Anda di halaman 1dari 5

e.

Pembelajaran 5
1. Tujuan Materi Pembelajaran
Materi pembelajaran ini bertujuan untuk memberi pengetahuan kepada mahasiswa agar
dapat menjelaskan bahwa identitas nasional bangsa Indonesia dalam perjalannan sejarahnya
juga menghadapi berbagai macam tantangan, baik yang bersifat eksternal maupun yang
bersifat internal sebagai ujian terhadap kekuatan idenitas tersebut.

2. Materi Pembelajaran : Tantangan Terhadap Identitas Nasional


2.1. Tantangan Yang Dihadapi Identitas Nasional Bangsa Indonesia

a. Tantangan Yang Bersifat Eksternal


Secara dramatis, masyarakat berbagai penjuru dunia sedang di transformasikan oleh
globalisasai (George Ritzer, 2004: 587). Globalisasi memiliki grand effect terjadinya perubahan
sosial yang dapat menggerakkan seseorang atau sekolompok orang atau satu negara yang
saling membutuhkan serta menghubungkan. Alasannya karena globalisasi mampu
mempengaruhi kehidupan manusia dalam berbagai bidang atau aspek kehidupan (Martin Wolf,
2007:10).
Salah satu faktor penyebab globalisasi tidak terlepas dari kemajuan ilmu pengetahuan
dan teknologi. Disamping faktor penyebab tentunya ada dampak yakni mempermudah budaya
asing untuk masuk ke dalam suatu negara. Namun tidak semua budaya asing yang masuk
ditafsirkan sebagai dampak negative bagi suatu negara. Budaya asing yang masuk akan
membawa dampak positif jika suatu negara mampu bertahan dengan landasan dasar
kehidupannya.
Kini bangsa Indonesia dihadapkan pada tantangan-tantangan yang cenderung
mengantarkan situai yang bersifat desintegratif dan mengancam eksistensi bangsa dan negara
kesatuan yang berideologikan Pancasila. Tantangan yang cenderung bersifat centrifugal
bersumber pada factor eksternal maupun internal dengan implikasi yang mengaburkan identitas
nasional bangsa Indonesia. Tantangan eksternal bersumber pada berkembangnya proses
globalisasi yang melahirkan neoliberalisme dan kapitalisme yang mengejawantah dalam
adagium borderless world atau one world development melalui berbagai kesepakatan yang
dituangkan dalam konfrensi internasional seperti GATT, WTO, APEC, AFTA dan sebagainya.
Fenomena globalisasi yang melahirkan neoliberalisme dan kapitalisme dapat
mmenembus batas-batas geografis antar negara. Dengan demikian, globalisasi dapat
menggoyang identitas nasional suatu bangsa melalui tekhnologi informasi dan telekomunikasi
yang super canggih yang akan menyentuh seluruh sendi kehidupan secara ekstensif dan pada
gilirannya merubah budaya secara intensif.

