Anda di halaman 1dari 7

PERUBAHAN SOSIAL BUDAYA

PADA KOMUNITAS SEDULUR SIKEP (SAMIN)


KLOPODHUWUR

ESAI

Di Susun Guna Mengganti Mid Semester Mata Kuliah


Studi Masyarakat Indonesia

Oleh :

Rifa Irwan Sani


KKT00362

PROGRAM S-1 KKT


JURUSAN SOSIOLOGI DAN ANTROPOLOGI
FAKULTAS ILMU SOSIAL
UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG
2012
PERUBAHAN SOSIAL BUDAYA
PADA KOMUNITAS SEDULUR SIKEP (SAMIN) KLOPODHUWUR

Kata “Samin”, mungkin sebagaian besar masyarakat di Jawa Tengah


sering mengucapkan kata tersebut. Dalam kehidupan kadang kala seseorang
menyeletupkan kata “Samin” begitu saja. Namun apa sebenarnya “Samin” itu
sendiri masyarakat pada umumnya masih belum terlalu mengerti. Samin
merupakan sebuah komunitas yang ada di lingkungan suku Jawa. Mereka lebih
suka di panggil dengan “Sedulur Sikep” dari pada di panggil dengan panggilan
langsung “Samin”.
Komunitas Samin ini dikenal sebagai kelompok manusia yang mempunyai
prinsip hidup atau pandangan hidup yang berbeda dengan masyarakat jawa pada
umumnya. Samin sebenarnya menekankan pada wujud tingkah laku dalam
kehidupan. Tokoh yang tersohor dan yang menyebarkan paham (ajaran) adalah
Samin Surosentiko atau Raden Kohar. Komunitas Samin mencuat dan menjadi
terkenal karena berhasil melawan penjajah Belanda tanpa menggunakan
kekerasan. Komunitas Samin tersebar di beberapa Kabupaten di Jawa Tengah
seperti di Blora, Pati, Grobogan, Kudus, Jepara dan ada juga yang di Bojonegoro
Jawa Timur. Sebagai pusat ajaran samin berada di Desa Klopodhuwur, Kecamatan
Banjarejo Kabupaten Blora.
Kali ini kita akan membahas mengenai perubahan sosial budaya yang
terjadi di Komunitas Samin di Desa Klopodhuwur sebagai pusat ajaran tersebut.
Perubahan tidak hanya terjadi pada masyarakat yang modern saja namun, pada
masyarakat tradisonal juga terjadi begitu pula pada Komunitas Samin yang oleh
banyak orang masih dikatakan sebagai masyarakat tradisional. Untuk itu mari kita
lihat perubahan mereka melalui tujuh unsur kebudayaan.
1. Bahasa.
Komunitas samin dalam kehidupan sehari-hari mereka menggunakan
bahasa jawa seperti dengan tingkatan yang halus atau menggunakan
bahasa jawa kromo inggil. Bahasa kromo inggil ini oleh masyarakat
samin digunakan sebagai bahasa sehari-hari dengan semua orang baik
dari komunitasnya sendiri maupun yang diluar komunitasnya.
Perkembangan yang semakin maju ini membuat komunitas samin
harus beristeraksi dengan masyarakat lain sehingga mereka harus
mampu berkomunikasi dengan menggunakan bahasa lain seperti
bahasa indonesia, dan bahasa inggris. Mereka memperoleh bahasa
tersebut memalui interaksi dan sekolah mereka tidak hanya bisa bicara
namun bisa tulis menulis.
2. Sistem Teknologi.
Komuntas samin dikenal sebagai masyarakat yang selaras dengan alam
begitu juga dengan sistem tekhnologinya. Seperti membajak sawah,
komunikasi, infomarsi, rumah, dan masih banyak lagi. Membajak
sawah yang dulunya menggunakan sapi sebagai alat utama (ngluku)
sekarang mulai beralih menggunakan mesin pengolah tanah
denganbahan bakar minyak. Komunikasi juga telah berubah malahan
sekarang mereka ssudah menggunakan Hanphone (HP) sebagai
penghubung antar anggota yang berada di tempat yang jauh. Media
