Oleh Kelompok 4
PENDIDIKAN SOSIOLOGI
TAHUN 2020
PENDAHULUAN
A. Latar belakang
Sejatinya setiap masalah sosial dan budaya tercipta karena adanya kesenjangan
sosial baik dari faktor jenis kelamin, stereotip budaya, dan nilai serta norma yang
berlaku. Maka dari itu masalah yang sensitif terhadap jenis kelamin dan budaya pada
suatu peradaban di masyarakat menjadi pilihan untuk dibicarakan.
B. Rumusan masalah
C. Tujuan
(b) Street Childern, di mana diperkirakan terdapat sekitar kurang lebih 100 hingga
150 juta anak jalanan diseluruh dunia saat ini. Yang memprihatinkan adalah,
bahwa di samping mereka berjuang untuk mempertahankan hidup secara
materiil, juga menjadi sasaran penyalahgunaan dan eksploitasi,
(c) Childern in Armed Conflict, di mana dalam sutiasi konflik, banyak anak-anak
yang menjadi korban, seperti terbunuh, cacat, mengungsi bahkan ada yang
hilang. Belum lagi yang menjadi korban perkosaan dan menderita tekanan
kejiwaan (stress dan trauma).
(d) Urban war zones, di mana suasana kekerasaan dan ketidak-terntraman dalam
lingkungan kehidupan sehari-hari baik di kota maupun pada wilayah “zona
peperangan” yang menempatkan anak-anak dalam resiko yang sangat gawat.
Peradaban yang maju tidak lepas dari budaya suatu masyarakat. Kemajuan
pada berbagai bidang seperti ilmu pengetahuan dan teknologi mempengaruhi pola
perilaku masyarakat sehingga menyebbakan pergeseran dan atau perubahan
secara signifikan. Pergerakan ke arah yang lebih maju juga membuat beberapa
budaya dalam masyarakat luntur dan tergantikan dengan budaya baru yang
dianggap lebih fleksibel, efisien, dan pas untuk menjalankan kehidupan di zaman
sekarang. Negara besar akan terlihat lebih maju jika dapat menyesuaikan diri
dengan kondisi zaman, begitu pun masyarakat pada suatu wilayah lebih kecil
seperti provinsi, kota, sampai desa akan terdampak.
Kedua, patrap atau perilaku warga Jogja yang kian hari terbawa arus perubahan.
Transformasi transportasi dan teknologi lainnya membawa kemudahan untuk
mobilitas dan kegiatan lainnya. Contohnya, yaitu kendaraan yang semula banyak
warga Jogja menaiki sepeda ontel kemudian banyak yang menimilih mengendarai
sepeda motor bahkan mobil agar lebih cepat sampai tujuan dan tidak lelah. Hari ini
pesepeda yang sering dijumpai adalah pedagang di pasar, pemulung, sol sepatu
keliling, dan orang tua yang tidak bisa atau tidak memiliki motor. Sedangkan anak
muda dan orang dewasa lainnya memilih untuk mengedarai motor karena tunggangan
ini lebih cepat dan tidak memakan banyak tenaga. Walau pun banyak komunitas
pesepeda aktif mengampanyekan kepada orang-orang dan mengajak untuk bersepeda,
tetap saja praktis dan efisien adalah pilihan banyak orang agar cepat sampai tujuan.
Tidak dipungkiri banyak orang dewasa dan bahkan orang sepuh yang turut
mengendarai sepeda motor ke suatu tempat yang bahkan terkadang jaraknya tidak
jauh.
Perilaku pengendara motor yang baik sering dilanggar, berikut hal yang biasa
dilanggar ketika berkendara baik perjalanan jarak jauh mau pun jarak dekat; 1) tidak
memakai helm, 2) tidak menyalakan lampu sen dan lupa mematikannya, 3) belok atau
putar balik secara tiba-tiba, 4) tidak berhenti saat lampu merah yang biasa terjadi di
persimpangan daerah yang tidak dijaga polisi, 5) berbonceng tiga, 6) parkir di sisi
jalan mengganggu kendaran lain yang melintas, dan lain sebagainya. Sebagai orang
tua seharusnya memberikan tulada atau contoh yang baik pada generasi yang lebih
muda, sebaliknya anak muda tidak mencontoh sikap yang kurang baik tanpa perlu
mencela orang tua yang konservatif terhadap aturan modern.
