Jelajahi eBook
Kategori
Jelajahi Buku audio
Kategori
Jelajahi Majalah
Kategori
Jelajahi Dokumen
Kategori
3. Nasionalisme Indonesia
Jika seluruh komponen bangsa Indonesia mengamalkan dengan benar nilai-
nilai yang terkandung dalam Pancasila, dapat dikatakan bahwa tidak ada
permasalahan yang tidak dapat diselesaikan, terkait dengan kehidupan berbangsa
dan bernegara. Demikian pula, apabila semua warga Indonesia dan khususnya
para pemegang kebijakan yang diposisikan sebagai panutan bangsa ini
menjalankan nilai-nilai yang terkandung dalam Pancasila, bisa jadi bangsa ini
akan terhindar dari berbagai permasalahan, misalnya perpecahan atau disintegrasi,
penjualan aset-aset negara, demokrasi klise, kemiskinan, korupsi, ketergantungan
pada Bank Dunia dan IMF, dan tentu bangsa ini akan menjadi bangsa yang
berwibawa dan mandiri. Melihat fenomena sekarang ini, mestinya perlu
dipertanyakan betulkah rasa dan nilai nasionalisme sudah benar-benar diamalkan
dalam bentuk perbuatan dan tidak hanya dikatakan dalam lisan (Miftahuddin,
2011).
Tumbuhnya paham nasionalisme atau paham kebangsaan Indonesia tidak
bisa dilepaskan dari situasi sosial pertama, abad ke-20. Pada waktu itu semangat
menentang nasionalisme Belanda mulai bermunculan dikalangan pribumi. Cita-
cita bersama untuk merebut kemerdekaan menjadi semangat umum dikalangan
tokoh-tokoh pergerakan nasional untuk memformulasikan bentuk nasionalisme
yang disesuaikan dengan kondisi masyarakat Indonesia. Hal yang patut
disayangkan, perdebatan panjang diantara para tokoh pergerakan nasional tentang
faham kebangsaan itu berakhir pada saling curiga yang sulit dipertemukan.
Mereka sepakat tentang perlunya sesuatu konsep nasionalisme Indonesia
merdeka, tapi mereka berbeda dalam persoalan nilai atau watak nasionalisme
Indonesia (Herdiawanto dan Hamdayama, 2010)
Sebagai konsep sosial, nasionalisme tidak muncul dengan begitu saja tanpa
proses evolusi makna melalui media bahasa. Dalam studi semantik Guido
Zernatto (1944), kata ’nation’ berasal dari kata Latin ’natio’ yang berakar pada
kata nascor ’saya lahir’. Selama Kekaisaran Romawi, kata natio secara peyoratif
dipakai untuk mengolok-olok orang asing. Beberapa ratus tahun kemudian pada
Abad pertengahan, kata nation digunakan sebagai nama kelompok pelajar asing di
universitas - universitas (seperti Permias untuk mahasiswa Indonesia di Amerika
Serikat sekarang). Selanjutnya, kata nation mendapat makna baru yang lebih
positif dan menjadi umum dipakai setelah abad ke-18 di Prancis. Ketika itu
Parlemen Revolusi Prancis menyebut diri mereka sebagai assemblee nationale
yang menandai transformasi institusi politik tersebut, dari sifat eksklusif yang
hanya diperuntukkan bagi kaum bangsawan ke sifat egaliter di mana semua kelas
meraih hak yang sama dengan kaum kelas elite dalam berpolitik. Dari sinilah
makna kata nation menjadi seperti sekarang yang merujuk pada bangsa atau
kelompok manusia yang menjadi penduduk resmi suatu Negara (Supardan, 2011).
Dapat ditegaskan bahwa apabila belajar dari sejarah yang pernah terjadi,
nasionalisme Indonesia adalah bentuk perwujudan dari sikap dan tindakan yang
anti terhadap praktek-praktek kolonialisme. Dengan demikian, nasionalisme
Indonesia merupakan suatu bangunan suatu negara yang dibentuk berdasarkan
anti penjajahan, penindasan, diskriminasi, kedholiman, ketidakadilan, serta
pengingkaran atas nilai-nilai ketuhanan. Tentu saja, apabila masyarakat Indonesia
atau person berprilaku dan bertindak dengan sikap-sikap sebagaimana disebutkan
tentu saja mereka bukanlah manusia (Miftahuddin, 2011).
