel pada garis tengah dorsal,
dan otot-otot aduktor yang kuat mengatupkan kedua cangkang rapat-rapat
untuk melindungi tubuh hewan yang lunak. Bivalvia tidak memiliki kepala
yang jelas, dan radulanya telah hilang. Beberapa bivalvia memiliki mata dan
tentakel-tentakel pengindara di sepanjang tepi luar mantelnya (Campbell,
2010, hlm. 252).
Rongga mantel bivalvia memiliki insang yang digunakan untuk pertukaran
gas sekaligus menangkap makanan pada kebanyakan spesies. Kebanyakan
bivalvia adalah pemakan supensi. Mereka memerangkap partikel-partikel
makanan yang halus di dalam mukus yang menyelubungi insangnya, dan
silianya kemudian mengantarkan partikel-partikel makanan itu ke mulut. Air
memasuki rongga mantel melalui sifon aliran masuk, melewati insang, dan
kemudian keluar dari rongga mantel melalui sifon aliran keluar (Campbell,
2010, hlm. 252).
3. Cephalopoda
Cephalopoda merupakan predator yang aktif. Mereka menggunakan
tentakelnya untuk mencengkeram mangsa, yang kemudian digigit dengan
rahang serupa-paruh dan dilumpuhkan dengan racun yang ada di dalam
ludahnya. Kaki cephalopoda telah termodifikasi menjadi sifon aliran keluar
yang berotot dan bagian dari tentakel. Cumi-cumi melejit ke sana sini dengan
menarik air ke dalam rongga mantelnya dan kemudian menembakkan
semburan air melalui sifon aliran keluar. Mereka berganti arah dengan
mengarahkan sifon ke arah berbeda. Gurita menggunakan mekanisme yang
serupa untuk meloloskan diri dari predator (Campbell, 2010, hlm. 252-253).
Cephalopoda memiliki ukuran tubuh terbesar dibandingkan hewan
Avertebrata lainnya. Pada umumnya cephalopoda memiliki panjang 6 sampai
70 cm termasuk tangan dan tentakel, namun pada beberapa spesies memiliki
ukuran tubuh besar. Cumicumi yang memiliki ukuran tubuh terbesar
Architeuthis yaitu dengan panjang tubuh 16 m termasuk panjang tentakelnya.
Panjang tentakelnya sendiri 6 m dan lingkar badan 4 m. adapun oktopus yang
bertubuh raksasa telah diamati oleh penyelam di laut jepang, memiliki
panjang 10 sampai 15 m (Kastawi, 2003, hlm. 205).
Organ pencernaan di mulai dari mulut yang mengandung radula dan dua
rahang yang terbuat dari zat khitin dan berbentuk seperti paruh burung betet.
Gerak kedua rahang tersebut di karenakan kontraksi otot. Terdapat dua
kelenjar ludah yang terletak di masa bukal. Kelenjar ludah ke tiga terletak
ujung anterior hati dan mensekresi racun yang akan bermuara ke daerah
rahang. Kelenjar pencernaan terdiri atas dua bagian yaitu hati yang terdapat di
anterior dan pancreas terletak di posterior. Lambung bersifat muscular dan
berfungsi mencampurkan makanan dari hasil sekresi dari kelenjar pencernaan.
Zat-zat makanan akan menuju ke dalam usus atau ke dalam sektum, organ
pencernaan berikutnya adalah rektum dan anus yang bermuara dalam rongga
mantel (Kastawi, 2003).
4. Polyplacophora
Chiton termasuk dalam classis polyplacophora. Meskipun beberapa
gambaran struktur dan perkembangan nampak primitif, namun chiton
memiliki struktur yang sesuai dengan kebiasaan melekat pada batu karang dan
cangkang mirip hewan lainnya. Hewan ini jika disentuh akan melekat erat
pada batu karang (Kastawi, 2003, hlm.191).
Chiton memiliki tubuh yang berbentuk oval dan cangkang yang terbagi
menjadi lempengan dorsal. Akan tetapi tubuh chiton itu sendiri tidak beruas-
ruas. Chiton juga dapat menggunakan kakinya untuk merayap perlahan
dipermukaan batu, Chiton menggunakan radulanya untuk menggerus alga dari
permukaan berbatuan (Campbell, 2010, hlm. 251).
5. Monoplacophora
Binatang yang tergolong monoplacophora ini mempunyai cangkang
tunggal satu sisi dan insang ganda. Contoh hewan monoplacophora misalnya:
neopilina (Kastawi, 2003). Kelompok Mollusca dengan keragaman yang
paling sedikit. Sampai saat ini hanya ditemukan 11 spesies dari kelas ini.
Memiliki cangkang tunggal (mono) yang menyerupai topi (Lindberg, 2009).

C. Alat dan Bahan


1. Alat
2. Bahan
a. Achatina fulica
b. Chiton sp.
c. Cypraea sp.
d. Loligo sp.
e. Sepia sp.
f. Pinctada maxima

D. Cara Kerja
1. Spesimen Monoplacophora, Polyplacophora, Gastropoda, Bivalvia dan Cephalopoda
yang sudah disediakan diamati morfologi luarnya.
2. Spesimen kemudian digambar pada lembar kerja.
3. Diberi keterangan bagian – bagian tubuh dari spesimen – spesimen yang digambar.
4. Khusus Cephalopoda dilakukan pembedahan pada bagian mantelnya untuk melihat
organ dalamnya.
5. Diamati, digambar dan diberi keterangan bagian dari organ dalam spesimen
Cephalopoda tersebut.

E. Hasil dan Pembahasan


1. Hasil
Achatina fulica
Klasifikasi Gambar dan Keterangan:

Kingdom: Animalia

Filum: Moluska

Kelas: Gastropoda

Ordo: Sytromatophora

Famili: Achatinidae

Genus: Achatina

Spesies: Achatina fulica

Chiton sp.
Klasifikasi Gambar dan Keterangan:

Kingdom : Animalia

Filum : Moluska

Kelas : Polyplacophora

Ordo : Cryptochiton

Famili : Chitonidae

Genus : Chiton

Spesies : Chiton sp

Cypraea sp.

Klasifikasi Gambar dan Keterangan:

Kingdom : Animalia

Filum : Moluska

Kelas : Gastropoda

Ordo : Neotaenioglossa

Famili : Cypraeidae

Genus : Cypraea

Spesies : Cypraea sp

Loligo sp.
Gambar dan Keterangan:
Klasifikasi

Kingdom : Animalia

Filum : Moluska

Kelas : Cephalopoda

Subkelas : Coleiodea

Ordo : Teuthoida

Famili : Loligonidae

Genus : Loligo

Spesies : Loligo sp.

Sepia sp.
Klasifikasi Gambar dan Keterangan:

Kingdom : Animalia

Filum : Mollusca

Kelas : Cephalopoda

Ordo : Sepiida

Famili : Sepiidae

Genus : Sepia

Spesies : Sepia sp.

