Rini Handayani1
Abstract
1
Mahasiswa Prodi Tadris Bahasa Inggris Fakultas Tarbiyah
A. Pendahuluan
Akhir-akhir ini kita dihadapkan pada apa yang disebut sebagai globalisasi
dan modernisasi. Sebagian orang menyambutnya dengan sangat antusias, namun
sebagiannya lagi menganggap biasa-biasa saja. Globalisasi mampu menciptakan
berbagai tantangan dan permasalahan baru yang ada di masyarakat. Istilah
globalisasi begitu mudah diterima atau dikenal masyarakat, bukan hanya di
Indonesia tetapi juga di masyarakat dunia.
Betapa tidak, dalam era modernisasi yang sedang marak terjadi, mulai
bermunculan adanya mall dan supermarket di kota-kota, apalagi saat ini sudah
banyak munculnya situs jual beli online maka hubungan antara penjual dan pembeli
hampir tidak terjadi dan bahkan tidak saling mengenal. Ciri budaya dalam transaksi
jual-beli menimbulkan hubungan yang harmonis antara penjual dan pembeli,
karena terjadi apa yang disebut dengan transaksi tawar-menawar. Tawar-menawar
inilah yang membuat penjual dan pembeli saling kenal satu sama lain, dan akhirnya
terjadi hubungan persaudaraan yang saling menguntungkan dan saling menghargai.
Meskipun saat ini telah terjadi perubahan yang sangat dahsyat di kalangan
masyarakat, munculnya sifat-sifat individualistik karena pengaruh budaya barat,
maka perlu adanya antisipasi agar kerukunan hidup gotong-royong dan saling
menghargai sesama anak bangsa yang telah ditanamkan oleh nenek moyang bangsa
ini dan perlu dilestarikan. Indonesia perlu berbenah, dan perlu meninjau kembali,
apakah pengaruh globasilasi ini menguntungkan rakyat secara keseluruhan atau
hanya orang-orang tertentu saja yang bisa menikmati dan mendapatkan keuntungan
dari pengaruh tersebut. Untuk mengantisipasi berbagai pengaruh globalisasi yang
begitu dahsyat tersebut, kita harus menghidupkan kembali partisipasi masyarakat
secara luas.
B. Metode
C. Pembahasan
a. Manusia itu tidak sendiri di dunia ini, tetapi dilingkungi oleh komunitinya,
masyarakatnya dan alam sekitarnya. Di dalam sistem makrokosmos tersebut
ia merasakan dirinya hanya sebagai unsur kecil saja, yang ikut terbawa oleh
proses peredaran alam semesta yang maha besar itu.
b. Dengan demikian, manusia pada hakekatnya tergantung dalam segala aspek
kehidupannya kepada sesamanya.
c. Karena itu, ia harus selalu berusaha untuk sedapat mungkin memelihara
hubungan baik dengan sesamanya terdorong oleh jiwa sama rata samarasa.
d. Dan selalu berusaha untuk sedapat mungkin bersifat konform, berbuat sama
dengan sesamanya dalam komuniti, terdorong oleh jiwa sama tinggi sama
rendah.
Biasanya, unsur pemaksaan ini terjadi karena adanya pola pikir sempit atau
“fanatisme buta” para penganutnya yang menjadikan mereka lupa memaknai istilah
“mahkluk sosial”. Terbentuknya pola pikir tersebut bukan tanpa sebab. Era digital
atau teknologi informasi saat ini adalah salah satu yang saat ini relevan untuk turut
membidani lahirnya pola pikir tersebut.
Era globalisasi ialah sebuah era dimana tak ada lagi batas-batas negara
maupun budaya di dunia, sehingga nilai budaya dapat saling memasuki ruang
sebuah bangsa, bahkan mempengaruhinya hingga kehilangan jati diri. Indonesia
adalah sebuah bangsa yang memiliki kepribadian yang luhur, salah satu nilai luhur
yang terwariskan adalah nilai gotong royong. Namun, dalam implementasinya
dalam kehidupan sehari-hari saat ini, nilai tersebut mulai diselingkuhi oleh
pemegang warisan itu sendiri dengan nilai budaya baru yang datang dari luar
sebagai dampak era globalisasi. Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi
mempengaruhi nilai budaya dan gaya hidup masyarakat. Teknologi modern
merupakan suatu faktor yang bebas nilai. Artinya, dapat digunakan untuk apa saja.
Teknologi dapat digunakan untuk kebaikan ataukah keperluan yang merugikan
masyarakat sangat tergantung pada siapa yang menggunakannya atau bagaimana
karakter yang dimiliki si penggunanya. Adanya proses berkembangnya pengaruh
nilai uang dan komersialisasi akan disertai pula oleh timbulnya individualisme.
Nilai kebersamaan yang seharusnya dijunjung tinggi mulai tidak ada artinya
lagi. Berlakunya sistem upah atau kompensasi sebagai imbalan jasa para pelaku
gotong royong mengurangi berlakunya sistem sambatan maupun kerja bakti dalam
bentuk aslinya. Hal ini pun melahirkan nilai budaya baru, yaitu sikap materialistis.
Akhirnya gaya hidup masyarakat pun mulai bergeser menjauhi kepribadian bangsa.
D. Kesimpulan
E. Saran
Demikianlah pembahasan dalam artikel saya, saya berharap artikel ini dapat
bermanfaat untuk kalangan banyak. Karena saya dengan penuh kesadaran dan
mengakui bahwa artikel ini masih jauh dari kata sempurna, masih banyak
kekurangan dan kelemahan pada artikel ini. Oleh karena itu saran dan kritik yang
membangun sangat diharapkan agar nantinya dapat menciptakan artikel yang lebih
baik lagi dan kesalahan pada artikel ini tidak terulang kembali.
Daftar Pustaka
http://www.kompasiana.com/swara-mahardhika/memahami-makna-gotong-
royong_54f8470fa333112a608b51c7
http://www.haluankepri.com/rubrik/opini/41518-gotong-royong-di-era-
globalisasi.html
(http://sosiologi.upi.edu/artikelpdf/gotongroyong.pdf).