PENDAHULUAN
Latar Belakang
Selat Lembeh merupakan pemisah antara Pulau Lembeh dan daratan utama Pulau
Sulawesi. Bentuk Pulau Lembeh yang hampir menyerupai setengah lingkaran diduga sebagai
sisa dari tepi kaldera gunungapi purba setelah letusan dahsyat pada kala Tersier. Selanjutnya,
bagian tengah kaldera purba ini diterobos oleh gunungapi-gunungapi muda seperti gunungapi
Dua Sudara dan gunungapi Tangkoko pada kala Plio-Pleistosen yang muncul sebagai busur
volkanik pada sistem tektonik subduksi di Laut Sulawesi.
Selat Lembeh secara administratif merupakan bagian dari Kota Bitung, Propinsi Sulawesi
Utara, dan mulai dikenal dunia selam karena merupakan lokasi pilihan bagi para penyelaman
“mucky diving” yang terfavorit di Indonesia. Selat yang membujur hampir utara-selatan ini
memisahkan dua daratan yaitu daratan utama Pulau Sulawesi dan Pulau Lembeh yang membujur
hampir utara-selatan. Predikat yang diberikan kepada Selat Lembeh sebagai salah satu lokasi
penyelaman terbaik untuk kegiatan fotografi bawah air karena memiliki keunikannya yang
mempesona serta keragaman biota laut mini yang spesifik. Oleh sebab itulah, tempat
penyelaman ini dijuluki “Surga untuk fotografi makro bawah laut”, artinya banyak sekali
makhluk mini atau pigmi bawah laut yang unik, langka, dan menakjubkan yang tersembunyi di
balik karang dan sampah-sampah bawah laut. Karena keunikan inilah, para fotografer bawah laut
professional bahkan menyebutnya sebagai “Kiblat Fotografi Makro Bawah Laut”.
Pemandangan pesisir dan perairan Lembeh, yang dalam imajinasi berwarna biru dengan
gradasi biru gelap sampai terang, mendadak sirna tatkala tumpukan sampah plastik tersebut
muncul. Sungguh ironis karena tak jauh dari teluk tersebut terdapat kampung wisata Pintu Kota
Kecil yang baru saja diresmikan pada awal tahun 2017.
Kota Bitung dengan berbagai potensi pariwisata yang unik dan bernilai jual tinggi,
berkewajiban untuk menunjang program pemerintah disektor pariwisata melalui pengembangan
destinasi pariwisata untuk meningkatkan jumlah kunjungan wisatawan. Berdasarkan Peraturan
pemerintah No 50 tahun 2011 tentang Rencana Induk Pembangunan Pariwisata Nasional telah
ditetapkan Selat Lembeh sebagai kawasan strategis pariwisata Nasional. Kawasan Selat Lembeh
menjadi salah satu primadona pariwisata di Kota Bitung dan tujuan wisata bagi para pecinta
diving/diver baik nasional maupun internasional. Keunikan Selat Lembeh dengan keindahan
pemandangan alamnya juga dikenal sebagai sebagai “Muck Diving” terbaik dengan keunikan
biota lautnya yang hanya ada dan hidup berkembang biak di Selat Lembeh sehingga menjadi
surga Macro Photography bawah laut yang menjadi daya tarik bagi para divers domestik dan
mancanegara. Disamping keindahan dan keunikan alam, daya tarik pariwisata kawasan Selat
Lembeh juga dilengkapi dengan beberapa atraksi buatan seperti Patung Yesus memberkati dan
monumen Trikora sebagai situs bersejarah. Memperhitungkan berbagai potensi pariwisata yang
ada di kawasan Selat Lembeh, maka pemerintah kota Bitung berkewajiban untuk
mengembangkan pariwisata yang ada dengan berbagai strategi.
Trend peningkatan jumlah kunjungan wisatawan yang terus meningkat dari tahun ke tahun
serta tingginya minat investasi bidang pariwisata di kawasan Selat Lembeh menunjukkan
kawasan pariwisata Selat Lembeh dapat menjadi tujuan pariwisata yang lebih unggul yang
memberikan manfaat lebih bagi pemerintah dan masyarakat. Hal ini dapat tercapai apabila
kawasan tersebut dikelola secara lebih baik dan profesional untuk meningkatkan daya tarik
pariwisata yang nantinya dapat menjadi salah satu objek atau atraksi parwisata andalan dalam
meningkatkan kunjungan wisatawan di daerah ini. Berkembangnya pariwisata mendatangkan
banyak manfaat bagi suatu daerah yakni secara ekonomi, sosial dan budaya. Perlu peran serta
pemerintah, swasta dan masyarakat didalamnya untuk menggerakkan pembangunan pariwisata
sejak dalam proses perencanaan dan pelaksanaan untuk menjamin pengembangan pariwisata
yang dilaksanakan berkembang dengan baik dan berkelanjutan serta mendatangkan manfaat bagi
pemerintah dan masyarakat dengan meminimalisasi dampak yang ditimbulkan. Agar
pengembangan pariwisata kawasan Selat Lembeh dapat memberikan manfaat yang sebesar -
besarnya bagi pemerintah dan masyarakat maka dalam pelaksanaannya dibutuhkan arahan yang
terencana secara sistematis dengan strategi terbaik terhadap potensi yang ada guna meningkatkan
jumlah kunjungan wisatawan. Untuk itulah maka dipandang perlu untuk dilakukan penelitian
terhadap Pengembangan Pariwisata Kawasan Selat Lembeh di Kota Bitung.
