Anda di halaman 1dari 18

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Indonesia mempunyai perairan laut yang lebih luas dari pada daratan, oleh
karena itu Indonesia di kenal sebagai negara maritim. Perairan laut Indonesia kaya akan
berbagai biota laut baik flora maupun fauna. Indonesia sebagai negara kepulauan yang
terdiri lebih dari 17.508 buah pulau besar dan kecil dengan panjang garis pantai sekitar
81.000 km (Soegiarto, 1984). Indonesia sebuah negara yang dilalui oleh garis
khatulistiwa (tropis) mempunyai keanekaragaman hayati yang sangat tinggi. Lamun,
salah satu jenis tumbuhan laut yang tumbuh diperairan Indonesia.Kawasan Lamun
selain memiliki nilai secara ekonomis, juga memiliki potensi secara ekologis. Perhatian
terhadap ekosistem padang lamun (seagrass beds) masih sangat kurang dibandingkan
terhadap ekosistem bakau (mangrove) dan terumbu karang (coral reefs). Padahal,
lestarinya kawasan pesisir pantai bergantung pada pengelolaan yang sinergis dari
ketiganya. Terlebih, padang lamun merupakan produsen primer organik tertinggi
dibanding ekosistem laut dangkal lainnya.

Begitu juga dengan rumput laut yang terdpat pada padang lamun, rumput laut
adalah sumberdaya hayati yang telah dimanfaatkan masyarakat Indonesia sebagai
mata pencarian, dan bahkan di beberapa wilayah menjadikannya mata pencarian
utama. Rumput laut merupakan salah satu komoditas sumberdaya laut yang
memiliki nilai ekonomis yang tinggi, mudah dibudidayakan serta biaya produksi
yang rendah. Banyak negara-negara maju yang memanfaatkan rumput laut sebagai
bahan baku produksinya, rumput laut dapat dijadikan bahan pembuatan kosmetik,
aneka ragam makanan ringan, bahkan obat penutup luka. Peluang ekonomi yang
tinggi membuat banyak dari masyarakat Indonesia membudidayakan rumput laut untuk
mata pencahariannya. (Neksidin, 2013). Namun tetap saja keberhasilan budidaya
rumput laut dan padang lamun terdapat beberapa factor yang memengaruhinya.

1
Diantara faktor lingkungan tersebut adalah ketersediaan cahaya, suhu, salinitas, arus,
dan ketersediaan nutrien (Neksidin, 2013). Laut sebagai penyedia sumber daya alam
yang produktif baik sebagai sumber pangan, tambang mineral, dan energi, media
komunikasi maupun kawasan rekreasi atau pariwisata. Karena itu wilayah pesisir dan
lautan merupakan tumpuan harapan manusia dalam pemenuhan kebutuhan di masa
datang.

1.2 Rumusan Masalah


Dari latar belakang tersebut dapat diidentifikasikan permasalahannya sebagai
berikut. Potensi perairan, kelayakan budidaya, teknologi budidaya yang mudah, masa
tanam pendek, dan ketersediaan tenaga kerja setempat merupakan modal potensial bagi
perkembangan usaha budi daya rumput laut. Tetapi pada kenyataannya jumlah
pembudidaya yang tertarik pada usaha budidaya rumput laut masih rendah.
Berdasarkan kondisi di atas, maka permasalahan yang dapat diidentifikasi diantaranya
kurangnya informasi tentang potensi usaha budidaya rumput laut dan kurangnya data
kualitas perairan yang mendukung kegiatan budidaya rumput laut. Beberapa faktor lain
juga menyebabkan luas ekosistem padang lamun berkurang dan produksi rumput laut
yang masih belum maksimal.
1.3 Maksud dan Tujuan

Maksud dari pembuatan makalah ini adalah untuk mengetahui komoditas


padang lamun dan rumput laut dalam bidang ekonomi yang berhubungan dengan
microekonomi dan macroekonomi.
Adapun tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui faktor apa yang
mengakibatkan kerusakan pada ekosistem padang lamun. Sehingga dapat menentukan
potensi dan nilai ekonomi pada rumput laut yang akan menunjukkan pendapatan yang
dihasilkan dari budidaya padang lamun dan rumput laut. Dengan mengetahui faktor
dan potensi nilai ekonomi kita dapat mengkonservasikan ekosistem padang lamun dan
dapat memaksimalkan prosuksi rumput laut yang dapat membantu perekonomian
masyarakat pesisir pantai.

