Anda di halaman 1dari 8

CARA PANDANG PANCASILA DALAM GENERASI MILENIAL

DOSEN PENGAMPU :
DR. AGUSTINUS W. DEWANTARA, S.S., M.HUM.

DISUSUN OLEH :
SEPTIANA INDAH AYU WULAN DARI
4305019021

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM


PROGRAM STUDI D-III FARMASI
UNIVERSITAS KATOLIK WIDYA MANDALA MADIUN
Jl. Manggis No. 15-17 Madiun Telp (0351) 453328
TAHUN 2019/2020

1
2

Abstrak
Pancasila merupakan sebuah ideologi dasar dari Negara Indonesia, yang
merupakan hasil dari rumusan dan pemikiran para pahlawan yang telah berjasa
dalam penyusunan pancasila. Berbagai perdebatan telah terjadi dalam penyusunan
perumusan pancasila. Pada generasi milenial atau para pemuda – pemudi ini
sungguh sudah tidak menghargai apa yang dilakukan pendahulu kita dulu, sudah
susah payah mendirikan sebuah Negara tetapi tidak mengamalkannya dengan baik
dikehidupan sehari – hari. Sehingga kita sebagai generasi penerus bangsa ini harus
bisa bertanggung jawab untuk bisa mempertahankan jiwa – jiwa yang
berpancasila.

Kata Kunci :
Pancasila, Negara, Generasi milenial.

ISI
Pada saat ini atau zaman – zaman sekarang para pemuda pemudi atau
penerus bangsa ini banyak kemungkinan lupa akan nilai – nilai dalam pancasila.
Bahkan ada juga yang lupa melafalkan 5 bunyi sila pancasila. Coba kalian
tanyakan kepada teman anda sebutkan 5 sila pancasila dalam acak, pasti akan lupa
atau berpikir terlalu lama. Mengapa itu harus terjadi ?. padahal pancasila itu
adalah dasar Negara atau fondasi suatu Negara. Misal jika ingin mendirikan
sebuah rumah maka yang utama itu harus memiliki fondasi. Jika tidak, maka
rumah itu akan roboh atau tidak bisa berdiri dengan kokoh. Maka dari itu kita
harus mengamalkan nilai – nilai pancasila dalam kehidupan sehari – hari. Tetapi
lagi – lagi zaman sekarang tidak memiliki jiwa – jiwa berpancasila.
Generasi milennial merupakan mereka yang lahir antara tahun 1980an
sampai dengan tahun 2000an, dimana mereka sudah terbiasa dengan dunia
modern dan teknologi yang canggih bahwa merekapun merupakan generasi di
usia produktif. Sekarang saja anak muda atau anak sekolah sudah menggunakan
handphone itu juga sudah menjadi kebutuhan pokok atau harus wajib ada.
Generasi milenial ini cenderung menginginkan sesuatu yang instan, semuanya
3