Perumusan Masalah
Berdasarkan uraian latar belakang diatas, maka rumusan masalah dalam penelitian ini adalah:
Bagaimana strategi pengaruh pengelolaan perairan terhadap pengembangan pariwisata di
Kawasan Selat Lembeh di Kota Bitung.
Tujuan
Menganalisis strategi pengelolaan perairan di Kawasan Selat Lembeh di Kota Bitung melalui
analisis terhadap faktor eksternal dan internal.
ISI
Pulau Lembeh di Sulawesi Utara adalah bagian dari Kota Bitung yang terletak di sebelah
timur. Luas Pulau ini sebesar 5.299 km2 di mana sebelah utara berbatasan dengan Pulau Biaro
(Kabupaten Sitaro), sebelah selatan dengan Minahasa Utara, sebelah timur dengan Laut Maluku
dan Pulau Sulawesi, khususnya Kota Bitung. Posisi geografis adalah 1o 33’ 58.86” N 125 o 18’
9.33”E – 1o 22’ 52,28”N 125o 8’ 53,67”E. Bitung-Lembeh dan sekitarnya ditetapkan sebagai
salah satu dari 88 kawasan strategis pariwisata nasional melalui Peraturan Pemerintah No 50
Tahun 2011.
Dari Ibu Kota Provinsi Sulawesi Utara, Manado, Pulau Lembeh dapat dicapai dengan
angkutan transportasi darat melalui kota Bitung selama kurang lebih 1 jam 30 menit. Perjalanan
selanjutnya dengan menggunakan angkutan air (ferri atau perahu penumpang) dengan jarak
tempuh ke kelurahan terdekat sekitar 10–15 menit.
Kondisi iklim di Provinsi Sulawesi Utara termasuk tropis basah yang dipengaruhi oleh
angin muson dan tipe hujan adalah monsoon. Karakteristik pola moonson adalah pola hujan
bersifat unimodal di mana hanya mempunyai satu puncak musim hujan biasanya di bulan
Desember dicirikan oleh bentuk pola hujan yang bersifat unimodal (satu puncak musim hujan,
yaitu sekitar Desember). Musim hujan biasanya terjadi antara bulan Oktober–April di mana
angin bertiup dari arah barat/barat laut banyak mengandung air. Musim kemarau terjadi pada
selang bulan Juni–September saat angin bertiup dari arah timur yang tidak banyak mengandung
air. Rata-rata curah hujan bulanan berkisar antara 100–400 mm dengan variasi suhu antara 21–
31°C.
Di kota Bitung, pada tahun 2004 tercatat suhu udara tertinggi terjadi di bulan Mei dan
November sebesar 28,6o C dan terendah sebesar 26,4o C terjadi di bulan Juli. Kelembaban relatif
tinggi dengan kisaran antara 70–90%. Curah hujan tertinggi di tahun 2004 terjadi pada nulan
November sebesar 312 mm dan terendah pada bulan Agustus. Jumlah hari hujan terbanyak pada
bulan Januari. Pada tahun 2003, curah hujan terendah terjadi di bulan Agustus, namun curah
hujan tertinggi terjadi di bulan Februari 2013 (Gambar 5.1). Di tahun 2012, curah hujan tertinggi
terjadi di bulan Maret sebesar 283,3 mm dan terendah pada bulan September sebesar 25 mm.
Jumlah hari hujan tertinggi terjadi di bulan Maret dan Januari sebanyak 26 hari dan terendah di
bulan September selama 8 hari. Kecepatan angin di tahun 2012 berkisar antara 1,7–4,7 knot.
Kecepatan angin tertinggi terjadi di bulan Agustus, sedangkan terendah pada bulan April.
Secara administratif, di Pulau Lembeh terdapat dua kecamatan, yaitu Lembeh Selatan dan
Lembeh Utara dengan total kelurahan sebanyak 17 kelurahan. Kecamatan Lembeh Selatan
mempunyai luas 2353 ha memiliki 7 kelurahan. Kecamatan Lembeh Utara mempunyai luas
3061,5 ha yang memiliki 10 kelurahan. Kelurahan di Lembeh Selatan meliputi Papusungan,
Kelapa Dua, Batulubang, Paudean, Darbolaang, Pasir Panjang, Pancuran. Sementara Lembeh
Utara meliputi kelurahan Mawali, Pintu Kota, Batu Kota, Gunung Woka, Kareko, Binuang,
Motto, Nussu, Lirang, dan Posokan.
