PENDAHULUAN
Indonesia mempunyai perairan laut yang lebih luas dari pada daratan, oleh
karena itu Indonesia di kenal sebagai negara maritim. Perairan laut Indonesia kaya akan
berbagai biota laut baik flora maupun fauna. Indonesia sebagai negara kepulauan yang
terdiri lebih dari 17.508 buah pulau besar dan kecil dengan panjang garis pantai sekitar
81.000 km (Soegiarto, 1984). Indonesia sebuah negara yang dilalui oleh garis
khatulistiwa (tropis) mempunyai keanekaragaman hayati yang sangat tinggi. Lamun,
salah satu jenis tumbuhan laut yang tumbuh diperairan Indonesia.Kawasan Lamun
selain memiliki nilai secara ekonomis, juga memiliki potensi secara ekologis. Perhatian
terhadap ekosistem padang lamun (seagrass beds) masih sangat kurang dibandingkan
terhadap ekosistem bakau (mangrove) dan terumbu karang (coral reefs). Padahal,
lestarinya kawasan pesisir pantai bergantung pada pengelolaan yang sinergis dari
ketiganya. Terlebih, padang lamun merupakan produsen primer organik tertinggi
dibanding ekosistem laut dangkal lainnya.
Begitu juga dengan rumput laut yang terdpat pada padang lamun, rumput laut
adalah sumberdaya hayati yang telah dimanfaatkan masyarakat Indonesia sebagai
mata pencarian, dan bahkan di beberapa wilayah menjadikannya mata pencarian
utama. Rumput laut merupakan salah satu komoditas sumberdaya laut yang
memiliki nilai ekonomis yang tinggi, mudah dibudidayakan serta biaya produksi
yang rendah. Banyak negara-negara maju yang memanfaatkan rumput laut sebagai
bahan baku produksinya, rumput laut dapat dijadikan bahan pembuatan kosmetik,
aneka ragam makanan ringan, bahkan obat penutup luka. Peluang ekonomi yang
tinggi membuat banyak dari masyarakat Indonesia membudidayakan rumput laut untuk
mata pencahariannya. (Neksidin, 2013). Namun tetap saja keberhasilan budidaya
rumput laut dan padang lamun terdapat beberapa factor yang memengaruhinya.
1
Diantara faktor lingkungan tersebut adalah ketersediaan cahaya, suhu, salinitas, arus,
dan ketersediaan nutrien (Neksidin, 2013). Laut sebagai penyedia sumber daya alam
yang produktif baik sebagai sumber pangan, tambang mineral, dan energi, media
komunikasi maupun kawasan rekreasi atau pariwisata. Karena itu wilayah pesisir dan
lautan merupakan tumpuan harapan manusia dalam pemenuhan kebutuhan di masa
datang.
2
BAB II
PEMBAHASAN
Padang lamun merupakan habitat bagi beberapa organisme laut. Hewan yang
hidup di padang lamun ada yang sebagai penghuni tetap dan ada pula yang bersifat
sebagai pengunjung. Ada hewan yang datang untuk memijah seperti ikan dan ada pula
hewan yang dating mencari makan seperti sapi laut (dugong-dugong) dan penyu
(turtle) yang makan lamun syriungodium isoetifolium dan Thalassia hemprichii.
3
2.2 Ciri – Ciri Padang Lamun
Ekosistem padang lamun memiliki kondisi ekologis yang sangat khusus dan
berbeda dengan ekosistem mangrove dan terumbu karang.
2.3 Zonasi
1. Zona intertidal, dicirikan oleh tumbuhan pionir yang didominasi oleh halophila
ovalis, Cymodocea rotundata dan Holodule pinifolia
2. Zona intertidak bawah, didominasi oleh Thalassodendron cilliatum.
3. Padang lamun monospesifik (monospesifik seagrass beds) hanya terdiri dari 1
spesies. Akan tetapi keberadaannya hanya bersifat temporal dan biasanya
terjadi pada phase pertengahan sebelum menjadi komunitas yang stabil (padang
lamun campuran)
4. Asosiasi 2 atau 3 spesies ini merupakan komunitas lamun yang terdiri dari 2
sampai 3 spesies. Dan lebih sering dijumpai dibandingkan padang lamun
monospesifik.