Pinctada maxima
Klasifikasi Gambar dan Keterangan:

Kingdom : Animalia

Filum : Moluska

Kelas : Pelecypoda

Ordo : Ostreida

Famili : Margaritidae

Genus : Pinctada

Famili : Pinctada
maxima

2. Pembahasan
a. Achatina fulica
1. Ciri – ciri morfologi
Bekicot (Achatina fulica) memiliki sebuah cangkang yang sempit
berbentuk kerucut yang panjangnya dua kali lebar tubuhnya dan terdiri dari
tujuh sampai sembilan ruas lingkaran ketika dewasa. Cangkang bekicot
umumnya memiliki warna cokelat kemerahan dengan corak 6 vertikal
berwarna kuning tapi warna tersebut tergantung pada lingkungan dan jenis
makanan yang dikonsumsi. Bekicot dewasa panjangnya dapat mencapai 20cm
tetapi rata-rata panjangnya sekitar 5-10cm. Sedangkan, berat bekicot kurang
lebih adalah 20 gram (Yonge, 1976).
2. Habitat
Negara-negara dimana terdapat bekicot (Achatina fulica) memiliki iklim
tropis yang hangat, suhu ringan sepanjang tahun, dan tingkat kelembaban
yang tinggi. Spesies ini dapat hidup di daerah pertanian, wilayah pesisir, dan
lahan basah, hutan alami, semak belukar, dan daerah perkotaan. Bekicot dapat
hidup secara liar di hutan maupun di perkebunan atau tempat budidaya. Untuk
bertahan hidup, bekicot perlu temperatur di atas titik beku sepanjang tahun
dan kelembaban yang tinggi di sepanjang tahun. Pada musim kemarau,
bekicot menjadi tidak aktif atau dorman untuk menghindari sinar matahari.
Bekicot (Achatina Fulica) tetap aktif pada suhu 9°C hingga 29°C, bertahan
pada suhu 2°C dengan cara hibernasi, dan pada suhu 30°C dengan keadaan
dorman (Dewi, 2010).
3. Reproduksi
Bekicot bersifat hermafrodit, tetapi melakukan perkawinan silang. Sel
telur dan spermatozoa dihasilkan oleh satu alat tubuh (organ) yaitu ovotestis.
Jadi, ovarium (penghasil ovum) dan testis (penghasil sperma) pada bekicot
menjadi satu. Namun, pemasakan sperma dan ovum tidak terjadi dalam waktu
yang bersamaan. Oleh karena itu, bekicot memperlukan bekicot lain untuk
berlangsungnya perkawinan silang.
4. Alasan Achatina fulica masuk ordo Stylommatophora
Alasan Achatina fulica masuk ordo Stylommatophora karena memiliki ciri
– ciri yang umumnya hidup di daratan, memiliki cangkang atau tidak
bercangkang, tentakel berjumlah dua pasang dan sepasang di antaranya
mempunyai mata pada bagian ujungnya.

b. Cypraea sp.
1. Morfologi
Bentuk cangkang bulat telur dengan permukaan yang licin dan mengkilap,
bentuk spiral tidak terlihat, bibir luar (aperture) dan dalam berwarna putih.
serta bergerigi. Sekitar aperture terdapat gigi radula yang berfungsi untuk
mengunyah dan menghancurkan makanan (Oemarjati, 1991).
Bagian eksternal terdapat mantel, sebuah organ yang memungkinkan
menutupi cangkang secara keseluruhan tetapi juga dapat tertarik masuk.
Mantel terdiri dari dua lobes yang lunak, basah, dapat mengembang keluar
dari apertura ke masing-masing sisi, dan bertemu disekitar bagian middorsal
(tengah). Mantel dilengkapi dengan organ sensori (perasa) yang bereaksi
terhadap gerakan (tactile), bahan kimia, dan rangsang cahaya. Sel sensori
paling banyak terletak pada papilla (ujung dari penonjolan seperti putting
yang menutupi mantel). Papila berfungsi dalam respirasi dengan cara
menambah area permukaan mantel, sehingga meningkatkan proses pertukaran
oksigen (Kastawi dkk. 2005).
2. Habitat
Habitat di daerah pasang surut pantai dengan suhu hangat, biasanya
berdiam di antara batu karang yang banyak ditumbuhi alga.
3. Reproduksi
Siklus berkelanjutan dari prevalensi peran reproduksi pria dan wanita yang
berganti-ganti. Segera setelah pemijahan pada akhir musim panas, dominasi
fungsi reproduksi wanita dihentikan dan gametogenesis segera dimulai,
dengan dimulainya dominasi peran reproduksi pria. Gamet tetap berada di
gonad sepanjang musim dingin dan awal musim semi. Peran reproduksi
wanita mengambil alih lagi pada bulan Mei dengan pembuahan gamet untuk
membentuk zigot . Siklus datang lingkaran penuh di akhir musim panas sekali
lagi, dengan pemijahan.
4. Alasan Cypraea sp. masuk ordo Neotaenioglossa
Alasan Cypraea sp. masuk ordo Neotaenioglossa dikarenakan bentuk
cangkang dan struktur perutnya yang membedakannya dengan ordo lain yaitu
berbentuk asimetrik dan menyerupai spiral atau terlihat seperti kerucut.

