Anda di halaman 1dari 9

TUGAS FILSAFAT PANCASILA

NEGARA GOTONG ROYONG SEBAGAI SARI PATI PANCASILA

Disusun oleh:

Louis Enrike Oktavian Adi W.

51418030

FAKULTAS

EKONOMI/BISNIS

JURUSAN MANAJEMEN

UNIVERSITAS KATOLIK WIDYA MANDALA

MADIUN

2018

NEGARA GOTONG ROYONG SEBAGAI SARI PATI PANCASILA

Abstrak : Indonesia merupakan negara yang kaya akan berbagai macam ragam
bahasa, budaya, adat, ras, suku, serta kepercayaan yang beredar di dalamnya. Sehingga bukan
pekara mudah jika ingin menyatukan pandangan, menentukan ideologi, penggunaan bahasa,
sampai sumber hukum yang pantas untuk dijadikan pedoman dalam menegakkan keadilan di
negeri yang penuh dengan keragaman ini. Maka lahirlah istilah pancasila sebagai pemersatu
akan keragaman , dan sebagai sumber dari segala sumber hukum yang ada di Indonesia
sehingga Pancasila disebut sebagai sari pati kekayaan Indonesia yang digali dari bumi
pertiwi. Fenomena globalisasi berpengaruh kepada pergeseran atau perubahan tata nilai, sikap
dan perilaku pada semua aspek kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan
bernegara. Perubahan yang positif dapat memantapkan nilai-nilai Pancasila sebagai
falsafah hidup bangsa dan mengembangkan kehidupan nasional yang lebih berkualitas.
Negara gotong royong bahwa masyarakat Indonesia di berbagai tempat menjujung tinggi
nilai kebersamaan. Perasaan dasar Negara Indonesia adalah semangat gotong royong. Dengan
mewujudkan Perasaan dasar Negara Indonesia diharapkan para generasi muda akan terus
menerapkan sikap semangat gotong royong. Pancasila perlu disosialisasikan agar dipahami
oleh dunia sebagai landasan filosofis bangsa Indonesia dalam memeprtahankan eksistensi dan
mengembangkan dirinya menjadi bangsa yang sejahtera dan modern.

Kata Kunci : Gotong Royong, Globalisasi, Pancasila

PENDAHULUAN

Gotong royong merupakan suatu kegiatan sosial yang menjadi ciri khas dari bangsa
Indonesia dari jaman dahulu kala hingga saat ini. Rasa kebersamaan ini muncul karena
adanya sikap sosial tanpa pamrih dari masing-masing individu untuk meringankan beban
yang sedang dipikul. Hanya di Indonesia kita dapat menemukan sikap gotong royong ini
karena di negara lain masyarakatnya cenderung acuh tak acuh terhadap lingkungan sekitar.
Ini merupakan sikap positif yang harus selalu dijaga dan dilestarikan agar bangsa Indonesia
menjadi bangsa yang kokoh dan kuat disegala hal karena didasari oleh sikap saling bahu
membahu antara satu dengan yang lain. Prinsip kekeluargaan dan kegotongroyongan dalam
kehidupan bernegara nampak dalam kehidupan sosial, politik, dan ekonomi. Nilai ketuhanan,
kemanusiaan, persatuan, musyawarah, dan keadilan merupakan saripati nilai-nilai Pancasila
yang mendasari gotong royong dalam kehidupan bernegara.

Disini dapat dilihat bahwa segala sesuatu yang pada awalnya terlihat sulit untuk
dilakukan, ternyata dapat dilaksanakan dengan baik asalkan ada keinginan dari tiap individu
dan juga adanya penggerak untuk berubah kearah yang lebih baik, tentu dalam hal ini
mengenai nilai-nilai kebersamaan dan peran pemuda dalam melaksanakan gotong royong
didalam masyarakat. Sikap gotong royong itu seharusnya dimiliki oleh seluruh elemen atau
lapisan masyarakat. Karena, dengan adanya kesadaran setiap elemen atau lapisan masyarakat
melakukan setiap kegiatan dengan cara bergotong royong.

