Anda di halaman 1dari 7

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Pengertian Fosil

Fosil (bahasa Latin: fossa yang berarti "menggali keluar dari dalam tanah")

adalah sisa-sisa atau bekas-bekas makhluk hidup yang menjadi batu atau mineral.

Untuk menjadi fosil, sisa-sisa hewan atau tanaman ini harus segera tertutup sedimen.

Oleh para pakar dibedakan beberapa macam fosil. Ada fosil batu biasa, fosil yang

terbentuk dalam batu ambar, fosil ter, seperti yang terbentuk di sumur ter La Brea di

Kalifornia. Hewan atau tumbuhan yang dikira sudah punah tetapi ternyata masih ada

disebut fosil hidup. Fosil yang paling umum adalah kerangka yang tersisa seperti

cangkang, gigi dan tulang. Fosil jaringan lunak sangat jarang ditemukan.Ilmu yang

mempelajari fosil adalah paleontologi, yang juga merupakan cabang ilmu yang

direngkuh arkeologi.

Selama abad ke-19, para ahli geologi menyadari bahwa bumi masih

mengalami proses perubahan secara berangsur, yang menjadi penyebab timbul dan

runtuhnya pegunungan dan tampak dalam penemuan fosil. Para ahli geologi pada

waktu itu menghitung usia bumi tidak kurang dari 20 juta tahun. Sekarang para ahli

dapat menghitung umur batuan secara lebih teliti dengan mengukur kandungan unsur

radioaktifnya. Contohnya, salah satu jenis karbon radioaktif diketahui meluruh

dengan laju tetap. Ini dapat dipakai untuk menentukan umur batu bara sampai 50.000

tahun. Unsur-unsur lain dapat menentukan umur bebatuan yang lebih tua.

Perhitungan para ahli itu menunjukkan bahwa sejarah bumi diawali sejak 4,5 miliar

tahun silam.

2.2 Proses Pemfosilan

Fosilisasi merupakan proses penimbunan sisa-sisa hewan atau tumbuhan

yang terakumulasi dalam sedimen atau endapan-endapan baik yang mengalami

pengawetan secara menyeluruh, sebagian ataupun jejaknya saja.


Selain cara menjadi fosil, berbagai macam bahan dan aktifitas yang terlibat dalam

fosilisasi sangat beraneka ragam seprti penjelasan dibawah ini.

Proses-proses pemfosilan yang dialami makhluk hidup adalah sebagai berikut:

1. Pengawetan

Proses pengawetan merupakan proses yang menyebabkan suatu organisme

baik seluruh atau sebagian dari tubuhnya tetap terawetkan dengan sedikit perubahan

sifat kimia maupun fisiknya.

Gambar 2.1 Fosil dengan proses pengawetan

2. Mineralisasi

Mineralisasi adalah proses penggantian sebagian atau seluruh tubuh

orgenisme oleh mineral yang lebih tahan terhadap proses pelapukan. Meski material

yang menyusun organisme telah digantikan oleh mineral, struktur sel organism itu

masih bias dilihat jelas dengan menggunakan mikroskop. Proses mineralisasi dapat

terjadi dengan bermacam cara, yaitu rekristalisasi, permineralisasi dan penggantian

(replacement).

3. Rekristalisasi

Kebanyakan cangkang dari organisme invertebrate laut, sepertkoral, karang,

dan oyster terutama tersusun oleh kalsium karbonat.Invertebrate yang masih hidup

menyerap kalsium karbonat untuk membuat rangkanya dengan menghasilkan mineral

aragonite.Setelahmati, struktur Kristal aragonite akan berubah menjadi kalsit yang

lebih stabil. Perubahan in terjadi karena atom-atom penyusun mineral aragonite akan

menyesuaikan diri, dan membentuk kristal yang lebih solid. Fosil yang telah
mengalami proses rekristalisasi akan mempunyai bentuk dan struktur yang tetap

hanya komposisi mineralnya yang berubah.

4. Penggantian

Cara pemfosilan ini yaknimaterial yang menyusun organisme dapat

mengalami pelarutan dan digantikan oleh mineral lainnya. Proses ini disebut dengan

penggantian atau replacement. Selama proses, volume dan bentuk organisme yang

asli tetap, tetapi material penyusunnya mengalami perubahan. Cangkang binatang

yang tadinya tersusun oleh kalsium karbonat, pada waktu menjadi fosil, cangkang

tersebut mengalami perubahan dan disusun oleh silica ataupun pirit.

5. Permineralisasi

Gambar 2.2Fosil dengan proses Permineralisasi

Pada tulang dan cangkang binatang kadang dijumpai rongga atau lubang

saluran darah, syaraf dan bagian lunak organisme lainnya. Ketika organisme itu mati,

air dapat mengalir melaluinya. Jika air yang masuk kedalam rongga ini memiliki ion-

ion terlarut seperti silica, kalsium karbonat atau oksida besi, maka unsur-unsur itu

akan mengalami kristalisasi yang mengisi rongga-rongga itu dengan mineral. Proses

ini disebut proses permineralisasi.

6. Mold and Cast

Gambar 2.3 Fosil dengan proses Mold and Cast


Cangkang binatang yang tertinggal di dasar laut akan tertutupi oleh sedimen.

Kemudian sedimen mengalami kompaksi dan membentuk batuan sedimen, dan

cangkang tersebut mengalami pelarutan dan meninggalkan cetakan pada batuan

sedimen yang disebut mold. Apabila yang tercetak adalah bagian luar dari cangkang

maka disebut eksternal mold, sedangkan bila yang tercetak bagian dalamnya disebut

internal mold. Bila cetakan atau mol dterisi oleh material lain maka akan terbentuk

cast.