Kondisi topograsi di Pulau Lembeh berbukit dengan dataran landai yang relatif sempit di
pesisir serta bertebing (Gambar 2). Daerah perbukitan di Pulau Lembeh ditumbuhi pohon kelapa,
hortikultura dan palawija, sedangkan di daerah pesisir terdapat kumpulan pohon mangrove dan
hamparan padang lamun. Kondisi batimetri di perairan Pulau Lembeh berkisar antara 0–30 dan
di atas 30 m. Perairan di antara Kota Bitung di daratan utama dan pulau Lembeh ini cukup dalam
sehingga dapat dilalui oleh kapal penumpang dan kapal barang yang bertonnase besar. Selain itu,
pulau ini juga berperan secara alami sebagai pelindung pelabuhan laut Bitung.
Tidak semua wilayah di Pulau Lembeh ini ditumbuhi mangrove. Dari 9 lokasi penelitian
program CCDP-IFAD (2013), hanya 5 desa yang mempunyai ekosistem mangrove yaitu Pintu
Kota, Mawali, Darbolaang, Paudean dan Paser Panjang. Spesies mangrove yang teridentifikasi di
kelima desa tersebut adalah Avicennia marina, Bruguiera gymnorhiza, Rhizophora mucronata,
Sonneratia alba, dan Nypa fruticans.
Berdasarkan tinjauan geomorfologi di kedua sisi Selat Lembeh yaitu daratan Sulawesi Utara
di bagian barat, dan Pulau Lembeh di bagian timur, maka beberapa ahli geologi menduga
bahwa Selat Lembeh ini merupakan bagian bekas kaldera dari letusan gunungapi purba
berumur Tersier (Verbeek, 1908; Koperberg, 1928 dalam Kusumadinata (1979). Bagian barat
kaldera ini selanjutnya terangkat sebagai busur volkanik pada Plio-Pleistosen dan membentuk
gunungapi Dua Sudara dan gunungapi Tangkoko.
Keunikan geologi pada Selat Lembah ini adalah sebagai batas litologi dari dua satuan batuan
volkanik yang sangat berbeda umurnya. Dinding bagian barat selat ditempati oleh batuan
volkanik muda berumur Kuarter, sedangkan dinding bagian timur selat ditempati oleh batuan
vokkanik tua berumur Tersier. Oleh sebab itulah, karakter batuan pada kedua dinding selat ini
sangat berbeda baik warna batuan, kemiringan lapisan ataupun tingkat pelapukan batuannya.
Selain itu, dasar laut selat Lembeh ini juga memberikan karakter fitur geologi yang berlainan
pula. Dasar laut di bagian barat selat ini didominasi oleh sedimen pasiran yang berwarna
gelap, sedangkan dasar laut di bagian timur pada umumnya ditempati oleh sedimen pasiran
berwarna gelap yang diduga berasal dari endapan volkanik lapilli, dan endapan berwarna
putih yang berasal dari rombakan batuan tufa dan breksi yang berkomposisi andesit.
Umumnya pola perlapisan satuan batuan tufa lapilli ini mempelihatkan kemiringan ke barah
timur, kecuali yang ditemukan di Tanjung Pintukota berupa endapan laharik yang masih
belum terkompaksi (tefra) memiliki kemiringan yang mengarah ke barat. Tanjung ini
mengalami abrasi kuat sehingga hanya menyisakan punggungan sempit yang diduga akan
runtuh akibat abrasi kuat dari kedua sisinya.
(a) (b)
Gambar 3. Satuan endapan tefra yang tersusun dari endapan lahar dengan fraksi kasar namun
belum terkonsolidasi ditemukan di Tanjung Pintukota. Satuan batuan ini terdiri dari endapan
lahar yang diendapkan secara tidak selaras di atas breksi volkanik. Kemiringan endapan lahar ini
memiliki kemiringan lapisan sekitar N152oE/35o. Kondisi batuan yang tersingkap ini berbentuk
tanjung sempit akibat proses abrasi kuat yang terjadi di kedua sisinya. Diperkirakan bahwa
dalam jangka pendek teluk ini akan hilang akibat abrasi gelombang laut. A: tampak atas dan B:
tampak samping dari arah selatan
Gambar 4. Batu Bolong di Pulau Sarena, pulau yang terletak ditengah-tengah Selat Lembeh ini
terdiri dari tufa lapilli dicirikan oleh banyaknya fragmen kasar batu apung. Sebagian dinding
pulau ini runtuh akibat kekar (joint) yang mendatar dan proses abrasi gelombang laut sehingga
membentuk fitur Sea arch yang umumnya terbentuk pasca pembentukan goa laut
Gambar 5. Kontak batu pasir (greywacke) dan tufa lapilli yang ditemukan di Tanjung Rarandam
memperlihatkan bukti dua proses volkanik yang berlainan. Umumnya bidang kontak yang
ditemukan menunjam sekitar 10-18o
Gambar 6. Gawir vertikal di pantai Kenreko yang terbentuk akibat terjadinya runtuhan (rock fall)
tebing pantai, sebagai konsekuensi dari adanya kekar (crack) vertical sehingga menyisakan
tebing vertikal yang memperlihatkan gejala garis pantai yang semakin mundur
Analisa makroskopik terdahap sedimen yang diambil dari dasar selat di Selat Lembeh ini juga
memperlihatkan bahwa sedimen pasiran yang menutupi dasar selat ini berkarakter endapan
volkanik lapilli dicirikan oleh buruknya sortasi ukuran butir dan sifat roundness (kebundaran)
butir yang bukan karakter endapan daratan atau pantai. Hal ini membuktikan bahwa sebagian
besar endapan dasar selat bagian timur ini merupakan campuran butiran yang berasal dari
endapan vokanik lapilli yang terlontar yang bercampur dengan rombakan batuan tufa dari pulau
Lembeh dan sebagian lagi berasal dari endapan vokanik muda dari daratan Sulawesi yang
berumur Kuarter.
