Anda di halaman 1dari 7

PERUBAHAN BUDAYA

UNTUK MEMPERKUAT NKRI


___

Oleh Karryn Nicole Lois Kantono


___

a. Pendahuluan

Masa globalisasi dunia seiring waktu semakin cepat berkembang teknologi-teknologinya.


Dengan adanya teknologi AI (Artificial Intelligence) baru, contohnya ChatGPT, beberapa pelajar
muda Indonesia terbawa arus dengan trend terkini dan mulai menggunakannya untuk membantu
mereka dalam studi-studi mereka. Jika digunakan dengan benar AI ini sebenarnya bisa
berdampak baik, tetapi jika digunakan dengan salah AI ini malah bisa membuat orang lebih
malas karena digunakan untuk mengerjakan tugas mereka. Hal ini sudah menyimpang dari ajaran
tidak menyontek yang sudah diturunkan sejak nenek moyang kita pertama bersekolah.

Mengetahui itu, tidak heran jika beberapa dari budaya masyarakat Indonesia telah mengalami
perubahan. Fenomena ini disebutlah perubahan budaya.
Perubahan budaya adalah fenomena dimana terjadilah perubahan dalam sistem yang menyangkut
ide dalam kehidupan masyarakat. Perubahan tersebut bisa terjadi dengan cepat maupun lambat,
namun biasanya dengan perlahan-lahan sehingga mayoritas masyarakat sebenarnya tidak sadar
akan perubahan tersebut yang sedang terjadi.

Perubahan budaya ini dapat membawa dampak yang negatif maupun positif, semua tergantung
dengan keputusan masyarakat. Akan tetapi, globalisasi telah menimbulkan berbagai masalah
dalam budaya sekarang, seperti hilangnya budaya asli suatu daerah, terjadinya erosi nilai-nilai
budaya, dan turunnya rasa nasionalisme dan patriotisme. Semua ini berbahaya bagi masa depan
suatu bangsa

Oleh karena itu, perubahan budaya seharusnya memperkuatkan NKRI, bukan malah
melemahkan.

b. Kemajemukan Budaya di Indonesia

Kata ‘kemajemukan’ berarti beraneka ragam atau macam-macam; ‘budaya’ merupakan hasil dari
suatu kelompok suku bangsa dan meliputi cara hidup mereka, serta diwariskan dari generasi ke
generasi selanjutnya. Budaya juga merupakan identitas sebuah negara. Jadi, ‘kemajemukan
budaya’ bisa diartikan sebagai peristiwa dimana ada macam-macam budaya.

Kemajemukan budaya dapat disebabkan oleh beberapa faktor, salah satunya adalah wilayah yang
bersifat kepulauan. Indonesia terdiri dari 5 pulau besar, yakni Sulawesi, Sumatera, Jawa, Papua,
dan Kalimantan, serta pulau-pulau kecil. Tentunya setiap pulau memiliki kondisi alam yang
berbeda dari pulau ke pulau. Kondisi alam ini kemudian mempengaruhi perkembangan adat-
istiadat setiap tempat, sehingga menurut sensus BPS pada tahun 2010, Indonesia memiliki lebih
dari 300 kelompok etnik atau suku bangsa.

Akan tetapi, hal tersebut tidak boleh dilihat sebagai pemisah atau suatu halangan bagi kesatuan
dan persatuan antar masyarakat bangsa Indonesia. Khususnya di Indonesia, kemajemukan ini
harus dipertahankan karena merupakan salah satu ciri khas budayanya.

c. Konflik Sosial

Di tengah kemajemukan budaya dan era perubahan budaya ini, konflik tentunya tidak bisa
dihindarkan. Berikut adalah contoh konflik sosial yang diakibatkan oleh:

1. Perubahan budaya
Sejak dimulainya pandemi COVID-19 tiga tahun yang lalu, yakni tahun 2020, pemerintah
menetapkan kebijakan yang baru dimana masyarakat diharuskan untuk menggunakan masker
saat keluar dari rumah.