c. Sepia sp.
1. Morfologi
Pada bagian dorsal Sepia sp. terdapat lengan dan tentakel. Pada bagian
anterior ujung terdapat mulut yang dikelilingi oleh lengan dan tentakel. Lokasi
mata tedapat pada kedua sisu kepala di daerah funnel, dua macam usus
terdapat di anterior sekitar mulut, satu lebih pendek dari lengan dan satu lebih
panjang dari saker pada tentakel, di dekat mata terdapat integunmen yang
tebal disebut olfactory crest, di bawahnya ditemukan olfactory groove.
Mempunyai sifon yang digunakan sebagai alat untuk menyemprotkan tinta.
Semua cephalopoda pada dasarnya adalah hewan pelagis yang berenang
dengan daya dorong jet (jet propulusion) untuk memburu mangsa, yang juga
perenang. Tanaga dorong tersebut berasal dari air yang disemburkan dari
rongga mantel. Mantel terdiri dari dua macam serabut otot, radial dan
melingkar. Pada waktu menghisap air, otot melingkar beristirahat, sedangkan
otot radial berkontraksi. Dengan demikian volume rongga mantel membesar
dan air mengalir masuk ke dalamnya melalui bagian dorsal (Jereb, 2005).
Mantel pada sotong (Sepia sp.) berwarna putih dengan bintik-bintik merah
ungu dan diselubungi selaput tipis yang berlendir pada kedua sisi dorsal
mantel terdapat sirip lateral berbentuk segitiga. disekeliling mulutnya terdapat
8 buah lengan dan 2 tentakel yang panjang. Pada permukaan lengan bagian
dalam dilengkapi dengan batil isap pada bagian tentakelnya yang berfungsi
untuk menangkap mangsa. Alat pergerakan sotong (Sepia sp.) berupa
cerobong dan alat kemudian berupa sirip yang letaknya di ujung dorsal (Jereb,
2005).
Sepia sp berbeda dengan bentuk cephalopoda yang lain seperti Loligo sp.
ataupun Octopus. Sepia ini sangat mudah didentifikasi karena tubuhnya yang
gemuk dengan sirip memanjang pada bagian posteriornya. Sedangkan Loligo
sp. mempunyai tubuh lebih ramping dengan sirip berbentuk segitiga.
Morfologi cangkang ini mampu menunjukkkan jenisnya (Jereb, 2005).
Sepia sp. merupakan binatang yang bersifat phototaksis positif, mudah
tertarik dengan cahaya dan naik ke permukaan air. Ciri khas dari Sepia sp.
adalah dapat menyemprotkan cairan hitam dari tentakel yang terletak dimulut.
Cairan hitam tersebut berfungsi untuk mengecoh musuhnya dan jari-jari yang
mempunyai mangkuk penghisap untuk menangkap mangsanya (Chikuni,
1983).
2. Habitat
Menurut Nabithabhata (1996), sotong hidup di daerah lepas pantai,
terumbu karang, daerah dekat pantai dan estuaria. Sotong (Sepia sp.)
merupakan hewan di daerah neritik yang senantiasa hidup bergerombol dan
terkonsentrasi pada perairan dangkal yang mempunyai ekosistem terumbu
karang dengan daerah sebaran dari permukaan sampai dengan kedalaman 100
m.
Sotong (Sepia sp.) umumnya melakukan pergerakan diurnal yang
berkelompok dekat dengan dasar perairan pada saat siang hari dan akan
menyebar pada malam hari.Bersifat fototaksis positif (tertarik pada cahaya),
oleh karena itu sering ditangkap dengan menggunakan alat bantu cahaya.
Meskipun tidak seluruh spesies melakukan migrasi musiman, tetapi banyak
spesies yang melakukannya karena reaksi terhadap perubahan suhu, terutama
didaerah subtropis. Selama musim dingin biasanya terdapat diperairan lepas
pantai yang lebih dalam dan akan melakukan migrasi kearah pantai
berdasarkan kelompok ukuran yaitu individu yang beru-kuran besar
berimigrasi pada permulaan musim semi, lalu diikuti individu yang ukurannya
lebih kecil pada musim panas, dan pada musim gugur akan kembali kearah
perairan yang lebih dalam (Roper, 1984).
3. Reproduksi
Sistem reproduksi pada Sepia sp. terpisah antara jantan dan betina.
Selanjutnya disebutkan bahwa sistem reproduksi betina relatif sederhana yang
terdiri dari ovari yang terletak pada posterior. Andy Omar (1999) menjelaskan
bahwa kelas Cephalopoda betina hanya memiliki sebuah ovarium. Gonad
dalam kantung telur dihubungkan oleh saluran kelenjar yang memproduksi
kelenjar putih telur. Telur terletak di dekat dasar ctenidia dan dibungkus oleh
semacam jelly yang dihasilkan oleh kelenjar nidarnental. Jelly ini berfungsi
untuk melindungi telur ketika diletakkan di substrat (Nateewathana, 1997).
Pada sistem reproduksi jantan karakteristiknya lebih kompleks, terdiri atas
sebuah testis, vas deferens, organ spermatophora, kelenjar aksesori (prostata),
kantong spermatopbora (kantong Needham) dan penis. Testis berbentuk
seperti cerutu, terletak pada bagian posterior mantel. Sperma terbentuk di
dalam testis dan dilepaskan ke vas deferens yang berliku-liku, menuju kearah
anterior vesicula seminalis. Kelenjar aksesori membantu mempersiapkan
sperma menjadi spermatophore yang selanjutnya disimpan dalam kantong
Needham. Dari kantung ini spermatophore di lepaskan ke dalam rongga
mantel melalui saluran sperma dan penis. Spermatophore Sepia sp. memiliki
panjang 4.5 mm dan lebar 0.15 mm, dimana massa sperma mengisi 3/4 dari
panjang total spermatophora. Semen mengalami penyempitan di bagian
tengah sehingga nampak terbagi dua, dimana bagian aboral lebih besar
daripada bagian oral. Aparatus ejakulasi mengandung beberapa gulungan
besar yang rapat sekali pada ujung oral spermatophora (Nateewathana, 1997).
Sebuah ciri utama dari cepahalopoda adalah produksi spermatophora yang
dihasilkan oleh kelenjar-kelenjar saluran kelamin jantan. Sperrnatophora ini
mengandung spermatozoid yang akan disimpan untuk beberapa waktu
sebelum sperma tersebut digunakan pada saat fertilisasi. Pada Sotong (Sepia
sp.), spermatophora dimasukkan ke dalam saluran telur, tempat terjadi
fertilisasi secara internal (Omar, 1999).
Menurut Yuli (1998) bahwa pemijahan Sepioteuthislessoniana pada
perairan dangkal pada kedalaman 10m sampai 25 m, kemudian melakukan
migrasi kembali ke tengah laut pada akhir musim panas dan awal musim
gugur. Pemijahan sotong (Sepia sp.) adalah bentuk perikanan yang didasarkan
pada kelompok pemijahan dimana mereka akan berpindah ke arah pantai
untuk memijah. Daerah memijah sotong (Sepia sp.) adalah teluk semi
terlindung, biasanya pada perairan berpasir dengan campuran pecahan karang-
karang kecil. Pada umumnya setiap induk sotong (Sepia sp.) akan mati setelah
memijah, namun ada beberapa yang mampu bertelur 2-3 kali. Ditambahkan
pula sotong (Sepia sp.) memijah sepanjang tahun, namun puncak pemijahan
terjadi antara bulan Juni dan Juli. Sotong (Sepia sp.) umumnya meletakkan
telur-telurnya dalam tumpukan yang dibungkus dengan massa jelly atau
kapsul yang berbentuk gulungan spiral yang tidak pernah berubah menjadi
kasar atau kaku (Danakusumah, 1995).
4. Alasan Sepia sp. masuk dalam famili Sepiidae
Sepia sp. masuk famili Sepiidae karena memiliki tubuh yang pipih dan dan
memiliki cangkang yang keras. Salah satu ciri khasnya adalah memiliki
cuttlebone yaitu semacam tulang melebar yang membantu memberikan
bantuan buat sotong untuk melayang. Namun, sotong cenderung untuk dekat
dengan dasar laut. Pupil mata sotong berbentuk W.