Beberapa keunikan dasar selat di Selat Lembeh ini seperti diperlihatkan pada Gambar berikut :
Gambar 8. Bongkah-bongkah batuan beku yang berdiameter 2 meter yang ditenggelamkan ke
dasar laut disamping berfungsi sebagai penguat sistem mooring dari bouy rambu pengarah juga
berfungsi sebagai pusat pertumbuhan berbagai koloni mahkluk bawah air lainnya
Gambar 9. Rantai pengikat blok beton yang berfungsi sebagai pengikat sistem jangkar untuk
bouy rambu pengarah pada alur pelayaran di Selat Lembeh. Rantai ini dalam kondisi terkorosi
dan keausan akibat gesekan dengan bongkah batuan di pada saat rantai tersebut tergeser akibat
arus kuat yang berbalik arah dua kali sehari
Gambar 10. Dasar selat di Selat Lembeh yang terdiri dari endapan pasir lepas berwarna abu-abu
muda yang merupakan butiran andesitik daratan Sulawesi, bercampur dengan butiran berwarna
putih yang diduga berasal dari tufa lapilli dari Pulau Lembeh
Gambar 11. Pembentukan fitur sedimen gelombang pasir di dasar selat yang dibentuk oleh
kombinasi sistem arus dan gelombang orbital sehingga membentuk pola “sand wave” sesuai
dengan kekuatan arus atau gelombang pembangkitnya. Hasil pengukuran secara visual bentuk
gelombang pasir dasar selat dekat pantai Kenreko, Lembeh, ini berukuran “sand wave” dimana
jarak antara puncak gelombang pasir sekitar 60 centimeter. Hal ini mencirikan bahwa arus yang
membentuknya memiliki kekuatan atau kecepatan arus sekitar 1 knot atau 0,5 m/detik
Gambar 12. Efek tombolo pada saat air laut surut yang ditemukan diatas dataran tidal
elevation antara pulau-pulau Sarena memperlihatkan akumulasi endapan dengan bentuk yang
memanjang. Tombolo adalah suatu tanggul pasir alami yang menghubungkan pulau-pulau atau
daratan akibat aksi difraksi gelombang oleh ujung-ujung pulau tersebut sehingga mengakibatkan
efek pendangkalan, yang kemudian membentuk gumuk pasir
2.2. Keunikan Biota Dasar Laut
Penyelaman di perairan yang bersampah atau sering disebut “muck-diving” adalah menyelam di
wilayah perairan yang kotor dan berpasir, biasanya dilakukan untuk tujuan makro-fotografi,
memberikan pesona tersendiri. Dasar selat ini tidak memiliki terumbu karang massif, bahkan
kondisi perairan ini umumnya berpasir, berlumpur dan kotor, dipenuhi sampah plastik dan
kaleng-kaleng bekas. Sampah-sampah dasar laut ini ternyata menjadi habitat yang baik bagi
beragam biota laut spesifik yang jarang ditemukan di perairan lain.
Arus yang mengalir dari Laut Sulawesi bolak-balik membawa nutrisi dari substrat yang kaya
mineral sehingga merupakan bahan makanan berlimpah bagi berbagai makhluk di dasar laut.
Oleh sebab itu, Selat Lembeh memiliki mahluk-mahluk dasar laut yang tidak biasa serta
beberapa spesies eksotis yang tidak terdapat di tempat lain. Menurut Taslim, dkk, 2007)
beberapa spesias gurita mimic, kuda laut pygmi, siput laut tak bercangkang (nudibranch),
mandarinfish (Synchiropus splendens), dan frogfish berambut. Red Lionfish (Pterois
volitans), Orange Painted Frogfish (Antennarius pictus), Oriental Flying Gurnard
(Dactyloptena orientalis) dan Birdbeak Burrfish (Cyclichthys orbicularis). Binatang-binatang
laut ini merupakan mahluk-mahluk cantik namun berbisa jika tersentuh.
