DISUSUN OLEH :
HENDRI ZALVAHMI
NPM : 1610631020403
Abstrak
Pancasila merupakan jati diri bangsa Indonesia. Selain mengusulkan
Pancasila sebagai dasar negara Indonesia, Ir.Soekarno juga mengusulkan
‘Ekasila’ sebagai dasar negara yang berbunyi, ‘Gotong Royong’. Walau usulan
tersebut tidak ditetapkan sebagai dasar negara, namun Pancasila itu sendiri
masih memuat makna gotong royong di dalamnya Jika dilihat pada umumnya,
gotong royong hanya dimaknai dalam sila ketiga yang berbunyi Persatuan
Indonesia. Namun, jika kelima nilai sila Pancasila digali lebih dalam dan lebih
dipahami lagi, makna gotong-royong masih terdapat dalam kelima sila tersebut.
Kegiatan gotong royong merupakan salah satu nilai budaya dalam
kehidupan masyarakat bangsa Indonesia yang telah ada sejak zaman dahulu
kala.
Nenek moyang kita mewariskan budaya yang berharga bagi kelangsungan
hidup ibu pertiwi. Perkembangan zaman yang terus berkembang sangat cepat
mempengaruhi pula perkembangan sistem gotong royong dalam kehidupan
bermasyarakat maupun bernegara, bahkan maknanya mulai terabaikan. Gotong
royong tidak hanya perlu dilestarikan guna mempertahankan nilai budaya
darinenek moyang, melainkan sangat perlu direvitalisasi dalam proses
pembangunan bangsa.
Kata Kunci: Gotong Royong, Pancasila
Pendahuluan
Akhir-akhir ini kita dihadapkan pada apa yang disebut sebagai globalisasi dan
modernisasi. Sebagian orang menyambutnya dengan sangat antusias, namun
sebagiannya lagi menganggap biasa-biasa saja. Globalisasi dianggap sebagai
suatu fenomena khusus dalam peradaban manusia yang bergerak terus dalam
masyarakat global dan merupakan bagian dari proses manusia global itu sendiri.
Globalisasi mampu menciptakan berbagai tantangan dan permasalahan baru
yang ada di masyarakat. Banyak orang berpendapat bahwa sebenarnya globalisasi
merupakan sebuah istilah yang muncul sekitar tahun 1990-an, dan begitu populer
sebagai ideologi baru sekitar awal tahun 2000-an. Istilah globalisasi begitu mudah
diterima atau dikenal masyarakat, bukan hanya di Indonesia tetapi juga di
masyarakat dunia.
Globalisasi bisa memberi berbagai kemudahan. Informasi dan teknologi
dengan sekejap mampu diperoleh, bahkan kejadian-kejadian yang muncul di
belahan dunia yang dulunya sangat lambat dan melalui proses yang sangat rumit,
baru kemudian menyebar informasinya dengan adanya teknologi canggih seperti,
televisi, handphone yang sekarang ini sangat populer sekali, dan berbagai alat
komunikasi lainnya yang begitu beragam saat ini.
Tidak semua globalisasi menguntungkan, karena pengaruh globalisasi itu
sendiri biasanya menciptakan terbentuknya manusia-manusia modern yang
mementingkan dan menciptakan terbentuknya superman dan persaingan yang
begitu ketat. Sifat-sifat individualistik terlihat pada manusia modern akan
menggeser kegotong-royongan. Sebagaimana dicontohkan dan digambarkan oleh
Prof Dr Ir Rahadi Ramlan, MSc, bahwa sebenarnya globalisasi itu, kalau tidak
hati-hati akan menggeser budaya tradisional gotong-royong dalam interaksi
sosial yang menjadi ciri bangsa Indonesia. Sehingga pengaruhnya sangat besar di
era globalisasi saat ini.
