Anda di halaman 1dari 42

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Paleontologi adalah ilmu yang mempelajari tentang bentuk bentuk kehidupan yang

pernah ada pada masa lampau termasuk evolusi dan interaksi satu dengan lainnya serta

lingkungan kehidupannya (paleoekologi) selama umur bumi atau dalam skala waktu

geologi terutama yang diwakili oleh fosil. Sebagaimana ilmu sejarah yang mencoba

untuk menjelaskan sebab sebab dibandingkan dengan melakukan percobaan untuk

mengamati gejala atau dampaknya.

Berbeda dengan mempelajari hewan atau tumbuhan yang hidup di zaman

sekarang, paleontologi menggunakan fosil atau jejak organisme yang terawetkan di

dalam lapisan kerak bumi, yang terawetkan oleh proses-proses alami, sebagai sumber

utama penelitian. Oleh karena itu paleontologi dapat diartikan sebagai ilmu mengenai

fosil sebab jejak jejak kehidupan masa lalu terekam dalam fosil.

Fosilisasi merupakan proses penimbunan sisa-sisa hewan atau tumbuhan yang

terakumulasi dalam sedimen atau endapan-endapan baik yang mengalami pengawetan

secara menyeluruh, sebagian ataupun jejaknya saja. Kebanyakan fosul ditemukan

dalam batuan endapan (sedimen) yang permukaannya terbuka. Tipe-tipe fosil yang

terkandung didalam batuan tergantung dari tipe lingkungan tempat sedimen secara

ilmiah terendapkan. Sedimen laut, dari garis pantai dan laut dangkal biasanya

mengandung paling banyak fosil. Dari praktikum ini kita dapat mengetahui bentuk dan
jenis-jenis filum echinodermata dan arthropoda serta mengetahui proses pemfosilan

yang terjadi pada setiap fosil yang berbeda.

1.2 Maksud dan Tujuan


Adapun maksud dari pelaksanaan praktikum ini adalah agar praktikum mampu

mendeskripsikan fosil yang diberikan secara makroskopis.


Sedangkan tujuan dari pelaksanaan praktikum adalah antara lain:
a. Mengetahui proses pemfosilan tiap-tiap fosil peraga pada echinodermata dan

arthropoda.
b. Mengetahui klasifikasi dari filum echinodermata dan arthropoda.

1.3 Alat dan Bahan

1.3.1 Alat

Adapun alat yang digunakan dalam praktikum ini antara lain :

a. Pensil
b. Penghapus
c. Lembar kerja praktikum
d. Kamera (untuk mengambil gambar fosil peraga)
e. Lap halus dan lap kasar.
1.3.2 Bahan

Adapun bahan yang digunakan dalam praktikum ini antara lain :

a. HCl 0.1 M
b. 8 sampel fosil, yaitu :
1) Calymene blumenbachi BGN.
2) Trimerus (Trimerus) delphinocephalus GREEN
3) Homotelus bromedensis ESKER
4) Cleothyridina deroissi (LEV.)
5) Plegiocidaris coronata (SCHLOTH.)
6) Plasiomys subquadratu HALL
7) Hemipneustes stratoradiatus (LESKE).
8) Conulus subconicus ORB.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Echinodermata
2.1.1 Pengertian

Echinonermata adalah binatang berkulit duri yang hidup di wilayah laut dengan

jumlah lengan lima buah bersimetris tubuh simetris radial. Beberapa organ tubuh

echinodermata sudah berkembang dengan baik. Misalnya teripang atau ketimun laut,

bulu babi, bintang ular, dolar pasir, bintang laut, lilia laut. Hewan Echinodermata

adalah komponen komunitas bentik di lamun yang lebih menarik dan lebih memiliki

nilai ekonomi. Lima kelas echinodermata ditemukan pada ekosistem lamun di

Indonesia. Dibawah ini urutan Echinodermata secara ekonomi (Hartog, 1970) :


1. Holothuroidea (timun laut atau teripang)
2. Echinoidea (bulu babi)
3. Asteroidea (Bintang laut)
4. Ophiuroidea (Bintang Laut Ular)
5. Crinoidea

2.1.2 Ciri-ciri

Ciri tubuh Echinodermata meliputi ukuran, bentuk, struktur, dan fungsi tubuh.

Berikut ini penjelasannya ( Anonim, 2008 ) :

a. Ukuran dan bentuk tubuh

Bentuk tubuh Echinodermata ada yang seperti bintang, bulat, pipih, bulat

memanjang, dan seperti tumbuhan. Tubuh terdiri dari bagian oral (yang memiliki

mulut) dan Aboral (yang tidak memiliki mulut).

b. Struktur dan fungsi tubuh

Permukaan Echinodermata umumnya berduri, baik itu pendek tumpul atau

runcing panjang. Duri berpangkal pada suatu lempeng kalsium karbonat yang disebut

testa. Sistem saluran air dalam rongga tubuhnya disebut ambulakral. Ambulakral

berfungsi untuk mengatur pergerakan bagian yang menjulur keluar tubuh, yaitu kaki

ambulakral atau kaki tabung ambulakral. Kaki ambulakral memiliki alat isap.sistem

pencernaan terdiri dari mulut, esofagus, lambung, usus, dan anus. Sistem ekskresi
tidak ada. Pertukaran gas terjadi melalui insang kecil yang merupakan pemanjangan

kulit. Sistem sirkulasi belum berkembang baik. Echinodermata melakukan respirasi

dan makan pada selom.Sistem saraf Echinodermata terdiri dari cincin pusat saraf dan

cabang saraf. Echinodermata tidak memiliki otak. Untuk reproduksi Echinodermata

ada yang bersifat hermafrodit dan dioseus.

c. Cara hidup dan habitat

Echinodermata merupakan hewan yang hidup bebas.Makanannya adalah kerang,

plankton, dan organisme yang mati.Habitatnya di dasar air laut, di daerah pantai

hingga laut dalam.

d. Reproduksi

Echinodermata bersifat dioseus bersaluran reproduksi sederhana. Fertilisasi

berlangsung secara eksternal. Zigot berkembang menjadi larva yang simetris bilateral

bersilia. Hewan ini juga dapat beregenerasi.

1) Reproduksi seksual
Echinodermata menjadi dewasa seksual setelah sekitar dua sampai tiga tahun,

tergantung pada spesies dan kondisi lingkungan. Telur dan sel sperma yang dilepaskan

ke dalam air terbuka, di mana pembuahan terjadi. Pelepasan sperma dan telur

dikoordinasikan temporal pada beberapa spesies, dan spasial pada orang lain.