4
5. Padang lamun campuran (mixed seagrass beds) padang lamun campuran
umunya terdiri sedikitnya 4 dari 7 spesies berikut : Cymodocea rotundata,
Cymodocea serrulate, Enhalus acoroides, Halodule uninervis. Halophila
ovalis, Syringdium isoetifolium, dan Thalassia hemprichii. Tetapi padang
lamun campuran ini, dalam kerangka struktur komunitasnya selalu terdapat
asosiasi spesies Enhalus acoroides dengan Thalassia hemprichii (sebagai
spesies lamun dominan), dengan kemelimpahan lebih dibandingkan spesies
lamun yang lain (Bengen, 2001)
1. Temperatur
Lamun akan berfotosintesis secara maksimal pada kisaran suhu 28’-30’C.
semakin jauh suhu perairan dari suhu optimal ini,semakin berkurang
kemampuan lamun untuk berfotosintesis.
2. Salinitas
Tiap-tiap Janis lamun mempunyai kisaran salinitas berbeda-beda. Namun
secara umum, lamun membutuhkan salinitas sebesar 10-40 o/oo. Sedangkan
rusaknya padang lamun saat ini salah satunya disebabkan oleh meningkatnya
salinitas karena berkurangnya suplai air tawar dari sungai.
3. Intensitas cahaya
Lamun memerlukan cahaya untuk berfotosintesis, sehingga semakin sedikit
cahaya, semakin kurang berkembang lamunnya.
4. Arus
Produktivitas padang lamun juga dipengaruhi oleh kecepatan arus perairan.
Pada saat kecepatan arus sekitar 0,5 m/detik, jenis Thallassia testudium
mempunyai kemampuan maksimal untuk tumbuh.
5
5. Kandungan Oksigen (DO)
Suhu, salinitas, dan turbulensi air mempengaruhi kadar oksigen terlarut dalam
air. Kadar oksigen terlarut berkurang dengan meningkatnya suhu, ketinggian,
altitude dan berkurangnya tekanan atmosfer. Selain itu kandungan oksigen
terlarut juga mempengaruhi keanekaragaman hayati suatu ekosistem perairan
seperti padang lamun. Perairan yang diperuntukkan bagi kepentingan perikanan
sebaiknya memilih kadar oksigen tidak kurang dari 5mg/l. kadar oksigen
terlarut kurang dari 4mg/l mengakibatkan efek yang kurang menguntungkan
bagi hamper semua organisme akuatik. Sumber oksigen terlarut biasanya
berasal dari difusi oksigen yang terdapat di atmosfer sekitar 35% dan aktivitas
fotosintesis oleh tumbuhan air termasuk dan fitoplankton.
6. Substrat
Tumbuhan lamun membutuhkan dasar yang lunak untuk ditembus oleh akar-
akar dan rimpangnya guna menyokong tumbuhan ditempatnya. Lamun dapat
memperoleh nutrisi baik dari air permukaan melalui helai daun-daunya,
maupun dari sedimen melalui akar dan rimpangnya. Kesesuian substrat yang
paling utama bagi perkembangan lamun ditandai dengan kandungan sedimen
yang cukup. Semakin tipis substrat (sedimen) perairan akan menyebabkan
kehidupan lamun yang tidak stabil, sebaliknya semakin tebal substrat, lamun
akan tumbuh subur yaitu berdaun panjang dan rimbun serta pengikatan dan
penangkapan sedimen semakin tinggi peranan kedalaman substrat dalam
stabilitas sedimen mencakup dua hal yaitu : 1) pelindungan tanaman dari arus
laut. 2) tempat pengelohan dan pemasok nutrient. Padang lamun hidup
diberbagai tipe sedimen, mulai dari lumpur sampai sedimen dasar yang terdiri
dari 40% endapan lumpur dan fine mud (Dahuri et al., 1996). Semua tipe
substrat dihuni oleh tumbuhan lamun mulai dari lumpur lunak sampai batu-
batuan, tetapi lamun yang paling luas dijumpai pada substrat uang lunak.
