Anda di halaman 1dari 4

Nama : Moh mansur

NPM : 2021060200028

Kelas :B

1. Sindrom Nefrotik, Gejala dan Penyebabnya.


Sindrom nefrotik adalah kerusakan pada ginjal yang menyebabkan kadar
protein di dalam urine meningkat. Tingginya kadar protein tersebut disebabkan oleh
kebocoran pada bagian ginjal yang berfungsi menyaring darah (glomerulus).
Sindrom nefrotik merupakan salah satu jenis penyakit ginjal pada anak-anak dan
orang dewasa. Kondisi yang menyerang sistem urinaria ini  dapat diobati dengan
mengonsumsi obat-obatan yang diberikan oleh dokter.
1) Penyebab Sindrom Nefrotik
Sindrom nefrotik terjadi akibat kerusakan pada glomerulus, yaitu bagian ginjal
yang berfungsi menyaring darah dan menghasilkan urine. Akibatnya, protein
yang seharusnya tetap di dalam darah malah bocor ke urine. Dalam kondisi
normal, urine tidak mengandung protein.
Sindrom nefrotik terbagi dalam dua jenis, yaitu sindrom nefrotik primer dan
sindrom nefrotik sekunder.
1) sindrom nefrotik primer, glomerulus mengalami perubahan berupa
penebalan atau pembentukan jaringan parut sehingga tidak dapat
berfungsi normal. Namun, belum diketahui secara pasti mengapa
perubahan tersebut terjadi.
2) sindrom nefrotik sekunder terjadi akibat adanya penyakit lain yang
menyebabkan kerusakan pada ginjal. Beberapa penyakit yang dapat
menyebabkan sindrom nefrotik sekunder adalah:
 Diabetes
 Lupus
 Penyakit infeksi, seperti kusta, sifilis, HIV, malaria, atau
penyakit hepatitis B dan hepatitis C
 Henoch-Schonlein purpura
 Rheumatoid artritis
 Amiloidosis
 Kanker, seperti leukemia atau limfoma
 Sindrom Sjogren
 Erythema multiforme
2) Gejala Sindrom Nefrotik
Gejala utama sindrom nefrotik adalah penumpukan cairan dalam tubuh atau
edema. Edema terjadi akibat rendahnya protein dalam darah. Salah satu fungsi
protein dalam darah adalah untuk menahan cairan di dalam darah. Jika kadar
protein kurang, cairan dari dalam pembuluh darah akan bocor keluar dan
menumpuk di jaringan tubuh. Pada anak-anak, edema yang disebabkan oleh
sindrom nefrotik dapat diamati dari pembengkakan di wajah. Sedangkan pada
orang dewasa, edema bisa terlihat dari pembengkakan di tumit yang diikuti
pembengkakan di betis dan paha. Gejala sindrom nefrotik lain yang dapat
muncul adalah:
 Urine yang berbusa akibat adanya protein dalam urine
 Diare
 Mual
 Letih, lesu, dan hilang nafsu makan
 Berat badan bertambah akibat penumpukan cairan tubuh
Sindrom nefrotik yang disebabkan oleh penyakit lain juga akan menimbulkan
gejala di atas dan gejala khusus dari penyakit penyebabnya. Contohnya,
sindrom nefrotik yang disebabkan oleh rheumatoid arthritis akan disertai
dengan gejala nyeri sendi.
3) Pengobatan Sindrom Nefrotik
Penanganan sindrom nefrotik oleh dokter ginjal tergantung pada penyebabnya.
Ada beberapa obat yang dapat diberikan kepada penderita sindrom nefrotik,
antara lain:
a. Obat kortikosteroid
Obat ini berfungsi untuk menangani peradangan pada ginjal atau
mengobati penyakit peradangan penyebab sindrom nefrotik, seperti
lupus atau amioloidosis. Contoh obat ini adalah methylprednisolone.
b. Obat antihipertensi
Obat ini berfungsi untuk menurunkan tekanan darah yang bisa
meningkat saat terjadi kerusakan ginjal. Obat darah tinggi juga dapat
mengurangi jumlah protein yang terbuang melalui urine. Contoh obat
ini adalah obat ACE inhibitor, seperti enalapril  atau catropril.
c. Obat diuretik
Fungsi obat diuretik adalah untuk membuang cairan yang berlebihan
dari dalam tubuh sehingga dapat mengurangi gejala edema. Contoh
obat diuretik adalah furosemide.
d. Obat pengencer darah
Fungsi obat ini adalah untuk menurunkan risiko penggumpalan darah
yang merupakan komplikasi dari sindrom nefrotik. Contoh obat ini
adalah heparin.
e. Obat penisilin
Penisilin adalah obat antibiotik yang digunakan untuk mencegah
infeksi yang merupakan komplikasi dari sindrom nefrotik.