Fertilisasi internal saat ini telah diamati dalam tiga jenis bintang laut, tiga bintang

rapuh dan mentimun air dalam laut. Dalam beberapa spesies bintang bulu, embrio

berkembang di tas pemuliaan khusus, dimana telur dimiliki hingga sperma dirilis oleh

laki-laki terjadi untuk menemukan mereka dan pupuk isinya. Hal ini juga dapat

ditemukan antara landak laut dan teripang, di mana pameran merawat anak-anak

mereka dapat terjadi, misalnya dalam beberapa spesies dolar pasir yang membawa

anak mereka antara menusuk sisi lisan mereka, dan bulu babi hati memiliki ruang

penangkaran. Dengan bintang mengular, ruang khusus dapat dikembangkan di dekat

tas perut, di mana perkembangan anak muda terjadi. Spesies teripang dengan

perawatan khusus bagi keturunan mereka mungkin juga perawat muda di rongga tubuh

atau pada permukaan mereka. Dalam kasus yang jarang terjadi, pengembangan

langsung tanpa harus melalui tahap larva bilateral dapat terjadi pada beberapa bintang

laut dan bintang laut. Strategi lain yang telah berkembang dalam beberapa bintang laut

dan bintang rapuh adalah kemampuan untuk bereproduksi secara aseksual dengan

membagi dalam dua bagian sementara mereka remaja kecil, sementara beralih ke

reproduksi seksual ketika mereka telah mencapai kematangan seksual.

2) Reproduksi aseksual
Banyak binatang berkulit lunak memiliki kekuatan yang luar biasa regenerasi.

Beberapa bintang laut yang mampu regenerasi senjata hilang. Dalam beberapa kasus,

kehilangan lengan telah diamati untuk menumbuhkan bintang laut kedua lengkap.

Ketimun laut sering bagian pembuangan organ internal mereka jika mereka

memandang bahaya. Organ habis dan jaringan dengan cepat diregenerasi. Landak Laut

terus kehilangan duri mereka melalui kerusakan - semua bagian diganti. Beberapa

populasi seastar dapat mereproduksi seluruhnya secara aseksual murni oleh

penumpahan senjata untuk jangka waktu yang lama.

2.1.3 Kalsifikasi

Hewan Echinodermata berdasarkan bentuk tubuhnya dapat dibagi menjadi 5

kelas, yaitu kelas Asteroidea, Echinoidea, Ophiuroidea, Crinoidea, dan Holoturoidea.

Berikut ini penjelasannya ( LIPI, 2007 ) :

a. Asteroidea

Asteroidea sering disebut bintang laut. Sesuai dengan namanya itu, jenis hewan

ini berbentuk bintang dengan 5 lengan. Di permukaan kulit tubuhnya terdapat duri-

duri dengan berbagai ukuran. Hewan ini banyak dijumpai di pantai. Ciri lainnya

adalah alat organ tubuhnya bercabang ke seluruh lengan.


Gambar 2.1 Asteroidea

b. Echinoidea

Jika Anda jalan-jalan di pantai, hati-hati dengan binatang ini karena tubuhnya

dipenuhi duri tajam. Duri ini tersusun dari zat kapur. Duri ini ada yang pendek dan ada

pula yang panjang seperti landak. Itulah sebabnya jenis hewan ini sering disebut

landak laut. Jenis hewan ini biasanya hidup di sela-sela pasir atau sela-sela bebatuan

sekitar pantai atau di dasar laut. Tubuhnya tanpa lengan hampir bulat atau gepeng.

Gambar 2.2 Echinoidea

c. Ophiuroidea
Hewan ini jenis tubuhnya memiliki 5 lengan yang panjang-panjang. Kelima

tangan ini juga bisa digerak-gerakkan sehingga menyerupai ular. Oleh karena itu

hewan jenis ini sering disebut bintang ular laut (Ophiuroidea brevispinum).

Gambar 2.3 Ophiuroidea

d. Crinoidea

Jika Anda pernah menyelam ke dasar laut, mungkin Anda mengira jenis hewan

Crinoidea ini adalah tumbuhan. Memang sekilas hewan ini mirip tumbuhan bunga. Ia

memiliki tangkai dan melekat pada bebatuan, tak beda seperti tumbuhan yang

menempel di bebatuan. Ia juga memiliki 5 lengan yang bercabang-cabang lagi mirip

bunga lili.

Gambar 2.4 Crinoidea


e. Holothuroidea

Hewan jenis ini kulit durinya halus, sehingga sekilas tidak tampak sebagai jenis

Echinodermata. Tubuhnya seperti mentimun dan disebut mentimun laut atau disebut

juga teripang. Hewan ini sering ditemukan di tepi pantai.

Gambar 2.5 Holothuroidea

Berdasarkan literatur lainnya phylum Echinodermata ini dibagi kembali menjadi 6

bagian yakni ( Cambell, 2005 ) :

1. Asteroidea bintang laut : sekitar 1.500 spesies yang menangkap mangsa untuk

makanan mereka sendiri

2. Concentricycloidea, dikenal karena sistem pembuluh air mereka yang unik dan

terdiri dari hanya dua spesies yang baru-baru ini digabungkan ke dalam

Asteroidea.

3. Crinoidea (lili laut) : sekitar 600 spesies merupakan predator yang menunggu

mangsa.

4. Echinoidea (bulu babi dan dolar pasir): dikenal karena duri mereka yang

mampu digerakkan; sekitar 1.000 spesies.


5. Holothuroidea (teripang atau ketimun laut) : hewan panjang menyerupai siput;

sekitar 1.000 spesies.

6. Ophiuroidea (bintang ular dan bintang getas), secara fisik merupakan

ekinodermata terbesar; sekitar 1.500 spesies.

Adapun mengenai penggolongan phyllum echinodermata menurut maskoeri jasin

dibagi atas 5 kelas. Adapun pembagian kelas ini dibagi berdasarkan bentuk tubuhnya,

yaitu (Maskoeri, 1992) :

1. Asteroidea
2. Ophiuroidea
3. Echinoidea
4. Holothuroidea
5. Crinoidea
2.1.4 Kegunaan

Kegunaan fosil Echinodermata yaitu sebagai penciri kehidupan laut dangkal

hingga kehadirannya sangat membantu dalam penentuan umur dan terutama

lingkungan pengendapannya.

2.2 Filum Arthropoda


2.2.1 Pengertian

Arthropoda berasal dari bahasa Yunani, yaitu arthro yang berarti ruas dan podos

yang berarti kaki. Jadi, Arthropoda berarti hewan yang kakinya beruas-ruas.

Organisme yang tergolong filum arthropoda memiliki kaki yang berbuku-buku. Hewan

ini memiliki jumlah spesies yang saat ini telah diketahui sekitar 900.000 spesies.
Hewan yang tergolong arthropoda hidup di darat sampai ketinggian 6.000 m,

sedangkan yang hidup di air dapat ditemukan sampai kedalaman 10.000 meter.

Arthropoda (dalam bahasa latin, Arthra = ruas , buku, segmen ; podos = kaki)

merupakan hewan yang memiliki ciri kaki beruas, berbuku, atau bersegmen.Segmen

tersebut juga terdapat pada tubuhnya.Tubuh Arthropoda merupakan simeri bilateral

dan tergolong tripoblastik selomata.

Arthropoda adalah hewan dengan kaki beruas-ruas dengan sistem saraf tali dan

organ tubuh telah berkembang dengan baik. Tubuh artropoda terbagi atas segmen-

segmen yang berbeda dengan sistem peredaran darah terbuka. Contoh : laba-laba,

lipan, kalajengking, jangkrik, belalang, caplak, bangsat, kaki seribu, udang, lalat /

laler, kecoa.

