Anda di halaman 1dari 21

Bab I Pendahuluan

I.1 Latar Belakang


Paleontologi adalah cabang ilmu geologi yang menceritakan kehidupan di masa
lampau berdasarkan sisa – sisa kehidupan yang terawetkan secara alami berusia
lebih tua dari holosen (10.000 – 11.000 tahun yang lalu), disebut fosil. Ilmu ini
merupakan salah satu ilmu dasar geologi yang sangat penting dipelajari. Penentuan
umur, lingkungan pengendapan, iklim dan arus purba, sejarah makhluk hidup
hingga rekonstruksi perkembangan bumi tidak terlepas dari rekaman sisa – sisa
kehidupan pada makhluk hidup zaman dahulu. Sisa kehidupan zaman dahulu dapat
berupa bagian tubuh dari makhluk hidup (body fossil) atau sisa – sisa aktivitasnya
seperti fosil jejak (trace fossil). Dalam hal ini, ilmu paleontologi mengambil
peranan yang sangat penting karena ilmu ini membahas tentang kehidupan di zaman
purba. Oleh karena itu, praktikum ini dilaksanakan bertujuan untuk mengenal
fosilisasi dan jenis – jenis filum invertebrata serta aplikasinya dalam ilmu geologi.

I.2 Tujuan
1) Mengetahui fosil dan fosilisasi
2) Mengetahui jenis – jenis filum pada invertebrata
Bab II Dasar Teori

II.1 Fosil
Fosil merupakan sisa – sisa kehidupan makhluk, baik bagian tubuh makhluk
ataupun jejak yang ditinggalkannya di masa lalu. Tidak semua organisme dapat
menjadi fosil. Tumbuhan maupun hewan harus terkubur dan terawetkan di bawah
kondisi tertentu agar terfosilisasi. Pembentukan fosil terjadi dengan berbagai
kondisi lingkungan yang berbeda. Sangat jarang ditemukan dalam bentuk fosil yang
utuh, meski dalam beberapa kasus juga dapat ditemukan.

Fosil ditemukan dalam bentuk yang sudah terubah, namun demikan material –
material originalnya masih tetap ada yang tertinggal sehingga fosil tersebut dapat
dikenali. Oleh sebab itu, untuk mendapatkan rekaman fosil yang baik, organisme
harus memiliki bagian tubuh yang keras seperti cangkang atau tulang. Struktur
tubuh yang lunak akan cepat terhancurkan oleh hewan predator atau mengalami
pembusukan oleh bakteri. Biasanya, sisa tumbuhan dan hewan harus terkubur
dengan cepat untuk membentuk fosil. Sisa – sisa tumbuhan dan hewan yang
terekspos akan mudah mengalami pelapukan.

Selain berasal dari bagian tubuh yang tertinggal, bukti sisa kehidupan dari makhluk
hidup juga terlihat secara tidak langsung dari kehadiran jejak hewan berkaki
(tracks), jejak hewan tidak berkaki (trails), lubang bekas galian pada sedimen
(burrows), lubang bekas galian pada material yang keras (boring), dan imprints
seperti jejak daun pada sedimen (Erickson, 2000).

Fosil yang sangat umum ditemukan adalah hewan – hewan laut. Hal ini disebabkan
karena air laut bagus untuk mengawetkan dan sedimetasi sering terjadi di laut
sementara darat merupakan tempat erosi. Danau dan rawa purba juga tempat yang
baik untuk tertanamnya sisa – sisa tulang makhluk hidup air tawar dan juga hewan
lainnya. Rawa yang banyak ditumbuhi vegetasi akan kelimpahan fosil –fosil dair
tanaman. Lingkungan rawa yang reduksi menyebabkan pembusukan oleh bakteri
menjadi minim, sehingga hewan dan tumbuhan dapat terawetkan.
Fosilisasi pada organisme dapat terjadi dengan cara: permineralisasi, rekristalisasi,
penggantian, histometabasis, amber, es, serta cetakan. Permineralisasi,
rekristalisasi, penggantian, biasanya berhubungan dengan pembentukan mineral
baru untuk mengisi bagian yang kosong atau menggantikan material asli dari
organisme seperti tulang, atau kayu. Apabila organisme yang terkubur pada
sedimen mengalami pelarutan oleh air bawah tanah, maka akan terbentuk cetakan
yang disebut dengan mold. Jika bagian yang kosong tersebut diisi lagi oleh mineral,
maka terbentuk cetakan yang disebut cast (Gambar 2.1)