2
BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Pengertian Padang Lamun

Lamun (seagrass) adalah tumbuhan berbunga (angiospermae) yang berbiji satu


(monokotil) dan mempunyai akar rimpang, daun, bunga dan buah. Jadi sangat berbeda
dengan rumput laut (algae). Sedangkan rumput laut (seaweeds) adalah tanaman
ganggang multiseluler yang hidup di laut, dan tergolong dalam divisi thalophyta.
Rumput laut merupakan tanaman tingkat rendah yang tidak memiliki perbedaan
susunan kerangka seperti, akar, batang, dan daun. Padang lamun menjadi habitat bagi
hewan-hewan kecil yang bersifat ekonomis. Tidak hanya ikan kecil, pada padang
lamun juga hidup alga di sekitarnya.

Padang lamun merupakan habitat bagi beberapa organisme laut. Hewan yang
hidup di padang lamun ada yang sebagai penghuni tetap dan ada pula yang bersifat
sebagai pengunjung. Ada hewan yang datang untuk memijah seperti ikan dan ada pula
hewan yang dating mencari makan seperti sapi laut (dugong-dugong) dan penyu
(turtle) yang makan lamun syriungodium isoetifolium dan Thalassia hemprichii.

Di daerah padang lamun, organisme melimpah, karena lamun digunakan


sebagai perlindungan dan persembunyian dari predator dan kecepatan arus yang tinggi
dan juga sebagai sumber bahan makanan baik daunnya maupun epitif atau detritus.
Jenis-jenis polychaeta dan hewan-hewan nekton juga banyak didapatkan pada padang
lamun. Lamun juga merupakan komunitas yang sangat produktif sehingga jenis-jenis
ikan dan faulna invertebrate melimpah di perairan ini. Lamun juga memproduksi
sejumlah besar bahan bahan organic sebagai substrat untuk algae, epifit, microflora dan
fauna (husni, 2003).

3
2.2 Ciri – Ciri Padang Lamun

Ekosistem padang lamun memiliki kondisi ekologis yang sangat khusus dan
berbeda dengan ekosistem mangrove dan terumbu karang.

Ciri-ciri ekologis padang lamun antara lain adalah :

1. Terdapat di perairan pantai yang landau,di dataran lumpur/pasir.


2. Pada batas terendah daerah pasang surut dekat hutan bakau atau di dataran
terumbu karang.
3. Mampu hidup sampai kedalaman 30 meter, di perairan tenang dan terlindungi.
4. Sangat tergantung pada cahaya matahari yang masuk ke perairan.
5. Mampu melakukan proses metabolism secara optimal jika keseluruhan
tubuhnya terbenam air termasuk daur
6. Mampu hidup di media air asin.
7. Mempunyai sistem perakaran yang berkembang baik (Azkab, 1988)

2.3 Zonasi

Zonasi lamun secara vertical sebagai berikut :

1. Zona intertidal, dicirikan oleh tumbuhan pionir yang didominasi oleh halophila
ovalis, Cymodocea rotundata dan Holodule pinifolia
2. Zona intertidak bawah, didominasi oleh Thalassodendron cilliatum.
3. Padang lamun monospesifik (monospesifik seagrass beds) hanya terdiri dari 1
spesies. Akan tetapi keberadaannya hanya bersifat temporal dan biasanya
terjadi pada phase pertengahan sebelum menjadi komunitas yang stabil (padang
lamun campuran)
4. Asosiasi 2 atau 3 spesies ini merupakan komunitas lamun yang terdiri dari 2
sampai 3 spesies. Dan lebih sering dijumpai dibandingkan padang lamun
monospesifik.

4
5. Padang lamun campuran (mixed seagrass beds) padang lamun campuran
umunya terdiri sedikitnya 4 dari 7 spesies berikut : Cymodocea rotundata,
Cymodocea serrulate, Enhalus acoroides, Halodule uninervis. Halophila
ovalis, Syringdium isoetifolium, dan Thalassia hemprichii. Tetapi padang
lamun campuran ini, dalam kerangka struktur komunitasnya selalu terdapat
asosiasi spesies Enhalus acoroides dengan Thalassia hemprichii (sebagai
spesies lamun dominan), dengan kemelimpahan lebih dibandingkan spesies
lamun yang lain (Bengen, 2001)

2.4 Faktor Mempengaruhi

Temperatur, substrat, intensitas cahaya, kecepatan arus, salinitas dan


kandungan oksigen terlarut merupakan faktor-faktor yang mempengaruhi
pertumbuhan dan penyebaran lamun.