2.2.2 Ciri-ciri Filum Arthropoda

Ciri-ciri umum filum Arthropoda adalah sebagai berikut :

1. Tubuh terbagi atau ruas-ruas (segmen).


2. Tubuhnya simetris bilateral.
3. Bagian luar tubuh terdiri dari eksoskeleton (kerangka luar) mengandung khitin,

yang dapat mengelupas bila tubuhnya mengelupas.


4. System alat pemcernaan berupa saluran tabular (kurang lebih lurus), ada mulut

dan anus.
5. System peredaran darah terbuka.
6. System syarah terdiri dari ganglion anterior (otak) yang terletak diatas

pencernaan, sepasang suyaraf yang menghubungkan otak dengan syaraf sebelah


ventral, serta pasangan-pasangan ganglion ventral yang dihubungkan oleh urat

syaraf ventral antara satu dengan yang lain.


7. System pengeluaran (ekskresi) berupa saluran-saluran malphigi yang bermuara di

saluran pencernaan, limbah dikeluarkan melalui anus.


8. Respirasi berlangsung memakai insang, trakea dan spirakel, tidak mempunyai silia

atau nefridia.
9. Kelamin hampir selalu terpisah.

2.2.3 Sistem Tubuh Filum Arthropoda

Sistem tubuh arthropoda terbagi menjadi :

a. Pencernaan : saluran pencernaan dari mulut sampai anus.


b. Pernapasan : insang pada hewan air dan trakea pada hewan darat. Sebagian besar

bernapas dengan trakea. Udara masuk ke dalam system opernapasan melalui celah

kecil yang disebut spirakel. Udang bernapas dengan insang sedangkan laba-laba

bernapas dengan paru-paru buku.


c. Transport : peredaran darah terbuka. Jantung terletak dibagian tubuh atas yang

memompa darah ke bagian dalam tubuh. Darah lalu kembali ke jantung secara

difusi.
d. System saraf : jaringan saraf tetapi bukan otak dan kepala.
e. Pengeluaran : sampah dikeluarkan melalui nefridia.

2.2.4 Klasifikasi Filum Arthropoda

Arthropoda dapat dibagi menjadi 4 subfilum, yaitu :

1) Crustacea
Gambar 2.6 Crustacea

Crustcea adalah satu kelompok besar dari arthropoda, terdiri dari kurang 52.00

spesies yang terdeskripsikan, dan biasanya dianggap sebagai suatu subfilum.

Kelompok ini mencakup hewan-hewan yang cukup dikenal, seperti kepiting, lobster,

dan udang.

Ciri-ciri crustacea adalah :

a. Tubuh bersegmen (beruas), terdiri atas cephalothoraks (kepala dan dada menyatu)

serta abdomen (perut). Bagian anteriot tubuh besar dan lebih lebar, sedangkan

posterior sempit.
b. Pada bagian kepala terdapat alat mulut, yaitu 2 pasang antenna, 1 pasang

mandibula untuk menggigit mangsa, 1 pasang maksilla dan 1 pasang maksilliped.


c. Maksilla dan maksilliped berfungsi untuk menyaring makanan dan

menghantarkan makanan ke mulut.


d. Alat gerak berupa 5 pasang kaki (satu pasang setiap ruas pada abdomen) pada

cephalotrhoraks dan berfungsi untuk berenang, merangkak atau menempel di

dasar perairan.
e. Tiap segmen tubuh ditutupi karapaks.

Berdasarkan ukuran tubuhnya dikelompokkan menjadi :


Entomostraca, penyusun zooplankton yang melayang-layang di dalam air dan

merupakan makananikan. Dikelompokkan menjadi empat ordo, yaitu

Branchiopoda, Ostracoda, Copecoda dan Cirripeda.


Malacostraca, kebanyakan hidup di laut, adapula yang hidup di darat. Tubuhnya

terdiri atas cephalothoraks dan abdomen. Dikelompokkan ke dalam 3 ordo, yaitu

Isopoda, Stomatopoda, dan Decapoda.


2) Chelicerata/Arachnoidea

Gambar 2.7 Arachnoidea

Arachnoidea (dalam bahasa Yunani, arachno = laba-laba) disebut juga kelompok

laba-laba, meskipun anggotanya bukan laba-laba saja. Kalajengking adalah salah satu

contoh kelas Arachnoidea yang jumlahnya sekitar 32 spesies.

Ukuran tubuh Arachnoidea bervariasi, ada yang panjangnya lebih kecil dari 0,5

mm sampai 9 cm. Arachnoidea merupakan hewan terestrial (darat) yang hidup secara

bebas maupun parasit. Arachnoidea yang hidup bebas bersifat karnivora.

Arachnoidea dibedakan menjadi tiga ordo, yaitu :

a) Scorpionida
b) Arachnida
c) Acarina.
Scorpionida memiliki alat penyengat beracun pada segmen abdomen terakhir,

contoh hewan ini adalah kalajengking (Uroctonus mordax) dan ketunggeng (Buthus

after). Pada Arachnida, abdomen tidak bersegmen dan memiliki kelenjar beracun pada

kaliseranya (alat sengat), contoh hewan ini adalah Laba-laba serigala (Pardosa

amenata), laba-laba kemlandingan (Nephila maculata). Acarina memiliki tubuh yang

sangat kecil, contohnya adalah caplak atau tungau (Acarina sp.).

3) Insecta

Gambar 2.8 Insecta

Insecta (dalam bahasa latin, insecti = serangga). Banyak anggota hewan ini sering

kita jumpai disekitar kita, misalnya kupu-kupu, nyamuk, lalat, lebah, semut, capung,

jangkrik, belalang,dan lebah.

Ciri khususnya adalah :

a) Kakinya yang berjumlah enam buah, sering juga disebut hexapoda.


b) Dapat hidup di bergagai habitat, yaitu air tawar, laut dan darat
c) Satu-satunya kelompok invertebrata yang dapat terbang
d) Ada yang hidup bebas dan ada yang sebagai parasit.

Insecta sering disebut serangga atau heksapoda. Heksapoda berasal dari kata

heksa berarti 6 (enam) dan kata podos berarti kaki. Heksapoda berarti hewan berkaki
enam. Diperkirakan jumlah insecta lebih dari 900.000 jenis yang terbagi dalam 25

ordo. Hal ini menunjukkan bahwa banyak sekali variasi dalam kelas insecta baik

bentuk maupun sifat dan kebiasaannya.

Tubuh Insecta dibedakan menjadi tiga bagian, yaitu :

Caput
Thoraks
Abdomen

Kaput memiliki organ yang berkembang baik, yaitu adanya sepasang antena, mata

majemuk (mata faset), dan mata tunggal (oseli). Insecta memiliki organ perasa disebut

palpus. Insecta yang memiliki syap pada segmen kedua dan ketiga. Bagian abdomen

Insecta tidak memiliki anggota tubuh. Pada abdomennya terdapat spirakel, yaitu

lubang pernapasan yang menuju tabung trakea. Trakea merupakan alat pernapasan

pada Insekta. Pada abdomen juga terdapat tubula malpighi, yaitu alat ekskresi yang

melekat pada posterior saluran pencernaan. Sistem sirkulasinya terbuka. Organ

kelaminnya dioseus.