Bentuk geometri Selat Lembeh yang menyerupai mulut corong mengakibatkan kecepatan aliran
arus pasang surut yang ekstrim, bahkan di beberapa tempat seperti di sekitar Pulau Sarena terjadi
arus turbulen (memutar) dengan kecepatan yang bervariasi dan bisa mencapai 2,5 meter/detik..
Arus pasang surut yang mengalir bolak-balik dari Laut Sulawesi dan Samudera Pasifik ini
membawa zat hara yang kaya nutrisi. Nutrisi yang terbawa ini berasal dari substrat batuan
volkanik yang kaya mineral sebagai bahan makanan yang berlimpah bagi berbagai makhluk yang
hidup di dasar selat. Menurut Mulyadi (1999), selat ini kemungkinan besar telah mengalami
Eutrofikasi yaitu pengayaan (enrichment) air dengan nutrien atau unsur hara berupa bahan
anorganik yang dibutuhkan oleh tumbuhan. Nutrient yang dimaksud adalah nitrogen dan fosfor
yang berasal dari larutan batuan volkanik di sekitarnya. Oleh sebab itu, sangat logis jika Selat
Lembeh memiliki mahluk-mahluk dasar laut yang bentuk fisiknya tidak lazim, langka, unik dan
mempesona serta beberapa spesies eksotis seperti beberapa spesies gurita mimic, kuda laut
pygmi, siput laut tak bercangkang, mandarinfish, dan frogfish berambut yang merupakan
mahluk-mahluk bawah air langka yang mempesona.
Beberapa biota laut unik yang dapat dikenali pada saat penyelaman, diantaranya
Gambar 13. Whip corals atau koral cambuk dijumpai menyerupai taman laut di Selat Lembah,
berbentuk batang-batang tunggal yang seolah-olah muncul dari dasar laut. Keberadaan tumbuhan
ini mencirikan karakter arus di dasar laut yang relatif kuat. Oleh sebab itu, keberadaan tumbuhan
ini juga dikenal sebagai tumbuhan penciri kawasan berarus kuat atau sebagai peringatan kawasan
yang harus dihindari oleh penyelam karena sewaktu-waktu arus akan berkecepatan tinggi
terutama pada saat bulan perbana (spring tide).
Gambar 14. Kelompok karang lunak (soft coral) jenis Koral Kubis (Montipora sp.), yang tidak
memiliki tulang yang terkalsifikasi dan tubuhnya menempel pada koral sehingga resistan
terhadap hempasan arus kuat. Gerakan coral ini selalu mengikuti gerak arusnya, dengan
demikian koral ini juga sering digunakan sebagai indicator kuat dan arah arus. Koloni ini tumbuh
dengan berbagai bentuk tetapi pada umumnya termasuk jenis kulat karang
Gambar 15. Bintang laut bantal yang ditemukan pada kedalaman sekitar 2 meter, merupakan
salah satu mahkluk yang dapat berfungi ganda yaitu sebagai pelindung dan predator tanaman di
bawahnya. Bintang laut jenis ini termasuk Asteroida oreasteridae dan speciesnya
dinamakan Culcita novaeguineae. Bintang laut berbentuk seperti bantal ini, umumnya tebal dan
berat, dengan warna yang sangat beragam. Apabila bintang laut ini terjebak pada air surut maka
kandungan air yang terkumpul di dalam tubuhnya akan dikeluarkan sehingga tubuhnya menjadi
pipih dengan tujuan agar tubuhnya dapat tetap terendam dalam air. Tubuh yang berat
menyebabkan Culcita novaeguineae sangat lamban saat menghindari jebakan air surut
Gambar 16. Tangkur buaya (syngnathoides biaculoatus) atau pipefish adalah hewan sejenis ikan
laut dari keluarga Syngnathoides ordo solonichtyes, disebut juga ikan gosok gigi atau ikan kili-
kili buaya. Tangkur buaya yang ditemukan mulai kedalaman 2 meter ini memiliki bentuk badan
bulat panjang mirip pipa atau ular dengan panjang sekitar 10 cm. Selain itu, Tangkur buaya juga
disebut bajulan dan sekeluarga dengan tangkur kuda yang lazim hidup di perairan tropic
Gambar 18. Sun Coral jenis karang oranye dan kuning yang indah ini biasanya hidup di tempat
yang gelap, tepati si Selat Lembeh koral ini ditemukan pada dasar laut dangkal pada kedalaman
2-3 meter. Biasanya karang ini berwarna oranye cerah, dasar berbatu dengan polip kuning
berwarna-warni. Keistimewaan karang ini adalah mengeluarkan bintik-bintik cahaya pada
tentakelnya. Jenis koral ini biasa ditemukan pada terumbu karang tropis terutama di wilayah
Indo-Pasifik
Gambar 19. Torch coral (Euphyllia torch coral) adalah spesies karang lunak yang indah karena
memiliki warna cerah kecoklatan. Karang ini juga dikenal sebagai karang tongkat permen karena
mirip dengan permen batang. Polipnya berwarna coklat dengan garis kuning dan bagian
dalamnya berwarna hijau terang. Koral ini banyak ditemukan dalam bentuk kecil menyendiri
ataupun hidup berkelompok pada arus yang relative tenang
Gambar 20. Crinoidae (lili laut) adalah suatu kelas binatang laut yang berbentuk seperti bunga
lili. Tumbuhan ini umumnya hidup di perairan dangkal dan bersih. Lili laut dewasa akan
menempel di dasar laut atau terumbu karang lainnya dengan menancapkan tangkainya. Crinoidae
yang tidak bertangkai sering disebut bintang bulu atau comatulids. Lili laut ini biasanya hidup
berdampingan dengan Tubastrea (Tubastrea sp) berbagai jenis dan berbagai warna, tetapi
umumnya berwarna mencolok seperti kuning, oranye, bahkan hitam. Karena warnanya yang
mencolok kelompok spesies laut ini sangat menarik dan mempesona. Tubastrea berwarna hitam
ini termasuk jenis Tubastrea micrantha yang ditemukan di Selat Lembeh pada kedalaman 3
meter
1. Bersih di Udara: Menjadikan Bitung sebagai kota industri rendah karbon (low carbon model
town).