harus serba ada. Dampak dari situ mereka cenderung acuh tak acuh terhadap
lingkungan sosial, perkembangan berita politik, bahkan mereka (anak muda)
mengejar nilai-nilai kebebasan. Memang benar Indonesia menganut sistem Negara
demokrasi. Arti demokrasi juga adalah dimana semua warga Negara memiliki hak
setara dalam pengambilan keputusannya dalam hidup atau dengan alasan lainnya
adalah demokrasi menyembah altar “kebebasan”. (Dewantara, 2017:23) Tetapi
Indonesia menganut sistem demokrasi pancasila dimana demokrasi khas
Indonesia yaitu demokrasi yang didasarkan dengan demokrasi gotong royong.
Pada saat ini teknologi sudah mulai berkembang dengan cepat. Mulai
dari internet kita bisa mencari informasi-informasi yang belum kita ketahui,
dengan tambahan jaringan yang sangat lancar, kita bisa berselancar di internet
dengan sangat cepat tanpa kendala apapun. Dengan bermunculannya media sosial
yang sangat banyak mulai dari facebook, twiter, instagram, whatsapp, dan lain
sebagainya.
Bermunculannya teknologi yang sangat canggih itu banyak sekali
dampak-dampak yang ditimbulkan terhadap kehidupan sosial yang ada di
lingkungan masyarakat. Masyarakat cenderung memikirkan diri sendiri
dibandingkan dengan lingkungan sekitar dan jarang bersosialisasi, khususnya di
daerah perkotaan. Coba kalian sehari tanpa internet tanpa peralatan-peralatan
modern, pastinya akan susahkan. Dan dampak dari internet ini juga banyak
oknum yang menyalahgunakanya.
Belakangan ini banyaknya berita-berita hoaks atau berita bohong yang
meyebar. Dampak dari penyebaran hoaks dapat melemahkan nilai pancasila,
dimana hoaks dapat berhasil mengirimkan gelombang kebencian yang
mengancam keutuhan bangsa dan Negara. Apalagi menyangkut dengan isu
SARA. Kebanyakan masyarakat tidak tahu apakah itu berita benar atau bohong.
Dilihat dari tahun ini adalah tahun politik, dimana semua itu telah menggunakan
berita hoaks. Masyarakat mudah terprovokasi dari pihak-pihak para elite politik.
Sehingga kita sebagai penerus bangsa di zaman modern ini agar bisa menyaring
informasi dengan cermat dan teliti dengan benar. Ingat kita harus bijak dengan
adanya berita-berita di media sosial. Jangan mudah terprovokasi. Dengan adanya
4

sosial media dan internet ini dapat menjadikan hal-hal yang positif salah satunya
mendekatkan yang jauh, dimana ada teman yang tinggal berbeda pulau akhirnya
menjadi dekat dengan adanya komunikasi.
Negara Indonesia merupakan Negara yang sangat besar yang memiliki
wilayah yang sangat luas mulai dari Sabang sampai Merauke dengan memiliki
banyak jumlah penduduk sebesar 264 juta jiwa yang merupakan peringkat
terbesar keempat didunia (sumber sejak april 2019). Bangsa Indonesia juga
memiliki hasil sumber daya alam yang melimpah, dimana juga memiliki hasil
tambang yang banyak contohnya saja didaerah Papua. Indonesia juga memiliki
banyak suku, bangsa, ras, maupun agama yang bermacam – macam. Sehingga
sejak dulu bangsa Indonesia menerapkan sifat gotong royong. Iya, Indonesia
sudah dikenal banyak dunia dengan memiliki sifat yang ramah dan gotong
royongnya.
Sejak dahulu Soekarno pernah mengusulkan Pancasila sebagai dasar
Negara (Notosusanto, 1977:17). Soekarno bahkan merangkum Pancasila dalam
satu nilai: “gotong royong” atau yang disebutnya sebagai Ekasila. “kita
mendirikan Negara Indonesia, yang kita semua harus mendukungnya. Semua buat
semua! Bukan Kristen buat Indonesia, bukan Islam buat Indonesia, bukan
Hadikoesoemo buat Indonesia, bukan Van Eck buat Indonesia, bukan Nitisemito
yang kaya buat Indonesia, tetapi Indonesia buat Indonesia, semua buat semua!
Jikalau saya peras yang lima menjadi tiga, dan yang tiga menjadi satu, maka
dapatlah saya satu perkataan Indonesia yang tulen, yaitu perkataan ‘gotong
royong’. Negara yang kita dirikan haruslah Negara gotong royong!” (sekretariat
Negara Republik Indonesia, 1995:82).
Sekarang nilai gotong royong di Indonesia mulai memudar pada era
globalisasi ini. Banyaknya pemikiran-pemikiran bangsa barat yang masuk. Seperti
halnya pada para pemuda-pemudi sekarang ini dengan cara berpakaian yang tidak
sopan meniru-niru budaya barat, lebih mementingkan diri sendiri atau ingin lebih
menonjolkan bahwa dia berada di atas, tidak memiliki belas kasih kepada orang
yang membutuhkan, bersikap kurang sopan terhadap yang lebih tua.
5

