Dalam sebuah kesatuan yang di dalamnya banyak memiliki keragaman, maka akan selalu ada
makrokultur atau budaya bersama dan mikrokultur atau budaya kelompok tertentu. Dalam
konteks negara , Indonesia adalah contoh makrokultur sedangkan warga negara Indonesia
membawa mikrokulturnya masing-masing yang terikat dalam suatu kelompok budaya. Warga
negara Indonesia dengan latar belakang budaya yang berbeda-beda menjadi varian mikrokultur
yang semuanya sama-sama bertemu dalam sebuah Lembaga negara Indonesia yang menjadi
makrokultur.
Sebagai makrokultur Indonesia memiliki masyarakat yang berlatar belakang budaya dan ras yang
berbeda-beda, juga keragaman suku dan agama. Tidak semuanya berangkat dari kultur yang
sama. Bahkan sangat mungkin seorang warga negara Indonesia tidak menganut agama apapun.
Dengan jumlah penduduk sekitar 200 juta jiwa, yang tersebar di 34 propinsi, yang mana
penduduknya berasal dari 3 sub ras utama, lebih dari 300 etnik dengan berbagai tradisi budaya,
1.340 suku bangsa yang masing-masing memilik corak tersendiri, 6 agama utama yang diakui,
Indonesia telah menjadi wadah keragaman yang sangat luar biasa. Bahkan Indonesia tidak hanya
dihiasi oleh kultur pribumi , bahkan diisi pulai oleh warga negara non pribumi yang membawa
kulturnya masing-masing.
Kelompok-kelompok budaya kecil yang menyatu dalam sebuah kesatuan negara Indonesia ,
kemudian membentuk sebuah budaya utama tanpa menghilangkan ciri khas keragaman
kelompok-kelompok itu sendiri. Relasi antar Indonesia sebagai makrokultur dengan kelompok -
kelompok budaya kecil sebagai mikrokultur , dapat dilihat pada gambar berikut :
Makrokultur
Mikrokultur
Dengan model tersebut dapat diketahui bahwa setiap mikrokultur memiliki nilai-nilai yang
sejalan dengan makrokultur (ditunjukkan bagian warna gelap dalam gambar). Bahkan antara satu
mikrokultur dengan mikrokultur yang lain memiliki irisan nilai yang sama-sama sesuai antara mereka
dan sesuai pula dengan makrokultur.
Dalam konteks negara Indonesia, warga negara dari beragam latar belakang tetap memiliki
nilai-nilai yang sejalan dengan negara Indonesia. Misalnya dalam aspek humanisme dan kepedulian
sosial, ketaatan pada hukum dan undang-undang yang berlaku, dan nilai-nilai universal lainnya.
Meskipun dalam tubuh negara Indonesia hidup banyak mikrokultur yang beragam, namun masing-
masing mikrokultur tersebut pasti memiliki nilai-nilai yang sejalan dengan negara. Nilai yang sejalan
tersebut menjadi titik temu yang harus diapresiasi karena menjadi perekat antara mikrokultur
dengan makrokultur.
Mikrokultur tetap memiliki bagian yang tidak dapat dikompromikan dengan mikrokultur lain
dan dengan makrokultur. Bagian yang tak dapat dikompromikan tersebut bagaimanapun senantiasa
melekat dalam mikrokultur sehingga keberadaannya tetap perlu dihargai dan perlu dijaga agar tidak
ada konfrontasi dengan mikrokultur lain, apalagi dengan makrokultur. Sebagai contoh, sebagian
penduduk domestik memiliki kultur Nahdhatul Ulama yang secara tradisi keagamaan berbeda
dengan Muhammadiyah. Bahkan warga negara Indonesia ada pula yang beragama non-muslim yang
tentunya memiliki hal-hal khusus dan tidak dapat dikompromikan dengan tauhid kemuhamadiyahan
ataupun NU.
Menurut ahli Pendidikan Multikultural, James A. Banks, setiap individu pada dasarnya
memiliki identitas yang kompleks. Ia terikat dengan keanggotaan kelompok yang banyak (multiple
group membership). Setiap individu adalah anggota dari kebangsaan tertentu, ras dan etnis, agama,
gender, kelas sosial, dan hal-hal khusus lainnya (exceptionality/nonexceptionality). Semua aspek
tersebut mempengaruhi perilaku individu.