Berdasarkan tipe karakteristik tipe substratnya padang lamun yang tumbuh di
perairan Indonesia dapat dikelompokkan menjadi 6 kategori yaitu 1) lumpur,
2) lumpur pasiran, 3) pasir, 4) pasir lumpuran, 5) puing karang dan 6) batu
6
karang, pengelompokkan tipe substrat ini berdasarkan ukuran partikelnya
dengan menggunakan segitiga Milla (Fahruddin,2002).
Hal menarik yang dapat kita lihat bahwa padang lamun atau yang di kenal
dengan seagrass bukan hanya sebagai tempat mencari makan bagi duyung dan manate
tapi juga tempat hidup yang sangat cocok bagi beberapa organisme kecil seperti udang
dan ikan. Bahkan penyu hijau (Chelonia mydas) pun sering mengunjungi padang
lamun untuk mencari makan. Lantas mengapa padang lamun bisa menjadi tempat yang
cocok bagi umunya hewan kecil? Kondisi lamun yang menyerupai padang rumput di
daratan ini mempunyai beberapa fungsi ekologis yang sangat potensial berupa
perlindungan bagi invertebrate dan ikan kecil. Daun-daun lamun yang padat dan saling
berdekatan dapat meredam gerak arus. Gelombang dan arus materi organik yang
memungkinkan padang lamun merupakan Kawasan lebih tenang dengan produktifitas
tertinggi di lingkungan pantai di samping terumbu karang. Melambatnya pola arus
dalam padang lamun memberikan kondisi alami yang sangat di senangi oleh ikan-ikan
kecil dan invertebrate kecil seperti beberapa jenis udang, kuda laut, bivalve, gastropoda
dan Echinodermata, hal terpenting lainnya adalah daun-daun lamun berasosiasi dengan
alga kecil yang dikenal dengan epiphyte yang merupakan sumber makanan terpenting
bagi hewan-hewan kecil.
Epiphyte ini dapat tumbuh sangat subur dengan melekat pada permukaan daun
lamun dan sangat di senangi oleh udang-udang kecil dan beberapa jenis ikan-ikan kecil.
Disamping itu padang lamun juga dapat melindungi hewan-hewan kecil tadi dari
serangan predator. Sangat khas memang pola kehidupan hewan-hewan kecil ini di
padang lamun yang tidak jarang memberikan konstribusi besar bagi kelangsungan ikan
dan udang ekonomis penting. Ini adalah sebagai kecil dari peran penting padang lamun
yang menyebar di sekitar perairan pantai Indonesia. Sebagaimana terumbu karang,
padang lamun menjadi menarik karena wilayahnya sering menjadi tempat berkumpul
berbagai flora dan fauna akuatik lain dengan berbagai tujuan dan kepentingan.