Abdurahman (2007:1) dalam penelitiannya mengatakan bahwa dewasa


ini nilai untuk mengutamakan kepentingan masyarakat dan Negara dalam
semangat gotong royong serta kebersamaan diletakkan di tempat yang jauh lebih
rendah daripada kepentingan individual dan golongan. Rochmadi (2011:5) juga
menemukan bahwa dewasa ini nilai gotong royong yang pernah didengungkan
Soekarno mulai memudar di perkotaan, tetapi secara kasuistik masih ada di
wilayah pedesaan. Nilai kebersamaan mulai luntur dan berganti dengan
penghormatan secara berlebihan kepada individu. (Dewantara, 2017:107).
Faktor lainnya juga berada di lunturnya kepedulian masyarakat terhadap
lingkungan sekitar. Sebagai contohnya pada saat ini mungkin sudah tidak ada lagi
yang namanya ronda malam yang dilakukan bapak-bapak. Mereka memilih jalan
yang lebih cepat dan tidak ribet yaitu dengan mempekerjakan satpam atau security
di sekitar lingkungan untuk menjaganya. Ada juga dulu setiap hari minggu
diadakan kerja bakti untuk membersihkan lingkungan sekitar dengan dilakukan
bersama-sama, disitulah masyarakat bisa bersosialisasi dengan para tetangga,
berbincang-bincang, canda tawa, begitulah yang dinamakan gotong royong.
Tetapi saat ini kegiatan kerja bakti sudah jarang dilakukan. Maka dari itu untuk
menghindari terkikisnya budaya gotong royong kita harus menjaganya dengan
tidak berpikir secara individualisme, diperlukannya kegiatan yang sifatnya bisa
menghidupkan kembali semangat gotong royong.
Banyak peristiwa-peristiwa terjadinya penyimpangan nilai-nilai dalam
pancasila pada generasi millennial ini. Yang pertama pada sila pertama yang
berbunyi “ketuhanan yang maha esa” dimana isu agama ini sangatlah yang paling
sensitif. Sekarang banyak sekali gerakan separatis atau terorisme yang memiliki
tujuan sendiri dengan melepaskan diri dari suatu ikatan Negara, dan gerakan
tersebut mengatasnamakan tuhan maupun agama, sebagai contoh pengeboman di
tempat-tempat ibadah yang menelan banyak korban, dan hilangnya sikap toleransi
terhadap agama lain. Sejarah Indonesia dan dunia bahkan mencatat betapa besar
andil agama dalam membakar kebencian, meniupkan kecurigaan, membangkitkan
salah pengertian, dan mengundang konflik (Haryatmoko, 2010: 82). Haryatmoko
(2010:82-83) bahkan mengatakan bahwa agama justru kerap kali memberikan
6

landasan ideologis dan pembenaran simbolis bagi aneka konflik. Alih-alih


memecahkan masalah bangsa, Pendidikan Agama justru menjadi bagian dari
masalah ketika fanatisme agama kerap kali menjadi sumber konflik. Pendidikan
Agama yang eksklusif tersebut ternyata belum memekarkan semangat hidup
bersama yang seharusnya mengembangkan dimensi inklusivitas. (Dewantara,
2015:641)
Sudah sejak dulu, pada saat sidang perumusan pancasila juga terjadi
perdebatan antara golongan islam dan nasionalis. Hal ini setidaknya tampak dari
seringnya soekarno menyebut kedua golongan ini dalam pidatonya. Bahwa pada
kaum islam berpendapat bahwa seharusnyalah agama islam menjadi dasar Negara
mengingat besarnya jumlah penduduk yang beragama islam di Indonesia.
Sebaliknya, kaum nasionalis menghendaki agar Negara tidak mendasarkan diri
pada agama tertentu. (Dewantara, 2017:75-77). Dilansir dari berita, generasi muda
atau usia remaja menjadi target atau sasaran radikalisme. Untuk membentengi
berkembangnya radikalisme dan terorisme dunia pendidikan harus mampu
menanamkan nilai-nilai pancasila, bukan memaksanya.
Yang kedua pada sila “ kemanusiaan yang adil dan beradab” contohnya
sekarang ini banyak sekali pembunuhan yang dilakukan secara sadis dimana para
korban adalah keluarganya sendiri (anak membunuh ibu kandungnya sendiri) tak
segan-segan setelah dibunuh jasad korban biasanya di cor dibangunan rumah,
selain itu ada juga kasus pencabulan atau kekersan terhadap anak dibawah umur.
Sungguh sekarang orang-orang tidak memiliki jiwa-jiwa kemanusiaan.
Yang ketiga pada sila “persatuan Indonesia” banyak terjadinya
kerusuhan antar suku. Kerusuhan Ambon, Poso, Sambas, Konflik aceh, Papua,
dan berbagai aksi anarkis menjadi tantangan bersama bagi terwujudnya nilai
gotong royong (Selamat, 2009:2). Baru baru ini terjadinya unjuk rasa dan
kerusuhan Papua untuk menyikapi peristiwa penangkapan sejumlah mahasiswa
asal Papua oleh aparat kepolisian dan tentara di beberapa tempat di Jawa Timur.
Yang keempat pada sila “ kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat dan
kebijaksanaan dalam permusyawaratan perwakilan” sebagai contohnya
ketidakadilan di bidang hukum. Yang sedang terkenalnya pada tahun ini adalah
7