4) Myriapoda

Gambar 2.9 Myriapoda


Myriapoda (dalam bahasa Yunani, myria = banyak, podos = kaki) merupakan

hewan berkaki banyak. Hewan kaki seribu adalah salah satunya yang terkadang kita

lihat di lingkungan sekitar kita. Myriapoda hidup di darat pada tempat lembap,

misalnya di bawah daun, batu, atau tumpukan kayu.

Bagian tubuh Myriapoda sulit dibedakan antara toraks dan abdomen. Tubuhnya

memanjang seperti cacing. Pada kaput terdapat antena, mulut, dan satu pasang

mandibula (rahang bawah), dua pasang maksila (rahang atas), dan mata yang

berbentuk oseli (mata tunggal). Tubuhnya bersegmen dengan satu hingga dua pasang

anggota badan pada tiap segmennya. Setiap segmen terdapat lubang respirasi yang

disebut spirakel yang menuju ke trakea. Ekskresinya dengan tubula malpighi.

Myriapoda bersifat dioseus dan melakukan repsroduksi seksual secara internal.

Myriapoda dibedakan menjadi dua ordo, yaitu :

Chilopoda
Diplopoda.
5) Trilobita

Gambar 2.10 Trilobita


Nama trilobite berasal dari kenampakan binatang tersebut yang sangat khas yang

terdiri dari tiga bagian (three lobes), yaitu cephalon (kepala), Thotraks (dada atau

perut) dan Pygidium (ekor). Selain itu, bila diamati ke samping tubuh trilobite juga

terbagi menjadi 3 bagian, yaitu bagiantengah (central / axial lobe) dan bagian pinggir

(lateral lobes) di kedua sisi kanan dan kirinya.

Karakteristik Trilobita adalah :

a) Merupakan arthropod yang sudah punah.


b) Makhluk laut yang berukuran kecil yang berjalan di dasar laut dan menyaring

lumpur untuk memperoleh makanan.


c) Kebanyakan hidup di laut dangkal dan benthic, tetapi ada beberapa yang

planktonik seperti pada ordo Agnostid.


d) Muncul pada periode Kambrium dan melimpah pada era Akhir Paleozoik sebelum

akhirnya punah. Terakhit muncul pada Akhir Permian (250 juta tahun lalu).
e) Terdiri dari 9 ordo, lebih dari 150 family, sekitar 5000 genus dan lebih dari 15000

spesies.
f) Ukurannya berkisar antara 1 mm 72 cm.
g) Kebanyakan mempunyai mata dan antenna. Ada bebrapa yang buta karena hidup

di oerairan yang sangat dalam.


h) Mata terbuat dari kalsit berbentu Kristal kalsit.
BAB III
HASIL DAN PEMBAHASAN

3.1 Peraga 172

Gambar 3.1 Calymene blumenbachi BGN.

Calymene blumenbachi BGN. termasuk ke dalam Filum Arthropoda, Kelas

Trilobita, Ordo Phacopida, Family Calymenidae, Genus Calymene. Fosil ini berbentuk

Plate karena tubuhnya berbentuk pipih seperti piring, mengalami proses pemfosilan
berupa Fake fosil, mengandung komposisi kimia berupa Silika (SiO2), berumur Silur

Tengah dan terendapkan pada lingkungan Laut Dalam.

Adapun bagian tubuh fosil yang masih dapat diamati, Test yaitu keseluruhan

dari tubuh fosil, Chepalon yaitu bagian kepala dari fosil, Thorax yaitu bagian tengah

tubuh fosil, Pygidium yaitu bagian ekor dari fosil, Mulut yaitu tempat masuknya

makanan, Mata yaitu bagian tubuh untuk melihat, Pleura yaitu ruas yang ada di tubuh

fosil, Axis yaitu ruas yang ada di tengah tubuh fosil yang membatasi antar pleura,

Glabella yaitu bagian tubuh yang terletak di antara dua mata dari fosil.

Proses pemfosilan fosil ini dimulai dari organisme yang mati, kemudian

tertransportasikan oleh media geologi berupa air yang mengubah bentuk dan

kedudukannya. Selama transportasi, material yang terdapat pada organisme ini akan

menyesuaikan diri dan berubah menjadi material yang lebih stabil. Kemudian fosil ini

akan terendapkan pada daerah yang lebih rendah yang relatif kedudukannya berupa

cekungan. Setelah itu organisme akan tertutupi oleh lapisan batuan sedimen. Lapisan

tersebut lama kelamaan akan bertambah tebal yang mengakibatkan sinar matahari

tidak dapat menembus lapisan tersebut. Sehingga bakteri pembusuk tidak dapat

bekerja dan mempermudah proses pemfosilan. Selanjutnya terjadi proses kompaksi

yang kemudian mengalami pemadatan yang mengakibatkan pori-pori pada fosil

mengecil. Kemudian setelah kompaksi terjadi proses sementasi. Sementasi adalah

proses melengketnya material-material sedimen dalam waktu yang lama. Fosil yang

telah mengalami sementasi lama kelamaan mengalami proses litifikasi. Proses

litifikasi adalah proses pembatuan material sedimen. Namun karena mengalami


penimbunan maka fosil tersebut tidak dapat langsung dilihat. Diperkirakan terjadi

gaya endogen dan eksogen, gaya endogen yang terkait didalam proses ini ialah proses

tektonik. Proses tektonik menyebabkan batuan sedimen tadi terangkat ke atas

permukaan laut. Melalui proses up lift/pengangkatan atau perubahan permukaan air

laut. Proses eksogen seperti pelapukan dan erosi menyebabkan batuan yang menutupi

fosil terlapukan dan tererosi, sehingga fosil tersingkapkan kepermukaan. Proses

pemfosilan yang terjadi pada fosil ini adalah fake fosil, yaitu suatu proses pembuatan

fosil peraga oleh manusia sehingga menyerupai fosil aslinya.

Berdasarkan skala waktu geologi umur fosil ini adalah Silur Tengah (425-300

juta tahunlalu. Setelah ditetesi dengan HCl 0,1 M pada permukan fosil tidak terjadi

reaksi yang ditandai dengan tidak munculnya buih yang mengindikasikan fosil

tersebut mengandung komposisi kimia Silika (SiO2) pada batuannya sehingga dapat

diketahui bahwa lingkungan pengendapan fosil ini berada pada Laut Dalam.

Adapun manfaat dari fosil ini adalah untuk mengetahui umur relatif batuan dan

lingkungan pengendapannya.

3.2 Peraga 280


Gambar 3.2 Trimerus (Trimerus) delphinocephalus GREEN

Trimerus (Trimerus) delphinocephalus GREEN termasuk ke dalam Filum

Arthropoda, Kelas Trilobita, Ordo Calymenina, Family Homalonotidae, Genus

Trimerus. Fosil ini berbentuk By furing karena tubuhnya menyerupai tulang ikan,

mengalami proses pemfosilan berupa Fake fosil, mengandung komposisi kimia berupa

Silika (SiO2), berumur Silur Tengah dan terendapkan pada lingkungan Laut Dalam.