2. Bersih di Atas Tanah: Mengurangi sampah dengan mengurangi penggunaan air kemasan dan
plastik.
3. Bersih di Bawah Tanah: Amnesti septic tank bocor dengan menyediakan IPAL, mobil tinja,
dan membenahi 1.000 septic tank.
4. Bersih di Laut: Kegiatan bersih laut dua kali setahun. Penting dilakukan untuk pariwisata.
5. Bersih Aparatur Negara: Menggunakan tim siber pungli.
Menurut Peraturan Daerah Kota Bitung Nomor 11 Tahun 2013 Tentang Rencana Tata Ruang
Wilayah Kota Bitung Nomo 11 Tahun 2013-2033, pasal 48 :
(1) Pengembangan Kawasan pariwisata sebagaimana dimaksud dalam Pasal 43 huruf e, meliputi:
a. pariwisata alam; dan
b. pariwisata buatan.
(2) Pengembangan kawasan pariwisata alam sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a terdiri
atas :
a. pengembangan obyek wisata pantai, meliputi :
1. pantai Benteng Resort di Kelurahan Batuputih Atas Kecamatan Ranowulu;
2. pantai Batuputih di Kelurahan Batuputih Bawah Kecamatan Ranowulu;
3. pantai Tanjung Merah di Kelurahan Tanjung Merah Kecamatan Matuari;
4. pantai Sea View Resort di Kelurahan Tanjung Merah Kecamatan Matuari;
5. pantai Kasawari di Kelurahan Kasawari Kecamatan Aertembaga;
6. pantai di Kelurahan Pasir Panjang Kecamatan Lembeh Selatan;
7. pantai Kungkungan Bay Resort di Kelurahan Tandurusa Kecamatan Aertembaga;
8. pantaiAerprang di Kelurahan Makawidey; dan
9. pantai Sandy Langi di Kelurahan Pintukota Kecamatan Lembeh Utara; dan
10.pantai Tokambahu di Kelurahan Makawidey dan Kelurahan Kasawari.
b. pengembangan lokasi obyek wisata bawah laut akan ditetapkan tersendiri dengan Peraturan
Walikota berdasarkan ketentuan peraturan perundangundangan.
c. pengembangan obyek wisata tempat pemandian, meliputi :
1. tempat pemandian Air Perempuan dan Air Laki-laki di Kelurahan Pinokalan Kecamatan
Ranowulu; dan
2. tempat pemandian Aer Ujang di Kelurahan Danowudu Kecamatan Ranowulu.
e. pengembangan wisata alam sumber air panas Rumesung di Kelurahan Kasawari Kecamatan
Aertembaga.
(3) Pengembangan pariwisata buatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf 29 b, meliputi :
a. wisata Monumen Trikora di Kelurahan Batu Lubang Kecamatan Lembeh Selatan;
b. wisata Monumen Jepang di Kelurahan Manembo-nembo Kecamatan Matuari;
c. wisata Makam Jepang di Kelurahan Aertembaga DuaKecamatan Aertembaga; dan
d. wisata kuliner di kawasan Pasar Tua Kecamatan Maesa
5. Perlindungan Laut
Selain menjaga kebersihan laut dari sampah, Lembeh juga berupaya mencegah kerusakan
laut dengan cara menjaga kawasan bakau di beberapa bagian pesisir pantai. Upaya masyarakat
tersebut difasilitasi Dinas Perikanan Kota Bitung bersama dengan Kementerian Kelautan dan
Perikanan melalui program Coastal Community Development Project International Fund for
Agricultural Development (CCDP IFAD). Program yang dimulai sejak tahun 2014 itu membagi
masyarakat dalam tiga kelompok, yakni kelompok ekowisata, kelompok nelayan tangkap, serta
kelompok pengolahan dan pemasaran.