Oleh karena itu, realitas yang demikian menjadi penting untuk disadari, dan perlu
pendekatan khusus untuk mengelolanya. Multikulturalisme adalah cara yang tepat untuk
mengakomodasi ragam perbedaan tersebut. Multikulturalisme dirancang untuk membangun
kewargaan multikultural (multicultural citizenship) dimana setiap orang secara setara dapat hidup
dengan budayanya sekaligus pada saat yang sama menghargai budaya lain serta menghargai
konsensus bersama. Jika multicultural citizenship tidak terbentuk, maka besar kemungkinan
munculnya kondisi yang oleh Banks disebut sebagai failed citizenship (hubungan kewargaan yang
gagal). Contohnya seperti muslim Uyghur di Cina yang mengalami diskriminasi oleh aturan yang
dipaksakan pemerintah Cina.
Hubungan sosial antara antara kelompok mayoritas dan kelompok minoritas berkaitan
dengan:
1) Ras
Adalah kelompok manusia yang memiliki bawaan ciri-ciri fisik yang sama . Secara
garis besar manusia terbagi dalam kelompok ras utama, yaitu :
a. Ras Mongoloid, yaitu yang berkulit kuning dan coklat
b. Ras Negroid, yang berkulit hitam
c. Ras Kaukasoid, yang berkulit putih
2) Kelompok Etnik (suku bangsa)
Adalah kelompok yang diakui masyarakat sebagai kelompok sendiri yang dapat
dicirikan dengan bahasa , agama, budaya, dan ciri biologis. Keturunan dan Bahasa
memegang peranan besar dalam keberlangsungan kelompok etnik karena banyak
kebiasaan adat yang diwariskan secara turun temurun.
3) Kelompok Pribumi dan Non Pribumi
penggolongan yang didasarkan pada pribumi dan non pribumi dapat dilihat dari
tempat lahir seseorang.Seseorang dikatakan pribumi jika ia lahir di suatu negara dan
menetap disana serta mendapatkan status sebagai warga negara tersebut. Sebaliknya
seseorang dikatakan non pribumi jika bukan warga negara tersebut, contohnya : warga
negara Inggris yang sedang berlibur di Indonesia.
4) Kelompok Agama
Adalah penggolongan berdasarkan agama yang dianut oleh seseorang. Agama yang
diakui di Indonesia antara lain ; Islam, Kristen Katolik, Kristen Protestan, Hindu,
Budha, Kong Hu Chu. Masyarakat pemeluk agama-agama tersebut dapat dibedakan
dengan mudah keyakinannya. Seseorang lebih mudah diindetifikasi agamanya karena
banyak yang menggunakan symbol-simbol agamanya, contohnya : perempuan yang
berhijab, dapat didefenisikan bahwa perempuan itu pemeluk agama Islam.
dalam interaksi sosial antar kelompok sering kali terjadi tindakan sosial yang mengarah pada
tindakan sosial disosiatif, tindakan tersebut adalah :
1) Rasisme
Rasisme adalah perbedaan perilaku dan ketidaksetaraan berdasarkan warna kulit, ras,
suku, dan asal-usul seseorang yang membatasi atau melanggar hak dan kebebasan
seseorang.. Rasisme merupakan salah satu bentuk tindakan sosial yang kerapkali
ditemukan dalam kehidupan masyarakat. Rasisme memandang mereka yang berbeda
sebagai bukan manusia, tapi objek yang bisa diperlakukan semena-mena. Di negara
yang terbelah konflik rasial, penyiksaan dan perlakuan buruk sering menimpa
kelompok yang menjadi target perilaku rasis..Contohnya : warga negara Amerika
kulit hitam ( Afro Amerika) yang menjadi masyarakat kelas dua di negara Amerika
karena warna kulit mereka..
