Essai ini menyoroti tentang lunturnya keramahtamahan sebagai karakteristik dan jati
diri Bangsa Indonesia. Peningkatan kembali keramahtamahan kepada Bangsa Indonesia
merupakan suatu agenda pembangunan manusia yang merupakan bagian dari pembangunan
nasional menghadapi tantangan global masa depan. Penulis di dalam essai ini mengangkat
silaturahmi sebagai upaya untuk meningkatkan kembali eksistensi keramahtamahan tersebut.
Silaturahmi dapat diwujudkan dari hal kecil dengan membudayakan 3S (Salam, Sapa,
Senyum) hingga perayaan hari-hari besar agama sebagai momentum terbesar silaturahmi.
Silaturahmi yang dapat diwujudkan dalam kehidupan sehari-hari akan menampakkan
keramahtamahan dari Bangsa Indonesia. Kehidupan bermasyarakat yang selalu diiringi
dengan keramahtamahan akan menciptkan suasana batin yang sejahtera. Hal inilah realisasi
“kesejahteraan umum” sebagai dari tujuan dari pembangunan nasional yang diamanatkan
dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
Penulis juga mendorong kepada Pemerintah sebagai elemen yang memiliki fungsi
sentral untuk berupaya mengembalikan keramahtamahan Bangsa Indonesia.. Peran
Pemerintah tersebut dapat diwujudkan melalui pendidikan untuk melahirkan generasi muda
yang berkarakter ramahtamah, pemerintahan untuk menciptakan kehidupan birokrasi yang
bersahaja, serta memastikan bahwa segala pelayanan umum yang ada dapat mengembangkan
keramahtamahan dalam memberikan pelayanan publik.
1
Ery Wijaya. 2010. Masihkah Indonesia Negara yang Ramah?.
https://erywijaya.wordpress.com/2010/11/20/masihkah-indonesia-negara-yang-ramah/ . [25 Mei 2015].
father kita Ir. Soekarno pernah mendeklarasikan bahwa Indonesia merupakan negara yang
disegani bangsa lain karena keramahannya.
Faktanya memang bisa kita lihat zaman sekarang banyak kejadian mahasiswa yang
melakukan demonstrasi berakhir dengan tindakan anarkis, padahal mahasiswa adalah
makhluk yang tidak hanya intelek, tapi juga terdidik. Kericuhan dan perkelahian antar pelajar,
mahasiswa, geng, dan antar suku terjadi di mana-mana. Masyarakat menjadi gampang tersulut
emosinya, mudah bertindak secara anarkis. Selain itu, banyak korupsi di mana-mana padahal
masih ada jutaan orang Indonesia berada di garis kemiskinan, akibat korupsi pula kemiskinan
itu tercipta, dan akan terus memiskinkan rakyat Indonesia. Hal ini dapat membahayakan bagi
jati diri bangsa Indonesia yang terkenal dengan keramahtamahannya, mengingat saat ini
bangsa Indonesia menghadapi Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) sehingga karakteristik
bangsa Indonesia dengan keramhtamhannya itu harus terus dipertahankan untuk menjadi citra
yang baik di dalam pergaulan Internasional. Terkait dengan hai itu, penulis tertarik untuk
membahas hal tersebut melalui esai yang berjudul “Silaturahmi Sebagai Upaya Untuk
Mengembalikan Eksistensi Keramahtamahan Bangsa Indonesia”
B. Pembahasan
Silaturahmi dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia Departemen Pendidikan dan
Kebudayaan (Balai Pustaka) bermakna mengikat atau menyambung tali/hubungan
persahabatan atau persaudaraan. Silaturahmi adalah hubungan kerabat, berupa hubungan
kasih-sayang, tolong-menolong, berbuat baik, menyampaikan hak dan kebaikan, serta
menolak keburukan dari kerabat. Silaturahmi memang identik dengan gaya bahasa Islami,
namun silaturahmi merupakan budaya asli Indonesia yang tidak dapat diartikan sempit hanya
untuk umat Islam. Esensi dari silaturahmi yaitu untuk mempererat tali persaudaraan antar
sesama manusia. Dengan silaturahmi kita bisa dapat memperkuat hubungan sosial antar
sesama dan dapat membangun hubungan yang harmonis sebagai makhluk sosial. Silaturahmi
merupakan bentuk melestarikan budaya yang ada di Indonesia, karena dengan bersilaturahmi
bisa saling menyatukan latar budaya yang ada di daerah sekitas. Silaturahmi membuat hati
kita merasa nyaman, indah dan tenteram karena dengan silaturahmi menjadikan terhindarnya
perpecahan antar sesama saudara, sekelompk orang.
