Anda di halaman 1dari 8

SEMINAR PROPOSAL PENELITIAN

PROGRAM STUDI MANAJEMEN SUMBERDAYA PERAIRAN


JURUSAN PERIKANAN
FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN
UNIVERSITAS PAPUA
2019
Judul : Struktur Komunitas Ikan Pada Hamparan Lamun Di Perairan Pesisir Teluk Doreri
Kabupaten Manokwari
Nama/Nim : Wilhelmus R. Pattipeilohy/ 201430010
Pembimbing : 1. Simon P.O. Leatemia, S.Pi, M.Si
2. Dr. Thomas F. Pattiasina, S.Pi, M.Sc
Moderator : Selfanie Talakua, S.PI,. M.Si
Penyangga : 1. Iciim/201430037
2. Joiner F. Ainusi/201430036
Hari/Tanggal : Rabu/13 Maret 2019
Pukul : 13.00 WIT (1 siang)
I. PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Salah satu ekosistem pesisir yang mempunyai produktivitas primer tinggi yaitu padang lamun (seagrass bads).
Lamun merupakan tanaman berbunga dan sudah menyesuaikan diri untuk hidup terendam dalam air laut. Lamun dapat
melakukan penyerbukan berlangsung perantara air. Tingginya produktivitas primer pada ekosistem padang lamun
menjadikannya sebagai tempat mencari makan (feeding ground), memijah (spawning ground), dan tempat berlindung bagi
sebagian besar sumberdaya hayati ikan (Supriharyono, 2007).
Dapat dikatakan bahwa lingkungan padang lamun akan menentukan struktur komunitas ikan yang berasosiasi
dengannya. Semakin banyak ikan yang berasosiasi menandakan kondisi kesehatan padang lamun di perairan dalam
keadaan baik. Tetapi dalam beberapa tahun belakangan ini, terdapat indikasi luasan hamparan lamun yang produktif
semakin berkurang dari tahun ke tahun sebagai akibat berbagai kerusakan yang terjadi di ekosistem ini. Degradasi
ekosistem ini diantaranya terjadi oleh aktivitas manusia seperti pencemaran, aktifitas penangkapan yang bersifat merusak
dan reklamasi daerah pesisir.
Ekosistem padang lamun berperan penting sebagai habitat bagi beberapa spesies ikan, tetapi informasi mengenai
komunitas ikan pada hamparan lamun di perairan Papua masih relatif terbatas, khususnya di Perairan Teluk Doreri yang
diantaranya berdasarkan hasil penelitian dari Maruanaya (2000), Talakua dan Paisey (2006) dan Nunaki (2009) serta
Rumfabe (2010), namun belum ada penelitian terbaru. Oleh karena itu masih perlu adanya penelitian mengenai komunitas
ikan, khususnya dalam hubungan dengan kondisi hamparan lamun yang berada di pesisir Teluk Doreri Kabupaten
Manokwari, mengingat perkembangan pembangunan yang ada di Kota Manokwari terus berkembang di daerah pesisir
Teluk Doreri.
1.2. Rumusan Masalah
Keberadaan komunitas ikan sangat berkaitan erat dengan kondisi habitatnya. Hamparan lamun sebagai salah satu
habitat ikan di perairan pesisir, untuk mencari makan, bereproduksi, daerah asuhan, dan perlindungan terhadap predator.
Berdasarkan hal tersebut maka rumusan masalah penelitian ini yaitu :
Bagaimana struktur komunitas ikan pada hamparan lamun di perairan pesisir Teluk Doreri berdasarkan waktu
pengamatan siang dan malam ?
1.3. Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji struktur komunitas ikan pada hamparan lamun di perairan pesisir Teluk
Doreri antar waktu pengamatan dan dengan penelitian sebelumnya
1.4. Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan gambaran mengenai kondisi keberadaan komunitas ikan pada
ekosistem hamparan lamun. Selain itu, informasi yang diperoleh bisa menjadi salah satu informasi dasar dalam
pengelolaan semberdaya hayati berkelanjutan di wilayah perairan kota Manokwari khususnya Teluk Doreri.

