Anda di halaman 1dari 8

TUGAS UAS

BUDAYA GOTONG ROYONG BERUBAH MENJADI INDIVIDUALISME


DITINJAU DARI BEBERAPA KASUS DI INDONESIA

Dosen Pengampu : DR. Agustinus W. Dewantara, S.S., M.Hum

Oleh :
Novita Karina Sulistiyowati
15.2851

SEKOLAH TINGGI KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN


WIDYA YUWANA
MADIUN
2018
PENDAHULUAN

Latar Belakang
Indonesia merupakan Negara yang kaya akan budaya, ras, agama, dan bahasa.
Seharusnya dengan banyaknya kekayaan tersebut, masyarakat Indonesia bisa menjaga dan
melestarikannya. Namun hal ini tidak dapat terwujudkan akibat dari banyaknya oknum-
oknum Negara yang tidak memperdulikan akan pelestarian kekayaan yang dimiliki Bangsa
Indonesia. Mereka hanya sibuk dengan berbagai kepentingan pribadi dan kelompok tanpa
mengedepankan kepentingan Bangsa Indonesia ini. Dengan sikap keegoisan mereka yang
berebut kekuasaan yang kekayaan, menjadikan masyarakat Indonesia semakin hancur.
Hancurnya masyarakat Indonesia dapat dilihat dari banyaknya konflik-konflik yang terjadi
diantara masyarakat Indonesia, bahkan muncullah sebuah sebutan baru bagi pendukung dari
setiap kelompok-kelompok tertentu.
Jika diatas berbicara tentang banyaknya budaya Indonesia yang tidak diperhatikan dan
lebih mementingkan sikap individualisme sendiri, namun disini kita akan lebih membahas
tentang dasar dari Negara Indonesia yang berkaitan dengan nilai gotong royong. Berbicara
mengenai gotong royong mengingatkan saya pada Pancasila, yang dimana Pancasila
merupakan ideologi dari Bangsa Indonesia. Dengan adanya ideologi Pancasila inilah yang
dapat menyatukan dan mengikat seluruh rakyat Indonesia dalam kemajemukan. Pancasila
sendiri merupakan suatu perjanjian dasar Negara Indonesia yang dapat diterima oleh semua
golongan, paham, serta seluruh kelompok-kelompok masyarakat Indonesia. Dalam posisinya,
Pancasila merupakan sumber dari jati diri, kepribadian, moralitas dan haluan keselamatan
Bangsa Indonesia. Maka disini saya ingin mengingatkan kembali bahwa Gotong Royong
adalah manifesto dari penghayatan dan pengamalan Pancasila. Sehingga dapat dikatakan
bahwa gotong royong merupakan nilai yang berasal dari kebiasaan masyarakat Indonesia.
PEMBAHASAN

A. Budaya Gotong Royong


Bangsa Indonesia ini dari awal sudah dikenal dengan nilai gotong royongnya dan nilai
tersebut menjadi inti dari dasar Bangsa Indonesia. Nilai gotong royong ini sesungguhnya
adalah ringkasan dari Pancasila yang dikemukakan oleh Soekarno. Bagi Soekarno nilai
gotong royong ini adalah gambaran dari masyarakat Bangsa Indonesia. Nilai gotong royong
ini dilihat oleh Soekarno melalui sikap kebersamaan diantara masyarakat Bangsa Indonesia
(Dewantara. 2017: 90-91). Sikap gotong royong yang dahulu selalu diunggulkan dari hal
sangat sederhana hingga hal yang sangat besar, kini perlahan menjadi pudar dan hilang.
Realita dulu yang pernah ada adalah ketika ada seseorang yang membutuhkan bumbu dapur
secara mendadak dan tidak sempat beli ke warung, pasti menjadi hal yang biasa ketika orang
tersebut tiba-tiba meminta kepada tetangganya. Namun kini hal tersebut seakan tidak pernah
ada lagi, karena sikap individualisme masyarakat semakin tinggi.
Memudarnya sikap gotong royong dapat dilihat secara nyata di daerah perkotaan yang
besar. Di daerah perkotaan sangatlah terlihat sekali perbedaan antara miskin dan kaya, bahkan
diantara tetangga pun bisa jadi mereka tidak saling mengenal satu dengan yang lain. Mereka
lebih mengutamakan kepentingan pribadi dibandingkan dengan kepentingan bersama.
Contohnya saja ketika peringatan 17 Agustus, dekorasi atau hiasan dijalan depan rumah
warga yang tinggal diperumahan elit dengan warga yang tinggal diperkampungan jalan
sempit akan sangat terlihat berbeda. Secara sosial sangat terlihat sekali perbedaannya, dari hal
ini saja bisa dilihat bahwa nilai gotong royong masyarakat Indonesia kini semakin hari
semakin memudar.