d. Loligo sp.
1. Morfologi
Tubuh cumi-cumi berbentuk kerucut yang dikelilingi oleh otot mantel
dengan sirip yang berbentuk segitiga pada bagian punggungnya. Di bagian
belakang, mantel melekat pada tubuh sedangkan pada bagian perut tidak
melekat sehingga terdapat rongga mantel. Pada ujung mantel bagian perut
terbuka dan disebut “collar” yang dihubungkan dengan ujung leher oleh
semacam tulang rawan sehingga memungkinkan efektifitasnya penutupan
rongga mantel (Suwignyo, 1989).
Mantel pada tubuh cumi-cumi terdiri dari kulit yang tebal, yang berfungsi
untuk melindungi fungsi organ lainnya. Pada bagian bawah tubuhnya terdapat
lubang-lubang berbentuk corong yang dinamakan funnel, berguna untuk
mengeluarkan air dari ruang mantel, dan juga berfungsi untuk memasukkan
oksigen ke insangnya (Gunarso dan Purwangka, 1998).
Cumi-cumi memiliki sifat yang khas yaitu adanya kelenjar tinta yang
tersimpan dalam kantung tinta. Kantung tinta ini membuka kea rah anus.
Kelenjar tinta ini mensekresi cairan berwarna coklat tua ataupun hitam. Warna
gelap pada tinta tersebut disebabkan oleh kandungan melanin yang tinggi.
Ketika cumi-cumi dalam keadaan bahaya, maka dalam keadaan kritis mereka
akan menyemburkan cairan tinta sambil berlari menghindar. Cairan tinta ini
dapat membius indera chemoreceptor, yaitu indera penciuman atau rasa
sehingga cumi-cumi tidak disenangi oleh predator terutama ikan. Cumi-cumi
dapat mengubah dirinya menjadi kelabu tua, apabila berenang dari tempat
berpasir putih ke tempat berbatu (Suwignyo, 1989).
Cumi-cumi memiliki keistimewaan yaitu mereka memiliki organ
berpendar (bercahaya, bioluminescence) yang dikenal dengan fotofor. Fotofor
ini yang berada di dalam tubuh, atau dibawah lapisan kulitnya, bahkan ada
yang memilikinya pada bola mata maupun sekitar mata mereka (Gunarso dan
Purwangka 1998).
Hewan ini memiliki dua ginjal atau nefridia berbentuk segitiga berwarna
putih yang berfungsi menapis cairan dari ruang pericardium dan
membuangnya ke dalam rongga mantel melalui lubang yang terletak di sisi
usus (Clarke, 1986).
Organ pencernaan di mulai dari mulut yang mengandung radula dan dua
rahang yang terbuat dari zat khitin dan berbentuk seperti paruh burung betet.
Gerak kedua rahang tersebut dikarenakan kontraksi otot. Terdapat dua
kelenjar ludah yang terletak di masa bukal. Kelenjar ludah ke tiga terletak di
ujung anterior hati dan mensekresi racun yang akan bermuara ke daerah
rahang. Kelenjar pencernaan terdiri atas dua bagian yaitu hati yang terdapat di
anterior dan pancreas terletak di posterior. Lambung bersifat muscular dan
berfungsi mencampurkan makanan dari hasil sekresi dari kelenjar
pencernaan. Zat-zat makanan akan menuju ke dalam usus atau ke dalam
sektum, organ pencernaan berikutnya adalah rectum dan anus yang bermuara
dalam rongga mantel (Bursca and bursca, 1990).
2. Habitat
Menurut (Soewito dan Syarif, 1990), menyatakan cumi – cumi menghuni
perairan dengan suhu antara 8 sampai 32 derajat celcius dan salinitas 8,5
sampai 30 per mil. Terjadinya kelimpahan cumi – cumi ditunjang oleh adanya
zat hara yang terbawa arus (run off) dari daratan.
Zat hara tersebut dimanfaatkan oleh fitoplankton yang selanjutnya
dimanfaatkan oleh zooplankton, juvenile ikan ataupun ikan – ikan kecil
merupakan makanan cumi – cumi. Penyebaran cumi-cumi hampir di seluruh
laut di dunia ini, mulai dari pantai sampai laut lepas dan 6 mulai permukaan
sampai kedalaman beberapa ribu meter (Hanlon, 1996).
Menurut Roper (1984), daerah penyebaran cumi-cumi adalah di perairan
Pasifik Barat, Australia Utara, Pulau Filipina, bagian utara Laut Cina Selatan
sampai Jepang. Penyebaran cumi-cumi (Loligo sp.) di seluruh perairan
Indonesia hampir merata, yaitu dari Barat Sumatera sampai ke selatan 4 Irian
Jaya, dari Selat Malaka ke timur sampai ke perairan Timur Sumatera, Laut
Jawa, Laut Banda, dan perairan Maluku/ Arafura.
3. Reproduksi
Beberapa cumi-cumi melakukan reproduksi dengan seksual. Reproduksi
pada cumi-cumi secara seksual. System reproduksi seksual pada cumi-cumi
terdiri atas system reproduksi betina meliputi ovum, saluran ovum, dan
kelenjar kuning telur. Sedangkan pada jantan terdiri atas testis, pori genital
dan penis (Hanlon, 1996).
Cumi-cumi (Loligo sp). mempunyai system reproduksi yang terpisah
(dioecious), dimana gonadnya terletak pada bagian posterior tubuhnya.
Spermatophora (sel kelamin jantan) yang sudah matang gonadnya akan di
simpan pada nedhem sac. Reproduksi cumi-cumi diawali dengan jantan
merayu betina menggunakan warna kulit mereka dan jika diterima oleh betina.
4. Alasan Loligo sp. masuk famili Loliginidae
Alasan Loligo sp. masuk famili Loliginidae karena Loligo sp. memiliki
tubuh langsing, kerangkanya tipis, bening dan terdapat dalam tubuhnya.
Loligo sp. menggunakan sistem propulsi jet yakni menyemburkan air lewat
organ berupa corong. Kelas Cephalopoda umumnya tidak mempunyai
cangkang luar, pada cumi-cumi cangkang terletak di dalam rongga mantel
yang berwarna putih transparan. Tubuh cumi-cumi tertutup oleh mantel tebal
yang diselubungi oleh selaput tipis berlendir, pada bagian bawah mantel
terdapat lubang seperti corong yang berguna untuk mengeluarkan air dari
ruang mantel (Barnes, 1974).