Kelompok ekowisata bertugas mengelola pariwisata hutan bakau di pesisir. Kelompok
nelayan tangkap memberdayakan sekelompok masyarakat yang selama ini berprofesi sebagai
nelayan. Adapun kelompok pengolahan dan pemasaran mengajarkan kepada wanita-wanita
nelayan untuk mengolah hasil laut dan memasarkannya ke luar Lembeh.
Kelompok-kelompok ini berupaya membentuk kawasan konservasi daerah perlindungan
laut (DPL). Ide ini didasarkan pada peranan penting ekosistem laut dan pesisir. Penetapan
kawasan konservasi tersebut disahkan melalui Keputusan Wali Kota Bitung Nomor 188,45
Tahun 2014 dan berlokasi di Kelurahan Paudean, Pasir Panjang, Dorbolaan, Pancuran, Motto,
dan Posokan.
Setiap kawasan konservasi terbagi dalam dua zona konservasi, yakni zona penyangga dan
perlindungan. Luasan DPL setiap kelurahan sekitar 1 hektar. Penentuan kawasan itu berdasarkan
kesepakatan masyarakat dalam satu kelompok. Masyarakat tidak boleh mengambil ikan dalam
kawasan konservasi tersebut. Selain larangan mengambil ikan, ada juga larangan memotong
bakau. Jika melanggar ketentuan tersebut, pelaku akan didenda Rp 500.000.
Sejauh ini, menurut Filipus (48), Ketua CCDP IFAD Pasir Panjang, masyarakat Pasir
Panjang masih menaati ketentuan tersebut. Justru masyarakat luar kelurahan yang melanggar
ketentuan tersebut. Ketaatan masyarakat pada aturan konservasi itu berkaitan dengan peristiwa
kerusakan lingkungan di kawasan Pasir Panjang tahun 2007.
Upaya pemeliharaan lingkungan hendaknya serius dilakukan oleh semua pihak secara
berkelanjutan. Tidak hanya urusan sampah, tapi juga konservasi pesisir pantai serta perairannya
sebagai habitat biota laut mikro.
Kehadiran kawasan ekonomi khusus di Kelurahan Tanjung Merah bisa menjadi ancaman
baru bagi lingkungan alam Lembeh. Apalagi, belum ada kekuatan hukum kuat yang mengatur
kawasan konservasi Lembeh. Jangan sampai Lembeh yang dinobatkan sebagai surga fotografi
makro yang sedang naik daun mendadak layu hanya karena kerusakan lingkungan.
Daerah perlindungan laut merupakan kawasan konservasi wilayah pesisir dan pulau-pulau
kecil Kota Bitung
Taman pesisir pulau-pulau kecil Bitung merupakan perwakilan ekosistem tropis Indonesia
yang terdiri dari ekosistem hutan bakau, padang lamun, terumbu karang, dan eksosistem
daratan
Lokasi: Kelurahan Posokan, Motto, Dorbolaang, Pancuran, Pasir Panjang, dan Paudean
Setiap kelurahan memiliki surat keputusan bersama yang mengikat masyarakat lokal dan di luar
kelurahan dalam pengawasan daerah perlindungan laut.
1. Menjaga dan memperbaiki kualitas ekosistem terumbu karang dan habitat yang
berhubungan dengan terumbu karang
9. Faktor-faktor Strategis
Analisis SWOT adalah analisis untuk mendapatkan strategi terbaik dengan memaksimalkan
kekuatan (strength) dan peluang (oppotunities), dan secara bersamaan mengurangi kelemahan
(weakness) dan mengantisipasi ancaman (Treath). berikut ini akan diuraikan analisis SWOT
terhadap faktor -faktor strategis yang ada dalam upaya mengembangkan pariwisata di Kawasan
Selat Lembeh Kota Bitung. Analisis yang akan dilakukan meliputi faktor Internal dan faktor
eksternal sebagai berikut:
Faktor -faktor strategis yang ada dalam upaya mengembangkan pariwisata di Kawasan Selat
Lembeh Kota Bitung antara lain faktor Strategis Internal (IFAS), dan Faktor Strategis Eksternal
(EFAS).
1. Faktor Strategis Internal (IFAS)
Analisis lingkungan internal yang dilakukan yaitu terhadap faktor -faktor strategis internal yang
terdiri dari kekuatan dan kelemahan dalam pengembangan pariwisata kawasan Selat Lembeh di
Kota Bitung. Adapun faktor - faktor strategis internal tersebut antara lain:
a. Faktor Kekuatan:
1. Daya Tarik alam, yang dimaksud dengan daya tarik alam sebagai kekuatan internal dari
kawasan pariwisata Selat Lembeh adalah keindahan alamnya baik pantainya, laut terlebih
keindahan dan keunikan bawah lautnya.