7
Di padang lamun juga hidup alga (rumput laut), Kerang-kerangan (moluska),
Beragam jenis ekinodermata (teripang-teripang), udang, dan berbagai jenis ikan. Ikan-
ikan amat senang tinggal di padang lamun. Ada jenis ikan yang sepanjang hayatnya
tinggal di padang lamun, termasuk untuk berpijah (berkembang biak). Beberapa jenis
lain memilih tinggal sejak usia muda (juvenil) hingga dewasa, kemudian pergi untuk
berpijah di tempat lain. Ada juga yang hanya tinggal selama juvenile. Sebagian lagi
memilih tinggal hanya sesaat, suatu penelitian menunjukkan,jumlah ikan bernilai
ekonomis penting yang ditemukan di kawasan padang lamun relative kecil. Itu berarti
bahwa padang lamun merupakan daerah perbesaran bagi ikan-ikan tersebut. Dari
sekian banyak hewan laut, penyu hijau (Chelonia mydas) dan ikan duyung atau dugong
(Dugong dugong) adalah dua hewan ‘pencinta berat’ padang lamun. Boleh dikatakan,
dua hewan ini amat bergantung pada lamun. Hal ini tak lain karena tumbuhan tersebut
merupakan sumber makanan penyu hijau dan dugong. Penyu hijau biasanya menyantap
jenis lamun Cymodoceae, Thalassia, dan Halophila. Sedangkan dugong senang
memakan jenis Poisidonia dan Halophila. Dugong mengkonsumsi lamun terutama
bagian daun dan akar rimpangnya (rhizoma) karena dua bagian ini memiliki kandungan
nitrogen cukup tinggi, apabila air sedang surut rendah sekali atau surut purnama,
sebgaian padang lamun akan tersembul keluar dari air terutama bila komponen
utamanya adalah Enhalus acoroides, sehingga burung-burung berdatangan mencari
makan di padang lamun ini (Bengen, 2001).
8
2. Sebagai habitat biota : Lamun memberikan tempat perlindungan dan tempat
menempel berbagai hewan dan tumbuh-tumbuhan (alga). Disamping itu,
padang lamun (seagrass beds) dapat juga sebagai daerah asuhan, padang
pengembalaan dan makanan berbagai jenis ikan herbivora dan ikan-ikan karang
(coral fishes) (kicuhi dkk, dkk 1977).
3. Sebagai penangkap sedimen : Daun lamun yang lebat akan memperlambat air
yang disebabkan oleh arus dan ombak.sehingga perairan disekitarnya menjadi
tenang. Disamping itu, rimpang dan akar lamun dapat menahan dan mengikat
sedmen. Sehingga dapat menguatkan dan menstabilkan dasar pemukaan. Jadi,
padang lamun disini berfungsi sebagai penangkap sedimen dan juga dapat
mencegah erosi.
4. Sebagai pendaur zat hara : Lamun memegang peranan penting dalam pendauran
berbagai zat hara dan elemen-elemen yang langka dilingkungan laut.
Khususnya zat-zat hara yang dibutuhkan oleh algae epifit (Saleh, 2003).
9
Pada zaman modern ini, lamun telah dimanfaatkan untuk:
1. Penyaring limbah
2. Stabilizator pantai
3. Bahan untuk pabrik kertas
4. Makanan (Buah dan/atau biji dari Enhalus acoroides &
Thalassodendron cilliatum adalah sumber pati (tepung) yang dpt digunakan
sebagai bahan dasar untuk membuat kue (roti)
5. Obat-obatan
6. Sumber bahan kimia.
7. Tempat kegiatan budidaya laut berbagai jenis ikan, kerang-kerangan
dan tiram.
8. Tempat rekreasi atau pariwisata.Padang lamun dimanfaatkan sebagai
tempat rekreasi atau pariwisata bahari, terutama ekowisata.
9. Daun dari jenis lamun Enhalus acoroides, Thalassia
hemprichii dan Thalassodendron cilliatum menjadi bahan dasar pembuatan
makanan ternak.
10. Padang lamun dimanfaatkan sebagai laboratorium alam bagi kegiatan
pendidikan dan penelitian.
Adapun jika dilihat dari bebrapa aspek padang lamun memiliki peran penting
sebagai berikut :
10
Perlindungan : Lamun dapat mengurangi dampak gelombang pada
pantai sehingga dapat membantu menstabilkan garis pantai.
Ekonomi : Padang lamun menyediakan berbagai sumberdaya yang
dapat digunakan untuk menyongkong kehidupan masyarakat, seperti
untuk makanan, perikanan, bahan baku obat, dan pariwisata.
Pembelian rumput laut oleh industri pengolahan dilakukan secara lepas (tidak
ada kontrak yang mengikat), sehingga harga bahan baku rumput laut berfluktuasi. Pada
tahun 2012 rata-rata harga rumput laut untuk jenis E. Cottoni masih dibawah Rp
10.000/kg, kemudian terus meningkat mencapai kisaran harga Rp 11.000/kg - Rp.
