Aktivitas akan wisata bahari masih mendominasi dibandingan jenis pariwisata lainnya. Pariwisata bahari dapat dikatakan memiliki askes yang mudah dijangkau dan murah. Banyak orang dating ke pantai hanya untuk menikmati matahari terbenam atau bahkan hanya untuk berjemur sambil menikmati ombak. Beberapa tren aktivitas pariwisata bahari yang saat ini tengah hype, diantaranya: 1. Berbabis Budaya Indonesia merupakan negara yang mayoritas terdiri dari perairan. Budaya bahari dapat dipahami sebagai sistem gagasan, perilaku dan tindakan, dan sarana dan prasarana fisik yang digunakan oleh masyarakat bahari untuk mengelola sumber daya alam dan merekayasa jasa-jasa lingkungan laut bagi kehidupan mereka. Dengan demikian, budaya bahari mengandung unsur-unsur berupa sistem pengetahuan, kepercayaan, nilai, norma, aturan, simbol komunikatif, kelembagaan, teknologi, dan seni yang berkaitan dengan laut (Yunandar, 2006). Tren pariwisata bahari berbasis kebudayaan salah satu contohnya yakni Tradisi adat turun temurun Bau Nyale masyarakat Suku Sasak, Lombok Selatan, NTB. Bau Nyale terdiri dari 2 suku kata, yakni "Bau" dalam bahasa Indonesia artinya menangkap dan "Nyale" adalah cacing laut yang tergolong jenis filumannelida. Tradisi Bau Nyale dilangsungkan setiap tanggal 20 bulan 10 menurut perhitungan penanggalan tradisional Sasak atau sekitar bulan Februari bertempat di Pantai Seger, Kuta, Lombok Tengah. Tradisi Bau Nyale diselenggarakan semakin terus meriah setiap tahunnya. Wisatawan dari berbagai mancanegara turut hadir meramaikan. Banyak wisatawan yang tertarik mengikuti Tradisi Bau Nyale dikarenakan cerita legenda “Putri Mandalika” yang ada dibaliknya. Masyarakat setempat memiliki kepercayaan spiritual bahwa nyale atau cacing laut tersebut merupakaan jelmaan Putri Mandalika dari Kerajaan Seger yang menceburkan dirinya ke laut. Legenda yang hingga kini hidup dikalangan masyarakat menjadi daya Tarik tersendiri bagi wisatawan. 2. Wisata Bahari Berbasis Alam Semakin tinggi minat wisatawan terhadap pariwisata bahari semakin tinggi pula kemungkinan akan kerusakan alam bahari yang telah terjamah. Sebagai manusia kita hidup berdampingan dengan alam, oleh karena itu penting sekali kontribusi kita untuk meningkatkan kelestarian alam bahari. Tren kini yakni berwisata sambil melestarikan alam, beberapa diantaranya yakni: a) Restorasi Terumbu Karang Memulihkan ekosistem terumbu karang yang telah terdegradasi, rusak atau hancur agar dapat menjaga keseimbangan ekosistem bawah laut menghadapi berbagai iklim. b) Konservasi Penyu Laut Meningkat jumlah individu penyu laut untuk mencegah punahnya habitat penyu karena predator alami maupun manusia. c) Penanaman Mangrove di Pantai Bertujuan untuk menjaga ekosistem laut dan pantai, seperti: melindungi pesisir pantai dari abrasi, penyerapan karbondioksida, menjaga kualitas air dan udara, pereduksi gelombang pantai, habitt ikan dan biota laut lainnya. 3. Wisata Bahari Berbasis Aktivitas a) Diving Dilihat dari perairan laut yang terletak di Indonesia bagian tengah dan timur yang merupakan jalur Arlindo (Arus Lintas Indonesia). Perairan ini memiliki arus yang berasal dari Pasifik dan kaya akan larva dan nutrien sehingga daerah-daerah yang dilalui arus tersebut mempunyai keanekaragaman yang tinggi dan tentunya kondisi habitat yang baik (Giyanto dkk, 2017). Berdasarkan hal tersebut maka dapat tergambar bagaimana kondisi kekayaan ikan dan biota laut lain yang terkandung di dalamnya. Hal ini menyebabkan diving menjadi salah satu aktivitas pariwisata bahari paling diincar oleh wisatawan. Meskipun memiliki satu garis pantai yang sama namun setiap pulau Indonesia memiliki spot utama berbeda yang ditawarkan pada wisatawan. beberapa diantaranya: • Raja Ampat, 2015 CNN menobatkan Raja Ampat sebagai spot diving terbaik dengan 75% spesies karang di seluruh dunia, memiliki 1.318 jenis ikan, 699 jenis moluska, hingga 537 jenis karang, • Kepulauan Derawan, Kalimantan Timur yang menawarkan diving bersama ubur-ubur tanpa takut tersengat, • Pulau Komodo NTT, selain menawarkan keindahan karang yang terhampar wisatawan juga dapat berinteraksi dengan ikan pari manta, hiu, dan dugong. Melihat pada laman social media minat diving semakin meningkat di berbagai kalangan. Bahkan wisatawan dengan totalitas mengikuti berbagai pelatihan hingga berbulan-bulan demi mendapatkan diving lisensi. b) Snorkling Selam permukaan untuk menikmati keindahan bawah laut dari permukaan yang tidak terlalu dalam. c) Ocean Walker Salah satu aktivitas bawah laut tanpa harus menyelam dan membawa sendiri tabung oksigen. Wisatawan dapat menyelam hanya dengan menggunakan helm yang didesain secara khusus, helm ini tersambung dengan selang yang dialiri oksigen.