Gambar 2.1 Mold (kiri) dan cast (kanan) (Erickson, 2000)

Fosil utama dikelompokkan ke dalam sepuluh filum, yaitu:


1) Protozoa
2) Porifera
3) Coelenterata
4) Bryozoa
5) Brachiopoda
6) Molluska
7) Annelida
8) Arthropoda
9) Echinodermata
10) Vertebrata
II.2 Filum Invertebrata
Berikut adalah jenis – jenis organisme yang termasuk dalam filum invertebrata.
A. Porifera
Sponges merupakan filum porifera. Ia adalah hewan sessile benthic dan filter
feeder. Sponge memiliki tubuh berbentuk kantung atau tas dengan rongga di
bagian tengah (pagaster) yang membuka bagian atas dari osculum (Gambar
2.2). Permukaan luarnya terdapat lubang- lubang kecil disebut ostia (Clarkson,
1992).

Gambar 2.2 Salah satu elemen pada morfologi sponge (Marshal, 1978 dalam
Clarkson, 1992)

B. Coelentrata
Coelentrata merupakan invertebrata yang selangkah telah berevolusi daripada
sponge. Umumnya, coelentrata secara radial simetri, dengan bagian tubuh radial
keluar menjauh dari bagian tengah. Mulut coelentrata dikelilingi oleh tentakel.
Contoh dari filum ini adalah jellyfish dan juga coral.

C. Brachiopoda
Brachiopoda merupakan hewan laut hidup secara bentos yang memiliki bagian
lunak tertutup di dalam cangkang dua katup. Mirip seperti bivalvia yang memiliki
sepasang katup tergantung dan makan dengan cara menarik air ke dalam cangkang.
Dua katup yang dimiliki berbeda ukuran namun simetri, sementara bivalvia sama
ukuran namun kedua sisi katup tidak sama. Karakteristik yang dimiliki oleh semua
brachiopoda adalah memiliki dua katup dan organ pengumpul makanan yang
kompleks disebut lophophore. Brachiopoda dibagi menjadi tiga subfilum;
Linguliformea, Craniiformea dan Rhynchonelliformea. Berikut adalah kenampakan
Brachiopoda (Gambar 2.3)

Gambar 2.3 Kenampakan Brachiopoda (a) permukaan atas dengan katup brachial;
(b) secara lateral; (c) anterior; (d) posisi saat hidup (Clarkson, 1992).

D. Moluska
Moluska merupakan filum yang umumnya ditemukan di laut, meski terdapat
beberapa kelompok yang dapat di temukan di air tawar, seperti bivalvia dan
gastropoda. Filum moluska diklasifikasikan menjadi beberapa bagian berikut:
1) Kelas Monoplacophora
Kelas ini termasuk moluska laut yang primitif dengan cangkang yang tidak
menyatu. Kakinya bundar, dilingkari oleh lapisan rongga. Gambar 2.4
merupakan kenampakan Neopilina, salah satu jenis Monoplacophora, dari
ventral, dorsal dan lateral.

Gambar 2.4 Kenampakan Neopilina dari (a) ventral, (b) dorsal dan (c) lateral
(Clarkson, 1992).
2) Kelas Polyplacophora
Moluska laut yang memiliki cangkang simetri secara bilateral. Gambar 2.5
merupakan Chiton (Polyplacophora) dari kenampakan dorsal dan juga
ventral.

Gambar 2.5 Kenampakan Chiton (Polyplacophora) dari (a) dorsal, (b) ventral
(Clarkson, 1992).

3) Kelas Scaphopoda
Kelas ini merupakan moluska laut yang memiliki cangkang kecil lonjong
memanjang terbuka di kedua ujungnya. Anterior lebih luas dengan mulut
secara permanen tertanam dalam sedimen.
4) Kelas Bivalvia
Bivalvia memiliki cangkang terdiri dari sepasang katup calcareous.
Hidupnya di mayoritas di laut secara benthos.

Gambar 2.6 (a) Kenampakan posterior dari bivalvia, (b) interior katup kiri
(Clarkson, 1992).
5) Kelas Rostroconchia
Sekilas mirip dengan bivalvia secara internal, yakni memiliki kaki
menonjol, ditandai oleh anterior gape di cangkangnya. Akan tetapi, mereka
dapat dibedakan dari morfologi hinge line, dimana kelas ini tidak memiliki
hinge yang fungsional.
6) Kelas Gastropoda
Termasuk di dalam kelas ini adalah semua jenis siput yang ada di laut, darat
dan air tawar. Tubuh dari makhluk ini sangat khas yaitu cangkang yang
melingkar. Kepalanya dilengkapi oleh tentakel, mata dan organ perasa
lainnya. Gambar 2.7 merupakan morfologi dari gastopoda.