1. Temperatur
Lamun akan berfotosintesis secara maksimal pada kisaran suhu 28’-30’C.
semakin jauh suhu perairan dari suhu optimal ini,semakin berkurang
kemampuan lamun untuk berfotosintesis.
2. Salinitas
Tiap-tiap Janis lamun mempunyai kisaran salinitas berbeda-beda. Namun
secara umum, lamun membutuhkan salinitas sebesar 10-40 o/oo. Sedangkan
rusaknya padang lamun saat ini salah satunya disebabkan oleh meningkatnya
salinitas karena berkurangnya suplai air tawar dari sungai.
3. Intensitas cahaya
Lamun memerlukan cahaya untuk berfotosintesis, sehingga semakin sedikit
cahaya, semakin kurang berkembang lamunnya.
4. Arus
Produktivitas padang lamun juga dipengaruhi oleh kecepatan arus perairan.
Pada saat kecepatan arus sekitar 0,5 m/detik, jenis Thallassia testudium
mempunyai kemampuan maksimal untuk tumbuh.

5
5. Kandungan Oksigen (DO)
Suhu, salinitas, dan turbulensi air mempengaruhi kadar oksigen terlarut dalam
air. Kadar oksigen terlarut berkurang dengan meningkatnya suhu, ketinggian,
altitude dan berkurangnya tekanan atmosfer. Selain itu kandungan oksigen
terlarut juga mempengaruhi keanekaragaman hayati suatu ekosistem perairan
seperti padang lamun. Perairan yang diperuntukkan bagi kepentingan perikanan
sebaiknya memilih kadar oksigen tidak kurang dari 5mg/l. kadar oksigen
terlarut kurang dari 4mg/l mengakibatkan efek yang kurang menguntungkan
bagi hamper semua organisme akuatik. Sumber oksigen terlarut biasanya
berasal dari difusi oksigen yang terdapat di atmosfer sekitar 35% dan aktivitas
fotosintesis oleh tumbuhan air termasuk dan fitoplankton.
6. Substrat
Tumbuhan lamun membutuhkan dasar yang lunak untuk ditembus oleh akar-
akar dan rimpangnya guna menyokong tumbuhan ditempatnya. Lamun dapat
memperoleh nutrisi baik dari air permukaan melalui helai daun-daunya,
maupun dari sedimen melalui akar dan rimpangnya. Kesesuian substrat yang
paling utama bagi perkembangan lamun ditandai dengan kandungan sedimen
yang cukup. Semakin tipis substrat (sedimen) perairan akan menyebabkan
kehidupan lamun yang tidak stabil, sebaliknya semakin tebal substrat, lamun
akan tumbuh subur yaitu berdaun panjang dan rimbun serta pengikatan dan
penangkapan sedimen semakin tinggi peranan kedalaman substrat dalam
stabilitas sedimen mencakup dua hal yaitu : 1) pelindungan tanaman dari arus
laut. 2) tempat pengelohan dan pemasok nutrient. Padang lamun hidup
diberbagai tipe sedimen, mulai dari lumpur sampai sedimen dasar yang terdiri
dari 40% endapan lumpur dan fine mud (Dahuri et al., 1996). Semua tipe
substrat dihuni oleh tumbuhan lamun mulai dari lumpur lunak sampai batu-
batuan, tetapi lamun yang paling luas dijumpai pada substrat uang lunak.
Berdasarkan tipe karakteristik tipe substratnya padang lamun yang tumbuh di
perairan Indonesia dapat dikelompokkan menjadi 6 kategori yaitu 1) lumpur,
2) lumpur pasiran, 3) pasir, 4) pasir lumpuran, 5) puing karang dan 6) batu

6
karang, pengelompokkan tipe substrat ini berdasarkan ukuran partikelnya
dengan menggunakan segitiga Milla (Fahruddin,2002).