adanya pasal-pasal kontroversial RUU KUHP dan RUU KPK seperti pasal bagi
korupsi hanya dipidana selama 2 tahun. Dan tentang dimana RUU KPK yang
dianggap akan melemahkan peran KPK yang bertugas untuk memberantas
korupsi. Sehingga para mahasiswa ramai-ramai turun ke jalan untuk menolak
RUU KUHP dan RUU KPK.
Yang kelima pada sila “keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia”
masalah dari sila ke 5 adalah adanya ketidakadilan terhadap pendidikan. Seperti
kurangnya tenaga pendidikan atau tidak tersentuhnya fasilitas pendidikan di
daerah daerah yang ada di pedalaman atau perbatasan. Pemerintah lebih
memprioritaskan pada daerah-daerah yang maju saja. Ada juga tentang dimana
banyak para koruptor menyebar dikalangan para elite politik, yang mengorupsi
uang Negara dimana itu uang rakyat yang dinilai tidak memiliki rasa kebangsaan
karena mengutamakan kepentingan pribadi.
Sebaiknya apabila kita sudah tahu apa yang akan terjadi jika kita
melupakan nilai-nilai yang terkandung dalam pancasila dan menyebabkan
masalah-masalah yang kita hadapi sehari-hari seperti diatas. Maka sebagai
generasi milenial kita harus membentengi paham-paham yang bertentangan
dengan pancasila. Dengan menumbuhkan sikap yang berpancasila, menjaga dan
memelihara nilai-nilai pancasila.
Berangkat dari persoalan terkikisnya nilai-nilai pancasila. Komunitas
Pancasila Muda kemudian mencari solusi untuk menanamkan kembali nilai-nilai
pancasila kepada generasi pancasila. Caranya adalah melalui sekolah Pancasila
yang disesuaikan perkembangan zaman. Dedi Triadi, selaku kepala sekolah
Pancasila Muda mengatakan, sekolah pancasila ini untuk memancing kepedulian
generasi milenial agar menjaga pancasila dan ber-media sosial secara bijak.
(sumber:https://m.liputan6.com/news/read/4085298/sekolah-pancasila-cara-
ampuh-tanamkan-nilai-pancasila-ke-generasi-milenial)
Bukan hanya itu saja, para generasi penerus bangsa ini juga diharapkan
dapat menyebarkan nilai-nilai pancasila melalui media sosial dengan membuat
konten-konten yang positif dan dapat melestarikan sifat yang gotong royong khas
Indonesia.
8

Daftar Pustaka

Dewantara, A. (2017). Diskursus Filsafat Pancasila Dewasa Ini.

Dewantara, A. W. (2015). Pancasila Sebagai Pondasi Pendidikan Agama Di


Indonesia. CIVIS, 5(1/Januari).

https://m.liputan6.com/news/read/4085298/sekolah-pancasila-cara-ampuh-
tanamkan-nilai-pancasila-ke-generasi-milenial

Anda mungkin juga menyukai