Saat ini masih kurang adanya kesadaran terhadap masyarakat sekitar akan pentingnya
melestarikan kebudayaan yang ada di Indonesia utamanya adalah silaturahmi yang seharusnya
tetap terjaga. Kurangnya silaturahmi antar sesama manusia menyebabkan kurangnya interaksi
antar sesama sehingga mudah pula terpecahnya persaudaraan antar sesama masyarakat
sekitar. Sikap yang terlalu menganggap remeh suatu kebudayaan silaturahmi yang kita punya
dengan aggapan bahwa era modern tidak membutuhkan komunikasi secara langsung cukup
dengan alat komunikasi yang ada, sehingga sifat dasar manusia dalam pola pikirnya sedikit
ada perubahan karena ada campur aduknya budaya Indonesia yang murni dengan kebudayaan
yang dibawa oleh bangsa luar. Tanpa sadar kita menggunakan media sosial dengan
menghabiskan waktu berjam-jam lamanya hanya dengan laptop dan masih duduk manis tanpa
memperdulikan orang lain di sekitar kita. Hal inilah yang membuat turunnya rasa kepeduliaan
kita terhadap lingkungan sekitar. Menurunnya tingkat silaturahmi masyarakat juga sebagai
akibat dari kurang adanya perhatian pemerintah mengenai ajaran pentingnya silaturahim antar
sesama masyarakat sekitar sehingga terbentuknya dan terjalin suatu tali persaudaraan yang
kuat.
Silaturahmi antar sesama manusia dapat diwujudkan dengan berbagai cara baik dalam
lingkungan keluarga, lingkungan pendidikan maupun dalam kehidupan bermasyarakat.
Silaturahmi lingkungan keluarga dapat diwujudkan dengan adanya kegiatan internal dalam
keluarga baik yang dikehendaki maupun yang tidak dikehendaki. Silaturahmi yang
dikehendaki misalnya dengan adanya agenda arisan keluarga, berwisata keluarga maupun
ketika makan malam bersama. Silaturahmi yang tidak dikehendaki misalnya adanya kematian
anggota keluarga sehingga sanak yang jauh berdatangan dan membangun hubungan
kekeluargaan yang erat. Silaturahmi dalam lingkungan pendidikan dapat diwujudkan dengan
adanya kegiatan belajar kelompok/diskusi maupun berorganisasi sehingga terbentuk
hubungan silaturahmi yang baik. Silaturahmi dalam bermasyarakat dapat diwujudkan dengan
adanya kegiatan gotong royong kampung, kegiatan kematian, pernikahan maupun
kepentingan lain dari anggota masyarakat. Silaturahmi dalam masyarakat yang menjadi
momen besar yang selalu ditunggu-tunggu oleh masyarakat sekitar yakni perayaan hari-hari
besar agama, seperti Idul Fitri, Natal, Waisak, Nyepi dan Imlek. Silaturahmi bukan berarti
harus diwujudkan dalam acara-acara besar yang harus mempertemukan kerabat-kerabatnya,
namum dengan kita membisakan budaya 3S (Salam, Senyum, Sapa) merupakan hal kecil
yang bisa menjadi gerbang utama dalam menciptakan hubungan silaturahmi yang berjalan
dengan lebih intensif.
Perayaan hari besar merupakan momen silaturahmi terpenting dan terbesar, serta
selalu ditunggu-tunggu oleh para umat beragama. Tradisi perayaan hari besar merupakan
bentuk untuk menjalin tali silaturahmi dan saling berbagai. Tradisi ini dilakukan diberbagai
lapisan masyarakat, mulai tingkat keluarga, RT, RW, Desa, Kecamatan bahkan open house di
istana kepresidenan. Suatu wujud keindahan silaturahmi dan toleransi antar umat beragama.