b. Tantangan Yang Bersifat Internal


Tantangan internal merupakan konsekwensi logis dari runtuhnya orde baru yang
secara otoriter selama 32 tahun menegakkan persatuan dan kesatuan bangsa melalui
pendekatan militerisme, sehingga memasung hak-hak asasi setiap warganegara melalui suatu
kebijakan yang justru bertentangan dengan konstitusi. Runtuhnya kekuasan otoriter Orde Baru
telah mendorong pendulum dari kutub keterpasungan demokrasi menuju kebebasan demokrasi.
Namun, kebebasan demokrasi tidak didukung kedewasaan mental dan cara berpikir
sebagian besar masyarakat Indonesia, sehingga akhirnya menjurus kearah anarkhi. Demokrasi
yang pada awalnya ingin menghadirkan kebebasan, akhirnya menjadi kebablasan. Ekses-ekses
demokrasi yang kebablasan itu dapat dilihat dalam pelaksanaan pilkada.
Salah satu hal yang paling diinginkan setelah terjadinya reformasi ialah berlakunya
otonomi daerah yang diharap dapat mengakomodir aspirasi masyarakat di daerah. Tetapi, pada
kenyataannya otonomi daerah semakin hari hari semakin mengarah kedisintegrasi dan
kerancuan dalam memahami arti serta makna identitas nasional itu sendiri.
Bangsa Indonesia sebagai salah satu bangsa dari masyarakat internasional, memiliki
sejarah serta prinsip dalam hidupnya yang berbeda dengan bangsa-bangsa lainnya di dunia.
Tatkala bangsa Indonesia berkembang menuju fase nasionalisme modern, diletakkan prinsip-
prinsip dasar filsafat sebagai suatu asas dalam hidup berbangsa dan bernegara. Keberlanjutan
negara ini terletak di tangan generasi penerus yang akan meneruskan nilai-nilai yang
diwariskan oleh nenek moyang. Agar pemberdayaan warisan nilai-nilai tersebut tetap
bermakna, maka selalu harus relevan dan fungsional bagi kondisi aktual yang sedang
bekembang dalam masyarakat.
Perlu disadari bahwa bangsa Indonesia saat ini hidup pada abad 21, yaitu zaman baru
yang juga sarat dengan nilai-nilai baru yang tidak saja berbeda, tetapi juga bertentangan
dengan nilai-nilai lama sebagaimana yang diwariskan oleh nenek moyang bangsa Indonesia.
Pada zaman baru manusia semakin sadar untuk berfikir dan bertindak lebih agresif dan logis.
Setiap masalah akan diselesaikan secara rasional dan obyektif. Bahkan, kesahihan nilai-nilai
itu dikritisi dan dipertanyakan berdasarkan visi dan harapan masa depan yang lebih baik.
2.2.Upaya Mempertahankan Identitas Nasional.
Identitas nasional pada hakekatnya merupakan manifestasi nilai-nilai budaya yang
tumbuh dan berkembang dalam berbagai aspek kehidupan suatu bangsa dengan cirri-ciri khas
tertentu yang berbeda antara satu bangsa dengan bnagsa yang lain. Dalam konteks negara
Indonesia sebagai negara yang terdiri dari beribu-ribu pulau (13.667 pulau) dengan 358 suku
bangsa yang berbeda-beda, baik dalam penganutan dan pengamalan agama, mitos, tradisi,
bahasa dan kehidupan kondisi sosialnya.
Nilai-nilai yang bermacam-macam inilah kemudian “dirakit dan dihimpun” menjadi satu
kesatuan yang berbentuk kebudayaan nasional yang mengacu kepada Pancasila. Dalam
kehidupan bernegara, akhirnya satu kesatuan itu menjelma menjadi “Bhineka Tunggal Ika”,
yang artinya berbeda-beda tetapi tetap satu. Bhineka Tunggal Ika inilah yang kemudian
menjadi perekat bagi persatuan dan kesatuan seluruh komponen bangsa.
Faham kebangsaan sesungguhnya tidak lahir begitu saja, melainkan melalui berbagai
pergerakan yang berwawasan parochial seperti Budi Oetomo (1908) yang berbasis subkultur
jawa, Serikat Dagang Islam (1911) yaitu kaum entrepreneur Islam yang bersifat ekstrovet dan
politis, Muhammadiyah (1912) dari subkultur Islam modernis yang bersifat introvert dan sosial,
Indische Party (1912) dari subkultur indo Belanda, Indo Cina, Indo Arab dan Indonesia asli yang
mencerminkan elemen politis nasionalisme non rasial yang berselogan “tempat yang member
nafkah yang menjadikan Indonesia sebagai tanah airnya”. Masih banyak lagi pergerakan-
pergerakan lain dengan tujuan pembentukannya masing-masing.
Dalam catatan sejarah yang tidak kalah pentingnya adalah lahirnya Sumpah Pemuda
(1928) yang merupakan gabungan dari subkultur etnis seperti Jong Java, Jong Slebes, Jong
Ambon, Jong Sumatera dan sebagainya, melahirkan pergerakan yang inklusif yaitu pergerakan
nasionalisme yang berjati diri Indonesia.
Dalam pidatonya 1 Juni 1945 di forum BPUPKI Bung Karno mensitir ajaran Ernest