2.5 Interaksi Pada Ekosistem Lamun

Hal menarik yang dapat kita lihat bahwa padang lamun atau yang di kenal
dengan seagrass bukan hanya sebagai tempat mencari makan bagi duyung dan manate
tapi juga tempat hidup yang sangat cocok bagi beberapa organisme kecil seperti udang
dan ikan. Bahkan penyu hijau (Chelonia mydas) pun sering mengunjungi padang
lamun untuk mencari makan. Lantas mengapa padang lamun bisa menjadi tempat yang
cocok bagi umunya hewan kecil? Kondisi lamun yang menyerupai padang rumput di
daratan ini mempunyai beberapa fungsi ekologis yang sangat potensial berupa
perlindungan bagi invertebrate dan ikan kecil. Daun-daun lamun yang padat dan saling
berdekatan dapat meredam gerak arus. Gelombang dan arus materi organik yang
memungkinkan padang lamun merupakan Kawasan lebih tenang dengan produktifitas
tertinggi di lingkungan pantai di samping terumbu karang. Melambatnya pola arus
dalam padang lamun memberikan kondisi alami yang sangat di senangi oleh ikan-ikan
kecil dan invertebrate kecil seperti beberapa jenis udang, kuda laut, bivalve, gastropoda
dan Echinodermata, hal terpenting lainnya adalah daun-daun lamun berasosiasi dengan
alga kecil yang dikenal dengan epiphyte yang merupakan sumber makanan terpenting
bagi hewan-hewan kecil.

Epiphyte ini dapat tumbuh sangat subur dengan melekat pada permukaan daun
lamun dan sangat di senangi oleh udang-udang kecil dan beberapa jenis ikan-ikan kecil.
Disamping itu padang lamun juga dapat melindungi hewan-hewan kecil tadi dari
serangan predator. Sangat khas memang pola kehidupan hewan-hewan kecil ini di
padang lamun yang tidak jarang memberikan konstribusi besar bagi kelangsungan ikan
dan udang ekonomis penting. Ini adalah sebagai kecil dari peran penting padang lamun
yang menyebar di sekitar perairan pantai Indonesia. Sebagaimana terumbu karang,
padang lamun menjadi menarik karena wilayahnya sering menjadi tempat berkumpul
berbagai flora dan fauna akuatik lain dengan berbagai tujuan dan kepentingan.

7
Di padang lamun juga hidup alga (rumput laut), Kerang-kerangan (moluska),
Beragam jenis ekinodermata (teripang-teripang), udang, dan berbagai jenis ikan. Ikan-
ikan amat senang tinggal di padang lamun. Ada jenis ikan yang sepanjang hayatnya
tinggal di padang lamun, termasuk untuk berpijah (berkembang biak). Beberapa jenis
lain memilih tinggal sejak usia muda (juvenil) hingga dewasa, kemudian pergi untuk
berpijah di tempat lain. Ada juga yang hanya tinggal selama juvenile. Sebagian lagi
memilih tinggal hanya sesaat, suatu penelitian menunjukkan,jumlah ikan bernilai
ekonomis penting yang ditemukan di kawasan padang lamun relative kecil. Itu berarti
bahwa padang lamun merupakan daerah perbesaran bagi ikan-ikan tersebut. Dari
sekian banyak hewan laut, penyu hijau (Chelonia mydas) dan ikan duyung atau dugong
(Dugong dugong) adalah dua hewan ‘pencinta berat’ padang lamun. Boleh dikatakan,
dua hewan ini amat bergantung pada lamun. Hal ini tak lain karena tumbuhan tersebut
merupakan sumber makanan penyu hijau dan dugong. Penyu hijau biasanya menyantap
jenis lamun Cymodoceae, Thalassia, dan Halophila. Sedangkan dugong senang
memakan jenis Poisidonia dan Halophila. Dugong mengkonsumsi lamun terutama
bagian daun dan akar rimpangnya (rhizoma) karena dua bagian ini memiliki kandungan
nitrogen cukup tinggi, apabila air sedang surut rendah sekali atau surut purnama,
sebgaian padang lamun akan tersembul keluar dari air terutama bila komponen
utamanya adalah Enhalus acoroides, sehingga burung-burung berdatangan mencari
makan di padang lamun ini (Bengen, 2001).

2.6 Fungsi dan Pemanfaatan Padang Lamun

Ekosistem lamun mempunyai peranan penting dalam menunjang kehidupan


dan perkembangan jasad hidup di laut dangkal, peranan tersebut sebagai berikut :

1. Sebagai produsen primer : Lamun memiliki tingkat produktifitas primer


tertinggi bila dibandingkan dengan ekosistem lainnya yang ada dilaut dangkal
seperti ekosistem terumbu karang.