Gambar 2.7 Morfologi Gastropoda (a) saat hidup, (b) cangkang (Clarkson, 1992).

7) Kelas Cephalopoda
Cephalopoda merupakan kelompok moluska yang sudah terevolusi tinggi
dan seluruhnya berada di laut. Filum ini memiliki kamar cangkang eksternal
atau internal (Holland, 1987 dalam Clarkson, 1992) Cephalopoda dibagi
lagi menjadi sub-kelas Nautiloidea, Ammonoidea, dan Coleoidea (Dzik’s,
1984).
Gambar 2.8 (a) Kenampakan cangkang Nautilus pompilius, (b) morfologi
ammonoid (Clarkson, 1992).

E. Echinodermata
Semua jenis echodermata memiliki internal mesodermal skeletons dan berduri.
Skeleton umumnya memiliki simetri pentameral. Hal penting lain yang
dimiliki adalah sistem water-vascular, yaitu pembuluh internal kompleks dan
kandung kemih mengandung fluida. Klasifikasi Echinodermata adalah sebagai
berikut:
a) Echinozoa, yang dibagi menjadi: Echinoidea, Holothuroidea, dan
Edrioasteroidea.
b) Asterozoa, terdiri dari: Asteroideia (contoh bintang laut), Ophiuroidea
(contoh Britlle star), dan Somasteroidea
c) Crinozoa
d) Blastozoa
e) Homalozoa

F. Arthropoda
Arthropoda memiliki karakteristik yang sangat berbeda dari invertebrata
lainnya, yaitu lapisan luar keras atau disebut eksoskeleton dan sendi tambahan
digunakan untuk bergerak dan makan.
Bab III Hasil Pengamatan

III.1 Fosilisasi
Berikut adalah hasil pengamatan fosilisasi yang dilakukan pada praktikum
Paleontologi.

1) External mold (Kode sampel: UTS 11)

Gambar 3.1 External mold pada batuan sedimen (Foto: Dokumentasi pribadi, 2019)

Sampel berwarna coklat kehitaman, tidak simetris, dan merupakan jenis fosilisasi
cetakan berupa external mold. Terlihat pada gambar di atas, sedimen
memperlihatkan adanya cetakan dari bagian tubuh suatu makhluk hidup (panah
merah) yaitu bintang laut. Fosilisasi cetakan dapat terjadi ketika sedimen masih
dalam kondisi lunak, atau sehingga ketika sedimen tersebut dikenai oleh bagian luar
tubuh bintang laut, akan meninggalkan bekas dan ikut mengeras seiring dengan
proses litifikasi.

2) Internal mold
Fosilisasi berikut merupakan kebalikan dari fosilisasi external mold poin (1).
Fosilisasi ini dikenal dengan istilah internal mold. Internal mold terjadi ketika
bagian dalam dari tubuh hewan terisi oleh sedimen dan mengeras. Ketika cangkang
terlepas, sedimen yang tersisa membentuk cetakan morfologi cangkang. Seperti
pada Gambar 3.2, sedimen mengisi bagian cangkang dari cepalopoda. Kemudian
cangkang tersebut lepas dan telihat fosil cetakan sedimen membentuk putaran
cangkang cepalopoda.

Gambar 3.2 Internal mold pada batuan sedimen (Foto: Dokumentasi pribadi, 2019)

3) Burrow
Sampel berwarna putih kekuningan, merupakan jenis fosilisasi jejak berupa
burrow. Bekas galian yang dilakukan oleh makhluk hidup terhadap sedimen yang
masih lunak, terlihat pada Gambar 3.3 bagian bekas galian (panah merah) pada
sedimen memiliki ukuran butir yang lebih halus daripada bagian tepi. Burrow
memiliki simetri bilateral.

Gambar 3.3 Burrow (Foto: Dokumentasi pribadi, 2019)


4) Permineralisasi (Kode sampel: K 349)

Gambar 3.4 Permineralisasi (Foto: Dokumentasi pribadi, 2019)

Sampel berwarna coklat keabu-abuan, asimetris, dan merupakan fosilisasi jenis


permineralisasi. Hal tersebut karena sebagian tubuhnya tergantikan oleh mineral
yang lain, namun masih dengan mineral yang sama.