Dengan demikian segala sesuatu yang akan dikerjakan dapat lebih mudah dan cepat
diselesaikan dan pastinya pembangunan di daerah tersebut akan semakin lancar dan maju
menuju kearah yang lebih positif. Bukan itu saja, tetapi dengan adanya kesadaran setiap
elemen atau lapisan masyarakat dalam menerapkan perilaku gotong royong maka hubungan
persaudaraan atau silaturahim akan semakin erat. Dengan adanya era globalisasi dibiarkan
begitu saja budaya gotong royong memudar. Padahal cara individualisme yang
mementingkan diri sendiri maka akan memperlambat pembangunan di suatu daerah.
Pengendepankan kesajahteraan umum dan gottomh royong bisa mencapai lewat dialektika
musyawarah-mufakat. Segenap usaha bernegara dengan demikian harus senatiasa
memajukan kesejahteraan bersama dibandingkan kesejahteran pribadi/golongan dan hal itu
dilakukan dengan menjungjung tinggi nilai-nilai kerukunan lewat gotong royong.

PEMBAHASAN

A. Realitas Gotong Royong Dewasa ini

Dewasa ini terjadi berbagai perubahan yang cepat dan mendasar dalam tata kehidupan
dan pergaulan anatar bangsa sebagai konsekuensi dari globalsasi. Pada ranah budaya,
intensifikasi hubungan-hubungan sosial berkala global membuat semua negara, termasuk
Indonesia, bukan saja menghadapi potensi ledakan pluralisme dari dalam, melainkan juga
tekana keragmaan dari luar.

Masyarakat Indonesia merupakan masyarakat majemuk yang terdiri dari beraneka


ragam suku, agama, bahasa, kebudayaan, adat istiadat, dan lain sebagainya. Di satu sisi
kemajemukan tersebut sebenarnya merupakan kekayaan yang tidak ternilai. Disi lain, ia
menjadi bom waktu perpecahan yang mengerikan jika masing-masoing warga negara
tidak mengerti benar tentang makna persatuan bangsa.

Soekarno merangkum Pancasila dalam satu kata: “ gotong royong”. Soekarno


ternyata merancang suatu paham negara gotong-oyong bagi bangsa Indonesia. Artinya
negara ini “ semua buat semua” memaksakan paham tertentu, bahkan dengan dalil luhur-
suci sekalipun dan demi alsan apapun dalam bengunan negara Indonesia merdeka ini.

Pancasila telah diterima bersama sebagai fondasi bangsa. Didalam sila-sila jrlas
terlihat bahwa bangsa Indonesia amat menghargai perbedaan paham, dan juga perbedaan
agama sekalipun. Dan Soekarno menemukan bahwa ensensi manusia Indonesia ada dalam
kegotoroyongan. Selain memiliki makna simbolis, gotong royong yang disusung Soekarno
mempunyai arti pengedepanan kebersamaan dan semangat kekeluargaan di antara
kemajemukan suku, agama, ras, budaya, kepercayaan, paham, dan golongan.

Gotong royong berisi semangat kerja sama dan bahu membahu untuk mewujudkan
Indonesia yang lebih baik bagi semua warga. Ia khas Indonesia dan tidak dimiliki bangsa
lain. Zoon politicon manusia Indonesia adalah hidup dalam kegotongroyongan ini.
Eudaemonia (Kebahagiaan) Aristoteluan oleh Soekarno dibahasakan sebagi kebahagiaan
komunal, dimana semua warga Indonesia bisa hidup berdampingan satu sama lain dengan
damai dan memiliki Indonesia yang sama, karea Indonesia didirikan untuk semua.

