Pulau Lembeh
Banyak orang belum mengenal Lembeh. Pulau seluas 5.040 hektar itu menyimpan
banyak potensi dan beragam peran. Berlokasi di sisi timur Kota Bitung, Pulau Lembeh
memiliki fasilitas pelabuhan, perikanan kelautan, pusat industri perkapalan, pariwisata,
hingga laboratorium kelautan. Pulau ini dikelilingi perairan Lembeh berbentuk selat dengan
lebar 1-2 kilometer dan panjang 16 kilometer. Meski selat itu relatif sempit untuk pelayaran
samudra, lalu lintas pelayaran di perairan Lembeh cukup sibuk. Setiap hari Selat Lembeh
dilalui feri penyeberangan dengan rute lokal Bitung-Lembeh dan rute regional ke Jawa.
Selain sebagai jalur transportasi laut, perairan Lembeh juga menyimpan kekayaan hayati
yang unik.
Journal of Coral Reef Studies (2013) mencatat ada sekitar 29 ragam biogeografik spesies
endemik yang berevolusi selama ribuan tahun. Spesies tersebut hidup dalam kubangan pasir
bercampur tanah di dalam laut. Selain itu, terdapat pula beberapa jenis spesies unik berukuran
mikro. Oleh karena itu, Selat Lembeh juga layak menjadi laboratorium alami sehingga
Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) mendirikan UPT Loka Konservasi Biota Laut
untuk melakukan penelitian di situ.
Dibandingkan dengan titik penyelaman Bunaken, Lembeh memang belum setenar itu.
Namun, beberapa kali Lembeh menjadi obyek penyelaman cadangan saat wisatawan tidak
dapat menyelam di Bunaken karena faktor cuaca. Namun, ada pula wisatawan asal Eropa
yang sudah mengenal Lembeh dan langsung menuju Lembeh untuk menikmati panorama
bawah laut. Sejumlah foto biota makro Lembeh bahkan pernah menjadi booklet tujuan wisata
maskapai Singapura Silk Air. Selain titik penyelaman, Lembeh juga mempunyai beberapa
lokasi wisata, antara lain pantai, hutan mangrove, desa wisata, Patung Yesus, dan Monumen
Trikora. Wisata pantai dan Monumen Trikora telah lama dikelola swadaya oleh masyarakat.
Adapun obyek wisata mangrove dan Patung Yesus baru berkembang dua tahun terakhir.
Selama ini, fasilitas penginapan di Pulau Lembeh dikelola oleh investor swasta. Tercatat
di Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Kota Bitung, ada 16 resor yang mayoritas berlokasi di
Kecamatan Lembeh Utara. Namun, baru setahun belakangan warga di Kelurahan Pintukota,
Lembeh Utara, mengelola homestay sebagai sarana penginapan murah. Meski belum
berkembang, penginapan milik masyarakat tersebut bisa menjadi alternatif penginapan di
Pulau Lembeh dengan harga terjangkau. Salah satunya Grace Homestay milik Ibu Makisurat.
Penginapan miliknya itu perlahan dikenal meski sosialisasinya hanya dari mulut ke mulut dan
Facebook.
Perkembangan sektor pariwisata di Lembeh terlihat dari peningkatan wisatawan lima
tahun terakhir. Tahun 2012, ada 13.476 wisatawan dengan rasio 48 persen wisatawan asing
dan 51 persen wisatawan domestik. Tahun 2015, jumlah wisatawan naik 28 persen menjadi
13.773 dengan proporsi wisatawan mancanegara 62 persen. Tahun 2016, jumlah wisatawan
naik lagi menjadi 53.823 orang dengan proporsi wisatawan asing dan domestik hampir sama.
B. Kekurangan dan Kelebihan Pulau Lembeh
1. Kekurangan Pulau Lembeh
Pariwisata Lembeh menghadapi berbagai tantangan untuk menaikkan peluang wisatanya.
Yaitu :
a. Minimnya infrastruktur di Pulau Lembeh.
Pemerintah hanya memiliki satu feri sebagai moda penyeberangan yang melayani Bitung-
Lembeh. Feri tersebut belum mampu menampung lonjakan penumpang dan kendaraan
bermotor. Kapal hanya bisa memuat 12 mobil kecil. Jika ada truk yang akan menyeberang,
daya tampungnya akan berkurang.
b. Kondisi jalan di pulau juga masih menjadi kendala.
Meski sejak 2012 Pemerintah Kota Bitung telah membangun jalan sepanjang 8,6
kilometer, kondisinya masih buruk, berlubang dan aspal terkelupas.
c. Penginapan juga menjadi ganjalan.
Memang telah tersedia 16 unit, tetapi rata-rata tarif penginapan mahal dan harus dibayar
dengan dollar AS yang tak terjangkau wisatawan domestik.
d. Kualitas sumber daya manusia.
Masyarakat Lembeh bekerja sebagai nelayan dan petani. Saat cuaca laut bersahabat,
mereka baru akan pergi melaut. Secara perlahan, sejumlah warga Lembeh menjadikan
sektor wisata sebagai mata pencarian alternatif saat tidak sedang melaut. Namun, kendala
penguasaan bahasa asing dan keterampilan membuat mereka ”gagap” menerima kehadiran
turis asing. Pemerintah mencoba mengatasi kendala tersebut dengan memberikan kursus
Bahasa kepada masyarakat Lembeh, tetapi kursus tersebut belum maksimal karena
kendala usia lanjut warga.
e. Tumpukan sampah di dataran dan perairan Lembeh.
Sampah terlihat menumpuk di pelabuhan penyeberangan Bitung dan pantai kampung
wisata Kampung Kota Kecil. Sampah di Lembeh bukanlah sampah local, melainkan
kiriman dari Minahasa Utara dan perairan Maluku Utara yang masuk ke Selat Lembeh.
Arus laut membuat perairan tersebut mudah dimasuki sampah dari perairan di sekitarnya.
Saat ini, pemerintah daerah mengadakan Program Sapu Bersih Pantai di perairan Lembeh.
Program yang diselenggarakan sejak 2015 itu melibatkan semua aparat pemerintah dan
masyarakat untuk membersihkan perairan Lembeh dengan menggunakan kapal yang
dilengkapi jaring di perairan Lembeh. Selain itu, Pemkot Bitung juga mencanangkan
kebijakan diet plastik. Program yang baru dijalankan tahun 2017 ini mengajak warga
Bitung untuk meminimalkan penggunaan plastik. Hal itu antara lain tidak menggunakan
gelas dan botol plastik dalam kehidupan sehari-hari. Di beberapa toko pun tidak tersedia
penjualan air mineral dalam gelas plastik. Sedikit banyak, kebijakan tersebut mulai
berhasil dan bisa mengubah kebiasaan masyarakat Bitung. Sebuah perjalanan pariwisata
Lembeh yang masih panjang untuk menjadi mutiara berkilau.