1
II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Ekosistem Lamun
2.1.1. Deskripsi Lamun
Lamun (seagrass) adalah salah satu tumbuhan laut yang termasuk tumbuhan sejati karena sudah dapat dibedakan
antara batang, daun, dan akarnya. Lamun adalah tumbuhan berbunga yang tumbuhdi perairan dangkal dan estuary yang
ada di seluruh dunia. Lamun merupakan tumbuhan laut monokotil yang secara utuh memiliki perkembangan sistem
perakara dan rhizoma yang baik (Kawaroe,2009). Lamun dapat ditemukan pada berbagai karakteristik substrat.
Sebagian besar lamun mempunyai morfologi luar yang secara kasar hampir sama. Lamun mempunyai daun-daun
panjang, tipis dan seperti pita yang memiliki saluran-saluran air. Lamun tumbuh dari rhizome yang merambat. Bagian
tubuh lamun dapat dibedakan kedalam morfologi yang tampak seperti daun, batang, akar, bunga dan buah (Nybakken
1992). Namun umumnya sebagian besar padang lamun menyebar pada kedalaman 1 – 10 meter. Di beberapa perairan
dangkal, kita dapat menyaksikan padang lamun dengan kepadatan yang cukup tinggi yang memberikan kesan hijau pada
dasar perairan (Nyabakken 1992).

Klasifikasi beberapa jenis lamun yang terdapat di perairan pantai Indonesia (Azkab1999) adalah sebagai berikut:
Divisi :Anthophyta
Kelas : Angiospermae
Subkelas : Monocotyledoneae
Ordo : Helobiae
` Famili : Hydrocharitaceae
Genus : Enhalus
Spesies : Enhalus acoroides
Genus : Halophila
Spesies :Halophila decipens
Halophilaovalis
Halophila minor
Halophila spinulosa
Genus :Thalassia
Spesies :Thalassiah emprichii
Famili : Cymodoceaceae
` Genus : Cyomodocea
Spesies : Cyomodocea rotundata
Cyomodocea serrulata
Genus : Halodule
Spesies : Halodule pinifolia
Halodule uninervis
Genus : Syringodium
Spesies : Syringodium soetifolium
Genus : Thalasso dendron
Spesies :Thalasso dendron cilitium

2.1.2. Fungsi Ekologi Lamun


Lamun mempunyai beberapa fungsi ekologis yang sangat potensial berupa perlindungan bagi ikan kecil. Daun-
daun lamun yang padat dan saling berdekatan dapat meredam gerak arus, gelombang dan arus yang memungkinkan
padang lamun merupakan kawasan lebih tenang dengan produktifitas tertinggi di lingkungan pantai di samping terumbu
karang. Melambatnya pola arus dalam padang lamun membuat kondisi alami yang sangat di senangi oleh ikan–ikan kecil
dan juga seperti beberapa jenis udang, kuda laut, bivalve, gastropoda dan echinodermata. Hal terpenting lainnya adalah
daun–daun lamun berasosiasi dengan alga kecil yang dikenal dengan epiphyte yang merupakan sumber makanan
terpenting bagi hewan-hewan kecil tadi. Epiphyte ini dapat tumbuh sangat subur dengan melekat pada permukaan daun
lamun dan sangat di senangi oleh udang–udang kecil dan beberapa jenis ikan-ikan kecil (Karyono, 2010).
Lamun mempunyai beberapa fungsi penting lainnya, yaitu:
1. Sebagai Produsen Primer
Lamun mempunyai tingkat produktifitas primer paling tinggi bila dibandingkan dengan ekosistem lainnya
yang ada di laut dangkal seperti ekosistem terumbu karang.