Tradisi dalam merayakan hari besar dapat berupa kunjung-mengunjung, yaitu berkunjung ke
orang tua, saudara/famili, tetangga, guru, tokoh, dan sahabat, dari yang dekat hingga yang
jauh. Kebanyakan mereka datang secara rombongan bersama kerabat, atau ada juga yang
sendiri-sendiri. Secara sosiologis kegiatan tersebut sangat efektif untuk memperkokoh ikatan
kekerabatan, menjalin persaudaraan, dan memperkuat hubungan sosial. Ketika bangsa
Indonesia sedang dilanda krisis sosial, sering terjadi konflik horisontal, maka silaturahmi
model ini sangat diperlukan. Silaturahmi yang melibatkan semua unsur masyarakat tanpa
memandang sekat-sekat sosial dan politik, bahkan tradisi agama ini mampu memperkokoh
hubungan sosial. Kegiatan tersebut mampu meredam ketegangan sosial hingga ke masyarakat
bawah. Biasanya ketegangan akibat konflik sosial seperti berebut sumber daya alam dan
ketegangan politik seperti sehabis pilkades, pilkada, dan pemilu berangsur-angsur hilang,
mereka saling memaafkan. Sehabis silaturahmi, perekat-perekat sosial kembali berfungsi,
sistem sosial kembali normal, apalagi sistem sosial pedesaan yang mengutamakan
kekerabatan, guyub, tolong-menolong, dan gotong-royong. Silaturahmi yang selalu
terpelihara dalam kehidupan bermasyarakat akan menciptakan kehidupan sosial dalam
suasana batin yang tenteram dan sejahtera, sehingga hal ini merupakan realisasi dari tujuan
pembangunan nasional dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia
Tahun 1945 yakni kesejahteraan bagi seluruh rakyat Indonesia. Namun yang menjadi ironi
saat ini keindahan silaturahmi tersebut hanya terlihat satu tahun sekali terhadap hari-hari
khusus tersebut, seharusnya nilai-nilai kebersamaan itu harus kita bangun dalam kehidupan
bermasyarakat sehari-hari, sehingga keramahtamahan bangsa Indonesia dapat selalu terlihat
setiap waktu. Oleh karena itu, peran Pemerintah untuk meningkatkan kesadaran generasi
muda dalam bersilaturahmi memiliki peran yang sangat penting. Perlu adanya penanaman jati
diri keramahtamahan generasi muda melalui pendidikan yakni diwujudkan dengan suasana
pendidikan yang ramah, guru yang tidak hanya mentransfer ilmu pengetahuan tetapi juga
membangun jati diri generasi muda sebagai manusia yang ramah. Pembentukan birokrasi
yang tidak hanya diisi orang-orang berintelektual tetapi juga pribadi-pribadi yang ramah dan
sopan. Pemerintah harus mampu membentuk lingkungan yang penuh dengan suasana
keharmonisan dan kehangatan di berbagai tempat umum dan pelayanan publik yang ada,
misalnya di bandara, hotel, terminal, rumah sakit dan lain-lain.
C. Penutup
Pembangunan nasional tidak dapat diartikan secara sempit bahwa pembangunan
tersebut diwujudkan secara materiil (nyata), tetapi unsur terpenting dari pembangunan
nasional yakni pembangunan manusia. Manusia memiliki peran dominan dalam rangka
mewujudkan tujuan dari pembangunan nasional. Pembangunan nasional tidak akan terlaksana
dengan maksimal tanpa memiliki sumber daya manusia yang unggul dan berkarakter.
Indonesia yang dikagumi oleh bangsa lain sebagai bangsa yang ramah merupakan suatu
karakteristik yang membedakan bangsa Indonesia dengan bangsa lain. Namun saat ini di era
modern keramahtamhan bangsa Indonesia mulai tergerus dengan berbagai teknologi yang
memanjakan para remaja yang justru menurunkan kepedulian mereka terhadap lingkungan
sekitar. Hal ini dibuktikan dengan adanya survei dari media Forbes dimana di dalam survei
tersebut Indonesia tidak termasuk dalam 10 negara teramah di dunia. Hal ini sangat ironi
ketika kini kita mulai mempersiapkan diri menghadapi Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA),
tetapi eksistensi keramahtaman yang mejadi ciri khas bangsa Indonesia mulai luntur.
Keramahtamahan dapat diwujudkan dengan adanya silaturahmi untuk memperkuat
hubungan sosial antar manusia. Silaturahmi dapat diwujudkan dalam lingkungan keluarga,
lingkungan pendidikan maupun lingkungan bermasyarakat. Namun saat ini masih kurangnya
kesadaran dari bangsa Indonesia untuk membudayakan silaturahmi sebagai kebudayaan asli
Indonesia. Silaturahmi terkadang hanya diwujudkan sebagai suatu ritual tertentu, misalnya
ketika acara pernikahan, kematian, hajatan maupun perayaan hari-hari besar. Silaturahmi
tersebut minim akan nilai ketika nilai-nilai dari budaya tersebut tidak diaplikasikan dalam
kehidupan sehari-hari. Oleh karena itu, Pemerintah memiliki peran sentral dalam
membudayakan silaturahmi dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. Peran
Pemerintah tersebut dapat diwujudkan dengan menanamkan budaya silaturahmi dan
keramahtamahan dari segala aspek baik dalam pendidikan, birokrasi, di tempat-tempat umum
maupun pelayanan publik yang ada.