Di negara-negara lain, seperti Korea, Jepang, dan Tiongkok, mereka bahkan sebelum ada
pandemi saja menggunakan masker sudah termasuk di budaya mereka masing-masing. Akan
tetapi, hal ini sudah sangat berbeda dengan kebiasaan masyarakat Indonesia karena
menggunakan masker setiap kali keluar rumah bukan bagian dari budayanya.

Walaupun peraturan ini sebenarnya bermanfaat karena bertujuan untuk melindungi masyarakat
dari penyebaran virus, sebagian warga tidak menerimanya dengan baik. Mengetahui bahwa
peraturan sudah tidak sesuai dengan budaya warga Indonesia, tidak heran jika ada yang
menolaknya. Beberapa dari mereka merasa bahwa kebijakan tersebut melanggar kebebasan
individu seseorang; seharusnya keputusan untuk menggunakan masker atau tidak ada di tangan
mereka sendiri, bukan suatu keharusan dari pemerintah. Hal ini sudah merupakan permasalahan
atau konflik sosial.

Mengapa mereka bisa berpendapat begitu? Sebenarnya ada beberapa alasan. Pertama, peraturan
memakai masker tidak konsisten. Kedua, kaum muda menganggap bahwa virus COVID-19 tidak
berbahaya bagi mereka. Ketiga, belum ada orang di sekitar mereka yang terkena virus tersebut.

2. Perbedaan budaya

Kita sebagai masyarakat yang majemuk harus bisa saling toleransi, sebab perbedaan budaya
adalah ciri khas bangsa Indonesia yang tidak dimiliki oleh bangsa-bangsa lain. Namun, konflik
sosial kadang tak bisa dihindarkan, contohnya adalah perang Sampit.

Perang Sampit (atau juga disebut sebagai tragedi Sampit) adalah perang yang terjadi antara suku
Madura dan suku Dayak akibat perbedaan budaya masing-masing. Perang ini menyebabkan
tumpahnya banyak darah, dan termasuk bentuk kekerasan yang meliputi pembakaran rumah-
rumah dan akhirnya pembunuhan massal ribuan jiwa.

Pemicu dasar konflik ini adalah keserakahan suku Madura yang telah menguras dan merusak
alam sekitar daerah milik suku Dayak, dimana mereka tidak peduli, menghormati, ataupun
menghargai penduduk asli setempatnya. Mayoritas masyarakat Dayak bekerja sebagai petani.
Jadi, dengan masuknya perusahaan kayu besar yang menggunduli kayu-kayu mereka yang
bernilai, membuat warga Dayak merasa terdesak dalam bidang perekonomian. Perkebunan
kelapa sawit yang menggantikannya malah lebih memilih orang pendatang sebagai pekerja
daripada orang Dayak. Hal ini menyebabkan warga Dayak merasa terpinggirkan dalam kegiatan
perekonomian penting meskipun daerah tersebut milik mereka sendiri.
Selain itu, ketidakcocokan karakter antara kedua suku bangsa tersebut akhirnya membuat
hubungan mereka lebih mudah terkena konflik. Kebanyakan dari mereka memakai bahasa daerah
masing-masing untuk berkomunikasi karena tingkat pendidikan yang rendah. Oleh karena itu,
seringkali terjadi kesalahpahaman antara mereka. Terlebih jika umumnya orang Madura
berbicara dengan gaya komunikasi yang keras, namun orang Dayak umumnya berbicara dengan
gaya komunikasi yang lebih ramah dan sopan. Akhirnya, cara berbicara orang Madura ditangkap
sebagai kasar oleh orang Dayak. Ditambah lagi bahwa mereka tidak saling memahami latar
belakang budaya sesama, jadi orang Dayak sebenarnya tidak paham bahwa logat orang Madura
memang seperti ini.