19.000/kg, sementara untuk jenis gracilaria berkisar Rp. 10.000/Kg - 13.000/Kg pada
pertengahan 2014. Berdasarkan sumber terbaru pada akhir tahun 2016 harga jual
rumput laut mengalami peningkatan harga, yaitu menjadi Rp.30.000/kg.
11
Penerimaan adalah jumlah dari hasil produksi dikalikan dengan harga jual.
Pembudidaya rumput laut di Pantai Pandawa mampu memproduksi sebanyak
240kg/produksi dengan bibit rumput laut yang ditanam sebanyak 120kg/produksi.
Penerimaan yang diperoleh dalam usaha budidaya rumput laut berasal dari nilai
pendapatan penjualan rumput laut dengan produksi sebanyak 225 kg/1x produksi.
Harga jual rumput laut sebesar Rp. 30.000,- . Berdasarkan hasil perhitungan bahwa
penerimaan usaha budidaya rumput sebesar Rp. 54.000.000.
Porphyta atau nori merupakan rumput laut yang paling popular di Jepang
(Steinman, 29006). Contoh makanan yang terbuat dari rumput laut yang terkenal di
Jepang adalah Kombu. Di berbagai belahan dunia, Sargassum sp merupakan jenis
rumput laut di perairan tropis yang terkenal sebagai algionofit (penghasil alginate).
Filipina, India, dan Vietnam merupakan negara-negara yang mulai memanfaatkan
rumput laut jenis ini.
12
kosmetik, dan farmasi (obat-obatan). Di Indonesia pemanfaatan rumput laut untuk
industri dimulai dari industri agar-agar kemudian industry kerajinan serta industry
alginat. Data FAO tahun 2000 mengenai masalah jumlah peggunaan lga untuk
keperluan industry dunia disajikan dalam tabel 2.2
Rata-rata skala produksi rumput laut petani sebesar 3 ton tiap sekali panen.
Sebesar besar hasil panen tersebut (90% dari keselurahan hasil panen) dibeli oleh
pedagang pengumpul untuk kemudian ditampung di gudang (untuk wilayah Sulawesi,
pusat gudang rumput laut berada di Makasar). Setelah berada di gudang, pengumpul
daerah memilih dan mengelompokkan rumput laut sesuai dengan gradenya. Rumput
laut yang memiliki kualitas bagus lebih banyak diekspor, karena eksportir berani
membeli dengan harga yang lebih tinggi dari industri pengolahan dalam negeri.
Keuntungan lain yang dirasakan petani atau pedagang pengumpul, dengan menjual ke
ekportir diantaranya: 1) pembayaran cepat (dengan DP atau bahkan dibayar penuh
dimuka); 2) harga relatif tinggi dalam mata uang USD; dan 3) kemampuan membeli
besar, berapapun jumlah yang ditawarkan akan dibeli (kebutuhan eksportir sebanyak
13
1000 ton, sementara permintaan industri pengolahan lokal rata-rata hanya 100 ton per
hari).
Harga di pasar dunia relatif stabil, untuk SRC antara USD 8 sampai USD 12
tergantung kualitas. Pesaing utama Indonesia di pasar tujuan ekspor adalah produk
olahan dari RRT. Berikut adalah perbandingan antara harga produk RC dan SRC antara
Indonesia dan RRT.
Tabel 2.3 Harga Produk Industri Rumput Laut Indonesia dan RRT
Pedagang RRT tidak hanya menjadi pesaing dalam mendapatkan bahan baku
rumput laut, tetapi juga pesaing dalam penjualan produk olahan dipasar dunia. Di pasar
domestik harga jual RC produksi lokal (USD 14) lebih mahal 20% dari RC impor dari
RRT (Tabel 2.4), sehingga 80% dari kebutuhan RC industri pangan lokal (seperti
nestle) impor dari RRT. Industri pangan sisanya (20%) yang tidak menggunakan RC
(maupun SRC) impor dari RRT dengan alasan: (a) RC impor dari RRT kualitasnya
kurang bagus untuk produk RC blended; (b) adanya kebijakan kuota impor SRC,
menyebabkan produsen RC memilih untuk menghasilkan SRC sendiri.