Negara Kesatuan Republik Indonesia mempunyai para pendiri yang buah pikirannya.
Para pendiri negara tersebut saling melontarkan gagasannya demi mencari dasar yang kuat
bagi pendiriannya bangsa ini pada saat mempersiapkan kemerdekaan. Gobalisasi dan
individualisme yang menghebat dewasa ini turut mengikis nilai gotong royong dan
sebagai imbasnya merongrong nasionalisme Indonesia sebagai sebuah bagsa.
Abdurrahman (2007: 1) mengatakan bahwa dewasa ini nilai untuk mengutamakan
kepentingan masyarakat dan negara dalam semangat gotong royong serta kebersamaan
diletakan ditempat yang jauh lebih rendah daripada kepentingan individual dan golongan.
Rochmadi (2011:5) dalam penelitiannya juga menemukan bahwa dewasa ini nilai gotong
royong yang pernah didengungkan Soekarno mulai memudar diperkotaan, tetapi secara
kasuistik masih ada diwilayah pedesaan. Pada saat sekarang perilaku gotong royong
mengalami banyak perubahan di Indonesia, terutama di daerah perkotaan perilaku gotong
royong sudah semakin jarang, sebaliknya di daerah pedesaan, pinggir kota, masih banyak
ditemukan perilaku gotong royong yang ditampilkan oleh warganya, baik itu untuk
kepentingan umum maupun kepentingan pribadi.
Suatu bangsa memiliki nilai-nilai tertentu sebagai ciri khasnya. Gotong royong secara
historis merupakan budaya asli Indonesia yang telah dipraktikan oleh leluhur bangsa
mulai zaman kerajaan, penjajahan, merebut kemerdekaan, dan zaman awal kemerdekaan.
Budaya ini terbukti memberi konstribusi yang besar bagi terwujudnya cita-cita bersama.
Nilai gotong royong terefleksikan dalam filosofi bangsa yakni Pancasila. Nilai Ketuhanan
yang terkandung menjadi semangat yang diejawantahkan dalam pola pikir sikap, dan
perilaku anggota warga masyarakat dengan saling menjaga nilai-nilai kemanusiaan,
berperilaku adil, mementingkan bersama ketimbang kepentingan pribadi atau golongan,
dan menegmbangkan budaya persatuan.
Gotong royong sering dimaknai sebagai sarana untuk mempersatukan berbagai
macam perbedaan. Berbagai perbedaan yang ada pada teritorial suatu bangsa sepatutnya
dapat disatukan melalui penyatuan visi dan misi yang berlandaskan kebenaran yang
diterima bersama. Soekarno menemukan bahwa semua manusia dan budaya Indonesia
menjunjyng tinggi kegotongroyongan.
Kesejahteraan umum Indonesia hanya bisa diwujudkan bila semua warga
mengedepankan semangat kegotoroyongan. Aristoteles (dalam Dewantara, 2017:103)
menyatakan bahwa manusia adalah makhlik politik yang mempunyai kencenderungan
dalam dirinya sendiri untuk hidup bersama orang lain. Manusia dengan demikian, menurut
aristoteles, tidak bisa mencapai kesempurnaan sendiri. Dia harus membangun kesatuan
dengan yang lain. Gotong royong merupakan fondasi dan sarana menuju pencapaian
kebaikan bersama.
Memperjuangkan keunggulan dalam keberagaman Indonesia menjadi hal yang
mendesak dewasa ini. Di satu sisi bangsa Indonesia memang amat majemuk, tetapi di sisi
lain semagat ketunggalan (dalam bahasa Soekarno disebut “kebangsaan” ketika menyitir
Ernest Renan) harus diperjuangkan bersama. Hal ini hanya bisa diperjuangkan jika
semngat gotong royong dikedepankan.
Kebangsaan dengan demikian bukan Cuma sekedar persamaan tumpah darah dan
tempat tinggal, jauh melapaui itu, kebangsaan adalah soal bagaimana tiap warganya diikat
oleh persaan dan kehendak yang sama untuk maju ditengah keberagaman. Indonesia
adalah bangsa yang multikultur harus terus disadari dan diperjuangkan bersama. Betul
bahwa bangsa ini satu, tetapikesatuan ini dibangun di atas dasar keberagaman budaya,
agama, suku ras dst. Pemahamn semacam ini hanya bisa muncul jika semangat
kegotongroyongan diberi tempat.