informasi juga sudah masuk seperti radio, dan televisi hal tersbut
menandakan listrik sudah masuk. Menurut warga setempat yang listrik
sudah masuk pada tahun 1979. Rumah sekarang dibuat menggunakan
unsur besi seperti paku padahal dulu menggunakan kayu sebagai
patoknya. Kendaraan tak bermesin juga ada yakni sepeda. Kendaraan
bermotor seperti mobil dan motor juga sudah ada. Alat perekam
gambar seperti kamara digital handycam juga ada. Perbot rumah
tangga sekarang juga sudah ganti dari yang dulu menggunakan
gerabah sekarang sudah menggunakan perabot dari alumunium dan
plastik.
3. Sistem Mata Pencaharian.
Bertani dan berkebun merupakan ciri dari pekerjaan komunitas samin.
Namun sekrang bekerja sebagai petani tidak bisa diharapkan sehingga
generasi baru di komunitas samin ini telah berubah dan tak hanya
bertani saja. Dan yang bertani kelihatannya generasi tua saja. Generas
yang muda sekarang malah ada yang berkerja sebagai Polisi,
Karyawan, LSM, guru, tukang bangunan, buruh industri, penyiar radio,
dan lain-lain. Kebanyakan generasi muda pergi merantau ke luar
daerah seperti Jakarta.
4. Organisasi Sosial.
Organisasi yang ada di komunitas samin sebenarnya tergolong
tradisional karena hanay mengacu pada sesepuh atau orang yang di
tuakan saj. Namun semua telah berubah setelah berdirinya paguyuban
yang bernama “Sangkan Paraning Dumadi”. Organisasi tersebut
didirikan oleh anggota komuntas samin yang telah mempunyai
pendidikan tinggi sehingga dalam organisasi tersebut telah mengacu
organisasi yang telah modern.
5. Sistem Pengetahuan.
Pengetahuan komunitas Samin pada dasarnya di dapat dari turu
temurun sehingga masih stagnan. Sekarang telah berubah karena
sekarang generasi mudanya telah mendapatkan pengetahuan dari
sekolah dan dari berbagi pihak.
6. Sistem Religi.
Agama Adam merupakan agama yang menurut komunitas samin
adalah agamanya. Tuhan mereka bernama Sang Hyang Wenang. Pada
orde baru komunitas samin di cap sebagai masyarakat yang tak
beragama atau atheis. Sehingga ada usaha unutk melakukan
pengislaman. Ada juga yang memilih hindu sebgai agamanya karena
dinilai sama seperti ajaran dari samin. Terlepas dari agama apapun
sekarang yang dipeluknya konsep ajaran samin masih tetap mereka
jalankan. Sebagaian besar warga di desa Klopodhuwur pada KTP
(Kartu Tanda Penduduk) memeluk agama Islam walau pelaksanaanya
tidak seperti itu.
7. Kesenian.
Sepertipada umumnya masyarakat jawa komnitas amin juga
mempunyai kesenian seperti nembang, pahat, dan mengukir.
Sebenarnya pahat dan ukiran yang dihasilkan masyarakat samin bagus
namun kurangnya pembinaan memnyebabkan seperti mati. Msayarakat
Samin juga terbuka dengan seni yang lain. Terbuksti sekarang merela
meneima LSM yang memberikan pelatihan tentang cara membatik.
Selain ketujuh unsur kebudayaan universal tersebut masih ada perubahan
lain yang terjadi pada komunitas samin ini. Perubahannya anatara lain sebagai
berikut.
1. Perkawinan dan Perceraian.
Perkawinan pada komunitas Samin sangat mudah terjadi. Perkawinan
mereka disebut dengan “kawin kawita”. Ada juga “kawin rembug”
sebenarnya dua istilah tersebut sama saja, intinya dalah ketikaada dua