e. Chiton sp.
1. Morfologi
Pada bagian ventro - anterior tubuh terdapat kepala berukuran kecil yang
tidak begitu nyata, tidak memiliki mata dan tentakel. Mantel tebal, di posterior
kepala terdapat kaki berotot yang pipih dan luas untuk memudahkan melekat
pada suatu substrat.
Hewan ini tidak memiliki karakteristik yang jelas yaitu adanya delapan
keping cangkang yang tersusun tumpang tindih. Tetapi setiap keping
cangkang ditutup oleh jaringan mantel dan luas sempitnya penutupan tersebut
berbeda antara satu spesies dengan spesies lainnya. Daerah di sekeliling
mantel disebut gelang. Permukaan gelang ditutup oleh kutikula tipis dengan
permukaannya yang kemungkinan bersifat halus, bersisisk atau spikula yang
terbuat dari zat kapur.
Kaki Chiton sp. terletak di permukaan ventral tubuh dan berfungsi untuk
melekat juga untuk bergerak. Gerak merayap pada spesies ini sangat lambat
karena disebabkan oleh gerakan bergelombang otot kaki seperti gerakan yang
dimiliki oleh Bekicot. Bagian yang digunakan unutk melekat pada substrat
adalah kaki dan gelang. Pada dasarnya kaki digunakan untuk melekat namun
apabila ia diganggu, maka gelang yang berperan juga untuk melekat
habitatnya di bawah laut.
2. Habitat
Chitons hidup di seluruh dunia, dari perairan dingin hingga tropis. Mereka
hidup di permukaan yang keras, seperti di atas atau di bawah batu, atau di
celah-celah batu. Beberapa spesies hidup cukup tinggi di zona intertidal dan
terpapar ke udara dan cahaya untuk waktu yang lama. Sebagian besar spesies
menghuni zona intertidal atau subtidal, dan tidak melampaui zona fotografis,
tetapi beberapa spesies hidup di perairan dalam, sedalam 6.000 m (20.000
kaki). Chitons secara eksklusif dan sepenuhnya laut. Ini berbeda dengan
bivalvia, yang mampu beradaptasi dengan air payau dan air tawar, dan
gastropoda yang mampu membuat transisi yang sukses ke air tawar dan
lingkungan darat
3. Reproduksi
Sistem reproduksi terdiri atas sebuah gonade yang terdapat di anterior
rongga pericardium di bawah keping cangkang bagian pertengahan. Chiton sp
bersifat diocious. Telur atau sebuar atau sperma dilepaskan dari gonade ke
dalam air (lingkungan sekitar) melalui gonofer (Barnes, 1974).
Chiton sp. ini tidak melakukan kopilasi. Hewan jantan melepaskan sperma
yang selanjutnya diikutkan aliran air untuk responsnya. Fertilisasi terjadi di
lingkungan eksternal atau di dalam rongga mantel. Telur yang telah dibuahi
berkembang menjadi trochophore dan tidak memiliki fase larva fiiliger
4. Alasan Chiton sp. masuk dalam kelas Polyplacophora
Alasan Chiton sp. masuk dalam kelas Polyplacophora karena bentuk
tubuhnya bulat telur, pipih, dan simetris bilateral. Mulut tidak berkembang
baik dan terletak di bagian kepala (anterior), sedangkan anus terletak di
posterior. Hewan ini tidak memiliki tentakel dan mata. Permukaan dorsal
tubuhnya tertutup mantel yang dilengkapi delapan kepingan kapur yang
mengandung berlapis-lapis serabut insang. Kadang-kadang kepingan itu
dibungkus lapisan kitin. Saluran mantel terdapat di tepi tubuh.

f. Pinctada maxima
1. Morfologi
Kulit mutiara (Pinctada maxima) ditutupi oleh sepasang kulit tiram
(Shell atau cangkang) yang tidak sama bentuknya, kulit sebelah kanan agak
pipih, sedangkan kulit sebelah kiri agak cembung. Species ini mempunyai
diameter dorsal-ventral dan anterior – posterior hampir sama sehingga
bentuknya agak bundar. Bagian dorsal bentuk datar dan panjang semacam
engsel berwarna hitam yang berfungsi untuk membuka dan menutup
cangkang (Winanto, 2004).
Cangkang tersusun dari zat kapur yang dikeluarkan oleh epithel luar. Sel
epitel luar ini juga menghasilkan kristal kalsium karbonat (CaCO3) dalam
bentuk kristal argonit yang lebih dikenal sebagai nacre dan kristal heksagonal
kalsit yang merupakan pembentuk lapisan seperti prisma pada cangkang.
Secara morfologi tiram mutiara memiliki sepasang cangkang yang
bentuknya tidak sama (inequivalve). Cangkang tersebut berfungsi melindungi
mantel dan organ bagian dalam lainnya. Bagian cangkang sebelah kanan agak
pipih dan cangkang sebelah kiri lebih cembung. Kedua cangkang tersebut
dihubungkan oleh sepasang engsel (hinge), sehingga akan mempermudah
tiram dalam membuka dan menutup cangkangnya (Winanto, 1988).
Kelas Pelecypoda atau bivalve secara umum mempunyai cangkang dengan
dua belahan dan engsel di dorsal yang menutup seluruh tubuh (Winanto,
2004). Cangkang (shell) tersebut tidak sama bentuknya, kulit sebelah kanan
agak pipih, sedangkan sebelah kiri lebih cembung. Kedua cangkang tersebut
bersatu pada bagian punggung (dorsal) dan dihubungkan oleh sepasang engsel
(hinge line) yang berfungsi untuk membuka dan menutup cangkang (Winanto,
1988).
Tiram muda atau spat mempunyai warna cangkang bervariasi dengan
warna dasar kuning pucat, kuning tua atau kuning kecoklatan, coklat
kemerahan, merah anggur dan kehijaun. Pada cangkang bagian luar terdapat
garis-garis radier yang menonjol seperti sisik, berwarna lebih terang dari
warna cangkang, berjumlah 10-12 buah dan ukurannya lebih besar
dibandingkan pada spesies lain.
Umumnya setelah dewasa warna cangkang menjadi kuning tua sampai
kuning kecoklatan, warna garis raider biasanya sudah memudar. Cangkang
bagian dalam (Nacre) berwarna putih mutiara dan mempunyai struktur keping
yang kecil-kecil terdiri dari kristal aragonite yang tersusun pada satu kerangka
conchiolin. Conchiolin adalah lapisan yang terluar, tetapi biasanya telah
terkikis oleh alam, kecuali pada tiram yang masih muda (Mulyanto, 1987).
2. Habitat
Hidup kerang Pinctada maxima ini beragam. Tempat hidupnya mulai dari
perairan dangkal dengan dasar perairan berpasir, atau pasir berkarang yang
ditumbuhi tanaman lamun sampai laut dalam berkarang. Umumnya hidup
menempel pada karang. Ditemukan juga di perairan laut dalam dengan
substrat bersedimen di daerah yang berdekatan dengan landas kontinen dan
paparan pulau, dimana airnya agak keruh (Mulyanto, 1987).
3. Reproduksi
Reproduksi tiram mutiara (Pinctada maxima). Spermatogenesis
diproduksi melalui pembelahan mitosis spermatogonia primer yang berada di
bagian terdalam membran basal dinding asinus. Lobuli sekunder menyebar ke
dalam jaringan penghubung. Gonad merupakan organ reproduksi tiram
mutiara yang terdiri dari sepasang dan letaknya simetris. Gonad jantan
maupun betina yang telah tumbuh sempurna (matang gonad) akan
menyelimuti seluruh bagian organ dalam (perut, jantung). Praktek
penangkapan berlebih, penggunaaan bahan beracun dan bom, serta alat
tangkap tidak selektif mengakibatkan terdinya gangguan system reproduksi
ikan, hal ini ditandai dengan semakin kecilnya ukuran ikan pada saat matang
gonad. Massa viseral merupakan kumpulan sebagaian besar organ tubuh
seperti pencernaan, ekskresi, dan reproduksi. Mantel membentuk rongga
mantel yang berisi cairan. Cairan tersebut merupakan lubang insang, lubang
ekskresi, dan anus. Pada tiram mutiara, jika di antara mantel dan cangkangnya
masuk benda asing seperti pasir, lama – kelamaan akan terbentuk mutiara.
Mutiara terbentuk karena benda asing tersebut terbungkus oleh hasil sekresi
palisan cangkang nakreas (Mulyanto, 1987).
4. Alasan Pinctada maxima masuk dalam ordo Ostreida
Kerang mutiara atau tiram mutiara (Pinctada maxima) dimasukkan dalam
ordo Ostreida yang biasa kita kenal dengan nama kerang – kerangan karena
memiliki bagian yang keras dibagian bawahnya, dimana mereka dapat
berjalan seperti kaki dengan kaki yang bersol luas dan melindungi diri dengan
menekan cangkang punggungnya terhadap substrat.