2. Virus hepatitis beserta kriterianya


Hepatitis berasal dari kata Latin “hepar” yang berarti hati atau lever dan “-itis” yang
bermakna peradangan atau inflamasi. Dari kombinasi kedua kata itu, hepatitis adalah
istilah medis untuk penyakit peradangan hati. Penyebab utama hepatitis adalah virus
yang dibedakan menjadi virus hepatitis A, B, C, D, dan E.
Namun hati juga bisa mengalami peradangan karena penyebab lain, seperti konsumsi
alkohol atau obat-obatan, penyakit autoimun, dan paparan racun. Peradangan hati
yang terjadi bukan karena infeksi virus juga dapat disebut sebagai hepatitis.
1) Jenis – Jenis Hepatitis dan Perbedaanya
Virus hepatitis A, B, C, D, dan E sangatlah berbeda satu sama lain. Misalnya,
secara genetik, hepatitis A lebih dekat dengan virus yang menyebabkan
demam biasa dibanding hepatitis B. Sedangkan hepatitis C lebih dekat dengan
virus penyebab demam dengue. Namun semua virus ini punya satu kesamaan,
yakni dapat menyebabkan kerusakan ringan hingga sangat parah pada hati.
Adapun berdasarkan waktu kemunculannya, terdapat dua macam hepatitis,
yakni akut dan kronis. Hepatitis akut terjadi ketika seseorang baru pertama
kali terkena penyakit tersebut. Ketika peradangan hati tak kunjung dapat
diatasi dan gejalanya terus ada dalam jangka waktu lama, orang itu disebut
mengalami hepatitis kronis.
Hepatitis A dan E umumnya bersifat akut, sementara hepatitis B dan C bisa
berubah menjadi kronis. Peradangan dan infeksi kronis dalam waktu lama bisa
menyebabkan luka dan pengerasan hati. Dalam kasus terburuk, hepatitis bisa
berkembang menjadi kanker hati.
a. Hepatitis Autoimun
Hepatitis autoimun adalah penyakit hepatitis kronis yang tak menular.
Penyakit ini terjadi ketika sistem imun diri sendiri menyerang sel hati
yang sehat dan normal. Penyebab penyakit ini belum diketahui pasti,
tapi diduga terkait dengan ketidakseimbangan sel sistem imun.
Ada dua macam hepatitis autoimun, yaitu tipe 1 dan tipe 2. Hepatitis
autoimun tipe 1 atau tipe klasik biasanya terdiagnosis pada masa
dewasa, sedangkan tipe 2 saat kanak-kanak. Penanganan kedua tipe
hepatitis autoimun ini sama, tapi tipe 2 bisa lebih parah dan lebih sulit
dikendalikan.
b. Hepatitis A
Ini salah satu jenis hepatitis yang umum terjadi. Penyebaran virus
hepatitis A biasanya lewat makanan dan air yang sudah tercemar.
Penularan kerap terjadi di lingkungan rumah. Misalnya ada satu orang
rumah yang terinfeksi hepatitis A, orang lain yang serumah bisa
tertular ketika makan bersama atau menggunakan alat makan yang
sama, terutama jika belum tercuci bersih.
Biasanya orang yang terinfeksi virus hepatitis A bisa pulih sendiri
tanpa perawatan dan akan kebal terhadap infeksi virus yang sama di
masa mendatang. Namun jenis hepatitis ini juga bisa menyebabkan
sakit parah. Untuk mencegah penularan, ada vaksin hepatitis A
terutama bagi anak-anak.
c. Hepatitis B
Hepatitis B adalah jenis hepatitis yang paling banyak dijumpai di