Adapun bagian tubuh fosil yang masih dapat diamati, Test yaitu keseluruhan dari

tubuh fosil, Chepalon yaitu bagian kepala dari fosil, Thorax yaitu bagian tengah tubuh

fosil, Pygidium yaitu bagian ekor dari fosil, Mulut yaitu tempat masuknya makanan,

Mata yaitu bagian tubuh untuk melihat, Pleura yaitu ruas yan ada di tubuh fosil,

Glabella yaitu bagian tubuh yang terletak di antara dua mata dari fosil.

Proses pemfosilan fosil ini dimulai dari organisme yang mati, kemudian

tertransportasikan oleh media geologi berupa air yang mengubah bentuk dan

kedudukannya. Selama transportasi, material yang terdapat pada organisme ini akan

menyesuaikan diri dan berubah menjadi material yang lebih stabil. Kemudian fosil

ini akan terendapkan pada daerah yang lebih rendah yang relatif kedudukannya berupa

cekungan. Setelah itu organisme akan tertutupi oleh lapisan batuan sedimen. Lapisan

tersebut lama kelamaan akan bertambah tebal yang mengakibatkan sinar matahari

tidak dapat menembus lapisan tersebut. Sehingga bakteri pembusuk tidak dapat

bekerja dan mempermudah proses pemfosilan. Selanjutnya terjadi proses kompaksi

yang kemudian mengalami pemadatan yang mengakibatkan pori-pori pada fosil


mengecil. Kemudian setelah kompaksi terjadi proses sementasi. Sementasi adalah

proses melengketnya material-material sedimen dalam waktu yang lama. Fosil yang

telah mengalami sementasi lama kelamaan mengalami proses litifikasi. Proses

litifikasi adalah proses pembatuan material sedimen. Namun karena mengalami

penimbunan maka fosil tersebut tidak dapat langsung dilihat. Diperkirakan terjadi gaya

endogen dan eksogen, gaya endogen yang terkait didalam proses ini ialah proses

tektonik. Proses tektonik menyebabkan batuan sedimen tadi terangkat ke atas

permukaan laut. Melalui proses up lift/pengangkatan atau perubahan permukaan air

laut. Proses eksogen seperti pelapukan dan erosi menyebabkan batuan yang menutupi

fosil terlapukan dan tererosi, sehingga fosil tersingkapkan kepermukaan. Proses

pemfosilan yang terjadi pada fosil ini adalah fake fosil, yaitu suatu proses pembuatan

fosil peraga oleh manusia sehingga menyerupai fosil aslinya.

Berdasarkan skala waktu geologi umur fosil ini adalah Silur Tengah 425-300 juta

tahun lalu. Setelah ditetesi dengan HCl 0,1 M pada permukan fosil tidak terjadi reaksi

yang ditandai dengan tidak munculnya buih yang mengindikasikan fosil tersebut

mengandung komposisi kimia Silika (SiO2) pada batuannya sehingga dapat diketahui

bahwa lingkungan pengendapan fosil ini berada pada Laut Dalam.

Adapun manfaat dari fosil ini adalah untuk mengetahui umur relatif batuan dan

lingkungan pengendapannya.

3.3 Peraga 170


Gambar 3.3 Homotelus bromedensis ESKER.

Homotelus bromedensis ESKER. termasuk ke dalam Filum Arthropoda, Kelas

Trilobita, Ordo Phacopida, Family Asaphidae, Genus Homotelus. Fosil ini berbentuk

By furing karena tubuhnya menyerupai bentuk tulang ikan, mengalami proses

pemfosilan berupa Permineralisasi, mengandung komposisi kimia berupa Kalsium

Karbonat (CaCO3), berumur Ordovisum Tengah dan terendapkan pada lingkungan

Laut Dangkal.

Adapun bagian tubuh fosil yang masih dapat diamati, Test yaitu keseluruhan dari

tubuh fosil, Chepalon yaitu bagian kepala dari fosil, Thorax yaitu bagian tengah tubuh

fosil, Pygidium yaitu bagian ekor dari fosil, Mulut yaitu tempat masuknya makanan,

Mata yaitu bagian tubuh untuk melihat, Pleura yaitu ruas yan ada di tubuh fosil, Axis

yaitu ruas yang ada di tengah tubuh fosil yang membatasi antar pleura, Glabella yaitu

bagian tubuh yang terletak di antara dua mata dari fosil.

Proses pemfosilan fosil ini dimulai dari organisme yang mati, kemudian

tertransportasikan oleh media geologi berupa air yang mengubah bentuk dan

kedudukannya. Selama transportasi, material yang terdapat pada organisme ini akan
menyesuaikan diri dan berubah menjadi material yang lebih stabil. Kemudian fosil

ini akan terendapkan pada daerah yang lebih rendah yang relatif kedudukannya berupa

cekungan. Setelah itu organisme akan tertutupi oleh lapisan batuan sedimen. Lapisan

tersebut lama kelamaan akan bertambah tebal yang mengakibatkan sinar matahari

tidak dapat menembus lapisan tersebut. Sehingga bakteri pembusuk tidak dapat

bekerja dan mempermudah proses pemfosilan. Selanjutnya terjadi proses kompaksi

yang kemudian mengalami pemadatan yang mengakibatkan pori-pori pada fosil

mengecil. Kemudian setelah kompaksi terjadi proses sementasi. Sementasi adalah

proses melengketnya material-material sedimen dalam waktu yang lama. Fosil yang

telah mengalami sementasi lama kelamaan mengalami proses litifikasi. Proses

litifikasi adalah proses pembatuan material sedimen. Namun karena mengalami

penimbunan maka fosil tersebut tidak dapat langsung dilihat. Diperkirakan terjadi

gaya endogen dan eksogen, gaya endogen yang terkait didalam proses ini ialah proses

tektonik. Proses tektonik menyebabkan batuan sedimen tadi terangkat ke atas

permukaan laut. Melalui proses up lift/pengangkatan atau perubahan permukaan air

laut. Proses eksogen seperti pelapukan dan erosi menyebabkan batuan yang menutupi

fosil terlapukan dan tererosi, sehingga fosil tersingkapkan kepermukaan. Proses

pemfosilan yang terjadi pada fosil ini adalah permineralisasi, yaitu suatu proses

dimana sebagian tubuh fosil tergantikan oleh mineral-mineral lain yang dapat bertahan

dari proses pelapukan.

Berdasarkan skala waktu geologi umur fosil ini adalah Ordovisium Tengah 475-

445 juta tahun lalu. Setelah ditetesi dengan HCl 0,1 M pada permukan fosil terjadi
reaksi yang ditandai dengan munculnya buih yang mengindikasikan fosil tersebut

mengandung komposisi kimia Kalsium Karbonat (CaCO3) pada batuannya sehingga

dapat diketahui bahwa lingkungan pengendapan fosil ini berada pada Laut Dangkal.

Adapun manfaat dari fosil ini adalah untuk mengetahui umur relatif batuan dan

lingkungan pengendapannya.