F. Kesimpulan
1. Mengenal filum dari:
a. Monoplacophora
Monoplacophora merupakan kelompok Mollusca dengan keragaman yang
paling sedikit. Sampai saat ini hanya ditemukan 11 spesies dari kelas ini.
Memiliki cangkang tunggal (mono) yang menyerupai topi (Lindberg, 2009).
b. Polyplacophora
Chiton termasuk dalam classis polyplacophora. Meskipun beberapa
gambaran struktur dan perkembangan nampak primitif, namun chiton memiliki
struktur yang sesuai dengan kebiasaan melekat pada batu karang dan cangkang
mirip hewan lainnya. Hewan ini jika disentuh akan melekat erat pada batu karang
(Kastawi, 2003, hlm.191).
Chiton memiliki tubuh yang berbentuk oval dan cangkang yang terbagi
menjadi lempengan dorsal. Akan tetapi tubuh chiton itu sendiri tidak beruas-ruas.
Chiton juga dapat menggunakan kakinya untuk merayap perlahan dipermukaan
batu, Chiton menggunakan radulanya untuk menggerus alga dari permukaan
berbatuan (Campbell, 2010, hlm. 251).
c. Gastropoda
Sekitar tiga-perempat dari semua spesies Mollusca yang masih ada
merupakan gastropoda. Kebanyakan gastropoda hidup di laut, namun ada pula
banyak spesies yang hidup di perairan tawar. Beberapa gastropoda telah
beradaptasi dengan kehidupan di darat, termasuk bekicot dan siput telanjang,
(Campbell, 2010, hlm. 251).
Karakteristik yang khas dari classis gastropoda adalah proses
perkembangan yang disebut torsi (torsion). Ketika embrio gastropoda
berkembang, massa viseralnya berotasi hingga 180°, menyebabkan anus dan
rongga mantel hewan itu melipat ke atas kepalanya. Setelah torsi, beberapa organ
yang sebelumnya bilateral bisa mengalami reduksi ukuran, sementara organ yang
lain mungkin hilang pada salah satu sisi tubuh. Torsi tidak boleh
dicampuradukkan dengan pembentukan cangkang mengumpar, yang merupakan
proses perkembangan independen (Campbell, 2010, hlm. 251).
Kebanyakan gastropoda memiliki satu cangkang spiral tunggal yang
menjadi tempat persembunyian hewan apabila terancam. Cangkang seringkali
berbentuk kerucut namun berbentuk pipih pada abalon dan limpet. Kebanyakan
gastropoda memiliki kepala yang jelas dengan mata pada ujung tentakel.
Gastropoda benar-benar bergerak selambat bekicot secara harfiah dengan
gerakan kaki yang bergelombang atau dengan silia, seringkali meninggalkan jejak
lendir ketika lewat. Kebanyakan gastropoda menggunakan radulanya untuk
memakan alga atau tumbuhan, dan radulanya termodifikasi untuk mengebor
lubang pada cangkang Mollusca yang lain atau untuk mencabik-cabik mangsa.
Pada siput konus, gigi radula bertindak sebagai panah racun yang digunakan
untuk melumpuhkan mangsa (Campbell, 2010, hlm. 251-252).
Siput darat tidak memiliki insang yang merupakan ciri khas dari sebagian
besar gastropoda akuatik. Sebagain gantinya, lapisan rongga mantel berfungsi
sebagai paruparu, menukarkan gas-gas pernapasan dengan udara (Campbell,
2010, hlm. 252).
2. Morfologi dan Anatomi
a. Monoplacophora
Morfologi:
Pada awalnya monoplacophora ditemukan dalam bentuk fosil. Baru pada
tahun 1952 ditemukan spesies hidup di jurang dasar samudera pasifik di lepas
pantai Costa Rica. Monoplacophora termasuk kedalam kelas molluska. Bentuk
tubuhnya seperti siput berukuran 3 mm – 3 cm. tubuh bagian dorsal tertutup
sebuah cangkang, bagian ventral terdapat sebuah kaki yang datar dan bundar, di
bagian lateral dan posterior kaki di kelilingin mantel yang luas. Semua jenis kelas
monoplacophora adalah deposit feeder. Deposit feeder adalah bentos pemakan
material organik yang terjebak didalam sedimen baik berupa detritus maupun
material organic yang lebih halus. Bentos pemakan deposit ini biasanya langsung
memasukkan makanannya kedalam tubuhnya.
Anatomi:
Monoplacophora terstruktur kuat, sistem pencernaan melingkar, memiliki
2 pasang kelenjar kelamin (gonad), dan beberapa pasang organ ekskresi
(diantaranya 4 yang berfungsi sebagai gonoducts). Sebuah ventrikel bilobed
terletak di kedua sisi rectum dan terhubung melalui aorta yang panjang saluran
kompleks dari beberapa pasangan atrium yang pada gilirannya terhubung ke
organ ekskresi. Sistem saraf seperti tangga dan telah lemah dikembangkan oleh
ganglia anterior. Mulut monoplacophora dilengkapi dengan radula, yaitu, setiap
baris memiliki gigi pusat, tiga pasang gigi lateral, dan dua pasang gigi marjinal.
Anus terdapat dibagian posterior.
b. Polyplacophora
Morfologi:
Bentuk tubuh polypacophora bulat telur, pipih, dan simetris bilateral.
Mulut tidak berkembang baik dan terletak di bagian kepala (anterior), sedangkan
anus terletak di posterior. Hewan ini tidak memiliki tentakel dan mata. Permukaan
dorsal tubuhnya tertutup mantel yang dilengkapi delapan kepingan kapur yang
mengandung berlapis-lapis serabut insang. Kadang-kadang kepingan itu
dibungkus lapisan kitin. Saluran mantel terdapat di tepi tubuh. Kakinya pipih dan
biasanya memiliki lidah parut (radula). Ukuran tubuhnya 3 mm – 40 cm berwarna
gelap. Contoh yang terkenal dari kelas polyplacophora adalah chiton sp.
Anatomi:
Organ pencernaannya dimulai dari mulut yang dilengkapi radula dan gigi
– faring – perut – usus halus – anus. Kelenjar pencernaannya adalah hati yang
berhubungan dengan perut. Sistem saraf berupa cincin esofagus dan dua cabang
saraf yang mensarafi mantel dan daerah kaki. Tidak terdapat ganglion yang jelas,
tetapi ada sel-sel ganglion pada cabang saraf. Sistem peredaran darah lakunair
(terbuka) terdiri dari jantung, aorta, dan sebuah sinus. Darah medapat oksigen dari
insang. Ekskresi dilakukan oleh sepasang ginjal yang bermuara ke arah posterior.
Reproduksi secara seksual, yaitu dengan pertemuan sel oyum dan sel sperma yang
terdapat pada individu jantan dan betina.
c. Gastropoda
Morfologi
Menurut Oemarjati (1990), hewan kelas gastropoda umumnya
bercangkang tunggal, yang terpilin membentuk spiral, beberapa jenis diantaranya
tidak mempunyai cangkang, Sebagian besar terbuat dari bahan kalsium karbonat
yang di bagian luarnya dilapisi periostrakum dan zat tanduk. Cangkang
Gastropoda yang berputar ke arah belakang searah dengan jarum jam disebut
dekstral, sebaliknya bila cangkangnya berputar berlawanan arah dengan jarum
jam disebut sinistral. Siput- siput Gastropoda yang hidup di laut umumnya
berbentuk dekstral dan sedikit sekali ditemukan dalam bentuk sinistral.
Gastropoda di Lihat dari Ventral & Dorsal Ventral Dorsal terdiri atas:
Suture; posterior canal; aperture; Gigi; columella; bibir luar Siphonal; umbillicus.
Kepala Pada kepala terdapat sepasang tentakel yang dapat dipanjang-pendekkan.
Mulut Pada mulut terdapat lidah parut dan gigi rahang. Pada mulut terdapat radula
atau alat pengunyah. Gigi tersusun dalam 2 set. Jumlah gigi pada gastropoda
antara 16-750000 buah. Kaki Kaki adalah organ yang dipergunakan untuk
merayap secara perlahan-lahan. Kaki gastropoda terletak dibagian belakang
kepalanya, yaitu dibagian bawah dari badannya. Alat geraknya dapat
mengeluarkan lendir untuk memudahkan pergerakannya.
Anatomi
Struktur anatomi Gastropoda dapat dilihat pada susunan tubuh gastropoda
yang terdiri atas kepala, badan, dan alat gerak. Pada kepala terdapat sepasang alat
peraba yang dapat dipanjang pendekkan. Pada alat peraba ini terdapat titik mata
untuk membedakan terang dan gelap. Pada mulut terdapat lidah parut dan gigi
rahang. Di dalam badannya terdapat alat-alat penting untuk hidupnya diantaranya
ialah alat pencernaan, alat pernafasan serta alat genitalis untuk pembiakannya.
Saluran pencernaan terdiri atas mulut. Pharynx yang berotot, kerongkongan,
lambung, usus, anus. Alat geraknya dapat mengeluarkan lendir, untuk
memudahkan pergerakannya (Wati, 2013).
Tubuh siput Gastropoda terdiri dari empat bagian utama, yaitu kepala,
kaki, isi perut dan mantle. Mantle siput gastropoda terletak di sebelah depan pada
bagian dalam cangkangnya. Makanannya yang banyak mengandung calsium
carbonat dan pigment masuk ke dalam plasma darah dan diedarkan ke seluruh
tubuh, kemudian calsium carbonat serta pigmen tersebut diserap oleh mantle, dan
kemudian mantle ini mengeluarkan sel-sel yang dapat membentuk struktur
cangkang serta corak warna pada cangkang. Tergantung dari pada faktor
keturunan, struktur cangkang dapat dibuat tonjolan-tonjolan ataupun duri-duri.
Jadi mantel tersebut merupakan arsitek dalam pembentukan struktur serta corak
warna dari cangkang. Lapisan struktur cangkang dinamakan lapisan prismatic
(Dharma, 1988).
Celah-celah kecil dalam mantel dari beberapa jenis siput menghasilkan
benda lainnya yang diletakkan di bagian luar cangkang yang disebut
periostracum. Siput-siput yang permukaan luar cangkangnya mengkilap seperti
Cypraea dan Oliva ini dikarenakan mantlenya keluar ke atas permukaan cangkang
dan menyelimutinya dari dua arah yaitu dari sisi kiri dan kanan. Pada umumnya
cangkang siput yang hidup di laut lebih tebal dibandingkan dengan siput darat, hal
ini dikarenakan banyak sekali kapur yang dihasilkan oleh binatang bunga karang
yang hidup di laut. Munculnya warna pada cangkang juga dipengaruhi oleh
intensitas cahaya. Pada perairan yang dangkal biasanya cangkang berwarna sangat
terang, sedangkan pada perairan yang dalam cangkangnya biasanya lebih gelap
(Romimohtarto, 2001).