2
2. Sebagai Habitat Biota
Lamun menyediakan tempat bagi hewan-hewan laut untuk berkembangbiak,memijah, padang
pengembalaan dan makanan bagi beberapa jenis ikan dan ikan karang. Lamun juga memberikan perlindungan dan
tempat menempel untuk berbagai hewan dan tumbuh-tumbuhan laut. Lamun memberikan rumah bagi banyak
biota laut.
3. Sebagai Penangkap Sedimen
Daun lamun yang lebat mampu memperlambat kuat aliran arus air yang mengalir di laut sehingga
perairan di sekitarnya menjadi tenang. Disamping itu, rimpang dan akar lamun dapat menahan dan mengikat
sedimen, sehingga dapat menguatkan dan menstabilkan dasar permukaaan. Sehingga komposisi dari substrat tetap
stabil dan terjamin. Padang lamun yang berfungsi sebagai penangkap sedimen dapat mencegah erosi.
4. Sebagai Pendaur Zat Hara
Lamun memegang peranan penting dalam pendauran berbagai zat hara dan elemen–elemen yang langka
di lingkungan laut. Khususnya zat-zat hara yang dibutuhkan oleh algae epifit.
2.2. Peranan Padang Lamun Bagi Ikan
2.2.1 Padang Lamun Sebagai habitat Ikan
Ikan yang bermigrasi ke lokasi padang lamun sebenarnya tidak hanya untuk mencari makan tetapi juga untuk
tujuan lain seperti untuk berteduh dari sengatan matahari atau untuk berlindung dari pemangsa (Bengen,2004). Hal ini
dimungkinkan karena pertumbuhan vegetasi lamun yang padat dan rimbun dapat menjadi tempat yang memadai untuk
bersembunyi dari predator. Ikan yang ditemukan pada padang lamun ada yang bertujuan untuk berlindung dari predator
(Mattila dan Cristoffer, 1999), dan menggunakan lamun sebagai habitat, khususnya ikan kecil (juvenil). (Asmus et al.,
2005).
Keberadaan lamun memiliki fungsi yang cukup vital dalam sikus hidup ikan terutama pada saat ikan masih muda
atau massa (juvenil) terutama ikan-ikan kecil pada zona intertidal yang menggunakan lamun tempat berlindung (Hossain
dan Saintilan, 2007).
2.2.2 Padang Lamun Sebagai Sumber Makanan Ikan
Asosiasi ikan dengan lamun di lokasi studi berdasarkan indikator jenis makanan yang ditemukan pada isi lambung
pada beberapa spesies ikan bentuk asosiasinya yaitu: (1) jenis ikan dari Famili Apogonidae dengan spesies Archamia goni
menggunakan lamun sebagai areal mencari makan dan tempat hidup, (2) Famili Monacanthidae dengan spesies
Acreichthys tomentosus adalah jenis ikan yang memanfaatkan lamun sebagai tempat mencari makan dan tempat hidup,
meskipun jenis ikan ini habiatnya ada pada daerah yang dasarnya berpasir, (3) jenis- jenis ikan dari beberapa famili seperti
Famili Lutjanidae dengan spesies Lutjanus boutton, Famili Clupeidae dengan spesies Sardinella gibbosa, Famili
Haemulidae dengan spesies Plectorhinchus falvomaculatus, Famili Leiognathidae dengan spesies Leiognathus equulus,
Famili Mugilidae dengan spesies Moolgarda delicates adalah jenis ikan yang datang ke lokasi padang lamun untuk
mencari makan dan (4) jenis ikan dari Famili Siganidae dengan spesies Siganus guttatus adalah merupakan ikan herbivore
yang makananya lamun dan algae (Hossain dan Saintilan, 2007).

2.3. Interaksi Ikan di Ekosistem Lamun


Padang lamun mempunyai peranan penting bagi kehidupan ikan, lamun berfungsi sebagai daerah asuhan (nursery
ground), sebagai tempat mencari makan ikan (feeding ground), dan sebagai makanan ikan (food). Ekosistem padang
lamun berfungsi sebagai penyuplai energy baik pada zona bentik maupun pelagis.
Nutrien tersebut tidak hanya bermanfaat bagi tumbuhan lamun, tetapi juga bermanfaat untuk pertumbuhan
fitoplankton dan selanjutnya zooplankton, dan juvenile ikan atau udang (Dahuri 2003) seperti terlihat pada Gambar 1.