B. ISU DESTINASI WISATA BAHARI
Jumlah dan variasi daya tarik wisata bahari masih terbatas, belum dikemas dan dikelola secara professional, belum tersentuh teknologi, sehingga kurang mampu menghadapi persaingan dengan negara tetangga (Utomo, 2015). Pengembangan produk dengan jenis-jenis wisata bahari baru yang inovatif dan atraktif perlu dilakukan agar dapat meningkatkan daya saing dan keberlanjutan. Perlu adanya perintisan destinasi wisata bahari baru dengan mempertimbangkan aspek aksesibilitas, amenitas, dan atraksi demi kenyamanan wisatawan (Hustin, 2017). Aksesibilitas laut yang masih minim menjadi penghambat destinasi wisata bahari di Indonesia untuk berkembang. Ribuan pulau belum terhubung dengan baik dan maksimal, terutama di wilayah yang jauh dari pusat kota besar. Aksesibilitas menjadi kunci utama terbukanya kawasan terpencil yang tersebar di pinggiran Indonesia, dan potensi wisata bahari di daerah tersebut memiliki kekayaan yang luar biasa dikarenakan jauh dari pusat pembangunan. Modal alam ini memungkinkan berkembangnya sejumlah aktivitas wisata bahari, seperti wisata pantai, jelajah bakau, olahraga air, selam, kapal pesiar, dan lain sebagainya. Hal ini mengingat masih ada ketimpangan dalam destinasi wisata bahari saat ini (Satria, 2015). Bali masih menjadi fokus, padahal banyak wilayah lain yang potensial dikembangkan, seperti Raja Ampat, Karimunjawa, Wakatobi, Togean, Bunaken, Komodo, Lombok, dan daerah konservasi laut lainnya. Permasalahan berikutnya adalah minimnya sarana dan prasarana pendukung pariwisata, terutama destinasi berupa pulau-pulau kecil. Karakter pulau-pulau kecil memiliki beberapa keterbatasan sumber daya seperti energi, bahan material bangunan, serta ketergantungan dengan akses laut dan udara, menyebabkan pembangunan fasilitas dan aksesibilitas memerlukan biaya tinggi serta kerja sama lintas sektor (BPHN, 2017). Banyak pulau-pulau kecil yang berpotensi untuk dijadikan sebagai destinasi wisata tidak memiliki listrik, semisal di Pulau Kadatua, Kabupaten Buton Selatan. Pulau ini hanya mengandalkan generator listrik untuk memenuhi kebutuhan listrik dan hanya diaktifkan saat petang hingga fajar, pada siang hari masyarakat setempat menggunakan aki atau baterai cadangan. Selain listrik, kebutuhan air tawar menjadi vital dalam memberikan pelayanan kepada wisatawan dan ternyata tidak semua pulau kecil memiliki sumber air tawar, bahkan banyak yang cenderung payau. Sebagai contoh di Pulau Banyak yang mendapatkan suplai air tawar dari Kota Aceh Singkil dan diangkut menggunakan perahu setiap hari. Kedepannya, kondisi ini dapat mengakibatkan air tawar sebagai faktor biaya yang akan dibebankan kepada wisatawan.
C. TANTANGAN DESTINASI WISATA BAHARI
1. Degradasi sumber daya laut dikarenakan pencemaran, perubahan iklim dan bencana alam. Ekosistem ini sangat rapuh terhadap tekanan dan terancam oleh aktivitas manusia. Setiap tahun sedikitnya sebanyak 1,29 juta ton sampah dibuang ke sungai dan bermuara di pesisir dan lautan. Dari jumlah tersebut, sebanyak 13.000 plastik mengapung di setiap kilometer persegi setiap tahunnya 2. Sumber daya manusia yang masih minim pengetahuan akan sumber daya bahari. Seperti contoh pegawai hotel yang bekerja di resort pinggir pantai, mereka dominan tidak fasih menjelaskan destinasi wisata yang layak dikunjungi di daerah tersebut. 3. Perizinan yang sulit dan egulasi yang tumpang tindih di berbagai tingkat kelembagaan menjadikan pariwisata bahari sulit dikembangkan dari segi fasilitas,aminitas, dan lain-lain. 4. Zonasi destinasi wisata bahari berdasarkan potensinya untuk mencegahnya overtourism akibat open accsess. Tidak semua wisatawan memiliki perilaku yang bertanggung jawab selama beraktivitas sehingga dapat diartikan sejuta wisatawan akan linier dengan sejuta potensi kerusakan di suatu destinasi. 5. Toleransi pengusaha asing terhadap nelayan masih minim. Inilah yang membuat nelayan seolah menjadi tamu di negerinya sendiri. Oleh karena itu, perlu ditegakkan regulasi terkait pengelolaan usaha wisata bahari oleh asing sehingga tidak merugikan masyarakat lokal (Satria, 2015) DAFTAR PUSTAKA
CNN (2023) “7 Spot Diving Terbaik di Bawah Laut Indonesia”. Diakses 14 Oktober 2023 dari cnnindonesia.com