7. Karbonisasi

Gambar 2.4 Fosil dengan proses Karbonisasi

Fosil dapat juga terbentuk oleh proses karbonisasi. Pada proses ini bagian

lunak Dari organisme seperti daun, ubur – ubur, dan cacing pada waktu mati dengan

cepat mengalami penimbunan oleh sedimen. Karena penimbunan, organism

mengalami kompresi sehingga komponen yang berupa gas akan menghilang,

meninggalkan unsure karbon yang tercetak pada batuan sedimen yang terbentuk.

8. Fosil Jejak

Gambar 2.5 Fosil jejak jenis Gastrolit

Fosil jejak adalah fosil yang dibentuk oleh jejak mahluk hidup, atau tanda-

tanda lain yang ditinggalkan oleh organisme yang telah mati. Apabila jejak – jejak

tersebut terawetkan, maka disebut fosil jejak (trace fossils). Jejak binatang telah
banyak dijumpai pada batuan sedimen.Fosil jejak dapat memberikan informasi

kepada kita bagaimana organisme bergerak dan kebiasaan sewaktu masih hidup.

2.3 Tempat ditemukan fosil

Kebanyakan fosil ditemukan dalam batuan endapan (sedimen) yang

permukaannya terbuka. Batu karang yang mengandung banyak fosil disebut

fosiliferus. Tipe-tipe fosil yang terkandung di dalam batuan tergantung dari tipe

lingkungan tempat sedimen secara ilmiah terendapkan. Sedimen laut, dari garis pantai

dan laut dangkal, biasanya mengandung paling banyak fosil.

2.4 Proses Terbentuknya Fosil

Setelah makhluk hidup mati sebuah fosil akan muncul lewat pengawetan bagian-

bagian keras yang tersisa seperti tulang, gigi, cangkang, atau kuku. Setelah makhluk

hidup mati makhluk hidup ini akan jatuh ketanah setelah makhluk hidup ini jatuh

ketanah jaringan-jaringan lunak yang membentuk otot-otot dan organ-organnya mulai

membusuk karena pengaruh bakteri dan lingkungan.

Bagian tubuh yang keras dan kosong akibat pembusukan tadi, kemudian

tertimbun oleh pasir dan lumpur yang berbutir halus. Hal ini memungkinkan fosil

tidak mengalami proses reduksi dan oksidasi setelah organisme tertimbun oleh pasir

dan lumpur menjadi satu. Bagian ini akan mengalami proses kompaksi, kemudian

akan terangkat dan ada pula yang tetap.

Setelah tertimbun ribuan tahun lamanya fosil akan terbentuk dan kemudian ada

beberapa bagian yang mengalami proses erosi dan ada bagian yang menampakkan

bentuknya. Dengan adanya sebuah tesis ataupun tujuan penelitian, para ahli

paleontology berusaha berusaha untuk mencari fosil pada batuan terkhusus batuan

sedimen dengan teknik dan cara tertentu untuk melihat wujud fosil seutuhnya dan

mengamati bekas cetakan fosil.


2.5 Syarat-syarat terbentuknya fosil

1. Mempunyai bagian yang keras, syarat inin merupakan hal yang sangat

mutlak. Karena tidak semua makhluk hidup dapat menjadi fosil ketika

mereka mati. Apabila makhluk hidup itu memiliki bagian yang keras,

bagian itulah yang akan tinggal dan menjadi fosil.

2. Segera terhindar dari proses kimia, syarat ini tidak kalah penting karena

ketika suatu benda mengalami proses kimia berupa oksidasi dan reduksi,

maka benda tersebut akan mengalami pelapukan dan menjadi unsur hara

atau tanah lagi meskipun ia memiliki bagian yang keras.

3. Tidak menjadi mangsa binatang lain, ketika suatu binatang mati maka

pada saat yang sama juga predator datang untuk memakannya. Hal ini

dapat mempercepat suatu binatang tidak dapat menjadi fosil.

4. Terendapkan pada batuan berbutir halus, dengan terendapkannya suatu

fosil pada batuan yang berbutir halus memperkecil akan kemungkinan

fosil tersebut terkena air yang juga melindungi fosil dari pelarutan air itu.

5. Terawetkan dalam batuan sedimen,hal ini sangat masuk akal mengingat

hanya batuan sedimenlah yang memiliki kemungkinan paling besar bagi

fosil ada karena pada batuan jenis ini T dan P sedikit lebih kecil sehingga

fosil dapat terjaga hingga beribu-ribu tahun lamanya.

6. Berumur lebih dari 500.000 tahun, semua makhluk hidup akan mengalami

proses mati, namun tidak semuanya dapat dikategorikan sebagai fosil

karena syarat suatu binatang dikatakan fosil ialah berumur lebih dari

500.000 tahun.

2.6 Pemanfaatan fosil

Fosil penting untuk memahami sejarah batuan sedimen bumi. Subdivisi dari

waktu geologi dan kecocokannya dengan lapisan batuan tergantung pada

fosil.Organisme berubah sesuai dengan berjalannya waktu dan perubahan ini

digunakan untuk menandai periode waktu. Sebagai contoh, batuan yang mengandung
fosil graptolit harus diberi tanggal dari era paleozoikum. Persebaran geografi fosil

memungkinkan para ahli geologi untuk mencocokan susunan batuan dari bagian-

bagian lain di dunia.

Anda mungkin juga menyukai