3
Gambar 1. Rantai Makanan di Ekosistem Lamun
(Sumber: Fortes, 1990)
Ikan di padang lamun menghuni dalam tempat yang berbeda, sehingga ada dua tipe penggolongan hunian ikan di
habitat lamun (Bell dan Pollard 1989):
1. Golongan pertama: ada tiga macam kategori ikan yaitu yang beristirahat di daun, yang hidup di bawah daun dan
yang ada di atas atau di dalam sedimen.
2. Golongan kedua: berdasarkan kolom air yang dihuni ikan, yaitu yang makan di atas daun dan yang bernaung di
bawah daun. Ikan-ikan yang hidup padang lamun biasanya merupakan ikan-ikan karang, ikan-ikan estuary
ataupun ikan-ikan yang hidup di laut lepas, yang menggunakan padang lamun sebagai daerah pembesaran ataupun
daerah mencari makannya.
2.3.1. Jenis – jenis Ikan di Ekosistem Lamun
Menurut Adrim (2006) terdapat beberapa jenis ikan yang umum dijumpai di padang lamun yaitu, Elopidae ( Elop
hawaensis), Plotosidae (Plotus anguillaris), Belonidae (Tylossurus sp.), Hemirhampidae (Hemirhampus quoyi,
Zenarcopterus dispar), Bothidae (Pseudorhombus arsius), Synganathidae (Shyngnatoides biaculeatus), Scaridae
(Scarrusgoban, Spariso ma viridae), Gerridae (Gerres macrosoma, G. abreviatus, G. oyena), Labridae (Cheilio imermis,
Choerodon anchorago, Haliocheres scapularis), Cahetodontidae (Parachaetodon ocellatus), Nemipteridae (Pentapodus
caninus), Mullidae(Upeneus tragula), Monacanthidae (Achreichthys hajam).
Berbagai macam spesies hewan hidup di padang lamun dan berasosiasi dengan padang lamun. Di perairan
Pabama dilaporkan 96 spesies hewan yang berasosiasi dengan beberapa jenis ikan di padang lamun. Di Teluk Ambon
ditemukan 48 famili dan 108 jenis ikan yang menghuni lamun. Sedangkan di Kepulauan Seribu di temukan 78 jenis ikan
yang berasosiasi dengan padang lamun.
III. METODE
3.1. Waktu dan Tempat
Penelitian ini dilaksanakan di Pantai Arfai, Pantai Wosi, Pantai Anggrem, Pantai Asrama Pelayaran dan Pantai
Pulau Lemon. Berlangsung selama 2 bulan yaitu Bulan Maret - April 2019. Lokasi penelitian dapat dilihat pada (Gambar
2).

Gambar 2. Peta Lokasi Penelitian

4
3.2. Alat dan Bahan
Alat dan bahan yang digunakan dalam penelitian dapat dilihat pada Tabel 1 dan Tabel 2 sebagai berikut :
Tabel 1. Alat yang digunakan dalam kegiatan penelitian
No Alat Kegunaan
1 Alat tulis Untuk menulis hasil penelitian
2 Kamera Sebagai alat dokumentasi
Untuk menetapkan koordinat dari lokasi
3 GPS
pengambilan contoh ikan
Jaring insang (ukuran panjang
50 m dengan mata jaring 1,5
4 Untuk menangkap ikan di hamparan lamun
inchi dan ukuran panjang 50 m
dengan mata jaring 1 inchi).
5 Roll meter Pembuatan transek
Pengamatam visual jenis-jenis ikan dan lamun
6 Fins dan masker
yang berada di hamparan lamun.
7 DO meter Untuk mengukur gas oksigen terlarut
8 Refraktometer Untuk mengukur salinitas air
9 pH meter Untuk mengukur pH air laut
10 Kaliper Untuk mengukur panjang ikan
11 Timbangan Digital Untuk mengukur berat ikan
12 Papan lapangan Untuk pengalas alat tulis menulis
13 Plastik sampel Untuk meletakkan sampel

Tabel 2. Bahan yang digunakan dalam kegiatan penelitian


No Bahan Kegunaan
1 Buku identifikasi Untuk mengidentifikasi jenis-jenis ikan dan lamun
2 Aquades Untuk mencuci alat-alat
3 Formalin 40% Untuk mengawetkan sampel

3.3. Jenis Data


Dalam penelitian ini jenis data berupa data primer dan sekunder. Data primer diperoleh dengan cara
mengumpulkan data langsung di lokasi penelitian sedangkan data sekunder diperoleh dari berbagai sumber data seperti
jurnal, skripsi, artikel ilmiah dan penelitian–penelitian sebelumnya.
3.4. Metode Pengambilan Data
Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif. Dengan cara observasi langsung
dilapangan yaitu dengan menangkap ikan menggunakan jaring insang. Jaring tersebut diletakkan sejajar dengan garis
pantai pada hamparan lamun, dengan menarik jaring dari pasang menjelang surut, dengan panjang tarikan dan panjang
jaring yang akan menentukan luas area pengamatan. Sedangkan untuk data persentase tutupan lamun akan diambil oleh
rekan peneliti, yang akan dibagi untuk mengetahui kondisi persen tutupan lamun.
3.4.1. Teknik Pengumpulan Data Ikan
Pengambilan data ikan pada ekosistem padang lamun dilakukan saat permukaan air laut mulai surut, pada waktu
siang dan malam hari. Tahapan pengumpulan data ikan adalah sebagai berikut :

1. Pengamatan/survey dan penentuan lokasi pengambilan data


2. Persiapan alat-alat yang akan digunakan dalam pengambilan data
3. Pengambilan data dilakukan dengan menggunakan jaring insang pada hamparan lamun saat air menjelang
surut
4. Pengamatan dilakukan sebanyak 3 kali mewakili siang hari dan 3 kali mewakili malam hari pada tiap stasiun
pengamatan
5. Waktu yang dibutuhkan dalam peletakkan jaring hingga penarikan jaring berkisar antara 30 menit sampai 1
jam.