3.4 Peraga 1286

Gambar 3.4 Cleothyridina deroissi (LEV.)

Cleothyridina deroissi (LEV.) termasuk ke dalam Filum Arthropoda, Kelas

Trilobita, Ordo Phacopida, Family Cleothyridinanidae, Genus Cleothyridina. Fosil ini

berbentuk By furing karena tubuhnya menyerupai bentuk tulang ikan, mengalami

proses pemfosilan berupa Permineralisasi, mengandung komposisi kimia berupa Silika

(SiO2), berumur Perm atas dan terendapkan pada lingkungan Laut Dalam.

Adapun bagian tubuh fosil yang masih dapat diamati, Test yaitu keseluruhan dari

tubuh fosil, Thorax yaitu bagian tengah tubuh fosil, Pygidium yaitu bagian ekor dari
fosil, Pleura yaitu ruas yan ada di tubuh fosil, Axis yaitu ruas yang ada di tengah tubuh

fosil yang membatasi antar pleura.

Proses pemfosilan fosil ini dimulai dari organisme yang mati, kemudian

tertransportasikan oleh media geologi berupa air yang mengubah bentuk dan

kedudukannya. Selama transportasi, material yang terdapat pada organisme ini akan

menyesuaikan diri dan berubah menjadi material yang lebih stabil. Kemudian fosil

ini akan terendapkan pada daerah yang lebih rendah yang relatif kedudukannya berupa

cekungan. Setelah itu organisme akan tertutupi oleh lapisan batuan sedimen. Lapisan

tersebut lama kelamaan akan bertambah tebal yang mengakibatkan sinar matahari

tidak dapat menembus lapisan tersebut. Sehingga bakteri pembusuk tidak dapat

bekerja dan mempermudah proses pemfosilan. Selanjutnya terjadi proses kompaksi

yang kemudian mengalami pemadatan yang mengakibatkan pori-pori pada fosil

mengecil. Kemudian setelah kompaksi terjadi proses sementasi. Sementasi adalah

proses melengketnya material-material sedimen dalam waktu yang lama. Fosil yang

telah mengalami sementasi lama kelamaan mengalami proses litifikasi. Proses

litifikasi adalah proses pembatuan material sedimen. Namun karena mengalami

penimbunan maka fosil tersebut tidak dapat langsung dilihat. Diperkirakan terjadi gaya

endogen dan eksogen, gaya endogen yang terkait didalam proses ini ialah proses

tektonik. Proses tektonik menyebabkan batuan sedimen tadi terangkat ke atas

permukaan laut. Melalui proses up lift/pengangkatan atau perubahan permukaan air

laut. Proses eksogen seperti pelapukan dan erosi menyebabkan batuan yang menutupi

fosil terlapukan dan tererosi, sehingga fosil tersingkapkan kepermukaan. Proses


pemfosilan yang terjadi pada fosil ini adalah permineralisasi, yaitu suatu proses

dimana sebagian tubuh fosil tergantikan oleh mineral-mineral lain yang dapat bertahan

dari proses pelapukan.

Berdasarkan skala waktu geologi umur fosil ini adalah Perm Atas 141-100 juta

tahun lalu. Setelah ditetesi dengan HCl 0,1 M pada permukan fosil tidak terjadi reaksi

yang ditandai dengan tidak munculnya buih yang mengindikasikan fosil tersebut

mengandung komposisi kimia Silika (SiO2) pada batuannya sehingga dapat diketahui

bahwa lingkungan pengendapan fosil ini berada pada Laut Dalam.

Adapun manfaat dari fosil ini adalah untuk mengetahui umur relatif batuan dan

lingkungan pengendapannya.

3.5 Peraga 757

Gambar 3.5 Plegiocidaris coronata (SCHLOTH.)

Plegiocidaris coronata (SCHLOTH.) termasuk ke dalam Filum

Echinodermata, Kelas Echinoidea, Ordo Cidaroida, Family Cidaridae, Genus

Plegiocidaris. Fosil ini berbentuk Globular karena tubuhnya membundar, mengalami

proses pemfosilan berupa Permineralisasi, mengandung komposisi kimia berupa


Kalsium Karbonat (CaCO3), berumur Jura Atas dan terendapkan pada lingkungan Laut

Dangkal.

Adapun bagian tubuh fosil yang masih dapat diamati, Test yaitu keseluruhan dari

tubuh fosil, Madreporik yaitu tempat masuknya makanan, Duri yaitu pelindung tubuh

fosil dari ancaman predator, Ambulakral yaitu saluran air yang terletak di bagian luar,

Interambulakral yaitu saluran air yang terletak di bagian dalam, Distal yaitu bagian

yang menjauhi madreporik, Pyroximal yaitu bagian yang mendekati madreporik.

Proses pemfosilan fosil ini dimulai dari organisme yang mati, kemudian

tertransportasikan oleh media geologi berupa air yang mengubah bentuk dan

kedudukannya. Selama transportasi, material yang terdapat pada organisme ini akan

menyesuaikan diri dan berubah menjadi material yang lebih stabil. Kemudian fosil

ini akan terendapkan pada daerah yang lebih rendah yang relatif kedudukannya berupa

cekungan. Setelah itu organisme akan tertutupi oleh lapisan batuan sedimen. Lapisan

tersebut lama kelamaan akan bertambah tebal yang mengakibatkan sinar matahari

tidak dapat menembus lapisan tersebut. Sehingga bakteri pembusuk tidak dapat

bekerja dan mempermudah proses pemfosilan. Selanjutnya terjadi proses kompaksi

yang kemudian mengalami pemadatan yang mengakibatkan pori-pori pada fosil

mengecil. Kemudian setelah kompaksi terjadi proses sementasi. Sementasi adalah

proses melengketnya material-material sedimen dalam waktu yang lama. Fosil yang

telah mengalami sementasi lama kelamaan mengalami proses litifikasi. Proses

litifikasi adalah proses pembatuan material sedimen. Namun karena mengalami

penimbunan maka fosil tersebut tidak dapat langsung dilihat. Diperkirakan terjadi gaya
endogen dan eksogen, gaya endogen yang terkait didalam proses ini ialah proses

tektonik. Proses tektonik menyebabkan batuan sedimen tadi terangkat ke atas

permukaan laut. Melalui proses up lift/pengangkatan atau perubahan permukaan air

laut. Proses eksogen seperti pelapukan dan erosi menyebabkan batuan yang menutupi

fosil terlapukan dan tererosi, sehingga fosil tersingkapkan kepermukaan. Proses

pemfosilan yang terjadi pada fosil ini adalah permineralisasi, yaitu suatu proses

dimana sebagian tubuh fosil tergantikan oleh mineral-mineral lain yang dapat bertahan

dari proses pelapukan.

Berdasarkan skala waktu geologi umur fosil ini adalah Jura Atas 160-141 juta

tahun lalu. Setelah ditetesi dengan HCl 0,1 M pada permukan fosil terjadi reaksi yang

ditandai dengan munculnya buih yang mengindikasikan fosil tersebut mengandung

komposisi kimia Kalsium Karbonat (CaCO3) pada batuannya sehingga dapat diketahui

bahwa lingkungan pengendapan fosil ini berada pada Laut Dangkal.