5) Imprinting (Kode sampel: FOS 47)

Gambar 3.5 Imprinting (Foto: Dokumentasi pribadi, 2019)

Sampel berwarna coklat, merupakan fosilisasi jenis imprinting. Hal tersebut karena
terdapat jejak daun (lingkaran merah) yang tercetak pada batuan sedimen tersebut.
Ketika akan tertananam, sedimen masih belum terlitifikasi, sehingga bagian daun
dapat tercetak pada batuan sedimen. Fosil tersebut tidak memiliki simetri (asimetri).

6) Rekristalisasi (Kode sampel: CG 01)

Gambar 3.6 Fosil yang mengalami rekristalisasi (Foto: Dokumentasi pribadi, 2019)

Sampel berwarna merah kecoklatan, simetri bilateral dan merupakan jenis fosilisasi
rekristalisasi pada amonit. Rekristalisasi terjadi apabila bagian tubuh dari hewan
yang terdiri dari mineral mengalami perubahan yaitu mengkristal kembali menjadi
mineral lain. Seperti pada contoh fosil amonit pada Gambar 3.6, umumnya,
cangkang hewan ini tersusun atas mineral aragonit. Ketika cangkang tertutup oleh
sedimen, tekanan menjadi lebih tinggi. Mineral yang tidak stabil cenderung akan
berubah menjadi mineral yang lebih stabil. Maka dari itu, biasanya aragonit akan
mengkristal menjadi kalsit yang lebih stabil terhadap tekanan dari beban sedimen.

7) Penggantian (replacement) (Kode sampel: UAS 52)


Gambar 3.7 merupakan fosil dari Cepalopoda yang telah mengalami fosilisasi.
Terlihat adanya perbedaan warna pada cangkang hewan tersebut. Perbedaan
tersebut karena adanya perbedaan mineral karena sebagian tubuh fosil sudah
digantikan oleh mineral lain. Mineral coklat, berbutir halus (panah merah)
merupakan mineral lempung yang menggantikan sebagian mineral karbonat (warna
lebih gelap) pada cangkang Cepalopoda. Fosil tersebut memiliki simetri bilateral.
Mineral
karbonat Mineral
lempung

Gambar 3.7 Penggantian (Foto: Dokumentasi pribadi, 2019)

8) Histometabasis

Gambar 3.8 Histometabasis pada fosil kayu (Foto: Dokumentasi pribadi, 2019)

Gambar 3.8 merupakan fosil kayu yang telah mengalami proses histometabasis.
Pada fosil kayu tersebut, material – material pada kayu digantikan oleh mineral
silika yang kemudian mengalami silisifikasi. Silisifikasi ini memperlihatkan
kumpulan mineral silika membentuk morfologi seperti kayu.

9) Mold dan cast (Kode sampel: D1)


Gambar 3.9 merupakan salah satu contoh dari fosilisasi cetakan yaitu mold dan cast.
Pada gambar terlihat fosil jaringan tumbuhan tercetak pada sedimen berbutir halus.
Fosilisasi ini terjadi ketika tumbuhan terkubur pada sedimen mengalami pelarutan
oleh air bawah tanah sehingga tersisa adalah ruang kosong yang berbentuk jaringan
tanaman tersebut. Cetakan jenis ini disebut dengan mold (Gambar 3.9 bagian kiri).
Apabila bagian kosong terisi oleh material lain dan membentuk jaringan tumbuhan
tersebut, maka dissebut cast (Gambar 3.9 bagian kanan). Fosil ini memiliki simetri
bilateral.

Gambar 3.9 Mold dan cast (Foto: Dokumentasi pribadi, 2019)

10) Amber (Kode sampel: A36)

Gambar 3.10 Contoh organisme yang terperangkap dalam getah (Foto:


Dokumentasi pribadi, 2019).
Gambar di atas bukan merupakan fosil, karena getahnya merupakan buatan. Namun
gambar tersebut merupakan contoh dari jenis fosilisasi amber, yaitu
terperangkapnya organisme di dalam getah dari tanaman dan menjadi fosil di
dalamnya.

III.2 Invertebrata
Berikut adalah hasil pengamatan pada fosil invertebrata yang dilakukan pada
praktikum paleontologi.