seluruh dunia dan paling sering memicu kanker hati. Penularan
hepatitis B terjadi lewat hubungan seksual atau kontak darah. Namun
kebanyakan pasien hepatitis B kronis tertular dari ibunya saat lahir.
Hepatitis B akut lebih banyak dialami orang dewasa dan bisa sembuh
sendiri tanpa penanganan khusus. Tapi, saat anak-anak terinfeksi,
peluang hepatitis B yang diderita menjadi penyakit kronis yang serius
mencapai 90 persen. Karena itu, vaksinasi hepatitis B penting untuk
mencegah penyebaran penyakit ini sejak dini.
d. Hepatitis C
Hepatitis C juga salah satu jenis hepatitis yang lazim. Pasien hepatitis
C rentan mengalami kanker hati saat penyakit yang diderita menjadi
kronis. Sebanyak 80 persen orang yang terinfeksi virus hepatitis C
menderita gejala yang kronis. Bahkan ada yang sampai membutuhkan
transplantasi karena kerusakan hati sudah terlalu parah.
Penularan virus hepatitis C umumnya lewat penggunaan jarum suntik
secara tidak aman, terutama di kalangan pengguna narkoba. Penularan
juga bisa terjadi lewat prosedur tato dan tindik yang tidak steril,
hubungan seksual, dan berbagi barang pribadi yang rentan
terkontaminasi darah seperti pisau cukur dan gunting.  Saat ini belum
tersedia vaksin hepatitis C.
e. Hepatitis D
Jenis hepatitis ini tidak umum karena hanya dapat menginfeksi orang
yang telah terkena hepatitis B. Karena itu, pasien hepatitis B bisa
terkena infeksi virus hepatitis ganda. Penyebaran hepatitis D sama
dengan hepatitis B, yakni lewat darah dan cairan yang telah
terkontaminasi.
Hepatitis D bisa bersifat akut, kronis, ataupun keduanya. Orang yang
terinfeksi hepatitis B dan D kronis lebih berisiko mengalami
komplikasi. Hepatitis D bisa dicegah lewat vaksinasi.
f. Hepatitis E
Seperti hepatitis A, jenis hepatitis ini menyebar lewat air dan makanan
yang tercemar virus. Gejala hepatitis E relatif ringan, tapi bisa
menyebabkan penyakit serius bagi ibu hamil. Ada peningkatan risiko
kematian hingga 20 persen pada ibu hamil yang terinfeksi virus
hepatitis E pada trimester ketiga masa kehamilan.
Umumnya pasien hepatitis E bisa sembuh sendiri tanpa perawatan
spesifik, kecuali penyakitnya sudah berkembang menjadi kronis. Saat
ini belum ada vaksin hepatitis E yang tersedia secara luas.
g. Hepatitis Neonatal
Jenis hepatitis ini merupakan sebutan untuk kasus peradangan hati
yang terjadi pada usia awal bayi, biasanya 1-2 bulan. Bayi yang baru
lahir bisa menderita hepatitis karena tertular oleh ibunya. Transmisi
virus umumnya terjadi pada masa kehamilan atau sesaat setelah
kelahiran bayi.
Seorang ibu mungkin tidak sadar bahwa dia membawa virus hepatitis
saat hamil sehingga bayinya tertular secara tak sengaja. Bayi yang
menderita hepatitis neonatal bisa mengalami komplikasi seperti kulit
gatal-gatal, mudah memar, dan kerusakan otak. Pemeriksaan
kehamilan secara rutin bisa menjadi cara untuk mencegah terjadinya
hepatitis neonatal.

Anda mungkin juga menyukai