Adapun manfaat dari fosil ini adalah sebagai penciri kehidupan lut dangkal hingga

kehadirannya sangat membantu dalam penentuan umur dan terutama lingkungan

pengendapannya.

3.6 Peraga 193


Gambar 3.6 Plasiomys subquadratu HALL

Plasiomys subquadratu HALL termasuk ke dalam Filum Echinodermata, Kelas

Echinoidea, OrdoArbacioida, Family Plaesiomysidae, Genus Plaesiomys. Fosil ini

berbentuk Globular karena tubuhnya membundar, mengalami proses pemfosilan

berupa Permineralisasi, mengandung komposisi kimia berupa Kalsium Karbonat

(CaCO3), berumur Ordovisium Atas dan terendapkan pada lingkungan Laut Dangkal.

Adapun bagian tubuh fosil yang masih dapat diamati, Test yaitu keseluruhan dari

tubuh fosil, Madreporik yaitu tempat masuknya makanan, Duri yaitu pelindung tubuh

fosil dari ancaman predator.

Proses pemfosilan fosil ini dimulai dari organisme yang mati, kemudian

tertransportasikan oleh media geologi berupa air yang mengubah bentuk dan

kedudukannya. Selama transportasi, material yang terdapat pada organisme ini akan

menyesuaikan diri dan berubah menjadi material yang lebih stabil. Kemudian fosil

ini akan terendapkan pada daerah yang lebih rendah yang relatif kedudukannya berupa

cekungan. Setelah itu organisme akan tertutupi oleh lapisan batuan sedimen. Lapisan

tersebut lama kelamaan akan bertambah tebal yang mengakibatkan sinar matahari

tidak dapat menembus lapisan tersebut. Sehingga bakteri pembusuk tidak dapat
bekerja dan mempermudah proses pemfosilan. Selanjutnya terjadi proses kompaksi

yang kemudian mengalami pemadatan yang mengakibatkan pori-pori pada fosil

mengecil. Kemudian setelah kompaksi terjadi proses sementasi. Sementasi adalah

proses melengketnya material-material sedimen dalam waktu yang lama. Fosil yang

telah mengalami sementasi lama kelamaan mengalami proses litifikasi. Proses

litifikasi adalah proses pembatuan material sedimen. Namun karena mengalami

penimbunan maka fosil tersebut tidak dapat langsung dilihat. Diperkirakan terjadi

gaya endogen dan eksogen, gaya endogen yang terkait didalam proses ini ialah proses

tektonik. Proses tektonik menyebabkan batuan sedimen tadi terangkat ke atas

permukaan laut. Melalui proses up lift/pengangkatan atau perubahan permukaan air

laut. Proses eksogen seperti pelapukan dan erosi menyebabkan batuan yang menutupi

fosil terlapukan dan tererosi, sehingga fosil tersingkapkan kepermukaan. Proses

pemfosilan yang terjadi pada fosil ini adalah permineralisasi, yaitu suatu proses

dimana sebagian tubuh fosil tergantikan oleh mineral-mineral lain yang dapat bertahan

dari proses pelapukan.

Berdasarkan skala waktu geologi umur fosil ini adalah Ordovisium Atas 450-

435 juta tahun lalu. Setelah ditetesi dengan HCl 0,1 M pada permukan fosil terjadi

reaksi yang ditandai dengan munculnya buih yang mengindikasikan fosil tersebut

mengandung komposisi kimia Kalsium Karbonat (CaCO3) pada batuannya sehingga

dapat diketahui bahwa lingkungan pengendapan fosil ini berada pada Laut Dangkal.
Adapun manfaat dari fosil ini adalah sebagai penciri kehidupan terumbu karang di

laut hingga kehadirannya sangat membantu dalam penentuan umur dan terutama

lingkungan pengendapannya.

3.7 Peraga 1759

Gambar 3.7 Hemipneustes stratoradiatus (LESKE)

Hemipneustes stratoradiatus (LESKE) termasuk ke dalam Filum

Echinodermata, Kelas Echinoidea, Ordo Holasterina, Family Holasteridae, Genus

Hemipneustes. Fosil ini berbentuk Globular karena tubuhnya membundar, mengalami

proses pemfosilan berupa Permineralisasi, mengandung komposisi kimia berupa

Kalsium Karbonat (CaCO3), berumur Kapur Atas dan terendapkan pada lingkungan

Laut Dangkal.

Adapun bagian tubuh fosil yang masih dapat diamati, Test yaitu keseluruhan dari

tubuh fosil, Madreporik yaitu tempat masuknya makanan, Duri yaitu pelindung tubuh

fosil dari ancaman predator, Ambulakral yaitu saluran air yang terletak di bagian luar,

Interambulakral yaitu saluran air yang terletak di bagian dalam, Distal aitu bagian

yang menjauhi madreporik, Pyroximal yaitu bagian yang mendekati madreporik.


Proses pemfosilan fosil ini dimulai dari organisme yang mati, kemudian

tertransportasikan oleh media geologi berupa air yang mengubah bentuk dan

kedudukannya. Selama transportasi, material yang terdapat pada organisme ini akan

menyesuaikan diri dan berubah menjadi material yang lebih stabil. Kemudian fosil

ini akan terendapkan pada daerah yang lebih rendah yang relatif kedudukannya berupa

cekungan. Setelah itu organisme akan tertutupi oleh lapisan batuan sedimen. Lapisan

tersebut lama kelamaan akan bertambah tebal yang mengakibatkan sinar matahari

tidak dapat menembus lapisan tersebut. Sehingga bakteri pembusuk tidak dapat

bekerja dan mempermudah proses pemfosilan. Selanjutnya terjadi proses kompaksi

yang kemudian mengalami pemadatan yang mengakibatkan pori-pori pada fosil

mengecil. Kemudian setelah kompaksi terjadi proses sementasi. Sementasi adalah

proses melengketnya material-material sedimen dalam waktu yang lama. Fosil yang

telah mengalami sementasi lama kelamaan mengalami proses litifikasi. Proses

litifikasi adalah proses pembatuan material sedimen. Namun karena mengalami

penimbunan maka fosil tersebut tidak dapat langsung dilihat. Diperkirakan terjadi

gaya endogen dan eksogen, gaya endogen yang terkait didalam proses ini ialah proses

tektonik. Proses tektonik menyebabkan batuan sedimen tadi terangkat ke atas

permukaan laut. Melalui proses up lift/pengangkatan atau perubahan permukaan air

laut. Proses eksogen seperti pelapukan dan erosi menyebabkan batuan yang menutupi

fosil terlapukan dan tererosi, sehingga fosil tersingkapkan kepermukaan. Proses

pemfosilan yang terjadi pada fosil ini adalah trails, yaitu fosil yang berupa jejak-jejak

halus.
Berdasarkan skala waktu geologi umur fosil ini adalah Kapur Atas 141-100 juta

tahun lalu. Setelah ditetesi dengan HCl 0,1 M pada permukan fosil terjadi reaksi yang

ditandai dengan munculnya buih yang mengindikasikan fosil tersebut mengandung

komposisi kimia Kalsium Karbonat (CaCO3) pada batuannya sehingga dapat diketahui

bahwa lingkungan pengendapan fosil ini berada pada Laut Dangkal.