oarang yang saling sama suka kedua keluarga bertemu dan berembug
(bermusyawarah) mencari kesepakatan bersama, setelah itu kedua
orang tersebut dinikahkan didepan sesepuh Samin dan itu sudah sah.
Sedangkan perceraian “pegat sentak” juga sama dilakukan dengan
berembug dan didepan sesepuh Samin. Pada tahun 1968 bupati blora
mengharuskan masyarakat samin yang mengaku Islam menikah di
KUA (Kantor Urusan Agama) tindkan tersebut dilakukan oleh
komunitas Samin dengan maksud jika terjadi perceraian harta dapat
dibagi sesuai dengan aturan hukum. Dulu perkawinan hanya dilakukan
dilingkup komunitas Samin sajanamun kini telah berubah dan bisa
nikah dengan diluar komunitas.
2. Pakaian
Pakian asli komunitas samin dalam mengenakan busana selalu
berwarna berwarna hitam dan kepalanya menggunakan iket (semacam
blangkon). Mereka tidak mngenakan sandal sebagai media untuk
mendekatkan diri dengan alam. Selain itu pewarnaan pakaian
dilakukan juga menggunakan bahan-bahan yang berasal dari alam
juga. Perkembangan jaman juga merambah ke komunitas Samin.
Dalam berpakaian kini komunitas samin sehari-hari telah
menggunakan pakaian yang sama dengan masyakarat di sekitarnya jadi
sekarang sudah tak menggunakan pakaian yang serba hitam, mereka
ada yang menggunkan cela jeans, daster, rok dan masih banyak lagi.
3. Politik.
Komunitas Samin yang tradisional tidak mengenal politik itu apa.
Namun perkembangan jaman komunitas samin ini dimasukain oleh
orang partai dan sebgaian dari mereka ikut partai dan memberikan
suaranya pada pemilu yang diselenggarakan pemerintah.
4. Pendidikan.
Pendidikan dulu bagi komunitas amin itu tidak perlu karena dianggap
kalau pintar akan mengahncurkankomunitasnya sendiri. Sehingga
pendidikan dilarang. Namun tuntuan jaman sekarang generasi samin
yang baru telah meneriam pendidikan walau banyak yang sampai SMP
saja. Terhentinya pendidikan sebenarnya karena keterbatasan dana
untuk biaya pendidikan. Semangat belajar generasi baru sangat tinggi
malah sadah ada yang mempunyai gelar sarjana. Selain itu di antara
pemukiman komunitas samin sudah berdiri perpustakaan walau belum
ada bukunya.
5. Insfrastuktur
Pemukiman komunitas samin yang mengelompok jadi satu dan berada
di tegah hutan ternyata juga sudah mendapatkan pembangunan
infrastruktur seperti adanya pemapingan jalan, pembuatan irigasi,
saluran air, penampungan air, kamar mandi, balai pertemuan dan
perpustakaan. Pembangunan tersebut tetap mempertimbakan
kesesuaian dengan prinsip ajaran samin yang selaras dengan alam.
6. Pertanian.
Dalam bidang pertanian juga sudah terjadi perubahan yakni terlihat
dengan penggunaan alat-alat pertanian modern. Selain itu pupuk yang
digunakan tidak pupuk kandnag saja namun menggunkan pupuk yang
dibuat oleh pabrik. Hal tersebut dilalukan agar hasil pertanian juga
laku terjual di pasaran.
Demikian perubahan sosial budaya yang terjadi di komunitas Samin Desa
Klopodhuwur Kecamatan Banjarejo Kabupaten Blora tak terlepas dari
pembangunan yang sedang berlangsung di Indonesia. Namun kita juga
memberikan aprisiasi terhadap eksistensi komunitas samin yang tetap bertahan
dan mampu menyesuaikan diri dengan keadaan.

Anda mungkin juga menyukai