Ada pun tata krama yang banyak ditemukan pada anak kecil zaman sekarang, saat
dipanggil orang yang lebih tua sapaan balik mereka kebanyakan kurang sopan,
semisal “Apa (opo)?” sebagai jawaban dari bentuk tegur sapa yang diberikan.
Padahal, jawaban yang baik ketika disapa dalam basa Jawa adalah “Inggih” atau iya.
Bukan hanya satu dua anak yang melakukan hal tersebut, hampir semua anak kecil
dan remaja yang didikan dalam unggah-ungguhnya kurang akan menjawab dengan
hal yang serupa.
Dampak dari permasalah budaya ini adalah masyarakat Yogyakarta yang terkenal
dengan lembut dan sopan santunnya mulai dipertanyakan. Sopan santun pada orang
tua semakin luntur. Rasa hormat dan menghargai kian menurun. Serta budaya yang
sudah ada sejak dulu luntur. Anak muda akan menganggap orang tua seperti teman
yang dalam berbicara dan perilaku sepadan.
Pendidikan sejak dini merupakan hal utama yang dapat dilakukan orang tua
zaman sekarang agar anaknya kelak memiliki patrap dan unggah-ungguh yang
baik. Memiliki rasa hormat pada orang yang lebih tua. Bagi anak muda zaman
sekarang, tidak ada kata terlambat untuk belajar kembali unggah-ungguh yang
benar dengan merasa bangga bahwa basa Jawa yang digunakan tergantung pada
lawan bicara akan menampilkan budaya masyarakat Yogyakarta yang mulai
luntur. Bagi orang tua mengajarkan dengan sikap yang halus dan membenarkan
tanpa menyalahkan generasi muda yang belum bisa atau masih memperbaiki
unggah-ungguhnya akan membuat lebih dihargai daripada hanya mencela dan
tidak memberikan bekal yang baik. Pihak Kraton Jogja sudah memberikan
fasilitas berupa les gratis yang bertempat di pojok Kraton Jogja. Disana diajarkan
menulis aksara Jawa, Basa Jawa, tata perilaku menurut pakem Jogja, dan kegiata
lain seperti latihan macapat. Tempat ini sendiri dikelola oleh para abdi dalem
yang notabene paham dengan budaya Jawa (Jogja) sehingga dapat dipercaya.
Dengan demikian kita harus melindungi perempuan dan anak yang dianggap
lemah oleh masyarakat. Hal itu supaya tidak adanya lagi kekerasan yang ada.
Luka dan trauma disembuhkan. Para korban kekerasan pun akan terbuka dan
bersuara dengan apa yang mereka alami.
Budaya yang sudah dibangun menjadi suatu ciri khas bagi masyarakat
tertentu tak ubahnya menjadi nilai lebih untuk dijaga kelestariannya. Tujuannya
tak lain untuk memelihara suasana yang nyaman dan tentram serta rukun terkait
dengan budayanya sendiri walau pun kemajuan zaman sudah terealisasikan tak
lantas budaya sendiri dilupakan. Selaama budaya tersebut membentuk masyarakat
memiliki harga diri dan tidak merugikan maka perlu dijaga dan dijunjung.
DAFTAR PUSTAKA
Hayati, Ika U. (2019). Unggah Ungguh dalam Bahasa Jawa yang Kian Terlupa.
Yogyakarta. https://etnis.id/unggah-ungguh-dalam-
bahasa-jawa-yang-kian-terlupa/
CNN Indonesia. 2018. Agar Perempuan Terhindar dari Kekerasan. Diakses pada
https://www.cnnindonesia.com/gaya-hidup/20181206121647-284-351575/
agar-perempuan-terhindar-dari-kekerasan