Kecurigaan dan kebencian yang lama-lama menumpuk karena masalah-masalah kecil yang tak
terselesaikan akhirnya menyebabkan konflik yang lebih besar dan dahsyat. Ditambah lemahnya
supremasi hukum tindakan kekerasan seperti ini dengan mudah dilakukan. Walaupun pasukan
keamanan telah dikirim oleh pemerintah untuk mengendalikan situasi, konflik sudah terjadi dan
jiwa-jiwa korban sudah tidak bisa dikembalikan.

d. Tokoh-tokoh

Salah satu tokoh Indonesia yang menggunakan budaya untuk memperkuatkan persatuan dan
kesatuan bangsa kita adalah Raden Ajeng Kartini, atau lebih dikenal dengan julukan Ibu Kartini.
Beliau merupakan pelopor dan tokoh terkemuka dalam perjuangan emansipasi wanita dan
pendidikan bagi perempuan di Indonesia.

Pada waktu itu banyak orang Jawa masih menerapkan budaya “pingitan”, dimana anak-anak
perempuan dikurung di rumah sampai mereka sudah menikah, sehingga anak perempuan tidak
pernah diberikan kesempatan untuk bersekolah.

Budaya ini dilatarbelakangi oleh beberapa faktor penting yang perlu diketahui, yaitu:

1. Masyarakat pada waktu itu masih memiliki pandangan bahwa perempuan lebih lemah
daripada laki-laki, dan oleh karena itu perlu dilindungi (agar kesuciannya terjaga dan
tidak tercemar) dari bahaya-bahayanya dunia luar (seperti pergaulan bebas) dengan cara
dikurung di rumah sampai menikah.

2. Masyarakat pada waktu itu masih berpendapat bahwa salah satu cara seorang perempuan
membawa hormat kepada keluarganya itu hanya dengan menikah pria yang kaya dan
baik. Hal ini membuat seakan-akan di luar nikah dan menjadi seorang istri, perempuan
tidak bisa melakukan apapun, sebab sejak kecil mereka hanya diajar tentang bagaimana
bertanggung jawab seperti istri dan tugas-tugasnya. Hal ini berbeda dengan laki-laki yang
diperbolehkan untuk pergi ke sekolah.

Walaupun kondisi yang seperti itu, Kartini tetap yakin bahwa perempuan seharusnya juga berhak
untuk bersekolah mencari pendidikan formal. Oleh karena itu, beliau terus bersemangat untuk
belajar.

Selain itu, melalui surat-suratnya Kartini berkomunikasi dengan teman-temannya yang di


Belanda. Isi dari surat-surat tersebut meliputi pendapat Kartini tentang kesetaraan gender di
Indonesia dan pentingnya memberi edukasi formal kepada perempuan. Pada tahun 1911,
beberapa dari surat-suratnya kemudian dikumpul dan diterbitkan menjadi satu buku yang
berjudul “Habis Gelap Terbitlah Terang”, dengan harap bisa memberitahu masyarakat bahwa
perempuan sama-sama berhak untuk mendapatkan pendidikan dan kebebasan seperti laki-laki.

Dalam perjuangannya, Kartini berhasil mendirikan sebuah sekolah untuk anak-anak perempuan
di Indonesia yang diberi nama “Sekolah Kartini”. Pendirian sekolah perempuan tersebut
merupakan tahap pertama dari perjuangan merealisasikan komunitas yang tidak membeda-
bedakan hak perempuan dan hak laki-laki.

Di tengah perbedaan, Raden Ajeng Kartini terus mendorongkan persatuan dan kesatuan
Indonesia. Sekarang dengan semakin berkembangnya kesadaran dan pengertian akan pentingnya
kesetaraan gender dan hak-hak perempuan, kita semua bisa menikmati hasilnya meskipun belum
sempurna.

e. Menjaga Kesatuan dan Persatuan

Menjaga kesatuan dan persatuan Tanah Air sudah menjadi kewajiban kita sebagai warga yang
mendudukinya. Ada beberapa cara bagaimana kita bisa menjaga kesatuan dan persatuan tersebut,
contohnya:

1. Menjaga rasa persatuan dan kesatuan, meskipun berasal dari suku, ras, agama, atau
daerah yang berbeda.
2. Menghormati dan menghargai sesama warga negara, karena punya hak dan kewajiban
yang sama.
3. Melestarikan, menghormati, dan memahami budaya daerah lain.
4. Meningkatkan rasa toleransi antarwarga negara.
5. Bersikap demokratis dan mendukung pembangunan nasional
Tragedi Sampit mengingati kita untuk berusaha tidak mengulangi kejadian seperti itu lagi.
Tragedi ini menunjukkan betapa pentingnya memiliki sikap saling toleransi agar persatuan dan
kesatuan sebuah negara tidak terancam.