5
6. Interval waktu pengulangan berkisar antara 1 – 2 jam dan juga mengikuti pada tabel pasang surut pada waktu
siang dan malam hari
7. Pengoperasian jaring akan dilakukan sebanyak 5 orang ( 2 orang bertugas untuk memegang ujung jaring dan
3 orang bertugas untuk mengontrol jaring agar tidak terhambat maupun tidak terangkat)
8. Luas area pengamatan akan diukur pada saat peletakkan hingga penarikan jaring
9. Ikan yang didapatkan akan disortir/dipilah lalu diidentifikasi menggunakan buku identifikasi ikan menurut
(Allen, 2007) kemudian di ukur panjang dan beratnya.
10. Data yang didapat kemudian dianalisis untuk mengetahui komposisi spesies dan struktur komunitas ikan di
hamparan lamun pada lima lokasi.
11. Data dipresentasikan dalam bentuk dalam tabel dan grafik
3.4.2. Pengumpulan Data Parameter Perairan
Data parameter kualitas air diambil secara langsung di perairan pantai, setelah pengambilan data ikan. Data yang
diambil meliputi suhu, kecerahan, salinitas, oksigen terlarut, tipe substrat dan jenis lamun.
3.5. Analisis Data Ikan
Untuk mengetahui struktur komunitas ikan dilakukan analisis data yang meliputi :
3.5.1. Kelimpahan Jenis
Untuk mengetahui kelimpahan jenis menggunakan formula :
N=
Dimana :
N = Kelimpahan individu jenis ke-I (individu/M2)
∑n = Jumlah jenis individu yang diperoleh tiap stasiun
A = Luas daerah pengamatan (M2)

3.5.2. Kelimpahan Relatif


Untuk mengetahui kelimpahan relatif ikan menggunakan formula :
¿
Kr =
N x 100 %
Dimana:
Kr = Kelimpahan ikan (%),
Ni = Jumlah individu setiap jenis ikan,
N = Jumlah individu seluruh jenis ikan

3.5.3. Struktur Komunitas


Struktur komunitas ikan dapat diketahui dengan menggunakan beberapa Indeks Ekologi dalam
( Setyobudiandi dan Khouw, 2009).
1. Indeks Keanekaragaman Jenis :
s
H’ = -∑ Pi log 2 Pi
i=1
Dimana :
H’= Indeks Keanekaragaman Shannon-Wiener
Pi = Proporsi jumlah individu (ni/N)
S = Jumlah spesies
Nilai indeks Keanekaragaman (H’) > 3 menunjukkan keanekaragaman tinggi, antara 1-3 keanekaragaman
sedang dan < 1 menunjukkan keanekaragaman rendah.
2. Indeks Keseragaman :

E=
Hmax
Dimana:
E = Indeks Keseragaman
H’ = Keanekaragaman Shannon-Wiener
S = Jumlah jenis/spesies
Nilai indeks Keseragaman (E) antara 0 – 0,50 menunjukkan keseragaman rendah, > 0,50 – 0,75 menunjukkan
keseragaman sedang, dan > 0,75 – 1,00 menunjukkan keseragaman tinggi.

6
3. Indeks Dominansi :
¿ )2
C= ∑ (
N
Dimana :
C = Indeks Dominansi Simpson
ni = Jumlah individu dari jenis ke-i
N = Jumlah total individu seluruh jenis
Nilai indeks Dominansi (C) berkisar antara 0 – 1, jika indeks dominansi 0 berarti hampir tidak ada jenis ikan yang
mendominasi dan apabila nilai indeks dominansi mendekati 1 berarti ada salah satu jenis yang mendominasi komunitas
tersebut.