Renan dan Otto Bauer tentang pengertian bangsa yang ditambahkan dengan unsure geopolitik
menegaskan, bahwa :suatu nation state Indonesia harus kita bentuk atau kita
wujudkan”….bangsa Indonesia ialah seluruh manusia-manusia yang menurut geopolitik yang
telah ditentukan oleh Allah swt tinggal dikesatuan semua pulau-pulau Indonesia dari ujung
Pulau Sumatera sampai Irian. Seluruhnya”.
Dari keanekaragaman subkultur yang ada di Indonesia, maka terkriistalisasi suatu Core
Culture yang kemudian menjadi basis eksistensi negara Indonesia yaitu Nasionalisme. Dengan
kata lain. Hakekat, identitas nasional Untuk tetap menjaga keutuhan identitas nasional bangsa
Indonesia ada beberapa hal yang dapat dilakukan diantaranya:
1. Mempererat persatuan dan kesatuan dengan tetap menjaga silahtuahmi dengan sesama,
tidak besikap individualisme, apabila ada orang yang mebutuhkan bantuan kita
menolongnya dengan ikhlas, karena sejatinya kita adalah makhluk sosial yang pasti sangat
membutuhkan bantuan orang lain di dalam menjalankan sebuah kehidupan bermasyarakat.
2. Mempererat persatuan dan kesatuan dengan tetap menjaga silaturrahmi dengan sesama,
tidak besikap individualisme, apabila ada orang yang mebutuhkan bantuan kita
menolongnya dengan ikhlas, karena sejatinya kita adalah makhluk sosial yang pasti sangat
membutuhkan bantuan orang lain di dalam menjalankan sebuah kehidupan bermasyarakat.
3. Selain Mempererat persatuan dan kesatuan kita sebagai bangsa Indonesia harus tetap
menjaga budaya yang beraneka ragam sebagai salah satu ciri khas yang dimiliki bangsa ini.
Keanekaragaman budaya ini bukanlah sebagai pemisah diantara kita, namun haru kita
anggap sebagai pemersatu. Budaya secara bahasa didefinisikan habit yang artinya
kebiasaan. Secara istilah budaya adalah identitas yang menjadi ciri khas suatu bangsa.
Oleh karena itu, bangsa yang beradab adalah bangsa yang menjaga, menghormati serta
melestarikan kebudayaannya.
Ketiga tindakan tersebut sebagai upaya membendung pengaruh lintas budaya yang
melintas bebas di negara kita..Pada dasarnya tidaklah mudah menentukan konsepsi kriteria
budaya bangsa Indonesia. Keberadaan Bhinneka Tunggal Ika sebagai semboyan bangsa dan
Pancasila sebagai ideologinya, tidaklah cukup memperbincangkan kebudayaan Indonesia.
Maknanya sangatlah luas namun bukan berarti menerima dengan mudah semua lintas budaya
luar yang masuk ke negara Indonesia.
Pancasila menguatkan pemahaman bangsa dalam memperlakukan kearifan lokal serta
merespon kearifan non lokal. Walaupun pada tataran implementatif masih jauh dari harapan
karena kurangnya pemahaman terhadap semboyan yang dibalik semboyan tersebut ada
dinding dasar yang tidak dapat diterjang dan harus dipatuhi yakni pancasila. Wajar sekali jika
fenomena ketidakpuasan atau ketidakmampuan memahami nilai-nilai yang terdapat dalam
pancasila sebagai ideologi. Hal ini merupakan proses menuju bangsa yang maju karena selalu
berdialektika dalam berfikir dan bertindak.
Budaya dan globalisai memang tidak dapat dipisahkan, karena keduanya selalu
keterkaitan. Selain itu, arus budaya globalisasi yang tak terbendung, ditentang bahkan ditolak
karena telah mengakar mendalam pada pola fikir masyarakat sosial. Tantangan terbesarnya
terbentuknya masyarakat konsumtif baik dari segi style atau gaya hidup.Oleh karenaanya yang
seharusnya dilakukan bagimana cara untuk memanfaatkan kehadiran globalisasi dengan
kemampuan pola fikir masyarakat yang mampu mempengaruhinya. Bukan justru sebaliknya
dimanfaatkan oleh hadrinya globalisasi.
Suatu kebanggan tersendiri bagi negara yang dapat mempertahankan kebudayannya.
Salah satunya adalah negara Indonesia yang memilki keanekaragaman suku dan budaya
sebagai aset kekayaan negara. Namun disisi lain, keanekaragaman tersebut mengundang
tantangan besar. Tantangannya adalah kemampuan bangsa mempertahankan budaya lokal
agar tetap berdiri tegak dan berkelanjutan serta tidak diklaim negara orang. Karena tidak sedikit
negara berkembang yang terhegemoni oleh negara maju utamanya dalam aspek budaya yang
mampu mempengaruhinya. Inilah era yang disebut dengan trans-kultural. Bagaimana negara
bertahan dengan identitasnya namun mampu berkembang, ataukah negara bertransformasi
yang sedikit demi sedikit menghilangkan identitasnya..

Anda mungkin juga menyukai