Betapa tidak, dalam era modernisasi yang sedang marak terjadi, mulai
bermunculan adanya mal-mal dan supermarket di kota-kota, apalagi saat ini
sudah banyak munculnya situs jual beli online maka hubungan antara penjual dan
pembeli hampir tidak terjadi dan bahkan tidak saling mengenal. Ciri budaya
dalam transaksi jual-beli menimbulkan hubungan yang harmonis antara penjual
dan pembeli, karena terjadi apa yang disebut dengan transaksi tawar-menawar.
Tawar-menawar inilah yang membuat penjual dan pembeli saling kenal satu sama
lain, dan akhir terjadi hubungan persaudaraan yang saling menguntungkan dan
saling menghargai. Disini juga terjadi apa yang disebut oleh Stephen R Covey
sebagai trust atau kepercayaan.
Meskipun saat ini telah terjadi perubahan yang sangat dahsyat di kalangan
masyarakat, munculnya sifat-sifat individualistik karena pengaruh budaya barat,
maka perlu adanya antisipasi agar kerukunan hidup gotong-royong dan saling
menghargai sesama anak bangsa yang telah ditanamkan oleh nenek moyang
bangsa ini dan perlu dilestarikan.
Indonesia perlu berbenah, dan perlu meninjau kembali, apakah pengaruh
globasilasi ini menguntungkan rakyat secara keseluruhan atau hanya orang-orang
tertentu saja yang bisa menikmati dan mendapatkan keuntungan dari pengaruh
tersebut. Untuk mengantisipasi berbagai pengaruh globalisasi yang begitu
dahsyat tersebut, kita harus menghidupkan kembali partisipasi masyarakat secara
luas.
Partisipasi masyarakat adalah suatu bentuk aktivitas masyarakat yang timbul
sebagai konsekuensi logis dari adanya kesadaran akan tanggung jawabnya
terhadap hal-hal yang menyangkut kepentingan dirinya sendiri, dan di sisi lain,
partisipasi masyarakat adalah salah satu bentuk keberhasilan penggalangan
sumber daya yang menyangkut kepentingan pelaksanaan suatu program, atau
usaha tertentu, yang proses implementasinya berhubungan dengan kepentingan
masyarakat banyak.
Program pembangunan daerah harus sudah mencakup upaya peningkatan rasa
keadilan, pengembangan partisipasi masyarakat dan suatu sistem sosial politik
yang demokratis, serta untuk menjaga dan memperkokoh kesatuan bangsa dalam
negara kesatuan Republik Indonesia. Kendati partisipasi masyarakat diakui
sebagai bagian yang penting dalam proses penyelenggaraan kehidupan,
seringkali peran masyarakat ini tidak bisa dirumuskan dalam posisi dan arti yang
benar, sehingga dimana partisipasi masyarakat harus ditempatkan dan sampai
dimana harus dilakukan menjadi kabur dan kurang fokus.
Partisipasi masyarakat bisa tumbuh dengan baik apabila dikaitkan dengan
proses pemberdayaan keluarga melalui pos-pos pemberdayaan keluarga atau
posdaya. Prof Dr Haryono Suyono mengatakan, bahwa pemberdayaan
dimaksudkan untuk membangkitkan, meningkatkan atau mengembangkan
potensi daya yang ada dalam diri manusia atau masyarakat yang bersangkutan
agar mampu mengembangkan sesuatu secara mandiri atau swadaya. Dalam era
globalisasi dan modernisasi seperti sekarang ini, posdaya diyakini sebagai solusi
dan ujung tombak dalam mendorong partisipasi keluarga dan masyarakat.
Sehingga, mampu meningkatkan kebersamaan, kepedulian dan menghidupkan
kembali budaya gotong-royong.
Pembahasan
Pancasila secara keseluruhan mengandung nilai gotong royong. Gotong
royong bagaikan roh bagi dasar negara Indonesia, Pancasila. Nilai tersebut telah
lahir sejak lama, bahkan sebelum bangsa Indonesia merdeka. Gotong royong
merupakan warisan leluhur tanah air dari generasi ke generasi.