DAFTAR PUSTAKA
Adrim, Mohammad. 2006. Asosiasi Ikan di Padang Lamun. Pusat Penelitian Oseanografi-LIPI. Bulletin Ilmiah Oseana31
(4): 1-7
Allen G, Steene R, Human P and DeLoach N. 2007. Reef Fish Identification. Tropical Pacific. Florida: New World
Publications, Inc. Arami H
A. R. Halford and A. A. Thompson. 1994. Visual Census Surveys Of Reef Fish. Australian Institute Of Marine Science.
Asmus, H., P. Polte dan S. Schanz. 2005. The contribution of seagrass beds (Zostera noltii) to the function of tidal flats as
a juvenile habitat for dominant, mobile epibenthos in the Wadden Sea. Marine Biology., 147: 813 – 822.
Aswandy, I dan M. H . Azkab. 2000. Hubungan Fauna dengan Padang Lamun. Oseana Volume XXV. No. 3 : 19-24.
Azkab, H. 1999. Pedoman inventarisasi lamun. Majalah Semi Populer Osena. Lembaga Penelitian Oseanografi, Lembaga
Ilmu Pengetahuan Indonesia. Jakarta. 24(1): 1-16.
Bell and Poll. 1989. Ecology or fish assemblages and fisheries associatd with seagrass dalam : Heriman (2006) Sturktur
Komunitas Ikan yang Berasosiasi dengan Ekosistem Padang Lamun di Perairan Tanjung Merah, Sulawesi
Tengah.
Bengen, D. G. 2004. Ekosistem Pesisir dan Laut. Sinopsis. Pusat Kajian Sumberdaya Pesisir dan Laut IPB. Bogor.
Dahuri, R. 2003. Keanekaragaman Hayati Laut. PT Gramedia Pustaka Utama. Jakarta.
Fortes, M.D. 1990. Seagrasses: a Resource Unknown in the ASEAN Region. Manila:
Association of Southeast Asian Nations/United States Coastal Resources
Management Project Education Series 6.
Horinouchi, M. 2007. Distribusi patterns of benthic juvenile gobies in and around seagrass habitat: Effectiveness of
seagrass shelter against predators. Estuarine, Coastal and Shelf Science., 72: 657 – 664.
Hossain, K., dan N. Saintilan. 2007. Lingkages between seagrass, mangrove and saltmarsh as fish habitat in the Botany
Bay estuary, New South Wales. Wetlands Ecol Manage., 15: 277 – 286.
Hutomo, M. 1985. Telaah Ekologi Komunitas Ikan padang Lamun (Seagrass, Anthophyta) di Perairan Teluk Banten.
Disertasi. IPB. Bogor.
Hutomo, M. dan M. H. Azkab. 1987. Peranan lamun di lingkungan laut dangkal. Oseana 12 (1) : 13 –23.
Karyono, Tri Harso. 2010. Green Architecture: Pengantar Pemahaman Arsitektur Hijau di Indonesia. Jakarta: Penerbit PT
Raja Grafindo Persada
Kawaroe, M. 2009. Perspektif lamun sebagai blue carbon sink di laut. Makalah disampaikan pada Lokakarya
Nasional 1 Pengelolaan Ekosistem Lamun“Peran Ekosistem Lamun dalam Produktifitas Hayati dan
Meregulasi Perubahan Iklim”. 18 November 2009. PKSPL-IPB, DKP, LH, dan LIPI. Jakarta.
KepMen LH No. 200 Tahun 2004
Khouw, A.S. 2009. Metode dan Analisa Kuantitatif dalam Bioekologi Laut. Pusat Pembelajaran dan Pengembangan
Pesisir dan Laut (P4L), Ambon.
Mattila, J., dan Bostrom C. 1999. The relative importance of food and shelter for seagrass-associated invertebrates: a
latitudinal comparason of habitat chois by isopod grazers. Oecologia., 120: 162 – 172.
Nybakken, J. W., 1992. Biologi Laut sebagai Suatu Pendekatan Ekologis. P. T. Gramedia. Jakarta.
Setyobudiandi, I., Sulistiono., F. Yulianda., C.Kusmana,C., S.Hariyadi., A.Damar., A. Sembiring dan Bahtiar. 2009.
Sampling dan Analisis Data Perikanan dan Kelautan; Terapan Metode Pengambilan Contoh di Wilayah
Pesisir dan Laut. Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan. IPB. Bogor.

7
Supriharyono, 2007. Konservasi Sumberdaya Hayati di Wilayah Pesisir Tropis. Pustaka Pelajar. Yogjakarta.

Anda mungkin juga menyukai