7. RevitalisasiPancasila
Gelombang demokrasi dalam bentuk tuntutan reformasi menjadi ancaman
bagi eksistensi ideologi nasional seperti Pancasila. Terdapat tiga faktor yang
membuat Pancasila tidak relevan lagi saat ini yaitu :
Pertama, Pancasila terlanjur tercemar karena kebijakan rezim Soeharto yang
menjadikan Pancasila sebagai alat politik untuk mempertahankan status quo
kekuasaannya. Misalnya, menetapkan Pancasila sebagai asa tunggal bagi setiap
organisasi, baik organisasi kemasyarakatan maupun organisasi politik.
Kedua, liberalisasi politik dengan penghapusan ketentuan yang ditetapkan
presiden B.J. Habibie tentang Pancasila sebagai stu-satunya asas setiap organisasi.
Penghapusan ini memberika peluang bagi adopsi asas ideologi-ideologi lain,
khususnya yang berasis agama. Akibatnya, Pancasila cenderung tidak lagi menjasi
common platform dalam kehidupan politik.
Ketiga, desentralisasi dan otonomisasi daerah yang mendorong penguatan
sentimen kedaerahan. Apabila tidak diantisipasi, mungkin menumbuhkan
sentimen local-nationalism yang dapat tumpang tindih ethnonationalism. Dalam
proses ini, Pancasila baik sengaja maupun akibat langsung dari proses
desentralisasi akan kehilangan posisi sentralnya.
Mempertimbangkan posisi krusial Pancasila diatas, maka perlu dilakukan
revitalisasi makna, peran dan posisi Pancasila bagi masa depan Indonesia.
Ketahanan Nasional
Ketahanan nasional adalah kondisi dinamik suatu bangsa yang berisi
keuletan dan ketangguhan, yang mengandung kemampuan mengembangkan
kekuatan nasional dalam menghadapi dan mengatasi segala tantangan, ancaman,
hambatan, serta gangguan, baik yang datang dari luar maupun dari dalam negeri,
yang langsung maupun tidak langsung membahayakan integritas, identitas,
kelangsungan hidup bangsa dan Negara seta perjuangan mengejar tujuan nasional.
Dalam rangka ketahanan nasional, peluang dan tantangan bangsa Indonesia dalam
era globalisasi dalapat dijumpai dalam berbagai bidang sebagai
berikut(Ubaedilah, dan Abdul, 2008):
a. Bidang politik
- Politik luar negeri bebas aktif
- Demokrasi menjadi sistem politik Indonesia yang berintikan
kebebasan mengemukakan pendapat.
- Melaksanakan system pemerintahan yang baik (good governance)
dengan prinsip partisipasi, transparasi, rule of law, responsif, serta
efektif dan efisien.
b. Bidang ekonomi
- Menjaga kestabilan ekonomi makro dengan menstabilkan nilai tukar
rupiah dan suku bunga
- Menyediakan lembaga-lembaga ekonomi yang modern (perbankan, pasar
modal)
- Mengeksploitasi sumber daya alam secara proporsional
c. Bidang sosial budaya
- Meningkatkan sumber daya manusia, yaitu kompetensi dan komitmen
melalui demokratisasi pendidikan
- Penguasaan ilmu dan teknologi serta mengaplikasikannya dalam
kehidupan masyarakat
- Menyusun kode etik profesi yang sesuai dengan karakter dan budata
bangsa
KESIMPULAN
Herdiawanto, Heri dan Hamdayama, Jumanta. 2010. Cerdas, Kritis, dan Aktif
Berkewarganegaraan (Pendidikan Kewarganegaraan untuk Perguruan
Tinggi). Jakarta: Penerbit Erlangga.
Miftahuddin. 2011. Nasionalisme Indonesia; Nasionalisme Pancasila. Artikel
Nasionalisme Pancasila. Jakarta.
Supardan, Dadang. 2011. Tantangan Nasionalisme Indonesia dalam Era
Globalisasi. Universitas Pendidikan Indonesia. Bandung.
Tim ICCE UIN. 2000. Pendidikan kewargaan (Civic education) : demokrasi, hak
asasi manusia manusia dan masyarakat madani. Jakarta : Prenada Media.
Ubaedillah, A., dan Abdul Rozak. 2008. Pendidikan kewarganegaraan,
Demokrasi, HAM, dan Masyarakat Madani. Indonesian Center For Civic
Education ( ICCE ), UIN Syarif Hidayatullah.Jakarta: Kencana Prenada
Media Group.