Sikap orang Madura terhadap orang Dayak tidak patut dicontohi karena tidak menghormati
ataupun menghargai budaya suku Dayak, yang dikenal sangat menghargai adat istiadat mereka
(salah satunya adalah hak pemilikan tanah). Orang-orang Madura sebagai orang pendatang
sebaiknya menghormati orang-orang Dayak yang merupakan penduduk asli tempat tersebut,
bukan malah bersikap serakah, sombong, dan licik.

Selain itu, agar kesalahpahaman yang pernah terjadi antara suku Dayak dan suku Madura akibat
perbedaan bahasa dihindarkan, disarankan untuk mengembangkan pendidikan tentang bahasa
Indonesia agar seluruh warga Indonesia dapat saling berkomunikasi tanpa takut terjadinya salah
paham lagi. Sebab kesalahpahaman pertama terjadi karena kebanyakan menggunakan bahasa
daerah masing-masing akibat tingkat pendidikan yang tidak terlalu tinggi.

Kesalahpahaman tersebut juga terjadi karena kedua suku saling tidak mengetahui tentang budaya
atau adat istiadat yang dimiliki masing-masing. Oleh karena itu, perkembangan dalam
pendidikan tentang sejarah dan pengetahuan dasar adat istiadat suku-suku bangsa disarankan
supaya bisa saling mengapresiasi dan memahami sesama.

Jika terjadi perubahan budaya yang condong ke aspek-aspek tersebut, persatuan dan kesatuan
bangsa Indonesia pasti lebih kuat daripada sebelumnya. Akan tetapi, kadang tanpa pengetahuan
kita perubahan budaya bisa membawa dampak negatif, seperti hilangnya budaya asli, erosinya
nilai-nilai budaya, atau bahkan turunnya rasa nasionalisme dan patriotisme.

Oleh karena itu, kita harus hati-hati dengan budaya-budaya baru apa saja yang kita terima dan
budaya asli apa saja yang kita ingin mengubah sedikit. Apakah akan memperkuatkan bangsa
Indonesia atau tidak?

f. Penutup

Kita bisa simpulkan bahwa perubahan budaya bisa memperkuatkan NKRI, namun juga bisa
melemahkan NKRI jika tidak digunakan dengan bijak. Oleh karena itu, kita harus hati-hati.

Di tengah lingkungan yang dinamis dan memiliki kemajemukan budaya seperti ini, kita harus
tetap bersatu. Kita tidak boleh membiarkan perbedaan budaya yang ada maupun perubahan
budaya yang terjadi memecah-belah bangsa Indonesia. Melainkan, kita seharusnya melihat kedua
itu sebagai pemersatu dan pemerkuat tanah air.
Daftar Pustaka

Kenapa Orang Enggan Memakai Masker? | merdeka.com


ANALISA PENYEBAB TERJADINYA KONFLIK HORIZONTAL
DI KALIMANTAN BARAT
Cara Mempertahankan Persatuan dan Kesatuan di Lingkungan Keluarga, Sekolah, Masyarakat,
Serta Bangsa dan Negara
Pengertian Kebudayaan: Ciri, Fungsi, Jenis dan Unsur - Gramedia Literasi
DAMPAK GLOBALISASI TERHADAP EKSISTENSI BUDAYA DAERAH | Suneki | CIVIS: Jurnal
Ilmiah Ilmu Sosial dan Pendidikan Kewarganegaraan
Sebelum Wabah Covid-19, Orang Jepang, Korea dan China Sering Pakai Masker, Ternyata Ini
Alasannya - Bangkapos.com
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kemajemukan merupakan karakteristik budaya yang
dimiliki Indonesia. Kemajemukan budaya terse

Anda mungkin juga menyukai