8
2. Sebagai habitat biota : Lamun memberikan tempat perlindungan dan tempat
menempel berbagai hewan dan tumbuh-tumbuhan (alga). Disamping itu,
padang lamun (seagrass beds) dapat juga sebagai daerah asuhan, padang
pengembalaan dan makanan berbagai jenis ikan herbivora dan ikan-ikan karang
(coral fishes) (kicuhi dkk, dkk 1977).
3. Sebagai penangkap sedimen : Daun lamun yang lebat akan memperlambat air
yang disebabkan oleh arus dan ombak.sehingga perairan disekitarnya menjadi
tenang. Disamping itu, rimpang dan akar lamun dapat menahan dan mengikat
sedmen. Sehingga dapat menguatkan dan menstabilkan dasar pemukaan. Jadi,
padang lamun disini berfungsi sebagai penangkap sedimen dan juga dapat
mencegah erosi.
4. Sebagai pendaur zat hara : Lamun memegang peranan penting dalam pendauran
berbagai zat hara dan elemen-elemen yang langka dilingkungan laut.
Khususnya zat-zat hara yang dibutuhkan oleh algae epifit (Saleh, 2003).

Pemanfaatan Sumberdaya Padang Lamun


Sebagai sebuah ekosistem yang memiliki kekayaan sumberdaya yang sangat
melimpah, lamun telah banyak memberi banyak manfaat bagi manusia.Menurut Philips
& Menez (1988) lamun sebagai komoditi yang sudah banyak dimanfaatkan oleh
masyarakat baik secara tradisional maupun secara modern.
Secara tradisional lamun telah dimanfaatkan untuk :
1. Digunakan untuk kompos dan pupuk
2. Cerutu dan mainan anak-anak
3. Dianyam menjadi keranjang
4. Tumpukan untuk pematang
5. Mengisi kasur
6. Ada yang dimakan
7. Dibuat jaring ikan

9
Pada zaman modern ini, lamun telah dimanfaatkan untuk:
1. Penyaring limbah
2. Stabilizator pantai
3. Bahan untuk pabrik kertas
4. Makanan (Buah dan/atau biji dari Enhalus acoroides &
Thalassodendron cilliatum adalah sumber pati (tepung) yang dpt digunakan
sebagai bahan dasar untuk membuat kue (roti)
5. Obat-obatan
6. Sumber bahan kimia.
7. Tempat kegiatan budidaya laut berbagai jenis ikan, kerang-kerangan
dan tiram.
8. Tempat rekreasi atau pariwisata.Padang lamun dimanfaatkan sebagai
tempat rekreasi atau pariwisata bahari, terutama ekowisata.
9. Daun dari jenis lamun Enhalus acoroides, Thalassia
hemprichii dan Thalassodendron cilliatum menjadi bahan dasar pembuatan
makanan ternak.
10. Padang lamun dimanfaatkan sebagai laboratorium alam bagi kegiatan
pendidikan dan penelitian.

Adapun jika dilihat dari bebrapa aspek padang lamun memiliki peran penting
sebagai berikut :

 Keanekaragaman hayati : Padang lamun memiliki keanekaragaman


hayati yang tinggi. Indonesia diperkirakan memiliki 13 jenis lamun.
Selain itu padang lamun juga merupakan habitat penting untuk beberapa
jenis hewan laut, seperti : ikan, moluska, krustasea, ekinodermata,
penyu, dan dugong.
 Kualitas air : Lamun dapat membantu mempertahankan kualitas air.

10
 Perlindungan : Lamun dapat mengurangi dampak gelombang pada
pantai sehingga dapat membantu menstabilkan garis pantai.
 Ekonomi : Padang lamun menyediakan berbagai sumberdaya yang
dapat digunakan untuk menyongkong kehidupan masyarakat, seperti
untuk makanan, perikanan, bahan baku obat, dan pariwisata.

2.7 Jangkauan Mikroekonomi Rumput Laut

Produksi rumput laut Indonesia semakin meningkat hingga tahun 2012


mencapai 6,5 juta ton basah (atau sekitar 6500 ton kering) dan diproyeksikan
mengalami peningkatan mencapai 53,5% di tahun 2014 menjadi 10 juta ton. Kami
mengambil contoh jangkauan ekonomi padang lamun khususnya pada rumput laut
pada segi mikroekonomi masyarakat pesisir di Pantai Pandawa yang berada di
Kecamatan Kuta Selatan, Kabupaten Badung, Bali merupakan pantai budidaya rumput
laut yang pada akhir tahun 2012 mulai dikenal masyarakat Bali dan wisatawan hingga
pada akhirnya sekarang selain menjadi pantai tempat budidaya rumput laut juga
menjadi kawasan wisata bahari.