14
paling banyak dibutuhkan yaitu Glacilaria untuk industri agar-agar, E. Cottonii untuk
industri carrageenan, dan E. Spinosum untuk industri alginat.
Data ekspor rumput laut yang diperoleh dari WITS merupakan agregasi dari
cottonii, spinosum dan glacilaria. Data WITS tersebut harus didesagregasi untuk
menetapkan BK masing-masing jenis rumput laut. Proses disagregasi mulai dari
penggunaan masing-masing jenis rumput laut oleh anggota ASTRULI dikombinasikan
dengan kapasitas produksi riil yang diperoleh dari survei kementrian perdagangan.
15
Tabel 2.5 Penerimaan Pemerintah dari Bea Keluar (BK) Rumput Laut
Apabila menggunakan data ekspor rumput laut tahun 2013 yang didekati
dengan impor negara tujuan utama sebelum diterapkan kebijakan BK sebesar 163,517
Ton. Apabila BK yang diterapkan adalah BK agregasi (menyamaratakan tarif BK
untuk semua jenis), maka volume ekspor akan turun menjadi 140,716 ton. Sehingga
pada harga agregat yaitu sebesar USD 0,99/Kg, maka potensi penerimaan BK sebesar
USD 41, 9 juta. Sementara itu, apabila diterapkan BK yang berbeda untuk tiap jenis,
maka volume ekspor akan turun menjadi 140,737 ton. Pada harga ekspor dan tarif BK
masing-masing jenis rumput laut maka potensi besarnya penerimaan negara dari BK
sekitar USD 43,6 juta, lebih tinggi jika dibandingkan dengan BK secara agregat (Tabel
2.5). Penerimaan pemerintah ini dapat digunakan untuk membina petani-petani rumput
laut dalam meningkatkan produksinya baik dari segi kualitas maupun kuantitas.
16
BAB III
3.1 Simpulan
3.2 Saran
1. Setelah mengetahui potensi dan manfaat dari rumput laut dari berbagai bidang
diharapkan masyarakat dapat melihat peluang yang besar dari rumput laut
tersebut, bahkan rumput laut dapat dijadikan sumber utama mata pencahrian
jika dilakukan secara optimal
17
DAFTAR PUSTAKA
Azkab, M.H. 1988. Pertumbuhan dan produksi lamun, Enhalus acoroides di rataan
terumbu di Pari Pulau Seribu.Dalam: P3O-LIPI, Teluk Jakarta:
Biologi,Budidaya, Oseanografi,Geologi dan Perairan.Jakarta:Balai Penelitian
Biologi Laut, Pusat Penelitian dan Pengembangan Oseanologi-LIPI.
Bengen,D.G. 2001. Sinopsis ekosistem dan sumberdaya alam pesisir. Pusat Kajian
Sumberdaya Pesisir dan Lautan, Institut Pertanian Bogor.
Dahuri, Rokhim, Dr. Ir. H. M.S,dkk. 2001. Pengelolahan Sumberdaya Wilayah Pesisir
dan lautan Secara Tepadu. Jakarta : PT. Pradnya pramita.
Fahruddin. 2002. Pemanfaatan, Ancaman, dan Isu-isu Pengelolaan Ekosistem Padang
Lamun, Program Pasca Serjana, Institut Pertanian Bogor.
Kurniawati, Nia dkk. 2016. Analisis Pendapatan Masyarakat Pesisir di Kawasan
Wisata Bahari Pantai Pandawa Kecamatan Kuta Selatan Kabupaten
Badung Provinsi Bali. Jurnal Perikanan Kelautan. 7(2): 93-94.
18