B. Memudarnya Budaya Gotong Royong Menjadi Individualisme


Menurut Rochmadi (2011:5) dalam buku yang ditulis oleh Dewantara (2017:92)
menjelaskan bahwa sikap gotong royong saat ini memang sedang mengalami krisis. Namun
nilai gotong royong ini masih bisa dilihat didaerah-daerah pedesaan atau daerah pinggiran
kota. Dimana dapat dilihat dari kegiatan – kegiatan warga yang saling mendukung satu
dengan yang lain. Semisalnya saja acara pernikahan, khitanan, kirim doa, dll pasti kita akan
menjumpai dimana para tetangganya akan membantu dirumah orang yang sedang memiliki
acara tersebut.
Sebenarnya nilai gotong royong bukan hanya dilihat dari sikap saling tolong
menolong saja. Nilai gotong royong juga dapat dilihat dari sikap saling toleransi setiap orang,
baik toleransi beda agama, suku, dan ras. Dapat dilihat bahwa Indonesia ini memliki beragam
bahasa, budaya, dan agama, sehingga dari sinilah diambil nilai gotong royong sebagai
pedoman atau nilai dari Bangsa Indonesia. Seperti yang sudah dijelaskan diatas tadi bahwa
Bangsa Indonesia kini semakin hari semakin memudar nilai gotong royong tersebut. Dengan
melihat banyaknya kasus-kasus di Indonesia kini marak terjadi dimana-mana, menjadikan
suatu keprihatinan yang sangat mendalam. Contoh saja kasus Sampit dan Madura, bom
Gereja di Surabaya, adanya gerakan 212, banyaknya korupsi, dan masih banyak kasus-kasus
yang lainnya. Dari beberapa kasus tersebut dapat dilihat bahwa nilai gotong royong yang
menjadi dasar dari Bangsa Indonesia kini hampir sudah tidak ada lagi.
Jika dilihat dari segala peristiwa atau kasus yang terjadi akhir-akhir ini kita dapat
memahami bahwa masyarakat Indonesia saat ini, kurang menghayati nilai Pancasila sebagai
landasan kehidupan bernegara. Apalagi jika nilai Pancasila kerap kali dihadapkan dengan
sikap intoleransi antar umat beragama, membuat seolah-olah keduanya ini saling
bertentangan. Padahal jika kita lihat dalam Pembukaan UUD 1945 mengingatkan kita pada
sila yang keempat dalam Pancasila, yang dimana sila keempat merupakan pedoman untuk
mewujudkan keadilan sosial. Namun, hal yang terakhir ini kerap sekali luput, kalau dilihat
secara teliti, masih banyak masalah terkait perbedaan agama ini yang akarnya adalah
ketidakadilan sosial,
Terkait dengan pudarnya pengalaman Pancasila ini, kita dapat menilai berkaitan
dengan budaya Bangsa Indonesia. Dimana kondisi ini juga dialami oleh seluruh dunia,
sehingga terjadilah imbas transformasi sosial kultural. Selain itu, jejaring komunikasi dan
teknologi digital mengubah cara berkomunikasi. Akibatnya penghargaan terhadap
kemanusiaan yang adil dan beradab pun menjadi pudar sehingga persatuan kita ikut
terancam. Dengan kata lain, nilai-nilai yang terdapat dalam Pancasila juga memudar. Menurut
Muhammad Hatta, sebenarnya gotong royong ini bisa menjadi kunci yang mampu
membangun dan memperkaya nilai Pancasila. Karena nilai ini sudah hidup dalam berbagai
wujud dalam masyarakat, namun masyarakat Indonesia tidak memahminya secara utuh
(Dewantara, 2017:97).
Sebenarnya tidak susah untuk membangun nilai gotong royong itu kembali. Karena
implementasi Pancasila sendiri harus dilihat dari perilaku seseorang. Semisalnya saja di
instansi pendidikan, guru harus menjadi teladan, lalu pemerintah dan elite politik juga harus
memberikan keteladanan kepada masyarakat jangan hanya karena berebut kedudukan yang
tinggi menjadikan perpecahan atau selisih paham diantara keduanya. Sebenarnya ada
beberapa alasan yang membuat gotong royong ini mulai memudar, antara lain : malas,
kesibukan, kecemburuan sosial, kesalahpahaman dan kurangnya bersosialisasi/ egois. Hal
inilah sebenarnya yang merupakan hambatan terbesar.
Menurut Notonagoro gotong royong ini menjadi dasar dari demokrasi. Dimana
demokrasi ini dinamakan demokrasi kekeluargaan atau demokrasi gotong royong. Bagi
Notonagoro, gotong royong ini sama halnya seperti kekeluargaan. Dimana sebagai satu
keluarga akan saling membutuhkan, ibaratnya satu untuk semua dan semua untuk satu