Dari biaya produksi pembudidaya rumput laut masyarakat pesisir Pantai


Pandawa mengeluarkan dana angkutan sejenis perahu sebesar Rp4.500.000,- untuk
mengangkut hasil panen rumput laut. Adapaun biaya tambahan lain yang tidak tetap
sebesar Rp1.500.000,- per satu kali produksi. Dimana biaya itu terdiri dari upah
pengikat dan pengecekan rumput laut dalam satu kali produksi.

Pembelian rumput laut oleh industri pengolahan dilakukan secara lepas (tidak
ada kontrak yang mengikat), sehingga harga bahan baku rumput laut berfluktuasi. Pada
tahun 2012 rata-rata harga rumput laut untuk jenis E. Cottoni masih dibawah Rp
10.000/kg, kemudian terus meningkat mencapai kisaran harga Rp 11.000/kg - Rp.
19.000/kg, sementara untuk jenis gracilaria berkisar Rp. 10.000/Kg - 13.000/Kg pada
pertengahan 2014. Berdasarkan sumber terbaru pada akhir tahun 2016 harga jual
rumput laut mengalami peningkatan harga, yaitu menjadi Rp.30.000/kg.

11
Penerimaan adalah jumlah dari hasil produksi dikalikan dengan harga jual.
Pembudidaya rumput laut di Pantai Pandawa mampu memproduksi sebanyak
240kg/produksi dengan bibit rumput laut yang ditanam sebanyak 120kg/produksi.
Penerimaan yang diperoleh dalam usaha budidaya rumput laut berasal dari nilai
pendapatan penjualan rumput laut dengan produksi sebanyak 225 kg/1x produksi.
Harga jual rumput laut sebesar Rp. 30.000,- . Berdasarkan hasil perhitungan bahwa
penerimaan usaha budidaya rumput sebesar Rp. 54.000.000.

Tabel 2.1 Rincian Biaya Usaha Budidaya Rumput Laut

Jenis Biaya Total Biaya


Investasi Rp. 13.100.000
Biaya Tetap Rp. 5.635.000
Biaya Variabel Rp. 17.328.000

Berdasarkan hasil perhitungan, usaha budidaya rumput laut di Pantai Pandawa


menguntungkan. Hal tersebut dapat dilihat pada tabel diatas bahwa keuntungan yang
diperoleh per tahun adalah sebesar Rp. 31.037.000,-.

2.8 Jangkauan Makroekonomi Rumput Laut

Porphyta atau nori merupakan rumput laut yang paling popular di Jepang
(Steinman, 29006). Contoh makanan yang terbuat dari rumput laut yang terkenal di
Jepang adalah Kombu. Di berbagai belahan dunia, Sargassum sp merupakan jenis
rumput laut di perairan tropis yang terkenal sebagai algionofit (penghasil alginate).
Filipina, India, dan Vietnam merupakan negara-negara yang mulai memanfaatkan
rumput laut jenis ini.

Menurut Atmadja et al., (1996) pada wal 1980 perkembangan permintaan


rumput laut di dunia meningkat seiring dengan peningkatan pemakaian rumput laut
untuk berbagai keperluan antara laindi bidang insdustri, makanan, tekstil, kertas, cat,

12
kosmetik, dan farmasi (obat-obatan). Di Indonesia pemanfaatan rumput laut untuk
industri dimulai dari industri agar-agar kemudian industry kerajinan serta industry
alginat. Data FAO tahun 2000 mengenai masalah jumlah peggunaan lga untuk
keperluan industry dunia disajikan dalam tabel 2.2