B. Perkembangan Nilai Gotong Royong Dari Zaman Ke Zaman


Yayasan pelita (1979:54) dalam buku Pendidikan Moral Pancasila mendeskripsikan
gotongrotong dalam uirain berikut: “ gotongroyong adalah kerja dama secara sukarela
yang biasa dilakukan oleh penduduk desa sejak nenek moyang kita. “ penjelasan tersebut
mencatat bahwa gotong royong sudah dilakukan sejak zaman nenek moyang. Penjelasan
tersbut menunujukan bahwa gotong royong merupakan bagian dari kebudayaan yang
diwariskan. Bahkan sejak Indonesia belum menjadi Negara.
Soeharto pad masa pemerintahannya memasukan nilai gotong royong sebagai atas
pembangunan nasional. Ada tuju asa pembangunan dalam era Soeharto, tetapi yang secara
khusu berbicara mengenai gotong-royong adalah azaz ke dua. Hal tersebut tercantum
dalam TAP MPR No.IV/MPR/1978 tentang Garis-garis Besar Haluan Negara yang
mengatakan bahwa: “ Asas usaha bersama dan kekeluargaan, ialah bahwa usaha mencapai
cita-cita dan aspirasi-aspirasi bangsa harus merupakan uasah bersama dari bangsa dan
seluruh rakyat yang dilakukan secara gotong royong dan dijiwai semangat kekeluargaan.
Binarto (1980:14-15) dalam penelitiannya mengatakan bahwa sudah selayaknya
bangsa ini kembali melestarikan dan membina nilai gotong royong. Modernisasi dan
kemajuan zaman memberikan pengaruh bagi memudarnya nilai ini:
“Keadaan dunia kita sudah semakin maju. Modernisasi telah banyak memberikan
pengaruh terhadap kehidupan sosial, kebudayaan, gaya hidup manusia Indonesia, dan
sebagainya. Apakah modernisasi akan melunturkan bahkan menghilangkan gotong royong
di Indonesi? Pertanyaan ini memang banyak timbul, karena agaknya bentuk-bentuk gotong
royong di beberapa daerah terutama di perkotaan sudah tampak menajuh dari bentuk
aslinya.”
Dengan adanya modernisasi kencenderungan yang merebak justru adalah semakin
menipisnya semangat kegorongroyongan di sana-sini. Kesan yang muncul dewas ini
dalah: adagium gotong royong dimunculkan oleh pidato, padahal sebenarnya terminus
gotong royong dalam pidato Soekarnio ini muncul dari realita masyarakat Indonesia yang
direnungkan Soekarni sejak dahulu. Oleh karena itu, bangsa ini ada dalam suatu proyek
besar dan panjang untuk mengembalikan lagi realitas gotong royong dalam kehidupan
berbangsa.
Soekarno sebenarnya sedang mengedepankan paham kebangsaan (nasionalisme)
ketika mendengungkan nilai gotong-royong. Indonesia, bagi Sokarno didirikan buat
semua. Ide kebangsaan di sini bykanlah prinsip ideologis semata, melainkan lebih berupa
penghayatan hidup dalam kebersamaan. Kebangsaan menurut Ernest Renan, sebagaiman
dikutip oleh Soekarno adalah suatu nyawa yang terdiri dari dua hal, yakni : pertama,
dahulu rakyatnya menjalani suatu riwayat yang sama, dan kedua, sekarang mereka harus
mempunyai kehendak untuk bersama.
Kesatuan bangsa untuk semua adalah prinsip yang dikedeopankan. Tugas negara
dengan demikian adalah mengelolanya, karena negara ada demi menyejahterakan
warganya. Negara ada bukan demi kekuasaan. Soekarno bahkan lebih lanjut bahwa negara
harus dikelola dalam semangat kegotongroyongan.

OPINI ATAU ARGUMEN

NEGARA GOTONG ROYONG SEBAGAI SARI PATI PANCASILA

Semakin banyak perubahan yang terjadi di dalam kehidupan masyarakat disertai


pergaulan antar bangsa. Sehingga soekarno mendapati ide yaitu merangkum pancasila
dalam satu kata “gotong royong”. Gotong royong merupakan budaya yang harus di
lestarikan. Karena sifat gotong royong yang semakin langka,sebagian masyarakat telah
melalaikan kodrat nya sebagai masyarakat Negara gotong royong. Gotong royong adalah
semangat kerja saling membantu satu sama lain untuk dapat menyelesaikan suatu
pekerjaan dengan cepat serta dapat membangun solidaritas. Pada saat itu kurang sadarnya
masyarakat akan penting nya gotong royong sehingga kurang nya solidaritas dan kerja
sama dalam memajukan Negara yang bersih akan lingkungan. Selain kurang nya perhatian
masyarakat akan gotong royong,masyarakat juga lupa kesadaran pentingnya menjaga
lingkungan yang bersih. Setelah perkembangan zaman ke zaman masyarakat mulai sadar
akan pentingnya gotong royong untuk membangun Negara yang lebih maju. Karena sifat
gotong royong yang memiliki banyak sekali manfaat diantaranya terjalin nya kerja
sama,solidaritas,dan masih banyak yang kita raih di dalam gotong royong.

DAFTAR PUSTAKA

Dewantara, Agustinius W, (2017), Diskursus Filsafat Pancasila Dewasa ini,

Yogyakarta: PT KANISIUS.
Dewantara, Agustinius W, (2017), Alangkah Hebatnya Negara Gotong Royong
(Indonesia dalam Kacamata Soekarno), Yogyakarta: PT KANISIUS.

Dewantara, A. (2017, August 8). Diskursus Filsafat Pancasila Dewasa Ini

Anda mungkin juga menyukai