2) Seksisme
Adalah diskriminasi berdasarkan gender, merupakan prasangka atau anggapan bahwa
salah satu jenis kelamin lebih superior atau lebih baik daripada jenis kelamin yang
lain. Contohnya : laki-laki lebih cocok menjadi pemimpin atau ketua daripada Wanita
3) Agaisme
Adalah bentuk streotipe dan diskriminasi terhadap individua atau kelompok karena umur
mereka. Diskriminasi usia merupakan satu set keyakinan,. Sikap ,norma dan nilai-nilai yang
dipergunakan untuk membenarkan prasangka dan tindakan diskriminasi. Contohnya : seperti
anak muda belum memiliki hak pilih, dilarang menandatangani kontrak,
dan privilage lain yang dimiliki oleh orang dewasa.Semua larangan tersebut hanya
berdasar pada alasan “terlalu hijau/muda”. Sehingga hal ini memperkuat stereotip,
bahwa setiap individu harus memiliki tingkah dan bentuk sesuai dengan umur
mereka yang seharusnya saja.Praktik ageisme ini juga amat erat kaitannya dengan
bentuk tubuh dan wajah seseorang, contoh penerapannya bisa dilihat ketika
memberikan pendapat.Pendengar atau bahkan juri sekalipun akan
terlihat enteng ketika mendengar ucapan dari seseorang yang lebih muda darinya.
Pola Interaksi adalah bentuk dari suatu hubungan yang menimbulkan interaksi . Dalam
masyarakat banyak sekali interaksi-interaksi sosial antar satu kelompok dengan kelompok
lainnya yang terjadi karena komunikasi dan kontak. Hal itu mengakibatkan pola hubungan
dalam masyarakat.Kemungkinan-kemungkinan pola hubungan menurut Michel Button :
1) Akulturasi
Adalah proses pertemuan dua budaya atau lebih yang lambat laun diterima dan tanpa
menyebabkan hilangnya kepribadian kebudayaan itu sendiri.. Di dalam akulturasi ada
perpaduan dan pembauran
2) Dominasi
Adalah suatu kelompok yang merasa lebih dominan/unggul dari kelompok
lain.Dominasi terbagi dua , yaitu :
a. Genosida , yaitu keinginan untuk memusnahkan kelompok lain
b. Perbudakan, yaitu keinginan untuk memanfaatkan masyarakat yang dijajah
3) Pengusiran, yaitu keinginan untuk membuang atau mengeluuarkan suatu kelompok
etnis dari suatu masyarakat atau negara
4) Sigegrasi,
adalah keinginan suatu kelompok yang ingin memisahkan diri dari kelompok
masyarakat yang lain
5) Pluralisme
Adalah paham atau pandangan yang ingin menerima dan mengakui adanya
kemajemukan dan keanekaragaman suatu kelompok masyarakat
Disamping interaksi sosial manusia juga membutuhkan institusi sosial yang berbentuk
materiil dan non materiil. Bentuk materiil dari institusi sosial adalah Lembaga yang berupa
wadah untuk mencapai tujuan bersama, seperti keluarga, masyarakat, dan negara.Institusi
sosial ini berfungsi :
Sebagai pedoman bagi masyarakat bagaimana mereka harus bertingkah laku atau
bersikap di dalam menghadapi masalah-masalah dalam masyarakat, terutama
menyangkut kebutuhan-kebutuhan hidup.
Menjaga keutuhan masyarakat.
Merupakan pedoman system keadilan sosial
Dalam konteks lembaga kebangsaan dan kenegaraan sebagai institusi sosial , tujuan bersama
tersebut sulit dicapai jika masyarakat yang majemuk tersebut tidak solid dalam menghargai
kemajemukan yang ada di antara mereka.
Multikulturalisme menawarkan pembauran antar setiap kultur mikro agar dapat
mengembangkan kultur makro yang menghargai kemajemukan. Multikulturaliisme pada
akhirnya menjadi sebuah konsep akhir yang membangun kekuatan sebuah bangsa yang terdiri
dari berbagai latar belakang etnik, agama, ras, budaya, dan bahasa, dengan saling menghargai
dan menghormati hak-hak sipil termasuk hak kelompok minoritas.
Ciri-ciri masyarakat multicultural :
1) Adanya pluralisme
2) Adanya cita-cita mengembangkan rasa kebangsaan yang sama dan kebanggaan untuk
terus mempertahankan keberagaman