1. Gastropoda

Gambar 3.11 Gastropoda (Foto: Dokumentasi pribadi, 2019).

Sampel di atas memiliki ciri yang sangat khas, yaitu memiliki cangkang yang
berputar seperti ditunjukkan panah merah pada gambar di atas. Ada beberapa jenis
invertebrata yang memiliki bagian cangkang berputar, salah satunya adalah
Cepalopoda. Pembeda antara kedua kelas ini adalah terletak pada bentuk
perputarannya. Gastropoda memiliki cangkang yang berputar ke arah atas (secara
tiga dimensi), dikenal dengan istilah trokospiral. Gastropoda termasuk ke dalam
Filum Moluska.
2. Cepalopoda

Gambar 3.12 Cepalopoda (Foto: Dokumentasi pribadi, 2019).

Sampel di atas memiliki ciri yang sangat khas seperti pada Gastropoda, yaitu
memiliki cangkang yang berputar seperti ditunjukkan panah merah pada gambar di
atas. Namun berbeda dari Gastropoda, perputaran cangkangnya tidak ke atas,
namun secara horizontal. Cepalopoda juga termasuk ke dalam Filum Moluska

3. Sponge

Gambar 3.13 Sponge (Foto: Dokumentasi pribadi, 2019).


Sponge dicirikan oleh permukaan yang berpori – pori atau spikula, mirip seperti
spon. Pori ini memiliki ukuran yang kecil, sehingga hampir tidak terlihat

4. Bivalvia

Gambar 3.14 Bivalvia (Foto: Dokumentasi pribadi, 2019).

Sampel di atas terdiri dari dua katup yang menjadi ciri khas dari invertebrata ini.
Kedua katup tersebut simetri antara atas dan bawah (setangkup). Namun tidak
simetri secara bilateral. Fosil ini merupakan Bivalvia yang juga merupakan Filum
Moluska.

5. Brachiapoda

Gambar 3.15 Brachiopoda (Foto: Dokumentasi pribadi, 2019).

Sampel ini mirip seperti bivalvia, yaitu memiliki dua buah katup. Pembeda antara
kedua invertebrata tersebut terletak pada simetrinya. Jika pada bivalvia setangkup
antara bagian atas dan bawah, braciopoda memiliki simetri antara bagian kanan dan
kiri (simetri bilateral).
6. Coelentrata

Gambar 3.16 Coelentrata (Foto: Dokumentasi pribadi, 2019).

Coelentrata memiliki ciri yang khas yaitu terdiri dari rongga – rongga. Berbeda
dengan porifera, rongga pada coelentrata masih terlihat, karena bentuknya besar,
sementara pada porifera hampir tidak terlihat karena ukurannya yang kecil. Gambar
di atas merupakan contoh coelentrata jenis coral. Adapun rongga – rongga yang
terbentuk umumnya disebabkan oleh pelarutan terhadap cangkang yang terdiri dari
komoposisi karbonat.

7. Artropoda

Gambar 3.17 Fosil kepiting yang termasuk ke dalam Filum Artropoda (Foto:
Dokumentasi pribadi, 2019).
Gambar 3.18 Fosil trilobita yang termasuk ke dalam Filum Artropoda (Foto:
Dokumentasi pribadi, 2019).

Kedua fosil di atas merupakan kepiting (Gambar 3.17) dan trilobita (Gambar 3.18)
yang termasuk ke dalam Filum Artropoda. Fosil tersebut dicirikan oleh cangkang
yang keras dan yang paling khas adalah berbuku – buku. Pada fosil trilobita di atas
terlihat pada cangkang yang berbuku – buku (panah merah).

8. Echinodermata- blastoidea asteroidea

Gambar 3.19 Fosil Echinodermata- blastoidea (Foto: Dokumentasi pribadi, 2019).

Gambar 3.20 Fosil Echinodermata- asteroidea (Foto: Dokumentasi pribadi, 2019).


Kedua gambar di atas merupakan kelompok Filum Echinodermata. Ciri khas
echinodermata yang terlihat pada gambar adalah simetri pentameral yang
dimilikinya (kotak merah). Selain itu echinodermata dicirikan oleh kulitnya yang
memiliki duri – duri.
Daftar Pustaka

Clarkson, E. N. K. 1992. Invertebrate palaeontology and evolution. Blackwell


Science: New York.
Erickson, J. 2000. An introduction to fossil and minerals. Fact On File, Inc: New
York.

Anda mungkin juga menyukai