Adapun manfaat dari fosil ini adalah sebagai penciri kehidupan terumbu karang

di laut hingga kehadirannya sangat membantu dalam penentuan umur dan terutama

lingkungan pengendapannya.

3.8 Peraga 1705

Gambar 3.8 Conulus subconicus ORB.

Conulus subconicus ORB. termasuk ke dalam Filum Echinodermata, Kelas

Echinoidea, Ordo Echineoida, Family Conulidae, Genus Conulus. Fosil ini berbentuk

Globular karena tubuhnya membundar, mengalami proses pemfosilan berupa Trails,

mengandung komposisi kimia berupa Kalsium Karbonat (CaCO3), berumur Kapur

Atas dan terendapkan pada lingkungan Laut Dangkal.


Adapun bagian tubuh fosil yang masih dapat diamati, Test yaitu keseluruhan dari

tubuh fosil, Madreporik yaitu tempat masuknya makanan, Duri yaitu pelindung tubuh

fosil dari ancaman predator, Ambulakral yaitu saluran air yang terletak di bagian luar,

Interambulakral yaitu saluran air yang terletak di bagian dalam, Distal yaitu bagian

yang menjauhi madreporik, Pyroximal yaitu bagian yang mendekati madreporik.

Proses pemfosilan fosil ini dimulai dari organisme yang mati, kemudian

tertransportasikan oleh media geologi berupa air yang mengubah bentuk dan

kedudukannya. Selama transportasi, material yang terdapat pada organisme ini akan

menyesuaikan diri dan berubah menjadi material yang lebih stabil. Kemudian fosil

ini akan terendapkan pada daerah yang lebih rendah yang relatif kedudukannya berupa

cekungan. Setelah itu organisme akan tertutupi oleh lapisan batuan sedimen. Lapisan

tersebut lama kelamaan akan bertambah tebal yang mengakibatkan sinar matahari

tidak dapat menembus lapisan tersebut. Sehingga bakteri pembusuk tidak dapat

bekerja dan mempermudah proses pemfosilan. Selanjutnya terjadi proses kompaksi

yang kemudian mengalami pemadatan yang mengakibatkan pori-pori pada fosil

mengecil. Kemudian setelah kompaksi terjadi proses sementasi. Sementasi adalah

proses melengketnya material-material sedimen dalam waktu yang lama. Fosil yang

telah mengalami sementasi lama kelamaan mengalami proses litifikasi. Proses

litifikasi adalah proses pembatuan material sedimen. Namun karena mengalami

penimbunan maka fosil tersebut tidak dapat langsung dilihat. Diperkirakan terjadi

gaya endogen dan eksogen, gaya endogen yang terkait didalam proses ini ialah proses

tektonik. Proses tektonik menyebabkan batuan sedimen tadi terangkat ke atas


permukaan laut. Melalui proses up lift/pengangkatan atau perubahan permukaan air

laut. Proses eksogen seperti pelapukan dan erosi menyebabkan batuan yang menutupi

fosil terlapukan dan tererosi, sehingga fosil tersingkapkan kepermukaan. Proses

pemfosilan yang terjadi pada fosil ini adalah trails, yaitu fosil yang berupa jejak-jejak

halus.

Berdasarkan skala waktu geologi umur fosil ini adalah Kapur Atas 141-100 juta

tahun lalu. Setelah ditetesi dengan HCl 0,1 M pada permukan fosil terjadi reaksi yang

ditandai dengan munculnya buih yang mengindikasikan fosil tersebut mengandung

komposisi kimia Kalsium Karbonat (CaCO3) pada batuannya sehingga dapat diketahui

bahwa lingkungan pengendapan fosil ini berada pada Laut Dangkal.

Adapun manfaat dari fosil ini adalah sebagai penciri kehidupan terumbu karang

di laut hingga kehadirannya sangat membantu dalam penentuan umur dan terutama

lingkungan pengendapannya.
BAB IV
PENUTUP

4.1 Kesimpulan

Berdasarkan tujuan praktikum diatas maka dapat disimpulkan :

a. Proses pemfosilan dari fosil peraga dari Echinodermata dan Arthropoda ada tiga

proses yang ditemukan yaitu permineralisasi, fake fosil, dan trails. Permineralisasi

merupakan suatu proses dimana sebagian tubuh fosil tergantikan oleh mineral-

mineral lain yang dapat bertahan dari proses pelapukan atau lebih resisten

terhadap pelapukan, fake fosil adalah fosil peraga yang dibuat oleh menusia dan

menyerupai bentuk aslinya, sedangkan trails adalah fosil yang berupa jejak-jejak

halus.
b. Secara umum, Filum Echinodermata diklasifikasikan menjadi dua kelas yaitu :

kelas asteroidea, kelas ophiuroidea, kelas echinoidea, kelas holothuroidea, dan

kelas crinoidea. Adapun Filum Arthropoda diklasifikasikan menjadi 5 kelas yang

umum dijumpai pada fosil yaitu kelas crustacea, kelas chelicerata, kelas

myriapoda, kelas insect, dan kelas trilobita. Namun pada praktikum ini, filum

echinodermata yang dapat diamati berasal dari kelas echinoidea, sedangkan pada

filum arthropoda berasal dari filum trilobita.

4.2 Saran

4.2.1 Saran Laboratorium

Adapun saran untuk laboratorium adalah sebaiknya fosil dengan kotaknya di

cocokkan terlebih dahulu sebelum diberikan kepada prakatikan karena ada beberapa

fosil yang tidak sesuai dengan kotaknya.

4.2.2 Saran Asisten

Adapun saran untuk asisten adalah sebaiknya asisten tetap mengawasi dan

membimbing praktikan selama praktikum berlangsung.


DAFTAR PUSTAKA

Anonim. 2017. Database Fosil. Diakses melalui http://fossilworks.org/bridge.pl pada


hari Jumat, 17 April 2017.

Anonim. 2017. Database Fosil. Diakses melalui http:/zipcodezoo.com/ padahari


Jumat, 17 April 2017.

Rusyan, Adun. 2011. Zoologi invertebrate (teori dan praktik). Bandung : Alfeta.

Anonim, 2008. Mengenal seluk beluk phylum Echinodermata. (http://pustaka.


ut.ac.id//), diakses pada 18 April 2017.

Campbell, 2005. Biologi edisi 5. Erlangga. Jakarta.

Hartog, C.den. 1970. Seagrass of the world. Amesterdam : North-Holland Publ.Co.

Francis, J.R. 2010. Phylum Echinodermata. USA, 69 : Lippincott Williams & Wilkins
Inc.

LIPI, 2007. Echinodermata.( http://pustaka.ut.ac.id//) , diakses pada 18 April 2017.


Jasin, Maskoeri. 1992. Zoologi Invertebrata. Surabaya : Sinar Wijaya.

Asisten Paleontologi. 2016/2017. Penuntun Praktikum Paleontologi. Gowa :


Universitas Hasanuddin.

Anda mungkin juga menyukai