Tabel 2.2 Jumlah Penggunaan Alga untuk Keperluan Industri Dunia

Sumber: FAO 2000 dalam Pangestuti & Kusmita, 2007

Rata-rata skala produksi rumput laut petani sebesar 3 ton tiap sekali panen.
Sebesar besar hasil panen tersebut (90% dari keselurahan hasil panen) dibeli oleh
pedagang pengumpul untuk kemudian ditampung di gudang (untuk wilayah Sulawesi,
pusat gudang rumput laut berada di Makasar). Setelah berada di gudang, pengumpul
daerah memilih dan mengelompokkan rumput laut sesuai dengan gradenya. Rumput
laut yang memiliki kualitas bagus lebih banyak diekspor, karena eksportir berani
membeli dengan harga yang lebih tinggi dari industri pengolahan dalam negeri.
Keuntungan lain yang dirasakan petani atau pedagang pengumpul, dengan menjual ke
ekportir diantaranya: 1) pembayaran cepat (dengan DP atau bahkan dibayar penuh
dimuka); 2) harga relatif tinggi dalam mata uang USD; dan 3) kemampuan membeli
besar, berapapun jumlah yang ditawarkan akan dibeli (kebutuhan eksportir sebanyak

13
1000 ton, sementara permintaan industri pengolahan lokal rata-rata hanya 100 ton per
hari).

Harga di pasar dunia relatif stabil, untuk SRC antara USD 8 sampai USD 12
tergantung kualitas. Pesaing utama Indonesia di pasar tujuan ekspor adalah produk
olahan dari RRT. Berikut adalah perbandingan antara harga produk RC dan SRC antara
Indonesia dan RRT.

Tabel 2.3 Harga Produk Industri Rumput Laut Indonesia dan RRT

Sumber : Puska Daglu, BP2KP, Kementerian Perdagangan 21

Pedagang RRT tidak hanya menjadi pesaing dalam mendapatkan bahan baku
rumput laut, tetapi juga pesaing dalam penjualan produk olahan dipasar dunia. Di pasar
domestik harga jual RC produksi lokal (USD 14) lebih mahal 20% dari RC impor dari
RRT (Tabel 2.4), sehingga 80% dari kebutuhan RC industri pangan lokal (seperti
nestle) impor dari RRT. Industri pangan sisanya (20%) yang tidak menggunakan RC
(maupun SRC) impor dari RRT dengan alasan: (a) RC impor dari RRT kualitasnya
kurang bagus untuk produk RC blended; (b) adanya kebijakan kuota impor SRC,
menyebabkan produsen RC memilih untuk menghasilkan SRC sendiri.

Berdasarkan data dari ASTRULI (Asosiasi Industri Rumput Laut Indonesia),


kapasitas terpasang yang dimiliki oleh anggota ASTRULI seluruhnya berjumlah
61,200 ton per tahun (Tabel 2.4). Terdapat tiga jenis rumput laut yang dibutuhkan
sebagai bahan baku industri yang ada saat ini. Secara berurutan dimulai dari yang

14
paling banyak dibutuhkan yaitu Glacilaria untuk industri agar-agar, E. Cottonii untuk
industri carrageenan, dan E. Spinosum untuk industri alginat.

Tabel 2.4. Komposisi Kebutuhan Bahan Baku Rumput Laut Anggota


ASTRULI

Sumber: Hasil FGD

Kapasitas terpasang seluruh industri pengolahan rumput laut yang tergabung


tergabung dalam ASTRULI sekitar 70% dari kapasitas nasional. Industri pengolahan
yang bukan anggota memiliki kapasitas terpasang sekitar 30%. Sehingga jika digabung
seluruh industri pengolahan baik yang menjadi anggota ASTRULI maupun yang non
anggota, maka kapasitas terpasang seluruhnya menjadi 87.429 ton per tahun.

Data ekspor rumput laut yang diperoleh dari WITS merupakan agregasi dari
cottonii, spinosum dan glacilaria. Data WITS tersebut harus didesagregasi untuk
menetapkan BK masing-masing jenis rumput laut. Proses disagregasi mulai dari
penggunaan masing-masing jenis rumput laut oleh anggota ASTRULI dikombinasikan
dengan kapasitas produksi riil yang diperoleh dari survei kementrian perdagangan.

Selain untuk memenuhi kebutuhan bahan baku dalam negeri, penetapan BK


juga menambah penerimaan negara. Tabel 2.5 berikut menunjukkan simulasi potensi
penerimaan negara setelah BK diterapkan.

