ABSTRAK
Indonesia merupakan negara yang memiliki banyak pulau, terdapat 17.504 pulau
dengan kebudayaan yang berbeda-beda. Namun ada suatu hal yang membuat Indonesia dapat
bersatu walaupun berbeda-beda suku, RAS, dan agama. Masyarakat dewasa ini sudah mulai
melupakan dasar-dasar negara Indonesia, masyarakat yang mayoritas tidak menghargai lagi
yang minoritas. Maka dari itu, tujuan dari penulisan ini adalah mengingatkan kembali
masyarakat Indonesia akan 4 pilar bangsa Indonesia, salah satunya adalah Bhineka Tunggal
Ika yang mulai memudar. Penelitian ini menggunakan metodologi penelitian kajian pustaka
yang di dapat dari buku dan jurnal. Hasil yang dapat disimpulkan dari penelitian ini adalah
konflik-konflik yang berkenaan dengan unsur agama yang dapat memecahbelah integrasi
bangsa Indonesia.
Kata kunci: Bhineka Tunggal Ika, Integrasi Bangsa Indonesia, Konflik Agama.
PENDAHULUAN
Masalah agama bukan suatu hal yang baru bagi bangsa Indonesia, sejak dulu kelompok
mayoritas selalu ingin menguasai kelompok minoritas. Di Indonesia sendiri desas desus
pembentukan negara islam sudah ada sejak Indonesia masih menyusun struktur negara. Namun
kala itu presiden pertama Indonesia menolak pembentukan negara islam karena tidak ingin
Indonesia terpecah belah dan juga Soekarno ingin membentuk suatu negara yang dilandaskan
dengan ciri khas bangsa Indonesia yaitu gotong royong, toleransi, dan saling menghargai. Dari
situ lah muncul semboyan Bhineka Tungga Ika.
Bhinneka Tunggal Ika adalah moto atau semboyan bangsa Indonesia yang tertulis pada
lambang negara Indonesia, Garuda Pancasila. Frasa ini berasal dari bahasa Jawa Kuno yang
artinya adalah “Berbeda-beda tetapi tetap satu”. Jika diterjemahkan per kata, kata bhinneka
berarti "beraneka ragam". Kata neka dalam bahasa Sanskerta berarti "macam" dan menjadi
pembentuk kata "aneka" dalam Bahasa Indonesia. Kata tunggal berarti "satu". Kata ika berarti
"itu". Secara harfiah Bhinneka Tunggal Ika diterjemahkan "Beraneka Satu Itu", yang bermakna
meskipun beranekaragam tetapi pada hakikatnya bangsa Indonesia tetap adalah satu kesatuan.
Semboyan ini digunakan untuk menggambarkan persatuan dan kesatuan Bangsa dan Negara
Kesatuan Republik Indonesia yang terdiri atas beraneka ragam budaya, bahasa daerah, ras,
suku bangsa, agama dan kepercayaan. Kalimat ini merupakan kutipan dari sebuah kakawin
Jawa Kuno yaitu kakawin Sutasoma, karangan Mpu Tantular semasa kerajaan Majapahit
sekitar abad ke-14. Kakawin ini istimewa karena mengajarkan toleransi antara umat Hindu
Siwa dengan umat Buddha.
Memudarnya Bhineka Tunggal Ika dikarenakan beberapa faktor, karena (1)
masyarakat merasa paling benar, tidak memedulikan ideologi negara dan malah menggunakan
ideologi sendiri yang dianggap ‘benar’. (2) adanya budaya asing yang terselubung, tidak bisa
dipungkiri bahwa globalisasi sudah menjamah masyarakat Indonesia, jika masyarakat yang
tidak mempunyai benteng yang kuat maka masyarakat tersebut akan terbawa oleh arus
globalisasi. (3) karena sumber daya manusia yang tidak tepat sasaran, Indonesia mempunyai
bermacam-macam orang yang berbeda-beda tetapi pengelolaan sumber daya manusia tersebut
hanya di kelola berdasarkan tradisi, agama, suku, bahasa dan budaya yang sama. (4) rasa
patriotisme yang menurun, masyarakat sudah lupa akan sejarah dan pahlawan bamgsa yang
sudah berguguran demi kemerdekaan Indonesia. Seharusnya masyarakat lebih sadar dan
mengingat-ingat kembali pada masa itu maka Bhineka Tunggal Ika tidak akan luntur. (5) rasa
kedisiplinan masyarakat yang masih minim. (6) cara musyawarah untuk mencapai mufakat
telah lama di tinggalkan. Jalannya musyawarah sudah jarang dilakukan oleh masyarakat
Indonesia dan mengambil jalan tercepat untuk mencapai mufakat. Dan (7) pendidikan moral
pancasila yang tidak maksimal. Kurangnya pendidikan pancasila yang dilaksanakan di setiap
tingkat pendidikan, murid hanya mempelajari teori-teori saja tetapi tidak mengaplikasikannya
kedalam lingkungan masyarakat.