3. Mengenal filum dari:


a. Pelecypoda (Bivalvia)
Mollusca dari classis Bivalvia mencakup banyak spesies kima, tiram,
kerang, dan remis. Bivalvia memiliki cangkang yang terbagi menjadi dua belahan.
Kedua belahan itu dihubungkan oleh engsel pada garis tengah dorsal, dan otot-
otot aduktor yang kuat mengatupkan kedua cangkang rapat-rapat untuk
melindungi tubuh hewan yang lunak. Bivalvia tidak memiliki kepala yang jelas,
dan radulanya telah hilang. Beberapa bivalvia memiliki mata dan tentakel-tentakel
pengindara di sepanjang tepi luar mantelnya (Campbell, 2010, hlm. 252).
Rongga mantel bivalvia memiliki insang yang digunakan untuk pertukaran
gas sekaligus menangkap makanan pada kebanyakan spesies. Kebanyakan
bivalvia adalah pemakan supensi. Mereka memerangkap partikel-partikel
makanan yang halus di dalam mukus yang menyelubungi insangnya, dan silianya
kemudian mengantarkan partikel-partikel makanan itu ke mulut. Air memasuki
rongga mantel melalui sifon aliran masuk, melewati insang, dan kemudian keluar
dari rongga mantel melalui sifon aliran keluar (Campbell, 2010, hlm. 252).
b. Cephalopoda
Cephalopoda merupakan predator yang aktif. Mereka menggunakan
tentakelnya untuk mencengkeram mangsa, yang kemudian digigit dengan rahang
serupa-paruh dan dilumpuhkan dengan racun yang ada di dalam ludahnya. Kaki
cephalopoda telah termodifikasi menjadi sifon aliran keluar yang berotot dan
bagian dari tentakel. Cumi-cumi melejit ke sana sini dengan menarik air ke dalam
rongga mantelnya dan kemudian menembakkan semburan air melalui sifon aliran
keluar. Mereka berganti arah dengan mengarahkan sifon ke arah berbeda. Gurita
menggunakan mekanisme yang serupa untuk meloloskan diri dari predator
(Campbell, 2010, hlm. 252-253).
Cephalopoda memiliki ukuran tubuh terbesar dibandingkan hewan
Avertebrata lainnya. Pada umumnya cephalopoda memiliki panjang 6 sampai 70
cm termasuk tangan dan tentakel, namun pada beberapa spesies memiliki ukuran
tubuh besar. Cumicumi yang memiliki ukuran tubuh terbesar Architeuthis yaitu
dengan panjang tubuh 16 m termasuk panjang tentakelnya. Panjang tentakelnya
sendiri 6 m dan lingkar badan 4 m. adapun oktopus yang bertubuh raksasa telah
diamati oleh penyelam di laut jepang, memiliki panjang 10 sampai 15 m
(Kastawi, 2003, hlm. 205).
4. Morfologi dan Anatomi
a. Pelecypoda
Morfologi
Bivalvia memiliki tubuh bilateral simerti, pipih secara lateral kaki
berbentuk seperti baji, insang tipis berbentuk seperti papan, umumnya
mempunyai kelamin terpisah, tetapi beberapa diantaranya hermaprodit.
Anatomi
b. Cephalopoda
Morfologi
Tubuh cephalopoda simetri bilateral, sebuah kaki yang terbagi menjadi
lengan-lengan yang dilengkapi alat penghisap dan sistem saraf yang berkembang
baik di kepala. Cephalopoda tidak mempunyai bentuk kaki yang lebar dan datar
seperti halnya mollusca lain.
Anatomi
Organ pencernaan di mulai dari mulut yang mengandung radula dan dua
rahang yang terbuat dari zat khitin dan berbentuk seperti paruh burung betet.
Gerak kedua rahang tersebut di karenakan kontraksi otot. Terdapat dua kelenjar
ludah yang terletak di masa bukal. Kelenjar ludah ke tiga terletak ujung anterior
hati dan mensekresi racun yang akan bermuara ke daerah rahang. Kelenjar
pencernaan terdiri atas dua bagian yaitu hati yang terdapat di anterior dan
pancreas terletak di posterior. Lambung bersifat muscular dan berfungsi
mencampurkan makanan dari hasil sekresi dari kelenjar pencernaan. Zat-zat
makanan akan menuju ke dalam usus atau ke dalam sektum, organ pencernaan
berikutnya adalah rektum dan anus yang bermuara dalam rongga mantel
(Kastawi, 2003).