15
Tabel 2.5 Penerimaan Pemerintah dari Bea Keluar (BK) Rumput Laut

Sumber: Hasil Analisis Puska Daglu, BP2KP, Kementerian Perdagangan

Apabila menggunakan data ekspor rumput laut tahun 2013 yang didekati
dengan impor negara tujuan utama sebelum diterapkan kebijakan BK sebesar 163,517
Ton. Apabila BK yang diterapkan adalah BK agregasi (menyamaratakan tarif BK
untuk semua jenis), maka volume ekspor akan turun menjadi 140,716 ton. Sehingga
pada harga agregat yaitu sebesar USD 0,99/Kg, maka potensi penerimaan BK sebesar
USD 41, 9 juta. Sementara itu, apabila diterapkan BK yang berbeda untuk tiap jenis,
maka volume ekspor akan turun menjadi 140,737 ton. Pada harga ekspor dan tarif BK
masing-masing jenis rumput laut maka potensi besarnya penerimaan negara dari BK
sekitar USD 43,6 juta, lebih tinggi jika dibandingkan dengan BK secara agregat (Tabel
2.5). Penerimaan pemerintah ini dapat digunakan untuk membina petani-petani rumput
laut dalam meningkatkan produksinya baik dari segi kualitas maupun kuantitas.

16
BAB III

SIMPULAN DAN SARAN

3.1 Simpulan

Berdasarkan hasil penelitian di atas dapat disimpulkan bahwa :

1. Lamun (seagrass) berbeda dengan rumput laut (seaweeds). Lamun adalah


ekosistem kelompok angiospermae, sedangkan rumput laut adalah tumbuhan
tingkat rendah yang berhabitat di padang lamun.
2. Pembudidayaan rumput laut baik dalam sekala kecil seperti pada masyarakat
pesisir Pantai Pandawa di Bali, maupun dalam skala besar seperti kegiatan
ekspor ke beberapa negara sangat memiliki potensi yang besar untuk
menghasilkan keuntungan.
3. Beberapa faktor yang memengaruhi perkembangan ekosistem padang lamun.
Minimnya informasi yang berkembang di masyarakat dan masih kurangnya
kesadran masyarakat setempat mengenai pentingnya ekosistem padang lamun.
Hal ini mengakibatkan kurangnya pengoptimalan padang lamun tersebut.

3.2 Saran

1. Setelah mengetahui potensi dan manfaat dari rumput laut dari berbagai bidang
diharapkan masyarakat dapat melihat peluang yang besar dari rumput laut
tersebut, bahkan rumput laut dapat dijadikan sumber utama mata pencahrian
jika dilakukan secara optimal

2. Diharapkan adanya penyuluhan yang diadakan oleh pemerintah setempat yang


ditujukkan kepada masyarakat pesisir tersebut dalam rangka
melestarikanbudidaya rumput laut agar tidak hilang terutama pada
masyarakat sekitar Pantai Pandawa pada awalnya terkenal dengan budidaya
rumput lautnya.

17
DAFTAR PUSTAKA

Arifin, Zainal. 2018. Potensi Padang Lamun Masih Kurang Diperhatikan.


http://lipi.go.id/berita/potensi-padang-lamun-masihkurangdiperhatikan/21324.
3 Oktober.

Azkab, M.H. 1988. Pertumbuhan dan produksi lamun, Enhalus acoroides di rataan
terumbu di Pari Pulau Seribu.Dalam: P3O-LIPI, Teluk Jakarta:
Biologi,Budidaya, Oseanografi,Geologi dan Perairan.Jakarta:Balai Penelitian
Biologi Laut, Pusat Penelitian dan Pengembangan Oseanologi-LIPI.
Bengen,D.G. 2001. Sinopsis ekosistem dan sumberdaya alam pesisir. Pusat Kajian
Sumberdaya Pesisir dan Lautan, Institut Pertanian Bogor.
Dahuri, Rokhim, Dr. Ir. H. M.S,dkk. 2001. Pengelolahan Sumberdaya Wilayah Pesisir
dan lautan Secara Tepadu. Jakarta : PT. Pradnya pramita.
Fahruddin. 2002. Pemanfaatan, Ancaman, dan Isu-isu Pengelolaan Ekosistem Padang
Lamun, Program Pasca Serjana, Institut Pertanian Bogor.
Kurniawati, Nia dkk. 2016. Analisis Pendapatan Masyarakat Pesisir di Kawasan
Wisata Bahari Pantai Pandawa Kecamatan Kuta Selatan Kabupaten
Badung Provinsi Bali. Jurnal Perikanan Kelautan. 7(2): 93-94.

Wawa, J. E. 2005. Pemerintah Provinsi Harus Segera Menyiapkan Lahan Pembibitan.


www.kompas.com. 3 Oktober.

18

Anda mungkin juga menyukai