Dewasa ini perpecahan bukan diakibatkan oleh masalah-masalah yang saifatnya fisik,
tetapi zaman sekarang masyarakat dengan mudah di adu dombakan dengan unsur-unsur SARA
yang tersebar dengan cepat di media sosial. Imbasnya adalah mereka yang tidak memiliki
pengetahuan yang cukup akan sangat di pengaruhi oleh hal-hal tersebut, umumnya masyarakat
yang menengah kebawah. Masyarakat harus lebih pandai lagi dalam menyerap informasi yang
beredar di media sosial, tidak semua yang ada di internet benar. Ini adalah tugas pemerintah
juga dalam menegakan penyebaran hoax di media sosial agar tidak ada lagi masyarakat yang
mundah terprovokasi dan terjadi perpecahan didalam masyarakat Indonesia.
METODOLOGI PENELITIAN
Metodologi yang penulis gunakan adalah deskriptif kuantitatif yaitu dengan kajian
pustaka yang didapatkan dari buku dan journal yang dapat diakses melalui internet dari data-
data yang didapat dianalisis mengapa Bhineka Tunggal Ika menjadi ciri khas bangsa Indonesia
dan diberikan solusi atas isu-isu yang dapat mengancam atau melunturkan Bhineka Tunggal
Ika.
SIMPULAN
Bangsa Indonesia adalah bangsa yang besar. Bangsa yang terdiri dari berbagai macam
suku, budaya, ras, kesenian, bahasa, agama, dan adat istiadat yang menjadi aset kebudayaan
nasional. Berbagai keberagaman unsur budaya tersebut tercantum dalam semboyan bangsa
Indonesia yaitu Bhineka Tunggal Ika. Keadaan tersebut menjadikan sebuah identitas atau jati
diri bangsa Indonesia yang harus diwujudkan demi tercapainya persatuan dan kesatuan bangsa
Indonesia.
Dengan adanya keberagaman sebagai corak pluralitas, Bangsa Indonesia khususnya
masayarakat harusnya menyadari dan menjadikan hal tersebut sebagai penguat dalam
berkehidupan. Membina identitas bangsa yang berpedoman Bhineka Tunggal Ika juga
memerlukan upaya yang berkesinambungan serta berkaitan dengan berbagai aspek.
Kedudukan seseorang sebagai warganegara Indonesia tidak mengenal diskriminasi, kehidupan
bersama yang penuh toleransi dan menghindari berbagai perasaan curiga satu dengan yang lain
atau tidak adanya trust di dalam kehidupan bersama, kemampuan dan keinginan untuk melihat
perbedaan antar suku bukan sebagai hal yang memisahkan di dalam kehidupan dan pergaulan
sehari-hari bahkan lebih mempererat dan memperjaya kehidupan dan kebudayaan nasional. Ini
dikarenakan dalam era globalisasi sekarang ini setiap bangsa ingin menonjolkan identitas
bangsanya agar lebih dikenal di mata dunia.
Selain itu, adanya dukungan dari beberapa pihak seperti media masa, pendidikan di
sektor formal maupun informal juga harus turut andil dalam menciptakan bibit-bibit generasi
muda yang mencintai bangsanya. Janganlah sibuk untuk mencari alasan bagaimana makna
Bhineka Tunggal Ika itu luncur atau pun musnah, apalagi adanya beberapa isu di berbagai
media masa yang menghantam makna Bhine Tunggal Ika yang kian hilang juga hendaknya
ditekan. Yang perlu kita lakukan adalah mengembalikan sebuah makna terpenting dari bhineka
Tunggal Ika yang menjadi semboyan bangsa Indonesia. Jangan pula kita baru tersentak jika
baru terkena musibah pengambilan budaya atau pengambilan unsur-unsur budaya yang
dilakukan oleh negara lain terhadap Indonesia. Sudah seharusnya, kuatkan benteng Bhineka
Tunggal Ika agar terwujud integrasi bangsa Indonesia.
Sudah saatnya kita memaknai atau mentransformasikan kembali nilai-nilai Bhineka
Tunggal Ika berdasarkan kondisi kekinian. Jangan jadikan nilai-nilainya sebagai dogma atau
doktrin kaku yang tidak bisa mengikuti perkembangan Jaman. Doktrinisasi nilai-nilai Bhineka
Tunggal Ika semata tanpa disertai praktek dalam kehidupan berbangsa jelas hanya akan
menjadikannya sebagai nilai kuno semata. Bukan saatnya lagi Bhineka Tunggal Ika hanya
dihadirkan sebatas simbol semata tanpa kita berusaha mengisinya dan memperkaya makna
yang dikandungnya.
DAFTAR PUSTAKA
Abdul Rozak, A., dan Ubaidillah, dkk. 2003. Pancasila, Demokrasi, HAM, dan Masyarakat
Madani. Jakarta: ICCE
Nurwardani, P. 2016. Pendidikan Kewarganegaraan Untuk Perguruan Tinggi. Jakarta:
Direktorat Jendral Pembelajaran dan Kemahasiswaan Kementrian Riset, Teknologi,
dan Pendidikan Tinggi Republik Indonesia.
Sumasni, Nunik., dan Tangguh Sutjaksono. 2012. Sejarah Dan Makna Semboyan Bhinneka
Tunggal Ika. Jakarta: mediakata.
Suparlan, Parsudi. 2003. Bhinneka Tunggal Ika: Keanekaragaman Sukubangsa atau
Kebudayaan?. Jakarta: Universitas Indonesia.
Suprapto. 2005. Empat Pilar Kehidupan Berbangsa dan Bernegara. Jakarta: LPPKB.