3. Daya tarik buatan yang menjadi kekuatan kawasan pariwisata Selat Lembeh adalah adanya
beberapa destinasi buatan seperti Patung Yesus memberkati, Monumen Trikora, dan Mercusuar
Batuangus.
6. Peran serta pelaku usaha pariwisata merupakan sebuah kekuatan yang sangat membantu
pemerintah, dimana pelaku usaha pariwisata secara mandiri melakukan promosi pariwisata
Kasawasan Selat Lembeh diberbagai pameran/expo di dalam maupun luar negeri.
Hal ini merupakan sebuah kekuatan yang sangat membantu pemerintah yang sangat terbatas
ketersediaan dana untuk kegiatan promosi.
b. Faktor Kelemahan:
1. Daya tarik budaya masih kurang, belum dikemas dan digarap secara maksimal untuk bisa
menjadi salah satu magnet untuk mendatangkan wisatawan.
4. Sistem transportasi yang menjadi kelemahan adalah jadwal pelayaran dimana saat ini untuk
moda transportasi penyeberangan yang memadai yang tersedia baru satu unit dengan jadwal
yang masih belum memenuhi kebutuhan.
6. fasilitas umum, masih kurang tersedianya dan kurang memadainya fasilitas umum yang ada,
seperti ketersediaan toilet dan air bersih, rest room dan sarana kesehatan.
Analisis Faktor - faktor strategis yang berasal dari luar atau faktor Eksternal meliputi faktor
Peluang dan Ancaman.
Faktor strategis eksternal yang akan dianalisis pada pariwisata kawasan Selat Lembeh meliputi
a. Peluang:
3. Tehnologi Informasi komunikasi sebagai media promosi yang efektif dan efisien.
6. Kebijakan pemerintah Kota Bitung untuk menggiatkan investasi di wilayahnya dengan salah
satu strategi kemudahan investasi melalui perijinan satu pintu merupakan peluang yang
merangsang datangnya investor bukan hanya untuk industri tapi juga investor bidang pariwisata.
PENUTUP
1. Kesimpulan
Dari hasil penelitian maka dapat disimpulkan bahwa pengembangan pariwisata kawasan Selat
Lembeh di Kota Bitung berdasarkan hasil analisis SWOT yang telah dilakukan berada di
kuadran pertama antara peluang eksternal dan kekuatan internal. Strategi utama dalam
mengembangkan pariwisata Kawasan Selat Lembeh yang harus dilaksanakan adalah dengan
mengembangkan dan meningkatkan faktor Atraksi, Aksesibilitas dan Amenitas sebagai berikut:
1. Menjaga Keindahan dan keunikan alam Selat Lembeh sebagai daya tarik utama dan
menambah objek daya tarik buatan yang baru.
2. Melengkapi dan meningkatkan fasilitas umum dan fasilitas pariwisata serta sarana dan
prasarana yang ada.
3. Memanfaatkan dengan cerdas teknologi informasi komunikasi sosial media sebagai sarana
promosi yang murah dan efisien.
2. Saran
1. Perlu diambil langah - langkah strategis untuk mengembangkan pariwisata di kawasan Selat
Lembeh melalui pengembangan faktor Atraksi, Aksesibilitas dan Amenitas dengan
memanfaatkan kekuatan dan peluang sebagai strategi utama untuk mengembangkan pariwisata di
Kawasan Selat Lembeh.
2. Perlu adanya koordinasi dan konsultasi antar berbagai pemangku kepentingan yaitu
masyarakat, swasta, pemerintah baik vertikal maupun horisontal termasuk antar SKPD (satuan
kerja pemerintah daerah) dalam pelaksanaan pembangunan agar pelaksanaan pembangunan
pariwisata di kawasan Selat Lembeh lebih terarah, efisien dan tepat sasaran.
3. Pemerintah Kota Bitung harus lebih berperan aktif dalam pembangunan pariwisata sesuai
prioritas program yang dicanangkan, yang tercermin sejak dari perencanaan yang tepat guna dan
tepat sasaran diikuti dengan alokasi anggaran untuk pembiayaan program/kegiatan terkait
kepariwisataan dalam APBD
DAFTAR PUSTAKA
Badan Pusat Statistik Kota Bitung. 2016. Bitung Dalam Angka 2016.
Dinas Pariwisata Kota Bitung, 2017. A Wonderful City from North Sulawesi, Bitung., Tourism
Book. Pemerintah Kota Bitung.
Koperberg, R. 1928. Bouwstoffen voor de geologie van de Residentie Menado and Atlas. Jaarb.
Minjwezen in Ned. Indie. Verb. 1st Ged.
Kusumadinata, K. 1979. Data dasar Gunungapi, Direktorat Vulkanologi, Bandung, hal 640-646.
Verbeek, R.D.M., 1908. Mulukken Verslag. Jaarb Minjwezen in Ned. Indie, Wet Ged.