(Dewantara, 2017:99). Sehingga dari sini dapat dilihat bahwa gotong royong ini merupakan
sebuah tindakan atau sikap yang dilakukan bukan hanya untuk kepentingan indivual namun
untuk kepentingan bersama. Nilai atau sikap gotong royong ini harusnya dilakukan secara
sadar karena jika kita melakukannya dengan penuh kesadaran, maka nilai gotong royong ini
akan memiliki makna.
Keprihatinan mengenai lunturnya nilai gotong royong juga diakibatkan oleh generasi
muda. Dimana kebanyakan generasi muda sekarang sering berpikir dan bertindak secara
global dibandingkan memikirkan dan berperilaku lokal, seakan-akan mengabaikan
masyarakat lokal atau sekitar. Prinsip bergotong royong ini sebenarnya harus tetap
digelorakan, tetapi juga membangun hubungan dengan dunia luar. Indonesia bisa merdeka
karena adanya semangat gotong royong, kebersamaan dan bahu membahu. Kini semangat
tersebut hampir atau bahkan akan ditinggalkan, salah satu penyebabnya adalah penggunaan
uang atau dana sebagai tolak ukur yang cukup untuk partisipasi dalam kegiatan
kemasyarakatan. Contohnya saja dibeberapa desa bahkan secara nyata uang menjadi perusak
semangat gotong royong warga desa. Kehadiran dalam sebuah kebersamaan pun terkadang
diwakili dengan uang. Tidak hadir ronda cukup bayar denda. Tidak hadir dalam pertemuan
cukup titip uang iuran. Tidak ikut kerja bakti cukup memberi sumbangan. Dari sinilah kita
dapat melihat bahwa sifat emosional kebersamaan ini juga terjadi pergeseran nilai yang lebih
mementingkan materialistik. Sekarang kebanyakan masyarakat berkalkulasi, dengan uang
yang dimiliki, masyarakat merasa bisa memperoleh apapun yang dibutuhkan. Rasa
kebersamaan dan rasa persaudaraan itu tidak semua bisa dibeli dengan uang. Sehingga
akibatnya banyak orang yang sukses yang memiliki materi, banyak orang pintar atau cerdas
punya banyak materi tapi kosong jiwanya dan rasa sosialnya pun kosong. Memang harus
diakui adanya pergeseran nilai-nilai gotong royong itu. Saya pikir yang harus paling
bertanggung jawab adalah orang tua dan keluarga. Kenapa? Karena keluarga merupakan
suatu kelompok kecil dari golongan masyarakat.
C. Makna Budaya Gotong Royong Bagi Bangsa Indonesia
Dari sekian banyaknya pembahasan diatas sebenarnya kita dapat mengambil banyak
makna dan relevansi dari Negara gotong royong ini. Salah satu contoh wujud Bangsa
Indonesia memaknai nilai gotong royong adalah dengan mewujudkan bonum commune.
Dimana yang dimaksud dengan bonum commune adalah sikap dari segenap masyarakat
Indonesia yang dapat saling memahami satu dengan yang lain (Dewantara, 2017:60). Apalagi
jika kita lihat dengan situasi saat ini, para pelaku politik setiap hari selalu bermunculan di
media sosial dengan segala tindakan yang mereka lakukan. Para pelaku politik tersebut
bukannya muncul dengan berita yang mendidik atau dengan sebuah tindakan yang dapat
mencerminkan sikap positif bagi masyarakat yang lain, namun mereka muncul dengan segala
kericuhan yang saling bersaing satu dengan yang lain bahkan dengan membuat kubu-kubu
pertahanan dari masing-masing pihak.
Makna gotong royong yang kedua adalah dengan mewujudkan kesatuan dalam
keberagaman. Dengan banyaknya budaya, ras, suku, bahasa, dan agama, Bangsa Indonesia
bisa saling bersatu idalam perbedaan itu. Walau hanya dengan kegiatan kebersamaan yang
sederhana, namun hal itu bisa memicu seluruh masyarakat untuk dapat saling menngkatkan
budaya gotong royong. Dengan demikian akan meminimalisir adanya kericuhan dan
pertengkaran, baik antar masyarakat maupun antar golongan. Makna yang selanjutnya adalah
dengan sikap saling menghargai antar masyarakat. Dimana para pejabat Negara bisa
memahami segala penderitaan yang dialami oleh masyarakatnya. Sehingga masyarakat pun
merasa bangga dengan sikap yang demikian. Makna yang terakhir adalah dengan
mewujudkan sikap yang multicultural, dimana Bangsa Indonesia bisa merangkul seluruh
budaya, ras, agama dan suku yang ada di Indonesia. Dengan demikian kita sendiri sudah
melestarikan segala kekayaan milik kita.
KESIMPULAN