1. Makna Gotong Royong
Gotong royong sebagai bentuk solidaritas sosial, terbentuk karena
adanya bantuan dari pihak lain, untuk kepentingan pribadi maupun
kepentingan kelompok, sehingga di dalamnya terdapat sikap loyal dari setia
warga sebagai satu kesatuan. Kata ‘gotong royong’ berasal dari bahasa Jawa.
Gotong berarti memikul, sedangkan royong artinya bersama. Jadi gotong
royong mempunyai arti bekerja sama. Menurut M.Nasroen, gotong royong
merupakan dasar Filsafat Indonesia.
Gotong royong sebagai filsafat berarti dijadikan pedoman dalam menjalani
kehidupan bermasyarakat maupun bernegara. Gotong royong adalah nilai
budaya yang diwariskan para leluhur pada generasi penerus bangsa. Sebuah
bangsa harus memiliki jati diri, agar tetap kokoh sebagai bangsa yang memiliki
ciri khas tersendiri. Berkaitan dengan Pancasila, Presiden pertama Indonesia,
Bung Karno penggali Pancasila suatu ketika pernah menyatakan bahwa
Pancasila manakala diperas tuntas bisa berwujud Ekasila, yakni Gotong
Royong. Menurut Ir.Soekarno gotong royong adalah ide asli Indonesia. Jika
suatu bangsa telah kehilangan pegangan hidupnya, maka bangsa itu tidak pula
dapat mempertahankan diri terhadap desakan-desakan dan serangan-serangan
dari luar. Pedoman hidup ini disebut kebudayaan. Menurut Koentjaraningrat,
nilai budaya merupakan suatu rangkaian dari konsep abstrak yang hidup dalam
alam pemikiran sebagian besar dari warga suatu masyarakat, mengenai apa yang
harus dianggap penting dan berharga dalam hidup.
Nilai budaya berfungsi sebagai pedoman dan pendorong kelakuan manusia
dalam hidup. Dalam kehidupan sehari-hari nilai ini terwujud dalam bentuk adat-
istiadat, norma-norma, aturan sopan santun, dan sebagainya. Berdasarkan
kedudukannya, nilai budaya ini akan mempengaruhi sikap seseorang dalam
melakukan tindakan atau perbuatannya dan semua kelakuan manusia, baik
secara langsung maupun melalui pola-pola cara berpikir. Menurut Bintarto
mengenai hubungan antara gotong royong sebagai nilai budaya, bahwa nilai itu
dalam sistem budaya orang Indonesia mengandung empat konsep, yaitu:
Daftar Pustaka
http://www.kompasiana.com/swara-mahardhika/memahami-makna-gotong-
royong_54f8470fa333112a608b51c7
http://www.haluankepri.com/rubrik/opini/41518-gotong-royong-di-era-
globalisasi.html
Sistim Gotong Royong Dalam Masyarakat Pedesaan Daerah
Istimewa Yogyakarta. Jakarta : Departemen Pendidikan dan Kebudayaan.
Rukiyati, dkk. (2013). Pendidikan Pancasila di Perguruan Tinggi. Yogyakarta :
UNY Press.
Gurniwan Kamil. Gotong Royong dalam Kehidupan Masyarakat.
(http://sosiologi.upi.edu/artikelpdf/gotongroyong.pdf).
Sandro Marganda. (2013). Pancasila Landasan Pembangunan Nasional.
(http://hankam.kompasiana.com/2013/04/15/pancasila-landasan-pembanguna
n-nasional-546291.html).
Soedjito. (1986). Transformasi Sosial Menuju Masyarakat Industri. Yogyakarta
: Tiara Wacana Yogya.
Tusti. (2013). Pendidikan Populis Berbasis Budaya.
(http://www.uny.ac.id/rubrik-tokoh/prof-zamroni-phd.html).