G. Daftar Pustaka

Barnes, R. D. 1974. Invertebrate Zoology Third Edition. Philadelphia: W. B. Soundress.

Brotowidjojo, Mukayat. 1989. Zoologi Invertebrata. Jakarta: Erlangga.

Bursca, R. C & G. J Brusca. 1990. Invertebrates Sinauter Associates. Massachuttes. Inc


Publishers.

Campbell, N. A. & J. B. Reece. 2003. Biologi Edisi Kelima Jilid 2. Terjemahan:


Damaring Tyas Wulandari. Jakarta: Erlangga.

Campbell, N. A. & J. B. Reece. 2010. Biologi Edisi Kedelapan Jilid 3. Terjemahan:


Damaring Tyas Wulandari. Jakarta: Erlangga.
Chikuni, S. 1983. Cephalopod resources in the Indo – Pasific Region. In J. F Caddy (ed.)
Marine Invertebrate Fisheries. 264 – 305.

Clarke, M. R. 1986. A Handbook For the Identification of Cephalopod Beaks. Oxford:


Clarendron Press.

Danakusumah, E., A Mansyur, dan S. Martinus. 1995 . Studi Mengenai Aspek – aspek
Biologi dan Budidaya Sepioteuthis Musim Pemijahan. Prosiding Seminar
Kelautan Nasional Jakarta.

Dewi, S. P. 2010. Perbedaan Efek Pemberian Lendir Bekicot (Achatina fulica) dan Gel
Bioplacenton terhadap Penyembuhan Luka Bersih pada Tikus Putih. Surakarta:
Universitas Sebelas Maret.

Dharma B. 1988. Siput dan Kerang Indonesia. Jakarta: PT Sarana Graha.

Gunarso W, Purwangka F. 1998. Cumi – cumi serta kerabatnya. Bogor: Institut Pertanian
Bogor.

Hala, Yusminah. 2007. Biologi Umum II. Makassar: UIN Alauddin Press.

Hanlon, R and J. Messenger. 1996. Cephalopod Behavior. Cambridge: University Press.

Jereb. P and Roper, CFE. 2005. Cephalopods of the World. FAO Species Catalogue for
Fishery Purpose. 4(1): 114 – 115.

Jasin, Maskoeri. 1992. Zoologi Invertebrata. Surabaya: Sinar Wijaya.

Jutje S, Lahay. 2006. Zoologi Invertebrata. Makassar: Universitas Negeri Makassar.

Kastawi, Yusuf. 2003. Zoologi Invertebrata. Malang: Universitas Negeri Malang.

Kastawi, Yusuf. 2005. Zoologi Invertebrata. Malang: Universitas Negeri Malang.

Lindberg D, Ponder W. 2009. The influence of classification on theevolutionary


interpretation of structure - a re-evaluation of theevolution of the pallial cavity of
gastropod mollusks.1: 273–99.

Mulyanto, S. 1987. Teknik Budidaya Laut Tiram Mutiara di Indonesia. Jakarta: Diktat
Ahli Usaha Perikanan.
Nabhitabhata, J. 1996. Life Cycle of Curnired Big Fin Squid Sepioteuthists lessoniana
Lesson. Phuket: Phuket Marine Biology Centre. Special Publication 25(I): P 91 –
99.

Nateewathana. 1997. Systematic of Cephalopoda (Mollusca) of The Andaman Sea,


Thailand Institute of Biological Sciences Faculty of Natural Sciences University
of Aarhus. Thailand: Phuket Marine Biological Center.

Nontji, A. 1993. Laut Nusantara. Jakarta: Djambatan.

Oemarjati, Boen S. Dan Wisnu Wardhana. 1991. Taksonomi Avertebrata Pengantar


Praktikum Laboratorium. Jakarta: UI – Press.

Omar, Andy, S. Bin. 1999. Biologi Reproduksi dan Upaya Budidaya Cephalopoda.
Makalah Masalah Khusus Reproduksi. Bogorr: Institut Pertanian Bogor.

Romimohtarto, K. Dan S. Juwana. 2001. Biologi Laut. Ilmu Pengetahuan Tentang. Biota
Laut. Jakarta: Penerbit Djambatan.

Roper, C. F. E., M. J. Sweeney, and C. E. Nauen. 1984. FAO Species Cataloque


Cephalopod of the World. An annotated and illustrated cataloque of species of
interest to fisheries. FAP Fiash: 125(3): 1 – 277.

Rusyana, Adun. 2011. Zoologi Invertebrata. Bandung: Alfabeta.

Soewito, A. P. Dan B. Syarif. 1990. Uji Coba Pancing Cumi – cumi “Squid Jigger” di
Perairan Laut Cina Selatan dan Kalimantan Barat. Semarang: Balai
Pengembangan Penangkapan Ikan.

Suwingnyo. 1989. Avertebrata Air. Bogor: Institut Pertanian Bogor.

Suwingnyo Sugiarti, dkk. 2005. Avertebrata Air I. Jakarta: Penebar Swadaya.

Wati, T. Kurnia. 2013. Keanekaragaman Gastropoda di Padang Kamun perairan


Desa Pengudang Kabupaten Bintan. Fakultas Ilmu Kelautan dan Perikanan. UMRAH.
Tanjungpinang.

Winanto, P dan M. Murdjani. 1988. Budidaya Tiram Mutiara. Lampung: Direktorat


Jendral Perikanan Balai Budidaya Laut Lampung.

Winanto. 2004. Memproduksi Benih Tiram Mutiara. Depok: Penebar Swadaya.


Yonge, C.M and T.E. Thompson. 1976. Living Marine Mollusc. London: William
Collins and Sons & Co., Ltd.

Anda mungkin juga menyukai