Dari segala permasalahan yang terjadi di Indonesia dapat dilihat bahwa Indonesia saat
ini sedang mengalami krisis. Krisis yang sedang terjadi saat ini adalah dimana budaya gotong
royong yang dulu menjadi ringkasan dari dasar Negara yang yaitu Pancasila, kini semakin
lama semakin memudar hingga akhirnya budaya gotong royong tersebut berubah menjadi
budaya individualisme. Negara tidak memperdulikan masyarakatnya dan lebih
mengedepankan urusan politik pribadi. Masyarakat pun semakin hari semakin ricuh sehingga
terjadi banyaknya perpecahan diantara golongan maupun kelompok masyarakat yang lain.
Namun hal ini dapat diatasi dengan beberapa makna yang dapat dilakukan oleh masyarakat
Indonesia, sehingga budaya gotong royong yang kini semakin memudar menjadi
individualisme bisa sedikit demi sedikit dibangun kembali seperti awal Bangsa Indonesia ini
merdeka.
DAFTAR PUSTAKA

Dewantara, A. (2017). Diskursus Filsafat Pancasila Dewasa Ini.


Dewantara, A. (2017). Alangkah Hebatnya Negara Gotong Royong (Indonesia dalam
Kacamata Soekarno).

Anda mungkin juga menyukai